Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA KLIEN


DENGAN INFEKSI PUERPERALIS

Dosen Pembimbing :
Tiyas Kusumaningrum, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh:

Muhammad Rezza Romadlon


NIM. 132023143060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB 1
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Infeksi Puerperalis


1. Definisi
Infeksi puerperalis adalah infeksi yang terjadi pada masa nifas. Pada postpartum
terdapat luka-luka di area genital, sehingga alat atau kain yang berhubungan dengan
genital harus bersih dari kuman. Perawatan vulva hygine yang buruk yang dapat
menyebabkan risiko tinggi terkena infeksi puerpuralis. Infeksi puerperalis adalah
peradangan yang disebabkan oleh kuman-kuman atau bakteri ke dalam saluran
reproduksi selama masa persalinan dan nifas (Rosana, 2015)
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. (Sarwono ,
2005)
infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi
setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu 38oC. Infeksi post
partum/puerperalis ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari
setelah persalinan (Bobak, 2004).

2. Etiologi
Faktor predisiposisi :
a. Alat-alat yang digunakan pada saat persalinan maupun sesudahnya kurang bersih
atau kemungkinan terkontaminasi bakteri dari petugas ruang bersalin.
b. Keadaan yang bisa menurunkan antibody, seperti malnutrisi, perdarahan,
preeklamsia, pneumonia, penyakit jantung, dan infeksi lainnya.
c. Tindakan bedah vagina, yang menyebabkan terdapatnya luka atau robekan di jalan
lahir.
d. Tertinggalnya sisa placenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
e. Ibu dengan proses persalinan yang lama dan mendadak sehingga tidak tertangani
dengan baik, terutama dengan pecah ketuban dini.
f. Kebersihan area perineum kurang terjaga . Misalnya karena tidak segera mengganti
pembalut bila sudah penuh lokea, atau setelah dibasuh area perineum tidak
dikeringkan
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari
luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic.
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat – alat yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli.
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii .
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

3. Manifestasi klinis
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium.
1) Infeksi perineum, vulva, dan serviks
 Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpa
distensi urine.
 Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
 Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar
38ᵒC, dan nadi kurang dari 100x/menit.
 Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar,
demam bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.
2) Endometritis
 Kadang – kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
 Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak,
lokhea berwarna merah atau coklat.
 Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya
sesuai dengan kurva suhu tubuh.
 Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
 Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan
biasanya sangat mengganggu.
 Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.
b. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.
1) Septikemia dan piemia
 Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil
dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-
160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari post
partum.
 Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigil yang terjadi
berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan
lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
2) Peritonotis
 Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula
kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta
terdapat facishipocratica.
 Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis
umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
3) Selulitis pelvis
 Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri
atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya
selulitis pelvis.
 Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
 Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula – mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.
 Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
4. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyak vena
yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman -
kuman dan masuknya jenis-jenis patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada
luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya.
Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat – alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki
kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapakali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala - gejala seperti kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban
biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman
memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion
dapat menimbulkan infeksi pada janin.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke
kiri.
b. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
c. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase
luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
g. Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan thrombosis
6. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Personal hygiene
Pencegahan infeksi masa nifas dapat dilakukan oleh ibu dengan memperhatikan
kebersihan diri. Kebersihan merupakan salah satu tanda dari personal hygine
yang baik. Kebersihan diri meliputi mandi, menyikat gigi, mencuci tangan, dan
memakai pakaian yang bersih. Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih
kurang 42 hari, kebersihan vagina perlu ditingkatkan karena adanya darah dan
cairan yang keluar dari vagina selama nifas yang disebut lochea, letak vagina
berdekatan dengan saluran buang air kecil, buang air besar (anus) dan banyak
mengandung mikroorganisme patogen dan vagina merupakan organ terbuka
yang mudah dimasuki mikroorganisme yang dapat menjalar ke rahim. Oleh
karena itu kebersihan diri sanngat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur
minimal 2 x sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan
dimana ibu tinggal. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan
antiseptik dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan
ke belakang.
2) Pengetahuan
Pendidikan merupakan upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi
perilaku kesehatan dengan cara persuaisi, bujukan, ajakan, himbauan,
memberikan informasi/memberikan kesadaran dan lain sebaginya. Tingkat
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan praktik seseorang
terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan dan peirlaku seseorang akan lebih
langgeng apabila didasari pengetahuan. Bertambahnya umur seseorang dapat
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya. Semakin tua
usia seseorang maka perkembangan mentalnya bertambah baik .
b. Penatalaksanaa medis
1) Pengobatan infeksi post partum
 Segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan
darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
 Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
 Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
 Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi
darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh serta
perawatan lainnya sesuai komplikasi yang ada.
2) Pengobatan kemoterapi dan antibiotika infeksi post partum
 Pemberian Sulfonamide – Trisulfa merupakan kombinasi dari Sulfadizin
185gr, Sulfamerazin 130gr, dan Sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-
6 jam kemudian peroral.
 Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM,
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1gr setiap 6 jam
IM ditambah ampisilin kapsul 4X250 gr peroral.
 Tetrasiklin, eritrimisin dan kloramfenikol
 Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan
 Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.
7. WOC Infeksi puerperalis
FAKTOR PREDISPOSISI : Proses persalinan
 Alat-alat yang digunakan pada saat persalinan maupun sesudahnya kurang bersih.
 Keadaan yang bisa menurunkan antibodi
 Tindakan bedah vagina, yang menyebabkan terdapatnya luka atau robekan di jalan lahir. KONTAMINASI BAKTERI :
 Streptococcus haematilicus aerobic..
 Tertinggalnya sisa placenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
 Staphylococcus aurelis
 Ibu dengan proses persalinan yang lama dan mendadak sehingga tidak tertangani dengan
 Escherichia coli.
baik, terutama dengan pecah ketuban dini.
 Clostridium welchii .
 Kebersihan area perineum kurang terjaga

INFEKSI PEURPERALIS

Perineum, Vagina, vulva Peritonium Perluasan infeksi mikroorganisme


serviks dan endometrium pathogen mengikuti aliran darah
dan limpa
Luka perineum
Trauma persalinan
dan servik Luka bekas
incersio plasenta Aktifasi neutrfil dan Penekanan vena oleh
Kontaminasi makrofag ligament inguinale
Hygiene buruk bakteri
HIS royan lochiometra
Pelepasan zat Edema tungkai betis
Peradangan Peradangan pirugen dan adrogen dan paha
Uterus membesar
Pengeluaran
lochea banyak
Eritema di sekitar Merangsal sel
dan berbau Perut kembung Penumpukan cairan Sulit bergerak, sendi
lokasi infeksi endotel hipotalamus
rongga peritonium kaku, fisik lemah
Perubahan warna Menekan organ Pengeluaran
Terasa panas dan lochea lain Kebocoran isi prostaglandin MK : Gangguan
bengkak rongga abdomen
mobilitas fisik
Muncul gejala Respon nyeri Merangsang
ansietas Sering terjaga termoregulasi di
MK : Nyeri akut
hipotalamus MK : Intoleransi
MK : Nyeri akut aktivitas
MK : Ansietas MK : Gangguan
pola tdur MK : Hipertemia
BAB 2
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian
1. Identitas ibu
2. Data riwayat kesehatan:
Riwayat kesehatan terdiri dari tempat pemeriksaan kehamilan, frekuensi, imunisasi,
keluhan selama kehamilan, pendidikan kesehatan yang diperoleh.
3. Riwayat pernikahan :
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
4. Riwayat persalinan :
Riwayat persalinanan terdiri dari tempat persalinana, penolong persalinanan, jalannya
persalinan.
5. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum :
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih
lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital
biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam
fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.
b. Respirasi :
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri,
perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.
c. Kardiovaskuler :
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami
penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic
kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit
kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat
kehilangan darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi
jantung. Pada tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post
partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan
tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans
positif dorso fleksi pada kaki
d. Sistem saraf :
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada klien
dengan spinal anesthesi.
e. Pencernaan :
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya
kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik,
kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi
spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran
cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus
f. Eliminasi :
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan
blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang
kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.
g. Reproduksi :
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi
pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah
abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal
karena proses involusi.
Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari
dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical.Kaji
pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea berwarna
merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang
cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari..
h. Intergumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum
melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah adahyperpigmentasi,
kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan
kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
i. Muskuloskeletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah
ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus
otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien
dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada
keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis.
j. Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post
partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga
hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan
hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini
akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara
bila bay tidak segera diteteki
6. Pemeriksaan penunjang :
a. Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke
kiri.
b. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
c. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase
luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
g. Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan thrombosis
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia (D.0130) b.d Proses infeksi ditandai d.d peningkatan suhu lebih dari
380c, peradangan dan kulit kemerahan
2. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d ekspresi tampak
gelisah, bingung, mengeluh nyeri dan sulit tidur.
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d nyeri pasca operasi d.d nyeri saat bergerak
4. Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional dan kurang terpapar informasi d.d. merasa
cemas dan khawatir dengan kondisi yang dihadapi
C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Hipertermia (D.0130)
1 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (I.15506)
keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan
hipertensi klien hilang, dengan kriteria Observasi
hasil : 1. Identifikasi penyebab hipertermia
Termoregulasi (L.14154) 2. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh membaik (36,5-37,5 C)
o
3. Monitor kadar elektrolit
2. Takikardi menurun (60-100x/mnit) 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Tekanan darah normal (110-130/70-
Terapeutik
90mmhg)
5. Sediakan lingkungan yang sesuai
6. Longgarkan pakaian
7. Berikan cairan oral
8. Kompres airhangat/dingin
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena

2 Nyeri akut (D.0077) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan
nyeri klien hilang, dengan kriteria hasil : Observasi :
Tingkat nyeri (L.08066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Skala nyeri menurun frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Ekspresi gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
meringankan nyeri

Terapeutik :
5. Berikan teknik non farmakologin untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Anjurkan tirah baring
7. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi :
9. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri kepada klien dan keluarga
10.Jelaskan strategi meredakan nyeri kepada
klien dan keluarga
11.Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri kepada klien dan
keluarga
Kolaborasi :
12.Kolaborasi pemberian analgesik

3. Gangguan mobilitas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (I.05173)


fisik (D.0054) keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan
mobilitas fisik klien tidak terganggu, Observasi:
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
Mobilitas fisik (L.05042) fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas bawah 2. Monitor kondisi umum selama
membaik melakukan mobilisasi
2. Nyeri saat bergerak menurun Terapeutik
3. Gerakan terbatas menurun 3. Bantu dan fasilitasi klien dalam latihan
mobilisasi
4. Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
dan pastikan keamanan klien
5. Libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam latihan mobilitas

Edukasi:
6. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
7. Anjurkan melakukan latihan mobilisasi
secara bertahap
8. Ajarkan mobilisasi sederhana ditempat
tidur, latihan duduk, dan melatih otot
ekstremitas bawah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)


Ansietas (D.0080) keperawatan selama 1 x 6 jam, diharapkan Observasi :
tingkat ansietas menurun dengan kriteria 1. Monitor tanda-tanda ansietas
hasil: Terapeutik :
Tingkat ansietas (L.09093) 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi menumbuhkan kepercayaan
yang dihadapi menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Perilaku tegang menurun 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Perilaku gelisah menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
4. Tekanan darah dalam batas normal meyakinkan
(sistole 110-130 dan diastole 70-90) Edukasi :
5. Nadi dalam batas normal (80-100 6. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang
x/menit) mungkin dialami
7. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
8. Anjurkan keluarga agar tetap bersama
pasien
9. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
10.Latih teknik relaksasi

DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik. (2016). Kehamilan dan Persalinan Patologis (Risiko Tinggi dan Komplikasi)
Dalam Kebidanan.Jakarta: CV Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakerta : PT.Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Bobak, Milk, L., Jansen.( 2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Tim Pokja

Rosana, H. M. (2015). Ibadah Penuh Berkah Ketika Haid dan Nifas . Jakarta: Lembar Langit
Indonesia

SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 st eds. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 st eds. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1 st eds. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai