NIM : AK.1.180.79
INFEKSI PUERPERALIS
A. Definisi
B. Etiologi
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat – alat yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.
2. Staphylococcus aurelis
3. Escherichiacoli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas.
4. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis
dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
C. Klasifikasi
1). Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium.
a. Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpa distensi
urine.
b. Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
c. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38ᵒC,
dan nadi kurang dari 100x/menit.
d. Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam
bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
1. Kadang – kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
2. Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea
berwarna merah atau coklat.
3. Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai
dengan kurva suhu tubuh.
4. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
5. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya
sangat mengganggu.
6. Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.
2). Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.
1. Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil dengan
suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-160x/menit
atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari post partum.
2. Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigil yang terjadi
berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan
lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
b. Peritonotis
1. Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut kembung
dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula kemrahan,
kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta terdapat
facishipocratica.
2. Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis
umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
c. Selulitis pelvis
1. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri
atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya
selulitis pelvis.
2. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
3. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula – mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.
4. Tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
D. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyak
vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman - kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh
wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva,
vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman-kuman
patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar
luka asalnya.
Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat – alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar
bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-
mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan
untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri perut bawah, demam rendah, lokia yang berbau busuk (tanda-tanda
endometritis)
2. Area yang terasa sakit, keras, hangat dan merah (biasanya hanya pada satu
payudara) dan demam, menggigil, nyeri otot, kelelahan atau sakit kepala (tanda-
tanda mastitis)
3. Kemerahan, cairan, pembengkakan, hangat atau meningkatnya rasa sakit di sekitar
area sayatan atau luka (baik sayatan operasi caesar, episiotomi atau luka gores)
atau sayatan yang terlihat seperti akan terpisah
4. Sulit dan nyeri saat buang air kecil, merasa seperti ingin buang air kecil dengan
sering dan mendesak namun hanya sedikit atau tidak ada urin yang keluar, atau
urin keruh atau berdarah (tanda-tanda infeksi saluran kemih).
a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi
F. Komplikasi
1. Infeksi bisa berbahaya, terutama jika tidak terdeteksi atau tidak diobati. Infeksi di
rahim Anda dapat menyebabkan pembekuan darah, sedangkan infeksi di ginjal
dapat menyebabkan gangguan ginjal. Infeksi yang masuk ke aliran darah Anda
pun dapat menyebabkan sepsis.
2. Komplikasi yang paling mungkin terjadi adalah pemulihan pasca persalinan yang
lebih sulit. Pemulihan tersebut akan menguras energi. Untuk itu, Anda perlu
mendapat bantuan segera jika mengalami gejala yang mengarah pada kondisi ini.
3. Komplikasi pada paru-paru : infark, abses, pneumonia,
4. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria
dan hematuria,
5. Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan
G. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1. Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik
2. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
3. Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar
tidak berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah
perdarahan banyak dan penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan
atas indikasi tepat.
4. Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan
tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.
b. Penanganan medis
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial
ke kiri.
b. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
c. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan
anemia.
d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase
luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
g. Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan thrombosis.
I. Pencegahan
Pencegahan infeksi selama nifas antara lain:
a. Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
b. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
c. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu nifas yang sehat.
d. Membatasi tamu yang berkunjung.
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
KASUS
Ny. W usia 36 thn P3A0 sepuluh hari postpartum, datang ke UGD RS X diantar suaminya,
dengan keluhan nyeri saat berkemih, pengeluaran pervaginam lochea bercampur pus dan
berbau. Pada pemeriksan: tampak malaise, TD 100/60 mmHg, N 100x/mnt, suhu 38,7 C dan
menurut suaminya klien sudah sejak kemarin demam, serta pemeriksaan abdomen : TFU
teraba diantara umbilical & symphisis. Riwayat persalinan partus lama dengan laserasi
perineum & episiotomy yang tampak membengkak. Pemeriksaan diagnostik yang
direncanakan yaitu USG, HB Ht dan kultur intra uterus/serviks. Klien mendapatkan terapi
cairan parenteral & antibiotik spectrum luas.
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
a. Nama : Ny. W
b. Usia : 36 tahun
c. Diagnosa Medis : Infeksi Puerperalis
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri saat berkemih.
D. Riwayat Kehamilan
-
E. Riwayat Persalinan
Partus lama
F. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum : Malaise
b) Kesadaran : -
b. Abdomen
TFU : Teraba diantara umbilical dan simfisis
c. Genitalia
Laerasi perineum & episiotomy yang membengkak
d. Tanda-Tanda Vital
a) TD : 100/60 mmHg
b) Nadi : 100 x/menit
c) Suhu : 38,7°C
G. Pemeriksaan Penunjang
Direncanakan : USG, Hb, Ht
H. Analisa data
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Cedera Biologi (Laserasi perineum) ditandai dengan laserasi
perineum
2. Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan ditandai dengan episiotomy membengkak
3. Hipertermi b.d proses inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh sampai
38,7°C
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman, et. al. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif, et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Cetakan Kedua. Jakarta :
Media Aesculapius.