Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERTOLONGAN PERTAMA PADA


GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

DISUSUN OLEH
1. DESI APRELIA NPM. 1926030006
2. REZA TAMARA NPM. 1926030024

DOSEN
Elza Wulandari, S.Tr, Keb, M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, Alhamdulillahirobbilalamin berkat limpahan rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Pertolongan Pertama Pada Gangguan Sistem Reproduksi”
dapat terwujud sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Dalam penelitian ini, penulis tidak hanya bekerja sendiri. Tanpa bantuan
dari semua pihak, tidak mungkin makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Teman-teman yang
selalu memberikan motivasi dan semangat sehingga makalah ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan Atas segala bantuannya baik
secara moral, material, maupun spiritual penulis mengucapkan terima kasih.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari kesalahan, kelemahan,
bahkan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan agar dapat dijadikan acuan dalam penulisan makalah
periode berikutnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Atas bantuan dari semua pihak
penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Bengkulu, November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perlukaan Pada Alat Genitalia.............................................................. 3
B. Kelainan Letak Alat-Alat Genitalia...................................................... 6
C. Permasalahan Pada Sistem Urologi ...................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
B. Saran ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organ reproduksi laki-laki terdiri atas testis, saluran pengeluaran, dan
penis. Testis berfungsi sebagai penghasil sperma. Proses pembentukan sperma
disebut spermatogenesis. Testis berjumlah sepasang dan terletak pada kantong
yang disebut skortum. Saluran pengeluaran terdiri atas epididimis, vas
deferens, dan uretra. Epididimis merupakan saluran yang berkelak-kelok,
tempat pematangan dan penyimpanan sementara sperma. Dari epididimis,
sperma mengalir menuju penis melalui vas deferens dan uretra. Penis
merupakan alat kelamin luar pada laki-laki. Penis berfungsi untuk
memasukkan sperma pada saluran kelamin wanita. Penis juga merupakan
muara dari saluran kencing.
Organ reproduksi pada wanita terdiri atas ovarium, tuba Fallopi, uterus
dan vagina. Ovarium terletak di bawah perut, dan berfungsi sebagai tempat
produksi ovum (Sel Telur). Tuba Fallopi (saluran telur atau oviduk) berbentuk
seperti pipa dan ujungnya berbentuk corong dengan rumbai-rumbai. Rumbai
ini berfungsi untuk menangkap ovum yang dilepaskan ovarium. Uterus atau
rahim merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Vagina
merupakan tempat keluarnya bayi saat dilahirkan. Proses reproduksi pada
manusia diawali dengan pembentukan sel kelamin pada laki-laki dan
perempuan. Pembentukan sel kelamin pada laki-laki (sperma) disebut
spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi pada testis. Pada testis terdapat sel induk
sperma (spermatogonia) yang secara berurutan akan membelah menjadi
spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan terbentuklah sperma.
Seorang laki-laki dapat menghasilkan sperma sepanjang hidupnya selama dia
sehat. Setiap hari, sperma yang dihasilkan sekitar 300 juta, namun hanya satu
sperma saja yang dapat membuahi ovum. Pembentukan sel kelamin (sel telur/
ovum) pada perempuan disebut oogenesis. Oogenesis terjadi pada ovarium.

1
Pada ovarium terdapat sel induk ovum (oogonium) yang secara berurutan akan
membelah menjadi oosit primer, oosit sekunder, ootid, dan terbentuklah
ovum. Ovum yang siap dibuahi akan keluar dari ovarium.
Peristiwa pelepasan ovum dari ovarium disebut ovulasi. Saat ovum tidak
dibuahi, ovum akan mati dan terjadi menstruasi. Siklus menstruasi pada
perempuan umumnya memiliki jarak 28 hari. Pembentukan ovum pada wanita
terjadi pada umur antara sekitar 13 sampai 45 tahun. Proses kehamilan akan
terjadi jika ovum dibuahi oleh sperma. Peristiwa pembuahan ovum oleh
sperma disebut fertilisasi. Fertilisasi terjadi pada tuba Fallopi. Sel telur yang
telah dibuahi disebut zigot. Zigot bergerak menuju rahim. Dalam
perjalanannya menuju rahim, zigot membelah berulang kali membentuk
embrio. Selanjutnya, embrio akan menempel pada dinding rahim. Embrio
akan tumbuh dan berkembang di dalam rahim membentuk janin. Janin akan
keluar sebagai bayi setelah sekitar 9 bulan berada di dalam rahim.
Penyakit pada sistem reproduksi biasa disebabkan oleh jamur, bakteri
atau virus. Bakteri dapat menyebabkan beberapa gangguan pada organ
reproduksi terutama organ reproduksi pada wanita. Keputihan dengan warna
hijau dan bau merupakan salah satu gangguan yang disebabkan oleh bakteri.
Bakteri juga dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut berupa kista bahkan
hingga menimbulkan kanker rahim.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perlukaan Pada Alat Genitalia?
2. Bagaimana Kelainan Letak Alat-Alat Genitalia?
3. Bagaimana Permasalahan Pada Sistem Urologi?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Perlukaan Pada Alat Genitalia
2. Untuk mengetahui Kelainan Letak Alat-Alat Genitalia
3. Untuk mengetahui Permasalahan Pada Sistem Urologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlukaan Pada Alat Genitalia


1. Perlukaan Akibat Persalinan
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva,
vagina dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat
berupa suatu robekan yang disertai pendarahan hebat.
a. Vagina
Perlukaan pada dinding depan vagina terjadi disekitar orifisium
uretra dan klitoris. Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri
atau mirip lanjutan robekan perineum. Robekan vagina 1/3 bagian atas
ummnya mirip lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan
vvagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan
tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Kadang-kadang robekan lebar terjadi
akibat ekstraksi dengan forceps.
Untuk menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan
pemeriksaan dengan spekulum. Pendarahan pada keadaan ini
umumnya adalah pendarahan artevial, sehingga harus segera dijahit.
Untuk menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan
pemeriksaan dengan spekulum. Pendarahan pada keadaan ini
umumnya adalah pendarahan artevial, sehingga harus segera dijahit.
b. Perineum
Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akkibat
persalinan ialah perineum. Tingkat perlukaan pada perineum dapat
dibagi dalam :
1) Tingkat I : perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit
perineum
2) Tingkat II : melukai fasia dan otot-otot diafragma urogenital
3) Tingkat III : menyebabkan muskulus sfingter ani enternus terluka
didepan

3
4) Tingkat IV : Melukai sampai keanus
Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani,
dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineim atau pada vagina, sehingga
tidak kelihatan dari luar. Perlukan demikian dapat melemahkan dasar
panggul, sehingga mudah terjadi prolapsus genitalis. Robekan
perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal,
sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Pada tempat
terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat artevial atau
yangmerembes.
Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet , diperlukan
penjahitan. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit secara
cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan Catgut no.0 atau 00,
dengan mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruang mati antara
jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya darah beku dan terjadinya
radang.
Pada perlukaan tingkat III memerlukan teknik penjahitan khusus.
Langkah pertama yang terpenting adalah menemukan kedua ujung
muskulus sfingter ani ekstermus yang terputus.
Pada perlukaan tingkat III yang tidak dijahit dapat terjadi
inkontinensia alvi. Perlukaan pada perineum sebenarnya dapat dicegah
atau dijadikan sekecil mungkin perlukaan ini umumnya terjadi pada
saat lahirnya kepala. Oleh karena itu keterampilan melahirkan kepala
janin sangat menentukan sampai seberapa jauh terjadi perlukaan pada
perineum. Untuk mencegah terjadinya perlukaan perineum yang tidak
terarah dan tidak teratur dianjurkan melakukan episiotomi.
c. Serviks Uteri
Robekan serviks bisa menimbulkan pendarahan banyak,
khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus
desendens dari arteria uterina. Perlukaan pada serviks uteri sering
diakibatkan oleh tindakan-tindakan pada persalinan buatan dengan
pembukaan yang belum lengkap. Selain itu, penyebab lain robekan

4
serviks ialah partus presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat
dan sering sehingga janin di dorong keluar, kadang-kadang sebelum
pembukaan lengkap.
Pada robekan servik yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu
apakah sebagian besar dari servik sudah lepas atau tidak. Jika belum
lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari servik, jika yang
lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan
dirawat untuk menghentikan perdarahan.
d. Korpus Uteri
Perlukaan yang paling beraat pada waktu persalinan adalah
robekan uterus. Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah
uterus. Robekan bisa terjasi pada tempat yang lemah pada dinding
uterus, misalnya pada parut bekas seksio sesareaatau bekas
miomektomi.
Secara anatomik, robekan uterus dapat di bagi dalam 2 jenis yaitu :
1) Robekan inkomplet; mengenai endometrium dan miometrium
tetapi perimetrium masih utuh
2) Robekan komplet ; mengenai endometrium, miometrium,
perimetrium sehingga terjadi hubungan langsung antara karum
uteri dan rongga perut.
Robekan uterus komplet menyebabkan gejala-gejala yang khas
ketika persalian berlangsung yaitu nyeri perut mendadak, anemia,
syok, dan hilangnya kontraksi. Gejala robekan uterus inkomplet
umumnya lebih ringan. Pada waktu selesai persalinan, bila penderita
pucat dan kelihatan dalam syok, sedang perdarahan keluar tidak
banyak, apabila diraba tumor di parametrium, maka pada keadaan ini
patut dicurigai adanya robekan uterus inkomplet. Untuk lebih
memastikan hal ini, dianjurkan melakukan ekplorasi dengan
memisahkan tangan didalam rongga uterus. Penanganan pada robekan
uterus ialah pemberian transfusi darah segera, kemudian laparotomi,

5
jenis opersi yang dilakukan ialah penjahitan luka pada dinding uterus
atau pengangkatan uterus.
2. Perlukaan Akibat Koitus
Perlukaan yang terjadi pada koitus pertama ialah robeknya selaput
himen. Robekan selaput himen biasanya terjadi pada dinding belakang dan
menimbulkan perdarahan sedikit. Pada keadaan–keadaan tertentu
perlukaan akibat koitus daat pula lebih berat, koitus yang dilakukan secara
kasar dan keras. Perdarahan-perdarahan terjadi segera setelah koitus dan
dengan pemeriksaan inspekulo. Pada pemeriksaan segera tampak tempat,
bentuk dan besarnya luka. Penjahitan luka harus dilakukan dengan teliti.
3. Perlukaan Akibat Pembedahan Ginekologik
Bila perlukaan kandung kencing diketahui, maka segera dilakuakan
penjahitan luka kembali. Penjahitan itu dilakukan dalam dua lapaisan
dengan memperhatikan ostium dan ureter tidak ikut terjahit.
4. Perlukaan Akibat Benda Asing
Seringkali penderita dengan psikopatria seksualitas memasukkan
benda-benda kedalam vagina atau uretra. Benda asing ini bisa tetap tinggal
divagina karena kelupaan atau memang karena penderita sendiri tidak
ingin mengeluarkannya. Perlukaan pada vagina atau uterus bisa terjadi
apabila digunakan benda untuk melakukan abortus propokatus, karena
benda tersebut tidak suci lama, bahaya terbesar selama pendarahan ialah
infeksi septik dengan segala akibatnya.

B. Kelainan Letak Alat-Alat Genitalia


Kelainan letak alat-alat genitalia sudah dikenal sejak 2000 tahun SM.
Dalam ilmu kedokteran Hindu Kuno, menurut Chakberty, dijumpai
keterangan–keterangan mengenai kelainan letak alat genital:dipakai istilah
mahati untuk vagina yang lebar dengan sistokel, rektokel, dan laserasi
perinum.

6
Posisi seluruh uterus dalam rongga panggul dapat mengalami
perubahan. Uterus seluruhnya dapat terdorong kekanan (dekstroposisi), kekiri
(sinistroposisio), kedepan(anteroposisio), kebelakang (retroposisio), keatas
(elevasio), dan ke bawah (desensus). Umumnya kelainan posisi disebabkan
oleh tumor, yang mendorong uterus kesebelah yang berlawanan, atau
perlekatan yang kuat yang menarik uterus kesebelah yang berlawanan, atau
perlekatan yang kuat yang menarik uterus kesebelah yang sama.
1. Retrofleksio uteri fiksata
Umumnya disebabkan oleh radang pelvik yang menahun atau
endometriosis yang mengakibatkan perlekatan korpus uteri disebelah
belakang dengan adneks, sigmoid serta rektum, dan/atau omentum. Terapi
tergantung dari penyebabnya. Pada radang menahun terapi gelombang
pendek (short wave theraphy) dalam beberapa seri kadang-kadang dapat
memberi perbaikan, akan tetapi jika dengan therapi tersebut keluhannya
tidak menghilang sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari perlu
dilakukan terapi pembedahan.
2. Prolapsus genitalia
Pada dasarnya prolapsus genitalia digolongkan dalam dua golongan
yaitu inversio vagina atas dan enversio vagina bawah. Inversio dan
enversio ini dapat terjadi bersama-sama atau berbeda waktu, akan tetapi
faktor penyebabnya cukup berbeda. Eversio vagina terjadi karena
hilangnya penyokong atau lemahnya otot-otot vagina bawah, terutama
karena kerusakan diafragma pelvis dan urogenital, biasanya kerusakan ini
akibat traumapersalinan, atau karena atrofi jaringan-jaringan penyokong
pelvis pasca menopouse, dimana hormon estrogen sudahberkurang. Secara
klinik kita dapat mengetahui apakah inversio dulu yang timbul atau
eversio.
a. Pengobatan Medis
Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau
penderita masih ingin mendapat anak lagi, atau penderita menolak
untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.

7
1) Latihan-latihan dasar otot panggul
2) Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
3) Pengobatan dengan pesserium
b. Pengobatan Operatif
1) Sistokel
2) Rektokel
3) Enterokel
4) Prolapsus uteri
3. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus
(fundus uteri)memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol kedalam kavum uteri, bahkan kedalam vagina atau keluar vagina
dengan diding endometriumnya sebelah luar.
a. Etiologi
Inversio Uteri biasanya dijumpai pada sesudah kala 3 persalinan.
Tekanan pada fundus uteri yang dilakukan ketika uterus tidak
berkontraksi baik, tarikan pada tali pusat, kontraksi uterus yang tidak
normal, dapat merupakan permulaan masuknya fundus uteri kedalam
cavum uteri, dan kontraksi uterus berturut-turut mendorong fundus
yang terbalikkebawah. Korpus uteri kadang-kadang uterus seluruhnya
keluar dari vagina. Jika penderita dapat mengatasi peristiwa ini dengan
uterus tidak direposisi, penyakitnya menjadi menahun.
b. Gejala
Inversio uteri akut yang terjadi pada akhir persalinan
menimbulkan gejala-gejala yang mengkhawatirkan, seperti syok, nyeri
keras, perdarahan. Rasa nyeri disebabkan oleh tarikan pada peritoneum
dari ligamentum infundibulum pelvikum dan ligamentum rotundum
kanan dan kiri, yang mengikuti fundus uteri kedalam terowongan
inversio.

8
c. Penanganan
Sebagai tindakan pencegahan, dalam memimpin persalinan harus
selalu waspada akan kemungkinan timbulnya inversio uteri. Jangan
memijat-mijat uterus yang tidak berkontraksi dan lembek, jangan
mengadakan tarikan tali pusat, sebelum yakin bahwa plasenta sudah
lepas. Pada inversio uteri yang sudah terjadi, sambil mengatasi syok
dilakukan reposisi manual dalam narkosis. Tangan kanan seluruhnya
dimasukkan kedalam vagina, melingkari tumor dalam vagina, dan
telapak tangan mendorong perlahan-lahan tumor keatas melalui serviks
yang masih terbuka. Setelah reposisi berhasil, tangan dipertahankan
sampai dirasakan uterus telah berkontraksi,dan kalau perlu di
masukkan tampon ke dalam kavum uteri dan vagina.tampon dibuka
setelah 24 jam,sebelumnya diberikan uterotonika lebih dulu sebelum
tampon diangkat.
Umumnya reposisi,segera setelah inversio uteri terjadi,tidak
sulit. Pada inversio uteri menahun prosedur diatas tidak dapat
dilakukan karena lingkaran kontraksi pada ostium uteri eksternum
sudah mengecil dan menghalangi lewatnya korpus uteri yang terbaik.
dalam hal ini perlu dilakukan operasi setelah infeksi diatasi.

C. Permasalahan Pada Sistem Urologi


Urologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sistem urin
pada wanita dan traktus genitourinoria pada laki-laki. Antara traktus genitalis
dan traktus urinarius pada wanita ada hubungan yang erat, berhubungan
dengan pertumbuhan alat-alat tersebut dalam masa embrional dan fetal, dan
berhubung dengan lokasi alat-alat genital dan beberapa bagian traktus
urinarius berdekatan di pelvis maka gangguan dan penyakit pada sistem yang
satu dapat mempengaruhi keadaan sistem yang lain.

9
1. Kelainan Anatomik Pada Saluran Urin Bagian Bawah
Kelainan anatomik yang ditemukan sebagian ada kaitannya dengan
embriologi,seperti hipospadi,dan yang paling berat ekstropi vesika, ini
semua disebabkan oleh gangguan pertumbuhan pada sinus urogenitalis.
Pada urethrokel terdapat suatu benjolan sebagian urethra kearah lumen
vagina yang berisi air kemih,yang mudah mengalami infeksi dan dapat
menimbulkan sistitis.
Pengobatan urethrokel ini terdiri atas membuat sayatan pada dinding
vagina untuk membebaskan penonjolan dari vagina;bila kecil cukup
dengan jahitan-jahitan catgut kromik pada jaringan paraurethral sambil
memasukkan benjolan kedalam,bila besar mungkin sebaian benjolan perlu
diangkat dan dinding urethra yang terbuka dijahit dengan muskularis dan
fasianya. Divertikal di urethra; disamping urethrokel dapat ditemukan di
vertikel pada urethra yang mudah pula kena infeksi.pengobatannyaaa pada
umumnya terdiri atas mengangkat di vertikel tersebut.
2. Benda Asing Dalam Vesika Urinaria
Jahitan luka pada dinding vesika dengan sutera dan nilon dan lain-
lain yang tidak diresorbs, dapat tetap ada di vesika urinaria dan terjadi
instruktasi dengan garam-garam urin sehingga membatu. Fotorongen
dapat menolong, bila batunya masih ada.pengobatan terdiri atas
sistoskopis pengancuran batu yang kecil-keci.Bila batunya terlalu besar
maka dapat dikerjakan sistoskolpotomi dan sekalian memperbaiki sistokel
jika ada,atau seksio alta bila batunya amat besar.
3. Radang Pada Saluran Kencing
Urethra wanita selalu mengandung kuman(eskheresia koli,
Streptokokkus, Basillus Doderlein). Kuman-kuman yang ada di introitus
vaginae sesuai dengan yang ada di sekitarnya. Pada saluran kencing
radang di cegah oleh karena adanya sfingter kandung kencing, asamnya air
kencing yang mencegah tumbuhnya mikroorganismus dan pengeluaran
urin yang cukup deras

10
4. Tumor Bagian Saluran Bawah Urin
a. Tumor urethra
b. Tumor vesika urinaria
Tumor jinak vesika urinaria yang terbanyak adalah papiloma
yang menyerupai jonjot-ionjot yang bertangkai dengan lokasinya
biasanya didasar vesika , dan sering menimbulkan perdarahan.
Umumnya diagnosis ditentukan dengan melakukan sistescopi. Cara
pengobatan : papiloma diangkat secara sistoscopik dengan
elektrokuagulasi
5. Inkontinensia Urine
Ketidak mampuan menahan air kencing atau inkontinensia urine
mempunyai berbagai sebab yang dapat dikembalikan pada spingter vesika
urinariayang tidak berfungsih baik, atau pada fistula urin. Inkontinensia
urine dapatdibagi dalam beberapa tingkat untuk memudahkan membuat
diagnosis da terapinya.
a. Tingkat I :adanya air kemih keluar meskipun sedikit pada waktu
batuk atau bersin, atau ketawa, atau kerja berat
b. Tingkat II : telah keluar air kemih bila kerja ringan, naik tangga,
atau jalan-jalan
c. Tingkat III : terus keluar air kemih tidak tergantung dari berat
ringannya bekerja, malahan pada berbaring juga keluar air kemih.
Inkontinensia urine tingkat 1 dan 2 dinamika pula stress-
incontinence. Untuk membuat diagnosis yang tepat, agar pengobatannya
juga tepat maka perlu difikirkan hal-hal yang telah diuraian diatas. Dengan
anamnesis terarah pemerikaan-pemeriksaan yang rumit dan memakan
waktu dan biaya dapat dhindrkan.
Pengobatan diarahkan pada apa yang dijumpainya. Bila hanya
ditemukan urethrokel maka kolporrhafia anterior dengan memperkuat
otot-otot dileher vesika dan urethra mungkin sudah cukup. Bila disamping
itu ada desensus uteri dan biasanya ini juga terjadi, maka operasi
mnchester-forthergill, pada mana ligamentum kardinale kenan

11
kiridijahitkan kedepan serviks, dapat mengatasi kesulitan. Dengan
pengangkatan sebagian dari porsio dan jahitan tersebut diatas maka timbul
suatu jaringan yang menjadi penunjang vesika dan urethra bagian atas.
Bila sama sekali tidak ada densus uteri maka dapat dipikirkan
operasi marshall-marchetti-kranzt yang terdiri atas menggantungkan
urethra ke periost simfisis pubis dan bagian bawah vesika kemuskulus
rektus abdominis. Tujuannya adalah untuk memperbaiki sudut antara
urethra dan vesika. Hasil operasi tersebut bila diagnosisnya benar-benar
betul, adalah baik. Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka
pengobatan hendaknya disesuaikan dengan apa yang ditemukan.misalnya
pada sfina bifida okkulta dapat pula ditemukan inkontinensia. Enuresis
nokturna perlu ditangani secara psikologik, bila tidak ada sfina bifida.
6. Fistula Urine
Tiap penderita fistula urine seharusnya dianggap sebagai manusia
yang amat menderita dan harus dikasihani. Bila kebersihan kurang atau
tidak ada maka mudah timbul vulvitis dan vaginitis . pada vulva dan
sekitar anus timbul eksoriasi, ulserasi, dan kondiloma. Pada fistula lama
kulit disekitarnya menjadi tebal dan kaku. Air kencing yang terus-menerus
mengalir menimbulkan bau pesing dan genitalia eksterna selalu basah.
Penderita ini tidak dapat berfungsi lagi sebagai wanita dan mengalami
tekanan lahir batin. Haidnya tidak jarang berbulan-bulan tidak datang, atau
penderita terus mengalami amenore sekunder. Keadaan demikian ini harus
segera ditangani. Sekurang-kurangnya suami isteri perlu diberi penerangan
dan pengertian bahwa penyakitnya dapat ditangani. Bila tidak maka
perceraian niscaya terjadi.
a. Etiologi
Sebagian besar fistula urinae, terutama dinegara-negara
berkembang, disebabkan oleh karena persalinan, apat terjadi langsung
pada waktu diadakan tindakan operatif seperti sc, perforasi dan
kranioklasi, dekapitasi, ekstraksi dengan cunam , seksio-histerektomi,
atau dapat timbul beberapa hari sesudah partus lama. Hal yang akhir

12
ini disebabkan oleh karena tekanan kepala janin terlalu lama pada
jaringan jalan lahir di os pubis dan simfisis, sehingga menimbulkan
iskhemia dan kematian jaringan didalam lahir. Pengawasan kehamilan
yang baik diertai pimpinan penanganan da persalinan yang baik pula
dan akan mengurangi jumlah fistel akibat persalinan.
Operasi ginekologi sperti hiterektomia abdominal dan vagina,
operasi plastik pervaginam operasi radikal untuk karsinoma servisis
uteri, semuanya dapat menimbulkan fistula taraumatik. Begitu pula
pada kecelakaan lalu lintas, dan sbagainya. Akhirnya radiasi pada
pengobatan keganasan dapat menimbulkan fistula karena nekrosis
jaringan. Fistula karena trauma operasi atau trauma lainnya
menyebabkan inkontinensia urine dengan segera, sedangkan fistula
karena nekrosis (partus lama). Baru bermanefestasi setelah lewat
beberapa hari.
b. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan ginekologik dengan spekulum dapat
menetapkan jenis dan tempat fistula yang berukuran besar. Bila fistula
itu kecil, kadang-kadang sulit menemukannya oleh karena berada
dicekungan atau pada lipatan divagina, lebih-lebih bila visualisasi sulit
atau tidak mungkin dikerjakan. Suatu cara yang sederhana mampu
membuat diagnosa ialah dengan memasukkan methilen biru keluar dari
fistula kedalam vagina.bila telah dijumpai satu fistula, perlu
diusahakan apakah itu ada fistula lain. Khususnya pada histerektomi
radikal dimana ureter dilepaskan dari jaringan disekitarnya, perlu
difikirkan adanya fistula ureterovaginal.
c. Pengobatan
Untuk memperbaiki fistula vesikovaginalis umumnya dilakukan
operasi melalui vagina (transvaginal), karena lebih mudah dan
mempunyai komplikasi kecil untuk penderita, seperti dikemukakan
oleh Moir. Hanya fistula yang kecil sekali dapat sembuh sendiri. Perlu
dilakukan tindakan bila terjadi fistula pasca tindakan dengan cunam,

13
sc, histerektomi dan sebagainya. Dalam hal ini fistula segera ditutup
dan dipasang dauer kateter. Tujuan pemasangan kateter tersebut ialah
untuk menginstirahatkan vesika sehingga luka dapat sembuh kembali.
Jika timbul inkontinensia urinae sesudah partus lama, perlu dipasang
dauer kateter.
Dengan tindakan ini fistula kecil dapat sembuh dan fistula yang
lebih besar, dapat mengecil. Bila ditemukan fistula yang terjadi pasca
persalinan atau beberapa hari pasca pembedahan, maka
penanganannya harus ditunda 3 bulan. Bila jaringan-jaringan sekitar
fistula sudah tenang dan normal kembali operasi dapat dilakukan
dengan harapan dan sukses. Andai kata operasi penutupan fistula
gagal, penutupan ulang harus ditunda 3 bula lagi. Pada umumnya
residif fistula lebih sulit ditanganinya. Bila tidak waspada dapat timbul
residif lagi

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Reproduksi manusia secara vivipar (melahirkan anak) dan fertilisasinya
secara internal (di dalam tubuh), oleh karena itu memiliki alat-alat reproduksi
yang mendukung fungsi tersebut. Alat-alat reproduksi tersebut dibagi menjadi
alat reproduksi bagian dalam dan alat reproduksi bagian luar yang masing-
masing alat reproduksi tersebut telah disebutkan dan dijelaskan dalam
makalah ini. Untuk itu memiliki kelainan atau gangguan pada salah satu
system Reproduksi dapat berakibat buruk pada kelangsungan hidup dan
keturunan kita. Selain itu dalam makalah ini juga membahas sedikit tentang
proses terjadinya dan penyebab kelainan dan gangguan system Reproduksi.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan diatas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Kusmiran Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:


Salemba Medika

Majoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
FKUI.

Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SPOG, Memahami Kesehatan Reproduksi.

Sarwono Prawirohardjo.2009. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo:Jakarta

Susan Klein dan Fiona Thomson, Panduan Lengkap Kebidanan.

16

Anda mungkin juga menyukai