Oleh:
T.A 2020/2021
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
B.rumusan masalah............................................i
C.Manfaat ..........................................................i
A.Vesika urineria.................................................1
B.Pengertian urin................................................2
C.Jenis Kateter.....................................................2
D.Indikasi.............................................................3
E.Kontraindikasi...................................................4
A.Kesimpulan........................................................10
B.saran ..................................................................10
Kandung kemih merupakan tempat penyimpanan urine berdinding otot yang kuat,
bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urine (Syaifudin, 2011). Kandung kemih
berfungsi untuk menampung urine sebesar 230-300 ml. Kandung kemih pada waktu
kosong terletak dalam rongga pelvis, sedangkan dalam keadaan penuh dinding atas
terangkat masuk ke dalam region hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di
belakang pinggir atas simfisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk segitiga.
Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter dan sudut inferior membentuk
uretra. Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk eksavio
retro vesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari rektum
oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superior
seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan kolon
sigmoid sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis
(Syaifudin, 2011).
1. Pengisian Kandung Kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal
dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltik ureter 1-5 kali/menit
akan menggerakkan urine dari pelvis renalis ke dalam kandung kemih dan disemprotkan
setiap gelombang peristaltik. Ureter yang berjalan melalui dinding kandung kemih untuk
mencegah ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltik untuk mencegah urine
tidak kembali ke ureter.
Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan superior akan membesar, menonjol ke
atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum akan menutupi bagian bawah
dinding anterior koloum kandung kemih yang terletak di bawah kandung kemih dan
permukaan atas prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos
prostat kolum kandung kemih yang dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum
pubo prostatika pada pria dan oleh ligamentum pubovesikalis pada wanita yang
merupakan penebalan fasia pubis. Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan
kosong akan berlipat-lipat. Lipatan ini akan hilang apabila kandung kemih terasa penuh.
Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang
dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding kandung kemih secara miring
membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu kandung
kemih terisi .
2. Pengosongan Kandung Kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung
kemih selama berkemih (miksturasi). Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,
serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot
rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung
kemih dibentuk oleh lapisan superfisialis sel kuboid.
B. Pengertian Kateter Urin
Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk
membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan dapat sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan (Hidayat, 2006). Kateter urine dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkaji
pengeluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil (Potter
dan Perry, 2005). Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal pasien untuk
berkemih. Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih (Craven dan Zweig, 2000).
C. Jenis Kateter
Menurut percabangannya kateter urine dibedakan menjadi 3 jenis yaitu 1). Tidak
bercabang untuk pemakaian sebentar, 2). Two way catheter yang selain memiliki lumen
untuk mengeluarkan urine juga terdapat lumen untuk memasukkan air guna mengisi
balon, dan 3).Three way catheter yang terdapat satu lumen lagi yang berfungsi untuk
mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukkan melalui selang infus, biasanya
dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah timbulnya bekuan darah.
Menurut (Potter & Perry, 2005) jenis – jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :
1. Indwelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter/folley cateter–
indwellingyaitu kateter menetap yang digunakan untuk periode waktu yang lebih lama.
Kateter menetap ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian
sebelum dilakukan pergantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien
mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran urin akurat
dibutuhkan (Potter dan Perry, 2005). Pemakaian kateter menetap dapat menimbulkan
infeksi atau sepsis. Kateter yang menetap bersifat tidak fisiologis karena kandung kemih
selalu kosong sehingga dapat mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta
terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung kemih (Japardi, 2000). Kateter
menetap terdiri atas foley kateter (double lumen). Satu lumen yang terdapat di folley
kateter berfungsi untuk mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi
balon dari luar kandung kemih. Tipe triple catheter lumen terdiri dari tiga lumen yang
digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih, satu lumen untuk memasukkan
cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga dipergunakan untuk melakukan irigasi
pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan (Potter dan Perry, 2005).
2. Intermitten catheter (kateter sementara) yaitu kateter yang digunakan untuk jangka
waktu yang pendek (5-10 menit) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan
melepas sendiri. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter kemudian ditarik
keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan ini
diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang dapat meningkatkan risiko infeksi (Potter
dan Perry, 2005). Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang
dikemukakan oleh Japardi (2000) antara lain:
a. Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang
mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kemih dipertahankan seoptimal
mungkin.
b. Kandung kemih dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.
c. Bila dilakukan secara dini pada penderita cidera medula spinalis, maka penderita
dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga feedback ke medula
spinalis tetap terpelihara
d. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya.
Namun, penggunanaan kateter sementara dapat menyebabkan kerugiaan antara lain
distensi kandung kemih, risiko trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara
berulang, risiko infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal
uretra (flora normal) (Japardi, 2000)
3. Suprapubik catheter kadang-kadang digunakan untuk pemakaian secara permanen.
Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas
suprapubik.
D. Indikasi
Tindakan kateterisasi dapat membantu pasien khususnya bila saluran kemih tersumbat
atau pasien tidak mampu melakukan urinasi karena adanya gangguan pada otot sfingter
(Brunner & Suddarth, 2000). Kateterisasi dapat digunakan dengan indikasi lain yaitu:
penderita kehilangan kesadaran; persiapan operasi atau pasca operasi besar; pada
kondisi terjadinya retensi atau inkontinensia urine; penatalaksanaan pasien yang dirawat
karena trauma medula spinalis, gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung
kemih; atau jika dilakukan pencucian kandung kemih (Marelli, 2008). Pemasangan
kateter uretra menetap diindikasikan pada klien yang mengalami retensi urine baik akut
maupun kronis, untuk memonitoring “urine output” pada operasi-operasi besar, obstruksi
uretra, pasien inkontinensia berat, pengosongan kandung kemih pada wanita yang akan
melahirkan, serta pasien yang mengalami disorientasi berat. Sedangkan kateterisasi
sementara dapat digunakan untuk penatalaksanaan jangka panjang pada klien yang
mengalami cidera medula spinalis, degenerasi atau kandung kemih yang tidak
kompeten, pengambilan spesimen urine steril, tindakan diagnostik untuk mengetahui
urine residu setelah pengosongan kandung kemih, dan meredakan rasa tidak nyaman
akibat distensi kandung kemih (Perry & Potter, 2005).
E. Kontraindikasi
Kateter tidak boleh dipasang pada pasien yang dicurigai adanya trauma uretra yang
ditandai dengan gejala keluarnya darah dari uretra, hematom yang luas pada daerah
perineal serta adanya perubahan letak prostat pada colok dubur. Pemasangan kateter
urine pada keadaan ini ditakutkan akan terjadi salah jalur sehingga dapat menyebabkan
cidera ataupun dapat menambah parahnya cidera. Selain itu, pasien yang mampu
berkemih secara spontan tidak boleh dilakukan pemasangan kateter (Brunner &
Suddarth, 2000).
F. Komplikasi
Adanya kateter dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi. Separuh dari pasien
yang menggunakan kateter urine dalam waktu dua minggu dapat memungkinkan
terjadinya kolonisasi bakteri atau bakteriuria, dan akan semakin meningkat pada
pemasangan kateter yang lebih lama. Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian
besar daya tahan alami pada saluran kemih bagian bawah, mengiritasi mukosa kandung
kemih dan menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih.
Penanganan kateter yang salah dapat menyebabkan kerusakan mukosa kandung kemih
pada pasien. Mukosa kandung kemih yang rusak pada pasien dapat menyebabkan
terjadinya infeksi. Hal tersebut, dapat menyebabkan terjadinya bakteriemia dan dapat
menyebabkan kematian (Utama, 2006).
G. Tujuan Kateterisasi Perkemihan
Kateterisasi bertujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung
kemih; mendapatkan urine steril untuk pemeriksaan, pengkajian residu urine;
menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat;
mengatasi obstruksi aliran urine; mengatasi retensi atau inkontinensia urine; atau
menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urine setiap jam pada pasien
yang sakit berat (Brunner & Suddarth, 2000).
H. Perawatan Kateterisasi
Brunner & Suddarth (2000) menyatakan bahwa tindakan perawatan yang khusus sangat
penting untuk mencegah infeksi pada pasien yang terpasang kateter. Adapun tindakan
perawatan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Tindakan mencuci tangan dilakukan ketika berpindah dari pasien yang satu ke pasien
lainnya saat memberikan perawatan dan saat sebelum serta sesudah menangani setiap
bagian dari kateter atau sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik
mencuci tangan yang harus dilakukan dengan benar. Saanin (2000), menegaskan bahwa
teknik aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk mencegah
kontaminasi dengan mikroorganisme.
2. Perawatan perineum harus sering diberikan yaitu mencuci daerah perineum dengan
sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien dan setelah defekasi. Sabun
dan air efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah
kontamisasi terhadap uretra.
3. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari; gerakan
yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus dihindari untuk mencegah iritasi
pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur
masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Kateter dapat mempermudah bakteri untuk
masuk ke dalam kandung kemih.
4. Mencegah pengumpulan urine dalam selang dengan menghindari selang terlipat atau
tertekuk. Hindari memposisikan klien di atas selang. Monitor adanya bekuan darah atau
sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin di dalam kantung drainase
merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat masuk
dari tempat penampungan urine ke dalam kandung kemih. Selain itu, apabila urin ini
kembali mengalir ke dalam kandung kemih klien, kemungkinan akan terjadi infeksi lebih
besar.
5. Mencegah refluks urin ke dalam kandung kemih dengan mempertahankan kantung
drainase lebih rendah dari ketinggian kandung kemih klien. Untuk itu kantung
digantungkan pada kerangka tempat tidur tanpa menyentuh lantai. Jangan pernah
menggantung kantung drainase di pengaman tempat tidur karena kantung tersebut
dapat dinaikkan tanpa sengaja sampai ketinggiannya melebihi kandung kemih. Apabila
perlu meninggikan kantung selama memindahkan klien ke tempat tidur atau ke sebuah
kursi roda, mula-mula klem selang atau kosongkan isi selang ke dalam kantung
drainase. Jika klien hendak berjalan, perawat atau klien harus membawa kantung urine
di bawah pinggang klien. Sebelum melakukan latihan atau ambulasi, keluarkan semua
urine dalam selang ke dalam kantung drainase.
6. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan selang drainase
harus segera diganti apabila terjadi kontaminasi, aliran urin tersumbat dan tempat
persambungan selang dengan kateter mulai bocor, hal tersebut dapat mencegah
perkembangan bakteri.
7. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan jam melalui
katup (klep) drainase. Klep terletak di bagian dasar kantung yang merupakan alat untuk
mengosongkan kantung urine. Apabila tercatat bahwa haluaran urine banyak,
kosongkan kantung dengan lebih sering untuk mengurangi risiko proliferasi bakteri.
Pengosongan kandung kemih secara periodik akan membersihkan urin residu (media
kultur yang sangat baik untuk perkembangan bakteri) dan dapat melancarkan suplai
darah ke dinding kandung kemih sehingga tingkat infeksi dapat berkurang.
8. Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali bila akan dibilas untuk mencegah
masuknya bakteri. Perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa selang drainase
tidak terkontaminasi. Apabila sambungan selang drainase terputus, jangan menyentuh
bagian ujung kateter atau selang. Bersihkan ujung selang dengan larutan desinfektan
sebelum menyambungnya kembali.
9. Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin; mengirigasi
kateter; memindahkan atau mengubah posisi pasien untuk mencegah kontaminasi
bakteri dari luar.
10. Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik.
11. Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan. Jika kateter harus
dibiarkan selama beberapa hari atau beberapa minggu maka kateter tersebut harus
diganti secara periodik sekitar semingu sekali. Semakin jarang kateter diganti, risiko
infeksi semakin tinggi. Perawatan tempat masuknya kateter dapat dilakukan dengan
cara pencucian dan pemberian salep antibiotik/antiseptik setiap hari.
I. Informasi Kesehatan Untuk Klien
Pemberian informasi kesehatan kepada klien penting untuk mendukung upaya perawat
dalam pencegahan infeksi akibat pemasangan kateter. Informasi kesehatan yang dapat
diberikan kepada klien yang terpasang kateter adalah:
1. Menganjurkan klien untuk minum 2500ml/hari atau lebih kurang 8-12 gelas perhari
untuk membantu kelancaran drainase. Minum cukup air adalah untuk mengencerkan
konsentrasi bakteri didalam kandung kemih dan tidak terjadi kotoran yang bisa
mengendap dalam kateter. Radith (2001), menyatakan bahwa peningkatan hidrasi akan
membilas bakteri.
2. Menginformasikan dan mengajarkan keluarga cara membersihkan kemaluan yaitu
mulai dari depan ke arah belakang, hal ini bertujuan untuk mengurangi masuknya bakteri
dari daerah anus ke area saluran kencing.
3. Menginformasikan kepada klien dan/atau keluarga agar tidak menarik-narik selang
karena dapat menimbulkan aliran balik urin ke dalam kandung kemih yang akan
mencetuskan terjadinya infeksi.
4. Menginformasikan pada klien tentang cara berbaring di tempat tidur: jika miring
menghadap sistem drainase; kateter dan selang pada tempat tidur tidak terlipat,
terlentang; kateter dan selang diplester di atas paha, miring menjauh dari sistem; kateter
dan selang berada di antara kaki.
BAB III
STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR
C. Removal Kateter
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
JUDUL:
REMOVAL KATETER
Dokumentasi
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter
dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan posisi kateter. Perawatan ini berguna untuk mencegah
timbulnya infeksi serta memberikan rasa nyaman pada klien. Sehingga dengan
perawatan kateter yang baik dapat mengurangi kejadian ISK di rumah sakit yang
disebabkan oleh kateter. Sedangkan Melepas kateter adalah Melepas drainage urine
pada pasien yang dipasang kateter.
B. Saran
Untuk mempertahankan eliminasi pada klien dengan tepat maka diharapkan perawatan
secara komprehensif mampu mengatasi penyebaran infeksi yang disebabkan oleh
pemasangan kateter. Perlu ditingkatkan perawatan kateter secara tepat untuk
menghindari keadaan klien yang semakin memburuk dan dapat memberikan klien rasa
yang nyaman terhadap pemasangan kateter.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.
Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimun. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek. Edisi
4. Vol 1. Jakarta : EGC