Anda di halaman 1dari 9

RESUME PEMASANGAN KATETER URINE

“Dibuat untuk Memenuhi Tugas PANUM Pemasangan Kateter Urine”

Dosen Pengampu:

DR. Kelana Kusuma Darma, S.Kp,M.Kes

Disusun Oleh:

Diah Fajarini 2013000000115

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


RESUME PEMASANGAN KATETER URINE
A. Definisi
Kateter urin adalah selang yang dimasukkan kedalam kandung kemih
untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya dimasukkan melalui uretra ke
dalam kandung kemih, namun metode lain yang disebut suprapubik, dapat
digunakan (Marelli, 2007).
Tindakan pemasangan kateter urine dilakukan dengan memasuka selang
plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter
memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang
mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urine
per jam pada klien yang status hemodinamikanya tidak stabil (Potter dan
Perry,2006)
Kateter merupakan suatu selang untuk memasukkan dan mengeluarkan
cairan. Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter melalui utetra ke
dalam kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Kateter urin
dapat dipasang untuk jangka waktu pendek seperti di lingkungan rawat inap
atau kronis dan lingkungan rumah (Hidayat, 2011).

B. Tujuan
Tujuan tindakan pemasangan kateter urin menurut Potter & Perry (2015)
adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan distensi kandung kemih


2. Mendapatkan spesimen urine
3. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung
kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan
(Barbara, 2010).

C. Indikasi
Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter dalam
jangka waktu yang pendek akan meminimalkan infeksi, sehingga metode
pemasangan kateter sementara adalah metode yang paling baik (Japardi,
2009).
a. Indikasi pemasangan kateter sementara:
1. Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih
2. Pengambilan urine residu setelah pengosongan kandung kamih.
b. Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek:
1. Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
2. Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika
urinaria, uretra dan organ sekitarnya.
3. Prevensif pada obstruksi uretra dari perdarahan
4. Untuk memantau output urine
5. Irigasi vesika urinaria.
c. Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang:
1. Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI
2. Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urin
3. Klien dengan penyakit terminal.

D. Akibat yang Didapat Dari Pemasangan Kateter


a. Iritasi ataupun trauma
Penggunaan kateter yang ukurannya tidak tepat dapat mengiritasi
uretra, sehingga kemungkinan terjadinya trauma pun meningkat.
b. Krutasi pada kateter
Urine yang banyak mengandung uretra yang memproduksi bakteri
seperti Proteus mirabilis, yang meningkatkan pH urin memicu
terbentuknya krusta pada kateter. Lumen kateter tersumbat oleh kristal
yang berasal dari campuran pH urine yang tinggi, bakteri, dan ion kalsium
maupun ion magnesium. (Mandigan et all, 2006).
c. Terjadi blocking (Tersumbat, tidak mengalir lancar)
Kerusakan pada kateter yang disebabkan oleh krusta yang
menutupi area lumen kateter (Mandigan et all, 2006).
d. Terjadi Kebocoran
Kateter yang pada bagian balon untuk memfiksasi kateter tidak
terfiksasi dengan baik akan menyebabkan pengeluaran urin yang
tidak tepat. Sehingga urin dapat merembes keluar tidak melalui
selang kateter.
e. Resiko infeksi saluran kemih tinggi
Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan
alami pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat duktus
periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur
artificial untuk masuknya kuman kedalam kandung kemih (Brunner &
Suddarth, 2006).

E. Kompetensi Dasar
1. Saat melakukan kateterisasi ada beberapa pengetahuan dasar tentang
system urinarius bagian bawah yang harus dimiliki, yaitu:
a. Kandung kemih secara normal merupakan kantong yang
steril
b. Spincter uretra bagian luar tidak steril
c. Kandung kemih mempunyai mekanisme pertahanan sendiri
dapat mengosongkan urin sendiri secara teratur dan
mempertahankan keasaman lingkungannya
d. Kuman pathogen yang masuk ke dalam uretra dapat
menyebabkan infeksi kandung kemih dan ginjal
e. Kandung kemih yang normal tidak mudah terkena infeksi
kecuali cedera (Potter & Perry, 2010)
2. Tipe, ukuran, bahan kateter
a. Folley kateter/kateter tetap
b. Nelaton kateter/straight catheter/kateter sementara
3. Ukuran Kateter (Brunner & Suddarth, 2015)
a. Wanita Dewasa Kateter No. 14/16
b. Laki-laki Dewasa Kateter No. 18/20
c. Anak-anak Kateter No. 8/10
d. Panjang Kateter: Wanita 3,7 – 7 cm, Pria 14 – 20 cm
e. Kateter yang masuk: Wanita 5 – 7,5 cm Pria 15 – 22,5 cm
f. Kateter yang di beri Jelly: Wanita 3-4 cm, Pria 5-7,5 cm
F. Persiapan Alat Pemasangan Kateter (Marelli, 2010)
1. Sarung tangan steril
2. Kateter sesuai ukuran dan tipe
3. Jelly
4. Urine bag
5. Perlak 
6. Bengkok 
7. Spuit isi aquadest
8. Kapas dan cairan sublimat
9. Lampu senter atau lampu gooseneck 
10. Selimut mandi

G. Anatomi Tindakan
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus utetra. Membran mukosa melapisi uretra dan kelenjar uretra
mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri (Muttaqin,
2011;Price & Wilson, 2015). Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra. Panjang uretra pada wanita yaitu 4 sampai 6,5 cm. Sfingter uretra
eksterna yang terletak disekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan
aliran volunteer. Uretra pada pria yang merupakan saluran perkemihan dan
jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi memiliki panjang 20 cm.
Pada wanita meatus urinarius terletak di labia minora di atas vagina dan di
bawah klitoris sedangkan pada pria terletak pada ujung distal penis (Sinaga,
2011).

H. Prosedur Tindakan (Muttaqin, 2011; Sinaga, 2011)


1. Kaji status klien: waktu terakhir berkemih, tingkat kesadaran, keterbatasan
mobilisasi dan fisik, usia, alergi, kondisi patologis yang dapat merusak
jalan masuk kateter 
2. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
3. Jelaskan prosedur 
4. Pertahankan privasi klien /menutup sampiran
5. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk melakukan
tindakan
6. Cuci tangan
7. Atur posisi klien
a. Wanita : bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben (telentang
dengan lutut ditekuk) atau posisikan klien dalam posisi berbaring
miring (Sims) dengan menekuk lututnya.
b. Pria : bantu untuk mengambil posisi dengan paha sedikit diabduksi
8. Pasang sarung tangan
9. Lakukan vulva hygiene atau perineal hygiene
10. Buka set kateter da berikan jelly di ujung kateter 
11. Masukkan kateter sampai urin mengalir. Ketika urin mengalir pindahkan
tangan yang dominan dari labia atau dari penis ke kateter, 2 cm dari
meatus untuk menahan kateter agar tidak terdorong ke luar. Tangan yang
dominan menghubungkan ujung kateter dengan urine bag
12. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter
kira- kira 2,5 cm
13. Lepas sarung tangan steril
14. Plester kateter 
a. Pria : ke abdomen bagian bawah

b. Wanita : kea rah paha

15. Bantu klien pada posisi nyaman


16. Cuci Tangan

I. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan dan Dicatat (Marelli, 2010)

1. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka


dan perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
2. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila
yakin balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter
sampai ke pangkalnya.
3. Tanggal dan waktu tindakan
4. Tipe dan ukuran kateter 
5. Specimen atau bahan urin yang didapat
6. Jumlah urin
7. Deskripsi urin
8. Respon pasien terhadap prosedur
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, K, dkk. (2010).  Kozier and Erb’s Technique In Clinical


Nursing . New Jersey: Pearsson Education.

Brunner & Suddarth, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.


Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Hidayat, A. Aziz Alimun. (2011). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan Jakarta: Salemba Medika

Japardi.(2009). Manifestasi neurologi gangguan miksi. Diakses dari


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi21.pdf 21
September 2020.

Marelli, T. (2010). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Marelli. (2007). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC

Muttaqin Arif, Sari Kumala. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry (2006) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Potter & Perry (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Potter & Perry (2015) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Price, A.S., Wilson M. L. (2006). Patifisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Pemyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta:EGC.
Price, Sylvia A. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ahli
Bahasa: Brahm U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto. Edisi VI. Jakarta:
EGC.

Semaradana, P. G. (2014). Infeksi Saluran Kemih Akibat Pemasangan Kateter;


Diagnosis dan Penatalaksanaan. CDK , 41 (10).

Sinaga, FA. (2011). Kateterisasi Urine. Repository USU: Medan

Anda mungkin juga menyukai