Anda di halaman 1dari 10

KKD PEMASANGAN KATETER

A. Teori
Kateterisasi uretra adalah suatu tindakan memasukkan kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra. Istilah kateterisasi ini sudah dikenal
sejak zaman hipokrates yang pada waktu itu menyebutnya sebagai
tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan tubuh. Bernard
memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779,
sedangkan Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Saat ini,
kateter Foley masih digunakan secara luas di dunia sebagai alat untuk
mengeluarkan urin dari kandung kemih.
Tujuan dari kateterisasi ini adalah untuk tujuan diagnosis dan tujuan
terapi. Tujuan diagnosis antara lain:
1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine yang
digunakan untuk pemeriksaan kultur urine. Tindakan ini diharapkan
dapat mengurangi resiko terjadinya kontaminasi sampel urine oleh
bakteri komensal yang terdapat di sekitar kulit vulva atau vagina.
2. Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi
3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain :
sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui
pemeriksaan Voiding Cysto-Urethrography (VCUG)
4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intravesika
5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah
operasi besar
Tindakan kateterisasi yang bertujuan untuk terapi antara lain :
1. Mengeluarkan urine dari vesika urinaria pada keadaan obstruksi
infravesikel baik yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun
benda asing (bekuan darah) yang menyumbat uretra.
2. Mengeluarkan urine pada disfungsi vesika urinaria.
3. Diversi urine setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu
pada
prostatektomi, vesikolitotomi
4. Sebagai spint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi
uretra
5. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean
intermitten
catheterIzation
6. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau
antiseptik untuk kandung kemih.

Kateter yang dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas


setelah tujuan selesai, tetapi pemasangan yang ditujukan untuk terapi,
tetap dipertahankan hingga tujuan terapi terpenuhi.

Macam-macam kateter
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian, sistem
retaining
(pengunci), dan jumlah percabangan.
Ukuran kateter
Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini
merupakan ukuran diameter luar kateter.
1 Cheriere’s (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 mm
Jadi kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6 mm.
Kateter yang berukuran sama belum tentu memiliki diameter lumen yang sama
pula.
Hal ini dikarenakan perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Gambar 1. Kateter Foley Berbagai Ukuran

Bahan kateter
Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (latex), karet
dengan lapisan silikon (siliconized), dan silikon. Perbedaan bahan kateter
menentukan biokompatibilitas kateter yang terpasang pada kandung
kemih, sehingga akan mempengaruji pula daya tahan kateter yang
terpasang di kandung kemih.

Gambar 2. Kateter dari Karet dan


Silikon

Bentuk kateter
Beberapa bentuk kateter antara lain :
1. Straight catheter. Terbuat dari karet, bentuknya lurus, dan tanpa ada
percabangan. Contoh: Robinson kateter, Nelaton kateter
2. Coude Catheter. Kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Digunakan
apabila kateterisasi dengan ujung lurus mengalami hambatan yaitu pada
saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf “S”,
adanya hiperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan akibat
adanya sklerosis leher kandung kemih. Contoh: Tiemann kateter

Gambar 3. Nelaton kateter – Tiemann kateter – Foley kateter – Malecot


kateter
3. Self Retaining Catheter. Merupakan kateter yang dapat dipasang menetap
dan ditinggalkan di dalam saluran kemih dalam jangka waktu tertentu. Hal
ini dimungkinkan karena ujungnya melebar jika ditinggalkan dalam
kandung kemih. Contoh: Malecot Kateter, Foley Kateter

Komplikasi pemasangan kateter


Beberapa penyulit dapat terjadi pada tindakan kateterisasi, antara lain :
1. Kateterisasi yang kurang hati-hati dapat menimbulkan lesi dan perdarahan
pada uretra apalagi jika menggunakan kateter logam. Tidak jarang pula
kerusakan uretra terjadi dikarenakan balon kateter sudah dikembangkan
sebelum ujung kateter masuk ke dalam kandung kemih
2. Tindakan kateterisasi dapat menimbulkan infeksi
3. Fiksasi kateter yang keliru akan menimbulkan nekrosis uretra di bagian
penoskrotal dan dapat menimbulkan fistula, abses, ataupun striktura uretra
4. Kateter yang terpasang dapat bertindak sebagai inti dari timbulnya batu saluran
kemih
5. Pemakaian kateter jangka panjang akan menginduksi munculnya
keganasan pada kandung kemih

Perawatan kateter menetap


1. Pasien harus banyak minum untuk menghindari terjadinya enkrustasi pada
kateter dan tertimbunnya debris/kotoran dalam kandung kemih
2. Selalu membersihkan nanah, darah, dan getah/sekret kelenjar periuretra yang
menempel pada meatus uretra/kateter dengan kapas basah
3. Jangan mengangkat/meletakkan urine bag lebih tinggi daripada kandung
kemih karena dapat terjadi aliran balik urine ke kandung kemih
4. Jangan sering membuka saluran penampung yang dihubungakan dengan
kateter karena akan mempermudah masuknya kuman
5. Mengganti kateter setiap 2 minggu sekali dengan yang baru

B. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperlukan pada pemasangan kateter adalah:
1. Xilocain jelly / instilagel
2. Kasa steril
3. Sarung tangan steril
4. Betadine
5. Kateter sesuai ukuran
6. Urine bag
7. Botol urin
8. Spuit 10 ml
9. Aquadess untuk balon kateter
10. Duk bolong steril
11. Bengkok / nierbecken
12. Pinset anatomis steril
13. Plester

C. Prosedur dan Persiapan


Prinsip- prinsip pemasangan kateter yang perlu diketahui dan tidak boleh
ditinggalkan
adalah :
1. Tindakan asepsis & antiseptik sebelum pemasangan. Pemasangan dilakukan
secara aseptik dengan melakukan disinfeksi secukupnya memakai bahan yang
tidak menimbulkan iritasi pada kulit genitalia dan jika perlu dapat diberikan
profilaksis antibiotika sebelumnya
2. Pemasangan secara gentle / lembut, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada
pasien
3. Gunakan ukuran kateter yang lebih kecil / sesuai. Pada orang dewasa pria
biasanya digunakan ukuran 16 Fr – 18 Fr, pada dewasa wanita 14 Fr – 16 Fr,
sedangkan pada anak digunakan ukuran 8 Fr – 10 Fr.dalam hal ini tidak
dibolehkan menggunakan kateter logam pada pria karena akan menimbulkan
kerusakan pada uretra.
4. Jika diperlukan pemakaiaan kateter menetap, diusahakan memakai sistem
tertutup yaitu dengan menghubungkan kateter pada urine bag.
5. Kateter menentap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan tindakan
definitif terhadap penyebab retensi urine. Perlu diingat bahwa makin lama kateter
dipasang, maka semakin besar kemungkinan terjadinya penyulit berupa infeksi
atau cidera uretra.

Urutan pemasangan kateter pada pria adalah sebagai berikut :


1. Memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien (konfirmasi), menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan, melakukan informed consent
2. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada penis dan daerah di sekitarnya,
daerah
genitalia dipersempit dengan kain steril
3. Memasukkan gel anestesi (dalam spuit 10cc) ke dalam uretra. Tekan uretra
pada glans penis sehingga gel anestesi tertahan di uretra dan memberikan efek
anestesi.
4. Kateter yang telah diolesi dengan gel dimasukkan ke dalam orificium uretra
eksterna
5. Dengan pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbo
membranasea (yaitu daerah spingter uretra eksterna) akan terasa tahanan;
dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam agar
spingter uretra eksterna menjadi lebih rileks. Kateter terus didorong hingga
masuk ke kandung kemih yang ditandai dengan keluarnya urine dari
lubang kateter.
6. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke kandung kemih lagi hingga
percabangan
kateter menyentuk meatus uretra eksterna
7. Balon kateter dikembangkan dengan 5 – 10 ml air steril (aquades)
8. Apabila diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan urine bag
9. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian
proksimal. Fiksasi kateter yang tidak benar, (yaitu mengarah ke kaudal)
akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal
sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di tempat ini dapat terjadi striktura
uretra atau fistel uretra.
Gambar 4. Pemasangan Kateter Pada Pria

Pemasangan kateter pada wanita, pada dasarnya sama dengan


pemasangan kateter pada pria. Tidak seperti pada pria, pemasangan kateter
pada wanita jarang dijumpai kesulitan karena uretra wanita lebih pendek
dibandingkan dengan pria. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat
mencari muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya
muara uretra oleh tumor uretra/tumor vagina/serviks.

Gambar 5. Pemasangan Kateter Pada Wanita


CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAK KLINIS DASAR
PEMASANGAN KATETER PRIA

JENIS PENILAIAN 0 1 2 3

Pendahuluan dan persiapan


1. Memperkenalkan diri. Konfirmasi pasien adalah benar/sesuai dengan yang
dimaksud.
2. Menjelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur ini terasa kurang
nyaman. Menjelaskan kepada pasien untuk mengikuti perintah yang akan
diberikan.

3. Informed consent.

4. Mempersilahkan pasien untuk berbaring di atas meja pemeriksaan. Menjaga


privasi pasien dan meminta pasien untuk melepaskan pakaian bagian bawah.

5. Memposisikan troli instrumen pada sisi tangan dominan. Mempersiapkan


alat dengan teknik asepsis.
6. Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril.

7. Memasang doek steril sebagai alas pada pasien dengan tetap menjaga
kedua tangan dalam keadaan steril.
Pemasangan Kateter
8. Melakukan disinfeksi pada penis dan skrotum serta daerah perineum. Bila pasien tidak
sirkumsisi, preputium diretraksi dan desinfeksi dilakukan juga pada glans penis, sulcus
coronarius, dan preputium
9. Memasang doek lubang steril untuk mempersempit daerah tindakan.
Meletakkan kidney dish (bengkok) untuk menampung urin yang keluar dari
kateter.
10. Penis dipegang oleh tangan non dominan.

11. Memasukkan gel anestesi (dalam spuit 10cc) ke dalam uretra. Tekan uretra pada
glans penis sehingga gel anestesi tertahan di uretra dan memberikan efek
anestesi.
12. Pegang kateter yang bagian ujungnya sudah diberi lubricant menggunakan
tangan dominan. Lepas tekanan pada uretra oleh tangan non dominan dan masukkan
kateter perlahan-lahan melalui meatus uretra eksternus, sehingga kateter masuk
sampai batas percabangan kateter.

13. Setelah ujung kateter masuk ke kandung kemih (ditandai dengan urin yang
mengalir melalui kateter), balon kateter dikembangkan dengan aquades sesuai
kapasitas kateter. Menarik kateter secara perlahan hingga dirasakan adanya tekanan.
14. Melepaskan doek bolong.

15. Menghubungkan kateter dengan urine bag yang kemudian diletakkan pada
posisi lebih rendah daripada kandung kemih untuk mencegah aliran balik.
Perhatikan urin keluar melalui selang urine bag. Bila belum keluar dapat dicoba
dilakukan penekanan pada suprapubis.
16. Kateter difiksasi menggunakan plester pada paha atas atau inguinal
kanan/kiri.
Penutup

17. Membereskan alat-alat dan memasangkan selimut/penutup pada tubuh pasien.

18. Memberi tahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dilakukan. Melepas sarung
tangan dan cuci tangan.
19. Catat warna, kejernihan, dan jumlah urin yang keluar, tanggal dan waktu
pemasangan kateter, dan jumlah aquades yang dipakai untuk mengembangkan balon

Keterangan:
0 : Tidak dikerjakan
1 : Dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 : Dikerjakan dengan benar
3 : Dikerjakan dengan sempurna

Nilai akhir :

Jumlah nilai x 100


57

Anda mungkin juga menyukai