Anda di halaman 1dari 6

I.

PEMASANGAN KATETER WANITA


PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa mampu melakukan kateterisasi secara aseptik dan tepat pada wanita.

TEORI
Kateterisasi Uretra
Kateterisasi uretra adalah suatu prosedur memasukkan kateter (selang kecil) melalui saluran
uretra ke dalam vesika urinaria. Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian
dan percabangan. Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini merupakan
ukuran diameter luar kateter. 1 Ch atau 1 Fr = 0,33 mm. 1 mm=3 Fr. Jadi kateter yang berukuran 18
Fr artinya diameter luar kateter tersebut adalah 6 mm. Bahan kateter dapat berasal dari logam
(stainleess), karet (lateks), silikon dan lateks dengan lapisan silikon. Perbedaan bahan kateter
menentukan biokompatibilitas kateter di dalam vesika urinaria sehingga akan mempengaruhi daya
tahan kateter yang terpasang di vesika urinaria. Kateter yang memiliki ukuran yang sama belum tentu
memiliki diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Adapun indikasi dilakukannya pemasangan kateter adalah tujuan diagnostik dan teurapetik,
yaitu:
1. Tujuan diagnostik:
a. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin untuk pemeriksan kultur.
Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya kontaminasi sampel urin oleh
bakteri komensal yang terdapat di sekitar kulit vulva atau vagina.
b. Mengukur residu (sisa) urine setelah pasien miksi jika kandung kemih tidak mampu
sepenuhnya dikosongkan.
c. Memasukan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain: sistografi atau
pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan voiding cysto-urethrography
(VCUG).
d. Pemeriksaan urodinamik menentukan tekanan intravesika.
e. Menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.

2. Tujuan teurapetik:
a. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesika, baik yang disebabkan
oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang menyumbat uretra.
b. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli.

0
c. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah yaitu pada prostektomi
atau vesikolitotomi.
d. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
e. Memasukan obat-obatan intravesika, antara lain: sitostatika atau antiseptik untuk buli-buli.
f. Pemakaian kateter secara bersih mandiri berkala .

Kateter yang dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas setelah tujuan selesai, tetapi
yang bertujuan untuk teurapetik tetap dipertahankan hingga tujuan tersebut terpenuhi. Beberapa
indikasi kateterisasi yaitu: retensio urin, monitoring ketat produksi urin, operasi uretra/bladder outlet,
neuropati buli-buli, urine sampling, instilasi ke dalam buli-buli dan spalk urethra.
Kateter uretra tidak boleh dipasang pada penderita trauma yang dicurigai adanya cedera uretra
yang ditandai antara lain keluarnya darah dari uretra, hematom luas daerah perineal serta adanya
perubahan letak prostat (pada pria) pada colok dubur. Pemasangan kateter pada keadaan ini
ditakutkan akan terjadi salah jalur masuknya kateter maupun menambah parahnya cedera. Keteterisasi
juga kontraindikasi pada radang akut uretra.

Kateterisasi uretra
Macam-macam kateter
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian, sistem retaining (pengunci)
dan jumlah percabangan.
1) Kateter nelaton/ kateter straight/ kateter sementara adalah kateter urin yang berguna untuk
mengeluarkan urin sementara atau sesaat. Kateter jenis ini mempunyai bermacam-macam
ukuran, semakin besar ukuran maka semakin besar diameternya. Pemasangan melalui uretra.

2) Kateter balon/ kateter Foley/ kateter tetap adalah kateter yang digunakan untuk mengeluarkan
urin dalam sistem tertutup dan bebas kontaminan, dapat digunakan untuk waktu yang lebih lama.
Kateter ini terbuat dari karet atau plastik yang mempunyai dua atau tiga cabang dan terdapat satu
balon yang dapat mengembang oleh air atau udara untuk mengamankan/ menahan ujung kateter

1
dalam vesika urinaria. Kateter dengan dua cabang dimana satu cabang untuk memasukkan spuit
sedangkan cabang lainnya untuk mengalirkan urin dari vesika urinaria dan dapat disambung
dengan urine bag. Sedangkan urin dengan tiga cabang, terdiri dari dua cabang memiliki fungsi
yang sama seperti kateter dua cabang, sementara cabang ketiga berfungsi untuk disambungkan ke
irigasi sehingga cairan irigasi steril dapat dimasukkan ke dalam vesika urinaria, tercampur
dengan urin kemudian keluar lagi. Pemasangan kateter jenis ini bisa melalui uretra atau
suprapubik.

3) Kateter suprapubik adalah kateter paling baru yang terbungkus dengan perak bagian dalam dan
luarnya. Perak tersebut mengandung antimikroba yang efektif, tetapi karena penggunaan jenis
kateter ini masih terbatas dan belum jelas keakuratannya. Pemasangan kateter ini dilakukan oleh
dokter urologi dalam kamar operasi sebagai tindakan bedah minor.

Prosedur Kerja
I. Persiapan kateterisasi
1. Memberikan informasi yang lengkap kepada pasien dan informed consent.
2. Melakukan prinsip pemasangan kateter:
- Dilakukan secara aseptik dengan melakukan desinfeksi secukupnya dengan bahan yang tidak
menimbulkan iritasi pada kulit genitalia.

2
- Diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien.
- Dipakai kateter dengan ukuran terkecil yang masih cukup efektif untuk melakukan drainase
urin, yaitu untuk dewasa ukuran 16 Fr-18 Fr. Kateter logam tidak digunakan pada tindakan
kateterisasi pada pria karena akan menimbulkan kerusakan pada uretra.
- Jika dibutuhkan pemakaian kateter menetap, diusahakan memakai sistem tertutup yaitu dengan
menghubungkan kateter pada saluran urine bag.
- Kateter tetap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan tindakan definitif terhadap
penyebab retensi urin. Makin lama kateter dipasang, penyulit berupa infeksi atau cedera uretra
semakin besar kemungkinan terjadi.
II. Teknik kateterisasi
1. Kateterisasi pada wanita:
Teknik pemasangan kateter pada wanita jarang dijumpai kesulitan, karena uretra wanita
lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra karena
terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra/ tumor vagina/
serviks.

Ketegangan sfingter uretra eksterna dapat diatasi dengan:


- Menekan tempat itu selama beberapa menit dengan ujung kateter sampai terjadi relaksasi sfingter
dan diharapkan kateter dapat masuk dengan lancar ke buli-buli.
- Pemberian anestesi topikal berupa campuran lidokain hidroklorida 2% dengan jelly 10-20 ml
yang dimasukkann per uretra, sebelum dilakukan kateterisasi.
- Pemberian sedatif per enteral sebelum kateterisasi.

Pemakaian kateter menetap akan memperbesar resiko terjadinya penyulit jika pasien tidak merawat
dengan benar. Pasien diberikan edukasi:
- Banyak minum untuk mencegah terjadinya enkrustasi pada kateter dan tertimbunnya debris/
kotoran dalam vesika urinaria.
- Selalu membersihkan pus, darah atau sekret jika ada menempel di meatus uretra eksterna dengan
kapas basah.
- Jangan mengangkat urine bag ke atas karena dapat terjadi aliran balik urin ke vesika urinaria.
- Jangan sering membuka saluran penampung yang dihubungkan dengan kateter karena akan
memudahkan masuknya kuman.
- Mengganti kateter setiap 2 minggu sekali dengan yang baru untuk jenis kateter lateks atau 4
minggu untuk jenis silikon.

Penyulit yang bisa terjadi pada tindakan kateterisasi yaitu: lesi mukosa, false route, hematuria,
uninhibitory detrusor contraction, infeksi, bakteriuria persisten, uretritis, abses, fistel dan batu vesika

3
urinaria. Kegagalan kateterisasi mungkin disebabkan oleh salah teknik, striktura uretra, batu
“impacted” atau kontraktur vesika urinaria. Apabila gagal maka indikasi dilakukannya sistotomi
(pembuatan lubang di daerah vesika urinaria).

4
CHECK LIST SKILL LAB:
PEMASANGAN KATETER PADA WANITA

Skor
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3
Persiapan
1. Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri.
Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur tentang
cara dan efek yang ditimbulkan dari tindakan yang akan dilakukan,
termasuk informed consent
2. Mempersiapkan alat : kateter urine ukuran sesuai, urine bag, spuit
5cc/10cc, aquades, duk steril, sarung tangan steril, jelly, povidone
iodine 10%, hipafix.
3. Pasien dibaringkan, lebih baik tidak memakai bantal.
4. Dokter berdiri disebelah kiri pasien (kecuali kidal).
Dokter mencuci tangan memakai sarung tangan steril secara
aseptik.
Tahap pemasangan kateter
5. Melakukan desinfeksi area muara uretra eksterna sampai
perineum dengan povidone iodine 10%, kemudian membatasi
dengan menggunakan duk steril.
6. Mengoleskan kateter dengan jelly kemudian memasukkannya.
7. Mendorong kateter terus dengan tangan secara perlahan hingga masuk
ke dalam buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang
kateter. Perhatikan urin: jernih, merah, volume total. Bila urin tidak
keluar, uji coba dengan aspirasi.
Apabila gagal kateterisasi dihentikan
8. Mengembangkan balon kateter dengan aquades setengah dari
kapasitasnya, lalu duk steril dibuka dan kateter dihubungkan dengan
urine bag.
9. Memfiksasi kateter menggunakan hipafix dan diberi kelonggaran supaya
kateter tidak tertarik.
10. Membersihkan kembali area.
11. Memberikan informasi bahwa pemasangan telah selesai dan follow up
lebih lanjut.
Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan

Keterangan Skor Aceh Besar, ................2021


0. Tidak Dilakukan sama sekali Instruktur,
1. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan > 50 %)
2. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan < 50 %)
3. Dilakukan dengan benar

NILAI : Skor Total X 100 = ....... (………………………….)


33

Anda mungkin juga menyukai