PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum:
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan mampu melakukan penjahitan dan
perawatan luka dengan benar.
Tujuan Khusus:
1) Mahasiswa mengetahui definisi luka.
2) Mahasiswa mengetahui jenis-jenis luka.
3) Mahasiswa mampu melakukan penjahitan luka yang benar.
4) Mahasiswa mampu melakukan perawatan luka yang benar.
TEORI
Definisi Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik
terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa
efek akan muncul:
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stres simpatis.
c. Perdarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel.
2. Luka memar (contusion wound): terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (abraded wound): terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (punctured wound): terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (lacerated wound): terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (penetrating wound): yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (combustio)
Penjahitan Luka
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta
beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator beserta
asistennya.
Macam-macam jahitan luka:
1) Jahitan simpul tunggal
Sinonim: Jahitan terputus sederhana atau simple interrupted suture merupakan jenis
jahitan yang sering dipakai dan juga untuk jahitan situasi. Cara penusukan sejajar
sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Keuntungan: memberikan hasil jahitan yang
kuat.
Klasifikasi
Benang untuk penjahitan luka dapat dibagi atas beberapa kriteria, yaitu :
1. Penyerapan (absorbable or non-absorbable)
Benang diserap dalam waktu yang terbatas di dalam tubuh. Lamanya berada di
dalam tubuh dapat disesuaikan dengan organ yang dijahit dengan memilih jenis
benang yang sesuai. Setidaknya benang jangan hancur dahulu sebelum organ yang
bersangkutan betul-betul rapat dan cukup kuat. Sebagai contoh, fasia harus dijahit
dengan benang yang lama waktu penyerapannya, karena untuk penyembuhannya
fascia butuh waktu yang cukup lama (hingga beberapa bulan). Dengan alasan
tertentu, kadang-kadang malah digunakan benang tak diserap untuk menjahit fasia.
Benang tak diserap akan berada seumur hidup. Benang-benang ini digunakan
misalnya pada penyambungan pembuluh darah dengan dacron graft, dimana
pembuluh darah yang merupakan organ hidup tak akan pernah mengalami
penyambungan dengan graft yang merupakan benda mati. Disini jahitan dengan
benang tak diserap berfungsi mempertahankan penyatuan tadi. Harus diingat
bahwa benang jahitan disini merupakan benda asing yang sedikit banyak akan
mengakibatkan terjadinya reaksi dari jaringan tubuh. Karena itu, untuk tujuan
meminimalkan reaksi , digunakan bahan yang inert dan memberikan reaksi yang
minimal. Plain Catgut, chromic dan kolagen merupakan contoh benang diserap,
sedang polyamida (nylon) dan sutera (silk, seide) merupakan contoh benang tidak
diserap. Keuntungan benang tidak diserap adalah dapat memberikan permanent
support, namun meninggalkan benda asing dalam tubuh.
2. Asal bahan (nature atau synthetic)
Benang-benang alami berasal dari bahan alam, contohnya rambut, bulu binatang,
katun, linen dan catgut. Benang-benang ini telah digunakan sejak dahulu kala,
mudah didapat dan relatif murah harganya. Benang sintetis harganya lebih mahal,
namun mempunyai berbagai keunggulan dalam hal absorpsi yang terprediksi dan
umumnya telah disesuaikan dengan organ yang akan dijahit. Contoh benang
sintetis, polyglycolic acid, polypropylene, polyamide, polyester, polyglactin,
polydioxanone, polyglyconate, polynylidene atau polybutylester. Umumnya
benang-benang ini dijual dalam kemasan dan bentuk sediaan khusus.
3. Serat benang (monofilament atau polyfilament)
Benang serat tunggal umumnya lebih lentur namun kekuatan simpulnya (knotting
security) biasanya lebih kecil, sehingga simpul jahitan mudah terbuka.
Keunggulannya adalah bekas jahitannya (stitching mark) halus. Sedangkan benang
serat banyak lebih baik kekuatan simpulnya, karena jalinan seratnya membuat
benang lebih kesat dan menggigit. Perlu diperhatikan bahwa celah-celah yang
terdapat pada benang merupakan tempat berkumpulnya nidus yang dapat menjadi
fokal infeksi yang sukar sembuh karena sulit dicapai makrofag. Sering terjadi
pembentukan sinus atau luka yang sukar sembuh pada penggunaan benang serat
banyak. Bekas jahitan dengan benang ini lebih kasar dan nyata. Benang serat
banyak dapat dibagi dua, yaitu braided yang berupa benang anyaman seperti
rambut dikepang (contohnya polyester, polyglycolic acid, polyamide (polyfilament
dan sutera) dan twisted (terdiri dari serat-serat yang dililit/dipilin). Polyamide
(nylon) ada yang berserat tunggal atau banyak.
4. Pelapisan (coated atau uncoated)
Pelapisan benang (coated) bertujuan untuk mendapatkan benang yang lebih kesat
sehingga kekuatan simpulnya lebih baik, untuk mengamankan jalinan benang
sehingga tampil lebih rapi dan kokoh, untuk menutup celah-celah (pore) pada
anyaman sehingga tidak terdapat tempat kuman untuk bersarang, serta untuk
meminimalisasi reaksi jaringan. Polyglycolic acid dan polydioxanone merupakan
benang berserat banyak dan berlapis. Sutera diberi lapisan lilin agar benang lebih
kaku dan lebih menggigit, serta untuk menutup celah-celah pada benang.
Kriteria pemilihan benang yang memenuhi syarat untuk penjahitan bedah antara
lain:
a. Memiliki kekuatan regangan (tensile strength) yang baik sesuai dengan ukurannya.
b. Mudah digunakan dan memiliki tahanan yang rendah ketika diaplikasikan dalam
jaringan.
c. Mempunyai keamanan simpul yang baik, benang tidak mudah longgar dan lepas.
d. Memiliki kemasan steril yang baik dan mudah dibuka.
e. Reaksi minimal pada jaringan dan tidak cenderung meningkatkan pertumbuhan
bakteri (non-alergenik dan non-karsinogenik).
Jarum bedah standar terdapat beberapa bagian yaitu: needle point, yaitu
ujung jarum yang relatif lebih tajam dan memiliki diameter terkecil dibandingkan
semua bagian jarum. Swage adalah pangkal jarum yang memiliki pegangan berupa
lubang atau celah untuk benang. Cord length adalah jarak antara needle point dan
swage apabila ditarik garis lurus, sedangkan needle length adalah jarak antara
swage dan needle point dengan mengikuti lengkung lingkar luar jarum. Diameter
adalah ketebalan jarum.
PROSEDUR KERJA
Penjahitan luka
1) Persiapan alat dan bahan:
a. Minor set yang terdiri dari: nald voeder (needle holder), skalpel, pinset anatomis,
pinset chirurgis, klem arteri lurus/bengkok, gunting jaringan, gunting benang,
gunting perban, jarum berujung bulat dan segitiga, wadah dari logam (kom).
b. Benang jahit seide atau silk.
c. Benang catgut chromic dan plain.
d. Duk lubang steril.
e. Kasa steril.
f. Handscoen steril.
g. Desinfektan (povidone iodine 10%)
h. NaCl 0,9%
i. Lidocaine 2%
j. Perhidrol 3%
k. Larutan klorin 5% dalam baskom.
2) Prosedur kerja:
a. Menentukan jenis luka
o menilai bentuk luka : teratur/tidak.
o menilai tepi luka : teratur/tidak, jembatan jaringan.
o menilai luas luka : panjang dan lebar dalam cm.
o menilai kedalaman luka : dalam cm.
b. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan medik:
o menjelaskan kondisi luka.
o menjelaskan prosedure tindakan.
o menjelaskan tujuan tindakan, keuntungan dan kerugian.
o meminta persetujuan tindakan.
c. Menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam keadaan steril.
d. Menentukan jenis benang dan jarum yang diperlukan.
e. Memilih antiseptik, desinfektan yang diperlukan.
f. Melakukan cuci tangan secara foerbringer.
g. Memakai sarung tangan steril.
h. Melakukan tindakan aseptik dengan memulai dari tengah ke tepi secara sentrifugal
menggunakan kasa dan povidon iodine 10%.
i. Melakukan anestesi lokal (secara infiltrasi)
cara: menusukkan jarum subkutan menyusuri tepi luka sampai seluruh luka
teranestesi dengan baik. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak masuk pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam spuit) kemudian
infiltrasikan lidocaine 2% secara perlahan.
j. Melakukan debridemen luka
Cara : Setelah luka teranestesi dengan baik, desinfeksi luka menggunakan perhidrol
3%, agar kotoran yang menempel terangkat. Untuk mengangkat tanah/ pasir yang
melekat dapat menggunakan kasa atau sikat halus. Lanjutkan dengan irigasi
menggunakan NaCl 0,9% sampai semua kotoran terangkat.
k. Pasang kain steril.
l. Lakukan eksplorasi luka untuk mencari perdarahan aktif, jaringan-jaringan mati/
rusak. Perdarahan dari vena cukup dihentikan dengan penekanan menggunakan
kasa steril beberapa detik. Perdarahan arterial dihentikan dengan jahitan ligasi.
Jaringan mati/ rusak dibuang menggunakan gunting jaringan. Lakukan aproksimasi
tepi luka. Buang tepi luka yang mati dan tidak teratur.
m. Desinfeksi menggunakan povidon iodine 10%.
n. Menjahit luka
Cara: gunakan nald voeder untuk memegang jarum. Jepit jarum pada ujung nald
voeder pada pertengahan atau sepertiga ekor jarum. Jika penjepitan kurang dari
setengah jarum, akan sulit dalam menjahit. Pegang nald voeder dengan jari-jari
sedemikian sehingga pergelangan tangan dapat melakukan gerakan rotasi dengan
bebas. Masukkan ujung jarum pada kulit dengan jarak dari tepi luka sekitar 1 cm,
membentuk sudut 90˚ lalu dorong jarum mengikuti kelengkungan jarum. Jahit luka
lapis-demi lapis dari yang terdalam. Aproksimasi tepi luka harus baik. Penjahitan
luka bagian dalam menggunakan benang yang dapat di serap atau monofilamen.
Jarak tiap jahitan sekitar 1cm. Jahitan yang terlalu jarang luka kurang menutup
dengan baik. Bila terlalu rapat meningkatkan trauma jaringan dan reaksi inflamasi.
o. Melakukan dressing
Setelah penjahitan selesai, lakukan eksplorasi. Jahitan yang terlalu ketat/ kendor
diganti.
p. Desinfeksi luka dengan povidone iodine 10%.
q. Tutup dengan kasa steril beberapa lapis untuk menyerap discharge yang mungkin
terbentuk dan diplester.
r. Melakukan dekontaminasi: Untuk menghindari penularan penyakit yang menular
lewat serum/ cairan tubuh. Alat-alat direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
s. Memberikan edukasi perawatan luka (cara merawat luka, mengganti kasa dan
waktu kontrol).
t. Menentukan prognosis penyembuhan
Menjelaskan lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan, hasil jahitan,
penyulit-penyulit yang mempengaruhi penyembuhan luka.
CHECK LIST SKILL LAB
PENJAHITAN LUKA
SKOR
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3
1. Mempersiapkan alat minor set steril dan bahan yang digunakan
untuk penjahitan luka:
a. Skalpel.
b. Gunting jaringan.
c. Gunting benang.
d. Gunting perban/plester.
e. Klem arteri lurus
f. Klem arteri bengkok.
g. Needle holder/ nald voeder
h. Pinset anatomis.
i. Pinset chirurgis.
j. Desinfektan (povidone iodine 1%).
k. Spuit 1cc.
l. Obat anestesi: lidocaine 2%.
m. Benang yang sesuai dengan lokasi dan jenis luka.
n. Jarum dengan ujung bulat dan segitiga.
o. Perhidrol 3%.
p. NaCl 0,9%.
q. Larutan klorin dalam baskom.
r. Kom
s. Nerbeker
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
secara lengkap (prosedur dan efek samping) serta meminta
persetujuan pasien (informed consent).
3. Mencuci tangan dan memakai handscoen secara aseptik.
4. Melakukan desinfeksi area tindakan dengan povidone iodine
10%, gerakan dari dalam keluar.
5. Memasang duk lubang steril.
6. Menyuntikkan anestesi infiltrasi di sekitar luka.
7. Melakukan debridemen dan eksisi tepi luka (apabila
diperlukan).
8. Memasang benang pada jarum yang sudah dikunci dengan nald
holder diantara 2/3 depan atau 1/3 belakang dari jarum.
9. Menggunakan pinset chirurgis untuk sedikit mengangkat tepi
luka.
10. Menusukkan jarum pada kulit dengan posisi tegak lurus (90º)
dengan posisi tangan pronasi penuh, dengan siku membentuk 900
dan bahu abduksi (jarak penusukan dari tepi luka harus sesuai
dengan kedalaman luka).
11. Mendorong jarum maju dengan gerakan supinasi pergelangan
tangan dan adduksi bahu yang serentak, dalam arah
melengkung sesuai dengan lengkungan jarum.
12. Setelah jarum muncul dari balik kulit, dijepit dengan pinset
chirurgis, lalu dilanjutkan penjepitan dan penarikan dengan nald
voeder.
13. Setelah benang muncul, ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4
cm dari kulit.
14. Menusukkan jarum ke tepi luka yang lain dari dalam dengan
kedalaman dan cara yang sama.
15. Tangan kiri memegang benang yang lebih panjang dan tangan
kanan memegang nald voeder.
16. Membuat lilitan benang panjang pada nald voeder (2-1-1/
surgeon's knot).
17. Menjepit benang pendek lalu menarik benang panjang hingga
terbentuk simpul di tepi luka.
18. Mengatur kekuatan simpul (hasil jahitan tidak terlalu ketat dan
tepi luka saling bertemu).
19. Memotong benang dengan menyatukan ujung guntingnya lalu
diputar miring 450 dan dikatubkan.
20. Buka duk steril, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
lalu buka sarung tangan dan mencuci tangan