Anda di halaman 1dari 17

PENJAHITAN LUKA

PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum:
Mahasiswa diharapkan mengetahui dan mampu melakukan penjahitan dan
perawatan luka dengan benar.

Tujuan Khusus:
1) Mahasiswa mengetahui definisi luka.
2) Mahasiswa mengetahui jenis-jenis luka.
3) Mahasiswa mampu melakukan penjahitan luka yang benar.
4) Mahasiswa mampu melakukan perawatan luka yang benar.

TEORI
Definisi Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik
terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa
efek akan muncul:
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stres simpatis.
c. Perdarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel.

Mekanisme terjadinya luka:


1. Luka insisi (incised wounds): terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).

2. Luka memar (contusion wound): terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (abraded wound): terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4. Luka tusuk (punctured wound): terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

5. Luka gores (lacerated wound): terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.

6. Luka tembus (penetrating wound): yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (combustio)

Derajat luka bakar


Jenis-jenis Luka
Jenis luka menurut tingkat kontaminasi terhadap luka :
1) Clean wounds (luka bersih): yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal: Jackson–Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2) Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi): merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
3) Contamined wounds (luka terkontaminasi): termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4) Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi): yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :


1. Stadium I: luka superfisial (“non-blanching erithema”) yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II: luka “partial thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3. Stadium III : luka “full thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV : Luka “full thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan, luka dibagi menjadi :


1. Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
2. Luka kronis: luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.

Proses Penyembuhan Luka


Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses
peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak
(swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi
(impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase inflamasi: adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri
untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini
kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup
pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (local sensory nerve endding),
local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin,serotonin
dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena,
sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah
luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut
menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan adanya eritema,
hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau
hari ke-4.
2. Fase proliferatif: proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan luka, yang ditandai dengan proliferasi sel. Peran
fibroblas sangat besar pada proses perbaikan untuk menghasilkan produk struktur
protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan
lunak yang normal (tanpa perlukaan), sel fibroblas sangat jarang dan biasanya
bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan
aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan
berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam rekonstruksi
jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk connective
tissue matrix. Terjadi pembentukan pembuluh darah baru dan sejumlah sel
termasuk makrofag akan berada di dalam area luka. Sejumlah sel dan pembuluh
darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan
“granulasi”. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen
telah terbentuk, terlihat proses kontraksi. Proses ini akan dipercepat oleh berbagai
growth factors yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase maturasi: dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang karena pembuluh darah mulai regresi dan serat fibrin dari
kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan
parut tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat
tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.
Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan
kurang gizi atau diserta penyakit sistemik diabetes mellitus.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka:


1) Usia: semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan.
2) Infeksi: tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah
ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3) Hipovolemia: kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi,
sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4) Hematoma: merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
5) Benda asing: seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat.
6) Iskemia: merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7) Diabetes: hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
8) Pengobatan
- Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
- Antikoagulan: mengakibatkan perdarahan.
- Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

Penjahitan Luka
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta
beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator beserta
asistennya.
Macam-macam jahitan luka:
1) Jahitan simpul tunggal
Sinonim: Jahitan terputus sederhana atau simple interrupted suture merupakan jenis
jahitan yang sering dipakai dan juga untuk jahitan situasi. Cara penusukan sejajar
sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Keuntungan: memberikan hasil jahitan yang
kuat.

2) Jahitan matras horizontal


Sinonim: horizontal mattress suture, interrupted mattress. Jahitan dengan
melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan
penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Keuntungan: memberikan
hasil jahitan yang kuat.

3) Jahitan matras vertikal


Sinonim: vertical mattress suture, donati, near to near dan far to far. Jahitan
dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat
karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
4) Jahitan matras modifikasi
Sinonim: half buried mattress suture. Modifikasi dari matras horizontal tetapi
menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya.

5) Jahitan jelujur sederhana


Sinonim: simple running suture, simple continous, continous over and over. Jahitan
ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan
hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat
yang longgar.

6) Jahitan jelujur Feston


Sinonim: running locked suture, interlocking suture. Jahitan kontinyu dengan
mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan
peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

7) Jahitan jelujur horizontal


Sinonim: Running horizontal suture. Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan
arah horizontal.

8) Jahitan simpul intrakutan


Sinonim: subcutaneous interrupted suture, intradermal burried suture, interrupted
dermal stitch. Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk
menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan
simpul sederhana.

9) Jahitan jelujur intrakutan


Sinonim: running subcuticular suture, jahitan jelujur subkutikular. Jahitan jelujur
yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik yang
baik.

Tutup atau Bebat Luka:


Setelah luka dijahit dengan rapi, lalu dibersihkan dengan desinfektan dan beri
topikal antibiotik. Tutup luka dengan kasa steril dan lekatkan dengan plester atau
hipafix (bila perlu diikat dengan verban).

Angkat jahitan yaitu proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan


lokasi dan hari tindakan:
a. Muka atau leher hari ke-5.
b. Perut hari ke-7 s/d 10.
c. Dada hari ke-7.
d. Telapak tangan hari ke-10.
e. Jari tangan hari ke-10.
f. Tungkai atas hari ke-10.
g. Tungkai bawah 10-14.
h. Punggung hari ke-10 s/d 14.
Suture Materials
Suture materials adalah semua bahan yang dipakai untuk meligasi atau
mengaproksimasi jaringan dan menahannya sampai jaringan mengalami
penyembuhan.
Sejak tahun 2000 SM, penggunaan benang dari bulu binatang telah dilakukan untuk
menjahit luka. Seiring dengan perkembangan zaman, bahan-bahan untuk
penjahitan bedah berkembang dan bervariasi mulai dari sutra, linen, katun, tendon
ataupun usus hewan, bahkan kini pun telah digunakan bahan dari benang logam
tahan karat.

Klasifikasi
Benang untuk penjahitan luka dapat dibagi atas beberapa kriteria, yaitu :
1. Penyerapan (absorbable or non-absorbable)
Benang diserap dalam waktu yang terbatas di dalam tubuh. Lamanya berada di
dalam tubuh dapat disesuaikan dengan organ yang dijahit dengan memilih jenis
benang yang sesuai. Setidaknya benang jangan hancur dahulu sebelum organ yang
bersangkutan betul-betul rapat dan cukup kuat. Sebagai contoh, fasia harus dijahit
dengan benang yang lama waktu penyerapannya, karena untuk penyembuhannya
fascia butuh waktu yang cukup lama (hingga beberapa bulan). Dengan alasan
tertentu, kadang-kadang malah digunakan benang tak diserap untuk menjahit fasia.
Benang tak diserap akan berada seumur hidup. Benang-benang ini digunakan
misalnya pada penyambungan pembuluh darah dengan dacron graft, dimana
pembuluh darah yang merupakan organ hidup tak akan pernah mengalami
penyambungan dengan graft yang merupakan benda mati. Disini jahitan dengan
benang tak diserap berfungsi mempertahankan penyatuan tadi. Harus diingat
bahwa benang jahitan disini merupakan benda asing yang sedikit banyak akan
mengakibatkan terjadinya reaksi dari jaringan tubuh. Karena itu, untuk tujuan
meminimalkan reaksi , digunakan bahan yang inert dan memberikan reaksi yang
minimal. Plain Catgut, chromic dan kolagen merupakan contoh benang diserap,
sedang polyamida (nylon) dan sutera (silk, seide) merupakan contoh benang tidak
diserap. Keuntungan benang tidak diserap adalah dapat memberikan permanent
support, namun meninggalkan benda asing dalam tubuh.
2. Asal bahan (nature atau synthetic)
Benang-benang alami berasal dari bahan alam, contohnya rambut, bulu binatang,
katun, linen dan catgut. Benang-benang ini telah digunakan sejak dahulu kala,
mudah didapat dan relatif murah harganya. Benang sintetis harganya lebih mahal,
namun mempunyai berbagai keunggulan dalam hal absorpsi yang terprediksi dan
umumnya telah disesuaikan dengan organ yang akan dijahit. Contoh benang
sintetis, polyglycolic acid, polypropylene, polyamide, polyester, polyglactin,
polydioxanone, polyglyconate, polynylidene atau polybutylester. Umumnya
benang-benang ini dijual dalam kemasan dan bentuk sediaan khusus.
3. Serat benang (monofilament atau polyfilament)
Benang serat tunggal umumnya lebih lentur namun kekuatan simpulnya (knotting
security) biasanya lebih kecil, sehingga simpul jahitan mudah terbuka.
Keunggulannya adalah bekas jahitannya (stitching mark) halus. Sedangkan benang
serat banyak lebih baik kekuatan simpulnya, karena jalinan seratnya membuat
benang lebih kesat dan menggigit. Perlu diperhatikan bahwa celah-celah yang
terdapat pada benang merupakan tempat berkumpulnya nidus yang dapat menjadi
fokal infeksi yang sukar sembuh karena sulit dicapai makrofag. Sering terjadi
pembentukan sinus atau luka yang sukar sembuh pada penggunaan benang serat
banyak. Bekas jahitan dengan benang ini lebih kasar dan nyata. Benang serat
banyak dapat dibagi dua, yaitu braided yang berupa benang anyaman seperti
rambut dikepang (contohnya polyester, polyglycolic acid, polyamide (polyfilament
dan sutera) dan twisted (terdiri dari serat-serat yang dililit/dipilin). Polyamide
(nylon) ada yang berserat tunggal atau banyak.
4. Pelapisan (coated atau uncoated)
Pelapisan benang (coated) bertujuan untuk mendapatkan benang yang lebih kesat
sehingga kekuatan simpulnya lebih baik, untuk mengamankan jalinan benang
sehingga tampil lebih rapi dan kokoh, untuk menutup celah-celah (pore) pada
anyaman sehingga tidak terdapat tempat kuman untuk bersarang, serta untuk
meminimalisasi reaksi jaringan. Polyglycolic acid dan polydioxanone merupakan
benang berserat banyak dan berlapis. Sutera diberi lapisan lilin agar benang lebih
kaku dan lebih menggigit, serta untuk menutup celah-celah pada benang.

Kriteria pemilihan benang yang memenuhi syarat untuk penjahitan bedah antara
lain:
a. Memiliki kekuatan regangan (tensile strength) yang baik sesuai dengan ukurannya.
b. Mudah digunakan dan memiliki tahanan yang rendah ketika diaplikasikan dalam
jaringan.
c. Mempunyai keamanan simpul yang baik, benang tidak mudah longgar dan lepas.
d. Memiliki kemasan steril yang baik dan mudah dibuka.
e. Reaksi minimal pada jaringan dan tidak cenderung meningkatkan pertumbuhan
bakteri (non-alergenik dan non-karsinogenik).

Pertimbangan pemilihan benang.


Contoh jenis benang.

Ukuran benang dan ukuran sesuai lokasi.


Jarum Bedah
Jarum (needle) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah
teknik jahitan luka, sehingga mengetahui konsep dasar tentang needle
tersebut dapat membantu dalam menguasai teknik jahitan. Sebagaian besar needle
tersebut terbuat dari stainless steel yang tahan korosif dan melekat pada ujung
benang melalui swage, yaitu lubang yang terdapat pada pangkal needle. Needle
harus cukup kuat tajam sehingga memungkinkan untuk dapat menembus jaringan
tanpa menjadi bengkok. Diameternya disesuaikan sehingga tidak menyebabkan
kerusakan jaringan sekitar. Pemilihannya disesuaikan dengan jaringan dan regio
pembedahan. Kriteria umum yang harus dimiliki oleh jarum bedah antara lain :
- Mengandung bahan antikarat (stainless steel)
- Kuat untuk menembus jaringan.
- Ramping hingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan.
- Tajam.
- Stabil bila digunakan bersama instrumen (needle holder).
Bentuk jarum bedah.

Jarum bedah standar terdapat beberapa bagian yaitu: needle point, yaitu
ujung jarum yang relatif lebih tajam dan memiliki diameter terkecil dibandingkan
semua bagian jarum. Swage adalah pangkal jarum yang memiliki pegangan berupa
lubang atau celah untuk benang. Cord length adalah jarak antara needle point dan
swage apabila ditarik garis lurus, sedangkan needle length adalah jarak antara
swage dan needle point dengan mengikuti lengkung lingkar luar jarum. Diameter
adalah ketebalan jarum.

Karakteristik jarum bedah:


a. Ketajaman dan kelengkungan.
Ketajaman dan kelengkungan jarum berkaitan erat dengan fungsinya.

b. Needle length dan diameter jarum (ukuran).


Potensial length dari jarum ditentukan oleh ketebalan bahan yang digunakan dan
rigiditas. Kenyataannya jarum dengan diameter 66 mm dengan ultra-thin wire
gauge akan lebih mudah bengkok atau patah jika dibandingkan dengan jarum yang
pendek dengan diameter yang tebal. Jarum yang panjang lebih baik digunakan
untuk menjahit fasia dan kulit dengan bahan yang lebih kuat. Jarum yang pendek
seringkali digunakan untuk menjahit viseral dan pembuluh darah.
c. Mata jarum dan bentuk melintang jarum.
Titik lubang pada jaringan ditentukan oleh bagian terujung dari mata jarum sampai
diameter melintang yang terbesar dari jarum. Terdapat empat jenis lubang yang
dibentuk oleh jarum yaitu: conventional cutting, reverse cutting, taper point dan
blunt. Conventional cutting dan reverse cutting digunakan dalam penjahitan kulit,
periosteum dan tendon. Taper point digunakan untuk jaringan yang gampang
ditembus dan untuk mendapat luka yang minimal. Blunt untuk menjahit hepar dan
lien.

d. Jenis perlekatan dengan benang jahit.


Jarum umumnya sudah melekat dengan benang yang akan kita gunakan. Teknologi
tersebut mulai dikenal beberapa dekade terakhir. Secara tradisional semua jarum
memiliki 2 mata pada pangkalnya dan benang jahit harus dimasukkan pada mata
jarum tersebut sebelum dipergunakan. Terdapat dua macam perlekatan pada jarum-
benang, yaitu jenis eyed-needle, yang sudah mulai jarang digunakan karena kurang
praktis dalam pemakaiannya dan menimbulkan trauma pada jaringan yang dijahit.
Jenis lainnya swedged-needle, dimana benang sudah digabungkan dengan jarum di
dalam kemasan. Jenis ini lebih disukai karena trauma jaringan minimal dan
penggunaan jarum tidak dapat diulang sehingga mengurangi risiko penularan
penyakit.

PROSEDUR KERJA
Penjahitan luka
1) Persiapan alat dan bahan:
a. Minor set yang terdiri dari: nald voeder (needle holder), skalpel, pinset anatomis,
pinset chirurgis, klem arteri lurus/bengkok, gunting jaringan, gunting benang,
gunting perban, jarum berujung bulat dan segitiga, wadah dari logam (kom).
b. Benang jahit seide atau silk.
c. Benang catgut chromic dan plain.
d. Duk lubang steril.
e. Kasa steril.
f. Handscoen steril.
g. Desinfektan (povidone iodine 10%)
h. NaCl 0,9%
i. Lidocaine 2%
j. Perhidrol 3%
k. Larutan klorin 5% dalam baskom.
2) Prosedur kerja:
a. Menentukan jenis luka
o menilai bentuk luka : teratur/tidak.
o menilai tepi luka : teratur/tidak, jembatan jaringan.
o menilai luas luka : panjang dan lebar dalam cm.
o menilai kedalaman luka : dalam cm.
b. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan medik:
o menjelaskan kondisi luka.
o menjelaskan prosedure tindakan.
o menjelaskan tujuan tindakan, keuntungan dan kerugian.
o meminta persetujuan tindakan.
c. Menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam keadaan steril.
d. Menentukan jenis benang dan jarum yang diperlukan.
e. Memilih antiseptik, desinfektan yang diperlukan.
f. Melakukan cuci tangan secara foerbringer.
g. Memakai sarung tangan steril.
h. Melakukan tindakan aseptik dengan memulai dari tengah ke tepi secara sentrifugal
menggunakan kasa dan povidon iodine 10%.
i. Melakukan anestesi lokal (secara infiltrasi)
cara: menusukkan jarum subkutan menyusuri tepi luka sampai seluruh luka
teranestesi dengan baik. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak masuk pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam spuit) kemudian
infiltrasikan lidocaine 2% secara perlahan.
j. Melakukan debridemen luka
Cara : Setelah luka teranestesi dengan baik, desinfeksi luka menggunakan perhidrol
3%, agar kotoran yang menempel terangkat. Untuk mengangkat tanah/ pasir yang
melekat dapat menggunakan kasa atau sikat halus. Lanjutkan dengan irigasi
menggunakan NaCl 0,9% sampai semua kotoran terangkat.
k. Pasang kain steril.
l. Lakukan eksplorasi luka untuk mencari perdarahan aktif, jaringan-jaringan mati/
rusak. Perdarahan dari vena cukup dihentikan dengan penekanan menggunakan
kasa steril beberapa detik. Perdarahan arterial dihentikan dengan jahitan ligasi.
Jaringan mati/ rusak dibuang menggunakan gunting jaringan. Lakukan aproksimasi
tepi luka. Buang tepi luka yang mati dan tidak teratur.
m. Desinfeksi menggunakan povidon iodine 10%.
n. Menjahit luka
Cara: gunakan nald voeder untuk memegang jarum. Jepit jarum pada ujung nald
voeder pada pertengahan atau sepertiga ekor jarum. Jika penjepitan kurang dari
setengah jarum, akan sulit dalam menjahit. Pegang nald voeder dengan jari-jari
sedemikian sehingga pergelangan tangan dapat melakukan gerakan rotasi dengan
bebas. Masukkan ujung jarum pada kulit dengan jarak dari tepi luka sekitar 1 cm,
membentuk sudut 90˚ lalu dorong jarum mengikuti kelengkungan jarum. Jahit luka
lapis-demi lapis dari yang terdalam. Aproksimasi tepi luka harus baik. Penjahitan
luka bagian dalam menggunakan benang yang dapat di serap atau monofilamen.
Jarak tiap jahitan sekitar 1cm. Jahitan yang terlalu jarang luka kurang menutup
dengan baik. Bila terlalu rapat meningkatkan trauma jaringan dan reaksi inflamasi.
o. Melakukan dressing
Setelah penjahitan selesai, lakukan eksplorasi. Jahitan yang terlalu ketat/ kendor
diganti.
p. Desinfeksi luka dengan povidone iodine 10%.
q. Tutup dengan kasa steril beberapa lapis untuk menyerap discharge yang mungkin
terbentuk dan diplester.
r. Melakukan dekontaminasi: Untuk menghindari penularan penyakit yang menular
lewat serum/ cairan tubuh. Alat-alat direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
s. Memberikan edukasi perawatan luka (cara merawat luka, mengganti kasa dan
waktu kontrol).
t. Menentukan prognosis penyembuhan
Menjelaskan lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan, hasil jahitan,
penyulit-penyulit yang mempengaruhi penyembuhan luka.
CHECK LIST SKILL LAB
PENJAHITAN LUKA

SKOR
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3
1. Mempersiapkan alat minor set steril dan bahan yang digunakan
untuk penjahitan luka:
a. Skalpel.
b. Gunting jaringan.
c. Gunting benang.
d. Gunting perban/plester.
e. Klem arteri lurus
f. Klem arteri bengkok.
g. Needle holder/ nald voeder
h. Pinset anatomis.
i. Pinset chirurgis.
j. Desinfektan (povidone iodine 1%).
k. Spuit 1cc.
l. Obat anestesi: lidocaine 2%.
m. Benang yang sesuai dengan lokasi dan jenis luka.
n. Jarum dengan ujung bulat dan segitiga.
o. Perhidrol 3%.
p. NaCl 0,9%.
q. Larutan klorin dalam baskom.
r. Kom
s. Nerbeker
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
secara lengkap (prosedur dan efek samping) serta meminta
persetujuan pasien (informed consent).
3. Mencuci tangan dan memakai handscoen secara aseptik.
4. Melakukan desinfeksi area tindakan dengan povidone iodine
10%, gerakan dari dalam keluar.
5. Memasang duk lubang steril.
6. Menyuntikkan anestesi infiltrasi di sekitar luka.
7. Melakukan debridemen dan eksisi tepi luka (apabila
diperlukan).
8. Memasang benang pada jarum yang sudah dikunci dengan nald
holder diantara 2/3 depan atau 1/3 belakang dari jarum.
9. Menggunakan pinset chirurgis untuk sedikit mengangkat tepi
luka.
10. Menusukkan jarum pada kulit dengan posisi tegak lurus (90º)
dengan posisi tangan pronasi penuh, dengan siku membentuk 900
dan bahu abduksi (jarak penusukan dari tepi luka harus sesuai
dengan kedalaman luka).
11. Mendorong jarum maju dengan gerakan supinasi pergelangan
tangan dan adduksi bahu yang serentak, dalam arah
melengkung sesuai dengan lengkungan jarum.
12. Setelah jarum muncul dari balik kulit, dijepit dengan pinset
chirurgis, lalu dilanjutkan penjepitan dan penarikan dengan nald
voeder.
13. Setelah benang muncul, ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4
cm dari kulit.
14. Menusukkan jarum ke tepi luka yang lain dari dalam dengan
kedalaman dan cara yang sama.
15. Tangan kiri memegang benang yang lebih panjang dan tangan
kanan memegang nald voeder.
16. Membuat lilitan benang panjang pada nald voeder (2-1-1/
surgeon's knot).
17. Menjepit benang pendek lalu menarik benang panjang hingga
terbentuk simpul di tepi luka.
18. Mengatur kekuatan simpul (hasil jahitan tidak terlalu ketat dan
tepi luka saling bertemu).
19. Memotong benang dengan menyatukan ujung guntingnya lalu
diputar miring 450 dan dikatubkan.
20. Buka duk steril, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
lalu buka sarung tangan dan mencuci tangan

Keterangan Skor Aceh Besar, ................2017


0. Tidak Dilakukan sama sekali Instruktur,
1. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan > 50 %)
2. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan < 50 %)
3. Dilakukan dengan benar

NILAI : Skor Total X 100 = ....... (.........................................)


60

Anda mungkin juga menyukai