PENDAHULUAN
Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang
bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang
menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan
urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk
menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas
suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung
kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin
setiap jam pada pasien yang sakit berat. Tindakan pemasangan kateter membantu pasien yang tidak
mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun tindakan ini bisa juga
menimbulkan masalah lain seperti infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih.
Menurunnya rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dalam waktu yang lama
mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung
kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, maka otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinnya.
Di Indonesia sekitar 5,8 persen penduduk Indonesia menderita inkontinensia urin. Jika
dibandingkan dengan negara-negara Eropa, angka ini termasuk kecil. Hasil survey yang dilakukan di
rumah sakit-rumah sakit menunjukkan, penderita inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7
persen atau sekitar 5-7 juta penduduk dan enam puluh persen diantaranya adalah wanita. Meski tidak
berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat mengganggu dan membuat malu, sehingga menimbulkan
rasa rendah diri atau depresi pada penderitanya. Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat
menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian
basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa
rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin. Biasanya pemasangan kateter urin dilakukan di ruang
Instalasi Gawat Darurat(IGD), kemudian di bangsal bedah dilakukan pemasangan ulang atau
1
penggantian kateter urin. Sekitar 60% - 70% pasien yang akan dipasang kateter mengeluh takut,
cemas dan merasa nyeri saat kateter sudah dipasang. Sehingga jika masalah tersebut tidak di atasi
akibat yang ditimbulkan akan berdampak pada klien itu sendiri, seperti klien tidak akan kooperatif,
tidak bisa istirahat, kateter akan sulit dimasukkan, klien akan mangalami trauma sehingga tidak
mau dipasang kateter lagi, dan bagi klien wanita akan mengejan saat dipasang kateter, dan itu
semua akan mempengaruhi tingkat kesehatan seorang pasien.
2
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
Menurut Hidayat pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau menetap.
Pemasangan kateter sementara atau intermiten catheter (straight kateter) dilakukan jika
pengosongan kandung kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan
kateter menetap atau indwelling catheter (folley kateter) dilakukan apabila pengosongan kateter
dilakukan secara terus menerus.
Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang sekali pakai
dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin. Tindakan
ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter
kemudian ditarik keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan
ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko infeksi. Pemasangan kateter
sementara dilakukan jika tindakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien
dibutuhkan. Efek samping dari penggunaan kateter ini berupa pembengkakan pada uretra, yang
terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan infeksi.
Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang dikemukakan oleh Japardi (2000)
antara lain:
3
1. Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan
aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin
2. Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.
3. Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat
melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap
terpelihara
4. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya
Kerugian kateterisasi sementara ini adalah adanya bahaya distensi kandung kemih, resiko
trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara berulang, resiko infeksi akibat masuknya
kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal uretra.
4
1. Kateterisasi Jangka Pendek banyak digunakan pada:
a. Selama prosedur bedah dan perawatan pasca-operasi.
b. Untuk pemantauan urin yang tepat pada penyakit akut.
c. Untuk menghilangkan retensi urin akut atau kronis.
d. Pemberian obat langsung ke kandung kemih.
5
• Mengatasi obstruksi aliran urine
• Melancarkan pengeluaran urin pada klien yang tidak dapat mengontrol miksi atau
mengalami obstruksi pada saluran kemih
6
ditanya apakah pernah memiliki reaksi negatif terhadap produk karet sebelum kateter yang
mengandung lateks digunakan.
4. Kateter Silikon
Silikon adalah bahan inert yang cenderung kurang menyebabkan iritasi uretra.
Kateter silikon tidak dilapisi, oleh karena itu memiliki lumen yang lebih luas. Lumen
kateter ini berbentuk bulan sabit atau huruf-D, yang dapat menyebabkan pembentukan
kerak. Karena silikon memungkinkan terjadinya difusi gas, balon dapat mengalami
pengempisan (deflasi) dan memungkinkan kateter terlepas sebelum waktunya. Kateter ini
lebih nyaman karena lebih kaku daripada jenis lateks. Kateter silikon cocok untuk pasien
dengan alergi lateks dan direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang.
7
dari lateks dan memiliki lapisan silikon elastomer. Kateter selaras 3 cm lebih panjang dari
kateter konvensional untuk perempuan.
2.5 Ukuran
Wanita Laki-laki
8
Kateter yang masuk 5-7,5 cm 15-22,5 cm
Yang terpenting disini bukan lamanya alat tersebut berada didalam tubuh pasien,
tetapi bagaimana alat tersebut dapat meminimalkan penderitaan pasien. Otomatis perlu
adanya peran perawat dalam melakukan perawatan pada alat tersebut untuk mencegah
jangan sampai alat tersebut menjadi sumber infeksi bagi pasien.
9
Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, urethra dan
organ sekitarnya.
Preventif pada obstruksi urethra dari perdarahan
Untuk memantau output urine
Irigasi Vesika Urinaria
10
13. Kontraindikasi Kateterisasi Uretra
14. Prostatitis akut
15. Kecurigaan trauma uretra
Selain indikasi dari kateterisasi uretra, untuk indikasi pemasangan kateterisasi suprapubik
ditambah dengan indikasi berikut:
1. Retensi urin akut dan kronis yang tidak mampu secara memadai dikeringkan dengan
kateter uretra.
2. Disukai oleh pasien karena kebutuhan pasien, misalnya pengguna kursi roda atau
masalah seksual.
3. Prostatitis akut.
4. Adanya Obstruksi atau striktur ataupun anatomi yang abnormal dari uretra.
5. Trauma panggul.
6. Komplikasi jangka panjang dari kateterisasi uretra.
7. Ketika kateterisasi jangka panjang digunakan untuk mengelola pasien dengan
inkontinensia.
8. Kompleks uretra atau operasi perut.
9. Pasien dengan faecal inkotinensia yang selalu mengotori kateter uretra.
11
Gambar Pasien dengan kateter suprapubik
12
3. Pelatihan khusus diperlukan bagi tenaga kesehatan.
4. Pasien dengan katup jantung buatan memerlukan terapi antibiotik sebelum prosedur
pemasangan atau pada saat penggantian kateter rutin.
5. Pasien dengan terapi antikoagulan akan membutuhkan pemeriksaan tingkat koagulasi
sebelum pemasangan kateter suprapubik.
1. Apabila dalam pemasangan kateter tidak berhati-hati bisa saja menyebabkan luka atau
bahkan perdarahan pada uretra
2. Balon pada uretra jika dikembangkan sebelum memasuki buli-buli maka akan
menyebabkan perdarahan juga pada uretra
3. Nekrosis atau kematian pada uretra juga dapat saja terjadi jika ukuran kateter yang di
masukan terlalu besar.
4. Proses pemasangan kateter juga dapat menimbulkan infeksi uretra dan buli-buli.
Karena pemasangan kateter itu termasuk tindakan invasif, yang di mana kateter
merupakanbenda asing yang masuk ke dalam kandung kemih dengan melawati uretra dan
buli-buli, tentu pasien akan merasakan nyeri bahkan dapat menimbulkan komplikasi
serius, tindakan kita sebagai perawat dalam hal ini adalah:
Memberikan masukan kepada pasien untuk banyak minum air putih, hal ini bertujuan agar urine
tetap cukup sehingga tidak terjadi pengendapan kotoran yang dapat mengendap dalam kateter.
1. Jangan membiarkan urine bag terlalu penuh, harus selalu di kosongkan secara teratur.
2. Memberikan arahan kepada pasien atau keluarga nya agar tidak mengangkat urine
bag terlalu tinggi dari tubuh pasien hal ini bertujuan agar urine tidak kembali lagi ke
buli-buli.
3. Membersihkan darah, nanah, sekret atau kotoran dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala.
13
Lamanya pemasangan kateter juga harus kita perhatikan, jika kateter sudah terlalu lama kita harus
mengganti nya dengan yang baru, paling tidak 2 minggu sekali.
14
2.11 Prosedur pemasangan kateter
A. Persiapan Pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
B. Persiapan Alat
1. Bak instrumen berisi :
a. Poly kateter sesuai ukuran 1 buah
b. Urine bag steril 1 buah
c. Pinset
d. Duk steril
e. Kassa steril yang diberi jelly
2. Sarung tangan steril
3. Kapas sublimat dalam kom tertutup
4. Perlak dan pengalasnya 1 buah
5. Sampiran
6. Cairan aquades atau Nacl
7. Plester
8. Gunting verband
9. Bengkok 1 buah
10. Korentang pada tempatnya
15
C. Prosedur Pada Pasien Wanita
1. Cek kebutuhan pasien
2. Jelaskan tindakan yang
akan dilakukan
3. Pasang sampiran (penutup
ruangan)
4. Dekatkan alat
5. Gunakan APD
6. Petugas cuci tangan
7. Pasang selimut extra, pasang pengalas, lalu buka
pakaian bawah pasien.
8. Atur posisi
9. Buka kemasan kateter, urine bag, dan
spuit ( tetap jaga dalam keadaan steril )
10. Dekatkan kapas DTT
11. Gunakan Hand scoon
16
15. Setelah masuk kedalam kandung kemih, kembangkan
balon pada ujung katetetr dengan cara memasukakan
cairan melalui spuit 5-15 cc lalu hubungkan ujung
kateter dengan urine bag.
16. Lalu pasang plester di bagian paha pasien agar pasien
merasa nyaman
17. Lalu angkat perlak dan ganti selimut dengan selimut
yang bersih
18. Atur posisi pasien
19. Pasang kembali pakaian pasien
20. Rapikan alat-alat
21. Petugas cuci tangan sesudah melakukan tindakan
22. Catat tindakan dan hasil tindakan.
17
D. Prosedur Pada Pasien Pria
1. Letakan perlak di bawah pantat klien
2. Pakaikan selimut mandi, sehingga hanya area perineal yang keliatan
3. Atur posisi klien: Pasien Terlentang (supinasi)
4. Letakan bengkok/bedpan diatas perlak
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Bersihkan daerah meatus dengan antiseptic (kapas sublimate) dan pinset
7. Pegang daerah dibawah gland penis, preputium ditarik keatas
8. Lepaskan sarung tangan bersih
9. Pakai sarung tangan steril
10. Pasang duk berlubang steril
11. Pegang daerah gland penis, preputium ditarik kebawah (dengan tangan kiri)
12. Memberi jelly pada kateter (kurang lebih 12,5-17,5 cm)
13. Masukan kateter (pria : sepanjang 18-20 cm sampai urine keluar)
14. Jika waktu memasukan kateter terasa adanya tekanan jangan dilanjutkan
15. Selama pemasangan kateter anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam
16. Isi balon kateter dengan aquadest sebanyak 10-20cc
17. Tarik kateter sampai ada tahanan balon
18. Lepas duk
19. Lepas sarung tangan
20. Fiksasi kateter dengan menggunakan plester
21. Gantung urine bag dengan posisi rendah daripada vesicaurinaria
22. Kembalikan posisi klien senyaman klien
23. Ganti selimut mandi klien dengan selimut tidur, jika perlu ganti pakaian
24. Bereskan alat
25. Mencuci tangan
26. Catat prosedur dan respon pasien.
A. PERALATAN :
1. Perlak dan pengalas
18
2. Sarung tangan
3. Spuit 10 atau 20 cc
4. Bengkok/nierbeken
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
3. Tahap Kerja
a. Memasang sampiran/menjaga privacy
b. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan melepaskan pakaian
bawah pasien
c. Memasang perlak, pengalas
d. Memasang selimut mandi
e. Memakai sarung tangan
f. Melepas plester dan membersihkan sisa plester
g. Siapkan spuit 10 cc
h. Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya
i. Menarik kateter perlahan-lahan hingga lepas, pasien diminta nafas dalam dan
rileks
j. Mengalirkan urine sisa ke kantongMenggulung kateter dan memasukkan ke tempat
sampah
k. Merapikan pasien agar nyaman kembali
l. Rapihkan alat-alat
4. Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
19
b. Berpamitan dengan klien Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan/Dokumentasi tindakan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Keimpulan
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih
kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi
urine, inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan
katerisasi
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para tenaga kesehatan maupun mahasiswa kesehatan
dapat lebih mengetahui dan menerapkan cara pemasangan kateter sesuai dengan kompetensi dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.
21
Daftar Pustaka
Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah.2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia
: Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/245337076/Cara-Pemasangan-Dan-Pelepasan-Kateter#scribd
http://www.slideshare.net/petergiarso/kateterisasi-10201196
http://www.scribd.com/doc/169797922/Kateter-pdf#scribd
http://repository.usu.ac.id/.pdf
thesis.umy.ac.id/datapublik/t12597.pdf
22