Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang
bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang
menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan
urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk
menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas
suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung
kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin
setiap jam pada pasien yang sakit berat. Tindakan pemasangan kateter membantu pasien yang tidak
mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun tindakan ini bisa juga
menimbulkan masalah lain seperti infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih.
Menurunnya rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dalam waktu yang lama
mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung
kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, maka otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinnya.

Di Indonesia sekitar 5,8 persen penduduk Indonesia menderita inkontinensia urin. Jika
dibandingkan dengan negara-negara Eropa, angka ini termasuk kecil. Hasil survey yang dilakukan di
rumah sakit-rumah sakit menunjukkan, penderita inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7
persen atau sekitar 5-7 juta penduduk dan enam puluh persen diantaranya adalah wanita. Meski tidak
berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat mengganggu dan membuat malu, sehingga menimbulkan
rasa rendah diri atau depresi pada penderitanya. Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat
menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian
basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa
rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin. Biasanya pemasangan kateter urin dilakukan di ruang
Instalasi Gawat Darurat(IGD), kemudian di bangsal bedah dilakukan pemasangan ulang atau

1
penggantian kateter urin. Sekitar 60% - 70% pasien yang akan dipasang kateter mengeluh takut,
cemas dan merasa nyeri saat kateter sudah dipasang. Sehingga jika masalah tersebut tidak di atasi
akibat yang ditimbulkan akan berdampak pada klien itu sendiri, seperti klien tidak akan kooperatif,
tidak bisa istirahat, kateter akan sulit dimasukkan, klien akan mangalami trauma sehingga tidak
mau dipasang kateter lagi, dan bagi klien wanita akan mengejan saat dipasang kateter, dan itu
semua akan mempengaruhi tingkat kesehatan seorang pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pemasangan kateter?
2. Apa saja prosedur pemasangan dan pelepasan kateter pada pria dan wanita?
3. Bagaimana pemeliharaan kateter?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan pada pernyataan- pernyataan diatas penulis menarik kesimpulan tujuan
penulisan yaitu :
1. Mengetahui prosedur tindakan kateter
2. Mengetahui pemeliharaan kateter

2
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1 Pemasangan Kateter


Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi
dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Tindakan pemasangan kateter urin dilakukan
dengan memasukan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter
memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji
pengeluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil.

2.2 Tipe Katerisasi

Menurut Hidayat pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau menetap.
Pemasangan kateter sementara atau intermiten catheter (straight kateter) dilakukan jika
pengosongan kandung kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan
kateter menetap atau indwelling catheter (folley kateter) dilakukan apabila pengosongan kateter
dilakukan secara terus menerus.

A. Kateter sementara (straight kateter)

Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang sekali pakai
dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin. Tindakan
ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter
kemudian ditarik keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan
ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko infeksi. Pemasangan kateter
sementara dilakukan jika tindakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien
dibutuhkan. Efek samping dari penggunaan kateter ini berupa pembengkakan pada uretra, yang
terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan infeksi.
Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang dikemukakan oleh Japardi (2000)
antara lain:
3
1. Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan
aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin
2. Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.
3. Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat
melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap
terpelihara
4. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya
Kerugian kateterisasi sementara ini adalah adanya bahaya distensi kandung kemih, resiko
trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara berulang, resiko infeksi akibat masuknya
kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal uretra.

B. Keteter menetap (foley kateter)


Kateter menetap digunakan untuk periode waktu yang lebih lama. Kateter menetap
ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum dilakukan
pergantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien mampu berkemih dengan tuntas
dan spontan atau selama pengukuran urin akurat dibutuhkan.
Pemasangan kateter menetap dilakukan dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala
(clamping). Pemakaian kateter menetap ini banyak menimbulkan infeksi atau sepsis. Bila
menggunakan kateter menetap, maka yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena
kateterisasi menetap yang kontinu tidak fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong
akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus
otot kandung kemih (Japardi, 2000).
Kateter menetap terdiri atas foley kateter (double lumen) dimana satu lumen berfungsi untuk
mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi balon dari luar kandung kemih.
Tipe triple lumen terdiri dari tiga lumen yang digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung
kemih, satu lumen untuk memasukkan cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga dipergunakan
untuk melakukan irigasi pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan.

Perbandingan Kateterisasi Jangka Panjang dengan Jangka Pendek :

4
1. Kateterisasi Jangka Pendek banyak digunakan pada:
a. Selama prosedur bedah dan perawatan pasca-operasi.
b. Untuk pemantauan urin yang tepat pada penyakit akut.
c. Untuk menghilangkan retensi urin akut atau kronis.
d. Pemberian obat langsung ke kandung kemih.

2. Kateterisasi Jangka Panjang dapat diperlukan pada:


a. Obstruksi kandung kemih (BOO/Bladder outlet obstruction), pada pasien yang
tidak dapat dilakukan pembedahan.
b. Retensi kronis, sering sebagai akibat adanya cedera neurologis atau penyakit di
mana kateterisasi intermiten tidak dimungkinkan.
c. Pasien lemah, lumpuh atau koma; hanya sebagai pilihan terakhir ketika
pendekatan non-invasif alternatif lain tidak memuaskan atau tidak berhasil.
d. Kasus di mana pasien bersikeras untuk dipasang kateter setelah mendiskusikan
tentang risiko yang dapat terjadi.
e. Inkontinensia berat ketika semua langkah-langkah lain telah dicoba dan terbukti
tidak efektif.
f. Inkontinensia berat di mana kateterisasi dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien; hanya sebagai pilihan terakhir ketika pendekatan non-invasif alternatif
lain tidak memuaskan atau tidak berhasil.

2.3 Tujuan Pemasangan Kateter


• Untuk mengeluarkan urin

• Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih.

• Mendapatkan urine steril intuk specimen

• Pengkajian residu urine

• Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medulla spinalis, gangguan


neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih. Serta pasca operasi besar.

5
• Mengatasi obstruksi aliran urine

• Mengatasi retensi perkemihan.

• Melancarkan pengeluaran urin pada klien yang tidak dapat mengontrol miksi atau
mengalami obstruksi pada saluran kemih

• Memantau pengeluaran urine pada klien yang mengalami gangguan hemodinamik.

• Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan.

2.4 Jenis-jenis kateter


1. Kateter Polyvinyl chloride (PVC)
Kateter yang terbuat dari PVC atau plastik yang cukup kaku. Kateter jenis ini
memiliki lumen lebar, yang memungkinkan tingkat aliran yang cepat, tetapi akibat
kekakuannya, jenis ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien.
Kateter jenis ini digunakan terutama untuk kateterisasi intermiten atau pasca-
operasi, dan direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek.
2. Kateter Karet (Lateks)
Lateks adalah bentuk karet yang dimurnikan dan merupakan bahan kateter paling
lembut. Kateter jenis ini memiliki permukaan halus, dengan kecenderungan untuk
memungkinkan pembentukan kerak. Lateks menyerap air dan akibatnya kateter dapat
membengkak, sehingga mengurangi
diameter lumen internal dan
meningkatkan diameter eksternal. Telah
terbukti menyebabkan iritasi uretra dan
karenanya hanya dipertimbangkan
ketika kateterisasi cenderung jangka
pendek.
Hipersensitivitas terhadap lateks
telah meningkat dalam beberapa tahun
terakhir dan kateter lateks telah menjadi
penyebab kasus anafilaksis. Pasien harus

6
ditanya apakah pernah memiliki reaksi negatif terhadap produk karet sebelum kateter yang
mengandung lateks digunakan.

3. Kateter Teflon (Polytetrafluoroethylene: PTFE) atau Pelapis Silikon Elastomer


Lapisan teflon atau pelapis silikon elastomer diterapkan pada kateter lateks untuk
membuat bahan lateks tidak berpengaruh (inert) dan mengurangi iritasi uretra. Kateter
teflon direkomendasikan digunakan untuk jangka pendek dan kateter berlapis silikon
elastomer digunakan untuk kateterisasi jangka panjang.

4. Kateter Silikon
Silikon adalah bahan inert yang cenderung kurang menyebabkan iritasi uretra.
Kateter silikon tidak dilapisi, oleh karena itu memiliki lumen yang lebih luas. Lumen
kateter ini berbentuk bulan sabit atau huruf-D, yang dapat menyebabkan pembentukan
kerak. Karena silikon memungkinkan terjadinya difusi gas, balon dapat mengalami
pengempisan (deflasi) dan memungkinkan kateter terlepas sebelum waktunya. Kateter ini
lebih nyaman karena lebih kaku daripada jenis lateks. Kateter silikon cocok untuk pasien
dengan alergi lateks dan direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang.

5. Kateter Pelapis Hidrogel


Kateter terbuat dari lateks yang dikemas dalam lapisan polimer hidrofilik yang
biasanya digunakan untuk kateterisasi jangka panjang. Lapisan polimer dapat ditoleransi
oleh mukosa uretra, menyebabkan hanya sedikit iritasi. Kateter dengan pelapis hidrogel ini
menjadi lebih halus ketika direhidrasi, mengurangi gesekan dengan uretra. Jenis ini juga
inert dan dilaporkan tahan terhadap kolonisasi bakteri dan kerak dan direkomendasikan
untuk penggunaan jangka panjang.

6. Kateter Selaras (Conformable)


Kateter selaras dirancang agar sesuai dengan bentuk uretra perempuan, dan
memungkinkan pengisian kandung kemih parsial. Gerakan alami dari uretra terhadap
kateter (yang dapat kolaps) ini dimaksudkan untuk mencegah obstruksi. Jenis ini terbuat

7
dari lateks dan memiliki lapisan silikon elastomer. Kateter selaras 3 cm lebih panjang dari
kateter konvensional untuk perempuan.

7. Kateter dari Bahan lainnya


Penelitian jenis baru untuk bahan kateter terus berlangsung, terutama dalam
mencegah pembentukan biofilm (koloni bakteri yang berkembang dan mengganggu
permukaan kateter dan kantong urin) dan dapat mengurangi kasus infeksi saluran kemih .
Kateter yang dilapisi dengan perak telah terbukti dapat mencegah infeksi saluran
kemih. Namun, penelitian yang menunjukkan efek ini masih dalam skala kecil dan muncul
sejumlah pertanyaan mengenai efektifitas jangka panjang dan toksisitas perak. Argyria
adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh pengendapan perak lokal atau sistemik dalam
tubuh, dan dapat menimbulkan mual, sembelit dan kehilangan penglihatan malam.
Kateter yang dilapisi dengan antibiotik seperti gentamisin, rifampisin,
nitrofurazone dan nitrouroxone telah diteliti untuk mengurangi kasus infeksi saluran kemih
terkait kateter (catheter-associated urinary tract infections : CAUTI).
Implikasi biaya dalam penggunaan rutin kateter jenis ini akan menjadi besar.
Namun, sebuah tinjauan terbaru, menemukan bahwa lapisan perak (antiseptik) atau
nitrofurazone (antibiotik) pada kateter urin tidak mengurangi infeksi pada orang dewasa
yang dirawat di rumah sakit, dan kateter silikon dapat mengurangi efek yang merugikan
pada pria, namun bukti-bukti masih lemah. Uji coba dengan kateter khusus ini mungkin
tepat secara individu ketika jenis lain telah gagal dalam mengatasi infeksi berulang.

2.5 Ukuran

 Wanita dewasa  Kateter no 14/16


 Laki-laki dewasa  Kateter no 18/20
 Anak-anak  Kateter no 8/10

Wanita Laki-laki

Panjang uretra 3,7-6 cm 14-20 cm

8
Kateter yang masuk 5-7,5 cm 15-22,5 cm

Yang diberi jelly 3-4 cm 5-7,5 cm

2.6 Estimasi lamanya pemakaian kateter


1. Kateter yang menggunakan bahan yang terbuat dari plastik digunakan hanya untuk
periode yang singkat ( dibawah 1minggu ), karena bila lebih kateter tersebut menjadi
tidak fleksibel.
2. kateter yang terbuat dari bahan latex atau rubber, dapat dipertahankan di tubuh pasien
dengan jangka waktu 2 sampai 3 minggu.
3. kateter yang terbuat dari bahan silicon, mempunyai waktu yang lebih lama dan digunakan
pada pasien yang membutuhkan pemasangan kateter yang lama, biasanya dapat
dipertahankan 2 sampai 3 bulan. Kelemahannya otomatis barang bagus pasti mahal.
4. kateter dengan bahan dari PVC, dapat dipertahankan di dalam tubuh pasien dengan jarak
waktu 4 sampai 6 minggu, bahan ini lembut dan nyaman untuk uretra.

Yang terpenting disini bukan lamanya alat tersebut berada didalam tubuh pasien,
tetapi bagaimana alat tersebut dapat meminimalkan penderitaan pasien. Otomatis perlu
adanya peran perawat dalam melakukan perawatan pada alat tersebut untuk mencegah
jangan sampai alat tersebut menjadi sumber infeksi bagi pasien.

2.7 Indikasi Pemasangan Kateter


Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter dalam jangka waktu
yang pendek akan meminimalkan infeksi, metode pemsangan kateter sementara adalah
metode yang paling baik.
1. Kateter sementara
 Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi Vesika Urinaria
 Pengambilan urine residu setelah pengosongan Vsika Urinaria
2. Kateter tetap jangka pendek

9
 Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
 Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, urethra dan
organ sekitarnya.
 Preventif pada obstruksi urethra dari perdarahan
 Untuk memantau output urine
 Irigasi Vesika Urinaria

3. Kateter tetap jangka panjang


 Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI
 Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urine
 Klien dengan penyakit terminal

2.8 Indikasi Kateterisasi Uretra

1. Retensi urin akut dan kronis.


2. Menampung arus urin yang keluar terus menerus pada pasien dengan kesulitan
menahan kencing, sebagai hasil dari gangguan neurologis yang menyebabkan
kelumpuhan atau hilangnya sensasi yang mempengaruhi buang air kecil.
3. Perlu untuk pengukuran akurat dari output urin pada pasien dengan sakit kritis.
4. Penggunaan perioperatif untuk beberapa prosedur bedah.
5. Pasien yang menjalani operasi urologi atau operasi lain pada struktur yang berdekatan
pada saluran genitourinaria.
6. Durasi operasi yang diduga berkepanjangan.
7. Pemantauan output urin intra-operatif.
8. Untuk membantu dalam penyembuhan luka terbuka pada sakrum atau perineum pada
pasien yang juga mengalami inkontinensia.
9. Pasien memerlukan imobilisasi berkepanjangan.
10. Untuk memungkinkan irigasi/lavage kandung kemih.
11. Memfasilitasi lancarnya buang air kecil dan menjaga intergritas kulit (ketika
penanganan konservatif lain tidak berhasil).
12. Meningkatkan kenyamanan pasien (jika diperlukan).

10
13. Kontraindikasi Kateterisasi Uretra
14. Prostatitis akut
15. Kecurigaan trauma uretra

Gambar : Ilustrasi Prostitis akut

2.9 Indikasi Kateterisasi Suprapubik

Selain indikasi dari kateterisasi uretra, untuk indikasi pemasangan kateterisasi suprapubik
ditambah dengan indikasi berikut:

1. Retensi urin akut dan kronis yang tidak mampu secara memadai dikeringkan dengan
kateter uretra.
2. Disukai oleh pasien karena kebutuhan pasien, misalnya pengguna kursi roda atau
masalah seksual.
3. Prostatitis akut.
4. Adanya Obstruksi atau striktur ataupun anatomi yang abnormal dari uretra.
5. Trauma panggul.
6. Komplikasi jangka panjang dari kateterisasi uretra.
7. Ketika kateterisasi jangka panjang digunakan untuk mengelola pasien dengan
inkontinensia.
8. Kompleks uretra atau operasi perut.
9. Pasien dengan faecal inkotinensia yang selalu mengotori kateter uretra.

11
Gambar Pasien dengan kateter suprapubik

2.10 Kontraindikasi Kateterisasi Suprapubik


1. Adanya atau diduga menderita karsinoma kandung kemih.
2. Kontraindikasi mutlak dari kateterisasi suprapubik yaitu pada pasien dengan kandung
kemih yang tidak mudah teraba atau dengan menggunakan ultrasonografi tidak
ditemui adanya distensi kandung kemih.
3. Riwayat operasi perut bagian bawah sebelumnya.
4. Koagulopati (sampai kelainan tersebut diperbaiki).
5. Asites.
6. Perangkat prostetik di perut bagian bawah misalnya hernia mesh.
Keuntungan dari Kateterisasi SuprapubikPara ahli percaya bahwa ada beberapa keuntungan
dari pemasangan kateterisasi suprapubik jika dibandingkan dengan kateterisasi uretra:
1. Mengurangi risiko trauma uretra, nekrosis, atau kateter-induced uretritis.
2. Mengurangi risiko kontaminasi kateter oleh mikro-organisme usus.
3. Lebih nyaman, terutama bagi pasien yang harus menggunakan kursi roda.
4. Mudah dalam pembersihan dan penggantian kateter.
5. Dapat diblok dan dapat menilai kemampuan pasien untuk mengeluarkan urin melalui
uretra secara normal sebelum pencabutan kateter suprapubik.
Keterbatasan Kateterisasi Suprapubik
1. Pemasangan kateter merupakan prosedur invasif dengan risiko perdarahan dan cedera
visceral.
2. Urin pasien masih mungkin keluar melalui uretra.

12
3. Pelatihan khusus diperlukan bagi tenaga kesehatan.
4. Pasien dengan katup jantung buatan memerlukan terapi antibiotik sebelum prosedur
pemasangan atau pada saat penggantian kateter rutin.
5. Pasien dengan terapi antikoagulan akan membutuhkan pemeriksaan tingkat koagulasi
sebelum pemasangan kateter suprapubik.

Dalam melakukan pemasangan kateter urine di perlukan kemampuan dengan tetap


memperhatikan kehati-hatian, karena bisa saja komplikasi itu terjadi di akibatkan dari
pemasangan kateter itu sendiri. Di bawah ini beberapa komplikasi yang diakibatkan dari
pemesangan kateter :

1. Apabila dalam pemasangan kateter tidak berhati-hati bisa saja menyebabkan luka atau
bahkan perdarahan pada uretra
2. Balon pada uretra jika dikembangkan sebelum memasuki buli-buli maka akan
menyebabkan perdarahan juga pada uretra
3. Nekrosis atau kematian pada uretra juga dapat saja terjadi jika ukuran kateter yang di
masukan terlalu besar.
4. Proses pemasangan kateter juga dapat menimbulkan infeksi uretra dan buli-buli.

Karena pemasangan kateter itu termasuk tindakan invasif, yang di mana kateter
merupakanbenda asing yang masuk ke dalam kandung kemih dengan melawati uretra dan
buli-buli, tentu pasien akan merasakan nyeri bahkan dapat menimbulkan komplikasi
serius, tindakan kita sebagai perawat dalam hal ini adalah:

Memberikan masukan kepada pasien untuk banyak minum air putih, hal ini bertujuan agar urine
tetap cukup sehingga tidak terjadi pengendapan kotoran yang dapat mengendap dalam kateter.

1. Jangan membiarkan urine bag terlalu penuh, harus selalu di kosongkan secara teratur.
2. Memberikan arahan kepada pasien atau keluarga nya agar tidak mengangkat urine
bag terlalu tinggi dari tubuh pasien hal ini bertujuan agar urine tidak kembali lagi ke
buli-buli.
3. Membersihkan darah, nanah, sekret atau kotoran dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala.

13
Lamanya pemasangan kateter juga harus kita perhatikan, jika kateter sudah terlalu lama kita harus
mengganti nya dengan yang baru, paling tidak 2 minggu sekali.

14
2.11 Prosedur pemasangan kateter
A. Persiapan Pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
B. Persiapan Alat
1. Bak instrumen berisi :
a. Poly kateter sesuai ukuran 1 buah
b. Urine bag steril 1 buah
c. Pinset
d. Duk steril
e. Kassa steril yang diberi jelly
2. Sarung tangan steril
3. Kapas sublimat dalam kom tertutup
4. Perlak dan pengalasnya 1 buah
5. Sampiran
6. Cairan aquades atau Nacl
7. Plester
8. Gunting verband
9. Bengkok 1 buah
10. Korentang pada tempatnya

15
C. Prosedur Pada Pasien Wanita
1. Cek kebutuhan pasien
2. Jelaskan tindakan yang
akan dilakukan
3. Pasang sampiran (penutup
ruangan)
4. Dekatkan alat

5. Gunakan APD
6. Petugas cuci tangan
7. Pasang selimut extra, pasang pengalas, lalu buka
pakaian bawah pasien.
8. Atur posisi
9. Buka kemasan kateter, urine bag, dan
spuit ( tetap jaga dalam keadaan steril )
10. Dekatkan kapas DTT
11. Gunakan Hand scoon

12. Lakukan vulva hygine dengan kapas DTT


13. Olesin katetetr dengan jelly.
14. Lakukan komunikasi dengan baik, lalu masukan kateter
dengan cara berlahan kedalam uretra

16
15. Setelah masuk kedalam kandung kemih, kembangkan
balon pada ujung katetetr dengan cara memasukakan
cairan melalui spuit 5-15 cc lalu hubungkan ujung
kateter dengan urine bag.
16. Lalu pasang plester di bagian paha pasien agar pasien
merasa nyaman
17. Lalu angkat perlak dan ganti selimut dengan selimut
yang bersih
18. Atur posisi pasien
19. Pasang kembali pakaian pasien
20. Rapikan alat-alat
21. Petugas cuci tangan sesudah melakukan tindakan
22. Catat tindakan dan hasil tindakan.

17
D. Prosedur Pada Pasien Pria
1. Letakan perlak di bawah pantat klien
2. Pakaikan selimut mandi, sehingga hanya area perineal yang keliatan
3. Atur posisi klien: Pasien Terlentang (supinasi)
4. Letakan bengkok/bedpan diatas perlak
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Bersihkan daerah meatus dengan antiseptic (kapas sublimate) dan pinset
7. Pegang daerah dibawah gland penis, preputium ditarik keatas
8. Lepaskan sarung tangan bersih
9. Pakai sarung tangan steril
10. Pasang duk berlubang steril
11. Pegang daerah gland penis, preputium ditarik kebawah (dengan tangan kiri)
12. Memberi jelly pada kateter (kurang lebih 12,5-17,5 cm)
13. Masukan kateter (pria : sepanjang 18-20 cm sampai urine keluar)
14. Jika waktu memasukan kateter terasa adanya tekanan jangan dilanjutkan
15. Selama pemasangan kateter anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam
16. Isi balon kateter dengan aquadest sebanyak 10-20cc
17. Tarik kateter sampai ada tahanan balon
18. Lepas duk
19. Lepas sarung tangan
20. Fiksasi kateter dengan menggunakan plester
21. Gantung urine bag dengan posisi rendah daripada vesicaurinaria
22. Kembalikan posisi klien senyaman klien
23. Ganti selimut mandi klien dengan selimut tidur, jika perlu ganti pakaian
24. Bereskan alat
25. Mencuci tangan
26. Catat prosedur dan respon pasien.

2.11 Pelepasan kateter

A. PERALATAN :
1. Perlak dan pengalas

18
2. Sarung tangan
3. Spuit 10 atau 20 cc
4. Bengkok/nierbeken

B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
3. Tahap Kerja
a. Memasang sampiran/menjaga privacy
b. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan melepaskan pakaian
bawah pasien
c. Memasang perlak, pengalas
d. Memasang selimut mandi
e. Memakai sarung tangan
f. Melepas plester dan membersihkan sisa plester
g. Siapkan spuit 10 cc
h. Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya
i. Menarik kateter perlahan-lahan hingga lepas, pasien diminta nafas dalam dan
rileks
j. Mengalirkan urine sisa ke kantongMenggulung kateter dan memasukkan ke tempat
sampah
k. Merapikan pasien agar nyaman kembali
l. Rapihkan alat-alat
4. Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

19
b. Berpamitan dengan klien Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan/Dokumentasi tindakan.

2.12 Pemeliharaan kateter


Perawatan kateter urine sangat penting dilakukan pada klien dengan tujuan untuk
mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang pada
salur an kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia
perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin,
menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan
tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran
penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka
waktu 7-12 hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian
kateter urine tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan
bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama 12
hari. Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter urine
telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan otot
sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma
berlebihan.

Langkah-langkah untuk mencegah infeksi terkait kateter :

1. Sistem kateter harus tetap tertutup.


2. Durasi pemasangan kateter haruslah seminimal mungkin.
3. Antiseptik atau antibiotik topical pada kateter, uretra, atau meatus tidak direkomendasikan,
4. Walaupun keuntungan profilaksis antibiotik dan antiseptik telah terbukti, tidak
direkomendasikan
5. Pelepasan kateter sebelum tengah malam setelah prosedur operasi non-urologi mungkin
bermakna
6. Pada pemasangan jangka panjang sebaiknya kateter diganti secara teratur, walaupun belum
ada bukti ilmiah interval penggantian kateter, dan
7. Terapi antibiotik kronis tidak disarankan.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Keimpulan

Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih
kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi
urine, inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan
katerisasi

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para tenaga kesehatan maupun mahasiswa kesehatan
dapat lebih mengetahui dan menerapkan cara pemasangan kateter sesuai dengan kompetensi dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.

21
Daftar Pustaka

Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah.2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia
: Jakarta : EGC

Uliya, Musrifatul, Dkk. Keterampilan Dasar Praktik Klinik : Salemba Medika

http://www.scribd.com/doc/245337076/Cara-Pemasangan-Dan-Pelepasan-Kateter#scribd

http://www.slideshare.net/petergiarso/kateterisasi-10201196

http://www.scribd.com/doc/169797922/Kateter-pdf#scribd

http://repository.usu.ac.id/.pdf

thesis.umy.ac.id/datapublik/t12597.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai