Disusun Oleh :
S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiraat Tuhan Yang Mahsakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan laporan pekerjaan ini. Atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini
yang berjudul Laporan Pendahuluan Praktikum Pemasangan Kateter.
2
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria
B. Konsep Dasar Pemasangan Kateter
C. Asuhan Keperawatan
D. Prosedur Tindakan Pemasangan, Perawatan, dan Pelepasan Kateter
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kateter urin adalah sebuah alat berbentuk tabung yang dipasang pada
bagian tubuh manusia untuk mengalirkan, mengumpulkan dan mengeluarkan urin
dari kandung kemih (Anonim, 2005)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PPEMBAHASAN
a. Ginjal (Kidney)
Ginjal berbentuk seperti kacang, terdiri dari 2 bagian kanan dan kiri. Produk
buangan (limbah) hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah melewati arteri
renalis kemudian difiltrasi di ginjal. Sekitar 20 % - 25 % curah jantung
bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap 1 ginjal mengandung 1-4 juta nefron
yang merupakan unit pembentukan urine di Glomerulus. Kapiler glomerulus
memiliki pori-pori sehingga dapat memfiltrasi air dan substansi seperti
glukosa,asam-amino, urea, kreatinin dan elektrolit. Kondisi normal, protein
ukuran besar dan sel-sel darah tidak difiltrasi.
Bila urine terdapat protein ( proteinuria), hal ini bertanda adanya cedera
pada glomerulus. Rata-rata Glomerular Filtrasi Rate (GFR) normal pada orang
dewasa 125 ml permenit atau 180 liter per 24 jam. Sekitar 99 % filtrat
direabsorpsi seperti ke dalam plasma, sedang 1 % di ekskresikan seperti ion
hidrogen, kalium dan amonia sebagai urine.
b. Ureter
5
d. Uretra
1.Definisi:
Kateter urin adalah sebuah alat berbentuk tabung yang dipasang pada bagian
tubuh manusia untuk mengalirkan, mengumpulkan dan mengeluarkan urin dari
kandung kemih (Anonim, 2005). Kateterisasi urinarius aalah memasukkan kateter
melalui urethra ke dalam kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urine
(Potter&Perry 2000)
Kateter ini adalah kateter urin yang berguna untuk mengeluarkan urin
sementara atau sesaat. Kateter jenis ini mempunyai bermacam-macam ukuran,
semakin besar ukurannya semakin besar diameternya. Pemasangan melalui uretra.
6
3). Kateter suprapubik dengan bungkus Silver alloy,
Merupakan kateter paling baru yang dibungkus dengan perak bagian luar
maupun bagian dalamnya. Perak mengandung antimikroba yang efektif, tetapi
karena penggunaan perak sebagai terapi antimikroba belum sistematik, maka
penggunaan jenis kateter inipun masih terbatas dan belum jelas keakuratannya.
Pemasangan kateter, sementara ini baru dapat dilakukan oleh dokter urologi dalam
kamar operasi sebagai tindakan bedah minor (Saint, no date)
3. Indikasi
4. Kontra Indikasi
7
1. Mengalami retensi urin, yakni kondisi ketika kandung kemih tidak dapat
kosong seutuhnya.
2. Sedang tidak boleh banyak bergerak, misalnya akibat cedera atau usai
operasi.
3. Frekuensi buang air kecil, jumlah urin yang keluar, dan aliran urin perlu
dimonitor, misalnya pada pasien penyakit ginjal.
4. Memiliki kondisi medis yang memerlukan pemasangan kateter, seperti
cedera saraf tulang belakang, multiple sclerosis, dan demensia.
C. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Biasanya berisikan tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, diagnose medis
dan tanggal masuk serta tanggal pengakajian dan identitas penanggung jawab.
2) Keluhan utama
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien,
biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya berupa
rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-
sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik. Dan biasanya jika klien
mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri pinggang.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang
meliputi keluhan pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah
keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing
dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik. Dan
biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya sakit
kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri
pinggang. Pengkajian nyeri dilakukan dengan cara PQRST : P (pemicu) yaitu
faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Q (quality) dari nyeri,
apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri. T (time) adalah lama/waktu
serangan atau frekuensi nyeri.
8
c) Riwayat kesehatan keluarga Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang
biasanya dapat meperburuk keadaan klien akibat adanya gen yang membawa
penyakit turunan seperti DM, hipertensi dll. ISK bukanlah penyakit turunan
karena penyakit ini lebih disebabkan dari anatomi reproduksi, higiene seseorang
dan gaya hidup seseorang, namun jika ada penyakit turunan di curigai dapat
memperburuk atau memperparah keadan klien.
f) Data tumbuh kembang Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil
pengkajian dengan mengumpulkan data lumbang dan dibandindingkan dengan
ketentuaketentuan perkembangan normal. Perkembangan motorik, perkembangan
bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan
kepribadian dan perkembangan sosial.
2) Makan dan minum Frekuensi makan dan minum dan berkurang karena
adanya mual dan muntah
3) Eliminasi
d) Nyeri suprapubik
4) Istirahat dan tidur Gangguan tidur karena seringnya BAK, adanya rasa
nyeri dan rasa mual muntah.
9
7) Kebersihan dan kesegaran tubuh
4) Pemeriksaan Fisik
h) Perut Inspeksi : frekuensi napas meningkat Perut Palpasi : distensi abdomen &
nyeri tekan suprapubik.
10
5) Pemeriksaan Penunjang
2) Pemeriksaan secara mikro skopik dikatakan positif bila terdapat piuria (> 2000
leukosit/ml) pada pasien dengan gejala ISK
3) Pemeriksaan urinalisis:
a) Keruh
b) Bakteri
c) Pituria
b. Diagnosa keperawatan
c. Intervensi Keperawatan
11
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
15. Anjurkan ibu atau keluarga klien untuk melakukan hand hygine.
2. Nadi dan RR dalam rentang normal (nadi 60-100) (RR 16-24). 3. Tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
12
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
13
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan mual, muntah. Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan
klien masalah kebutuhan ciaran adekuat dengan Kriteria Hasil:
5. Resiko infeksi b/d dengan port de entry kuman. Setelah dilakukan tindakan
1x24 jam diharapkan klien Infeksi tidak terjadi dengan Kriteria Hasil:
14
4. Mencegah perpindahan mikroorganisme yang ada di anus agar
kebersihan perineal agar tetap kering dan bersih keringkan depan sampai ke
belakang
8. Batasi pengunjung.
d. Implementasi keperawatan
e. Evaluasi keperawatan
Menurut sumber Asmadi, (2008 ) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara
hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
15
pengkajian ulang (reassessment). Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatifini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008).
16
a). Pemasangan Kateter pada Wanita
1. Membuka labia minora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, dan
tangan kanan
2. memengang kapas sublimat.
3. Membersihkan vulva dengan kapas savlon/sublimat dari labia mayora dari
atas
4. kebawah 1 kali usap, kapas kotor diletakkan dibengkok, kemudian labia
minora, dan
5. perineum sampai bersih (sesuai kebutuhan) .
6. Dengan memakai sarung tangan atau dengan pinset anatomis mengambil
kateter dan diberi pelumas pada ujungnya 2.5-5 cm.
7. Perawat membuka labia minora dengan tangan kiri.
8. Memasukkan kateter ke dalam orificium uretra perlahan-lahan (5-7.5 cm
dewasa) dan menganjurkan pasien untuk menarik nafas panjang.
9. Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau botol steril dan
masukan lagi.
10. Bila kateter dipasang tetap/permanen maka, isi balon 5-15 cc (kateter
dikunci memakai spuit dan aquades steril).
11. Tarik sedikit kateter untuk memeriksa bolan sudah terfiksasi dengan baik.
12. Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
13. Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk aktifitas.
14. Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan selimut.
15. Rapikan dan alat-alat dibereskan.
16. Lepas sarung tangan.
17. Mencuci tangan.
18. Buka sampiran.
17
12. Mencuci tangan.
13. Buka sampiran.
14. Sikap Ketika Melakukan Pemasangan Kateter
15. Menunjukkan sikap sopan dan ramah.
16. Menjamin Privacy pasien.
17. Bekerja dengan teliti.
18. Memperhatikan body mechanism
19. Setelah selesai, penting untuk menanyakan keadaan serta kenyamanan
pasien setelah dilakukan tindakan pemasangan kateter. Lalu, lakukan
observasi pengeluaran urine seperti (jumlah urin, warna urin, dan bau
urin).
Kateter tidak bisa selamanya dipasang secara permanen, hal ini karena
kateter juga bisa kadaluarsa, sehingga pemakaian dalam jangka waktu yang
panjang akan mengakibatkan gangguan eliminasi. Maka dari itu, Kateter harus
diganti setelah 3 sampai 4 hari setelah dilakukan pemasangan kateter.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
18
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Perry. 2000. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar, Edisi 3.
Jakarta: EGC
http://www.scrib.com/doc/52297240/LP-Kateter
19