Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG PEMASANGAN KATETER


Di RUMAH SAKIT IBNU SINA PADANG

OLEH :
RIVA AKVA WAHYUNI
(2114901037)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


PROFESI NERS
2021
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian

1. Identitas Diri Klien


Nama : Ny.H
Tempat / Tgl Lahir : 09-08-1980
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Kawin : Sudah Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : D3 Perawat
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Pasaman
2. Identitas Keluarga Klien
Keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi ( orang tua, suami, istri )
Nama : Masril
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pasaman
3. Alasan Masuk :
Pasien datang ke rumah sakit tanggal 13 oktober 2021 pada pukul 15.30 wib
dengan keluhan klien mengatakan merasakan sakit pada ari-ari sudah seminggu yang
lalu
4. Riwayat Kesehatan sekarang
Pada tgl 13 oktober 2021 pukul 22.00 wib pasien dilakukan operasi kista
ovarium, setelah post operasi terdapat luka post operasi dibagian perut, klien
mengatakan nyeri pada luka post operasi dengan skala nyeri 3, klien mengatakan
nyeri timbul seperti ditusuk dan nyeri yang dirasakan hanya pada bagian bekas
operassi saja.

B. Diagnosa keperawatan
1. dengan Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi
Intervensi :
a. lakukan pengkajian nyeri seperti komprehensif
b. berikan analgetik
Implementasi
a. skin tes antibiotik ceftriaxon
b. memberikan anlgetik :
RL = DS (3:1) 30 tetesan
Evaluasi
P: Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi
Q: pasein mengatakan rasa nyeri timbul seperti ditusuk-tusuk
R: pasien mengatakan rasa nyeri hanya pada daerah luka post operasi saja
S: skala nyeri 3
T: klien mengatakan rasa nyeri muncul saat bergerak dan kadang datang secara
tiba-tiba.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Pemasangan kateter


Pemasangan kateter atau kateter urine adalah suatu tindakan suatu tindakan yang
invasif dengan cara memasukkan selang ke dalam kandung kemih dan untuk membantu
proses pengeluaran urin dalam tubuh (Mobalen, Tansar, & Maryen, 2019). Kateterisasi
uretra yaitu suatu metode primer dekompresi kandung kemih dan menjadi alat diagnostik
pada keadaan retensi urin akut (Semaradana, 2014).
Selain itu, kateter juga sering digunakan dalam berbagai prosedur medis, seperti:
1. Proses persalinan dan operasi caesar.
2. Perawatan intensif yang membutuhkan pemantauan keseimbangan cairan tubuh.
3. Proses pengosongan kandung kemih sebelum, saat, atau sesudah operasi.
4. Saat pemberian obat langsung ke dalam kandung kemih, misalnya karena adanya
kanker kandung kemih.
B. Tujuan pemasangan Kateter
Pemasangan kateter urine mempunyai berbagai tujuan, diantaranya ;
1. Menghilangkan distensi pada kandung kemih
2. Mengosongkan kandung kemih secara lengkap
3. Eksplorasi uretra apakah terdapat seanosis atau lesi
4. Mengetahui residual urine setelah miksi
5. Memasukan kontras kedalam buli – buli
6. Mendapatkan specimen urine steril
7. Therapeutic : memenuhi kebutuhan eliminasi urine
8. Kateterisasi menetap ( indwelling catherezation )
9. Kateterisasi sementara ( intermitter catherization )
10. Kateter untuk dewasa, kateter foley (straight tip) ukuran 16F-18F
11. Untuk dewasa dengan gross hematuria, kateter foley ukuran 20-24F.
12. Ukuran kateter untuk anak-anak 8-10F
C. Indikasi Pemasangan Kateter
Indikasi pemasangan kateter terbagi menjadi dua, yang pertama indikasi diagnostik
untuk keperluan penegakan diagnosa, dan indikasi terpi atau untuk pengobatan.
1. Indikasi Diagnostik Pemasangan Kateter :
 Mengambil spesimen urin tanpa terkontaminasi
 Monitoring dari produksi urin (urine output), sebagai indikator status cairan dan
menilai perfusi renal (terutama pada pasien kritis)
 Pemeriksaan radiologi pada saluran kemih
 Diagnosis dari perdarahan saluran kemih, atau obstruksi saluran kemih (misalnya
striktur atau hipertropi prostat) yang ditandai dengan kesulitan memasukkan kateter
2. Indikasi Terapi Pemasangan kateter :
Kateterisasi uretra digunakan sebagai terapi pada kondisi berikut:
 Retensi urin akut (misalnya pada benign prostatic hyperplasia, bekuan darah,
gangguan neurogenik)
 Obstruksi kronik yang menyebabkan hidronefrosis, serta tidak dapat diperbaiki
dengan obat atau tindakan bedah
 Inkontinensia urin yang tidak tertangani dengan terapi lainnya, yang juga dapat
menyebabkan iritasi pada kulit sekitar kemaluan
 Inisiasi irigasi kandung kemih berkelanjutan
 Dekompresi intermiten pada gangguan kandung kemih neurogenik
 Pemeliharaan kondisi higiene atau sebagai terapi paliatif (pasien terminal) pada
kondisi pasien yang memerlukan istirahat (bedrest) dalam waktu lama
D. Kontraindikasi Pemasangan Kateter
Kateterisasi uretra dikontraindikasikan pada pasien dengan gejala trauma pada
traktus urinarius bagian bawah, misalnya terjadi robekan pada uretra. Kondisi ini dapat
ditemukan pada pasien laki-laki yang mengalami trauma pelvis atau straddle-type injury.
Gejala yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah ditemukannya prostat yang
meninggi (high-riding) atau edema, hematom di perineum, atau keluarnya darah dari
lubang uretra. Apabila kondisi ini ditemukan maka harus dilakukan pemeriksaan
uretrogram untuk menghindari terjadinya robekan pada uretra sebelum dilakukan
pemasangan kateter.

E. Jenis-Jenis Kateter dan Cara Penggunaannya


Berdasarkan jenis dan indikasinya, ada kateter yang langsung dilepas beberapa
menit setelah penggunaan, ada juga yang baru dilepas setelah beberapa jam, hari, atau
bahkan dalam jangka waktu yang lebih lama. Namun pada dasarnya, semua jenis kateter
memiliki fungsi yang sama, yaitu mengalirkan urine yang sudah terkumpul di kandung
kemih untuk dibuang dari tubuh. Hanya saja modelnya berbeda. Berikut ini adalah
beberapa jenis kateter urine:
1. Intermittent Catheter
Kateter ini digunakan bila Anda memerlukan kateter untuk sementara. Kateter ini
biasa dipakai untuk pasien pascaoperasi atau pasien yang enggan membawa kantong
penampung urine. Prosedur penggunaannya bisa dipasang melalui uretra hingga mencapai
kandung kemih. Kemudian, air seni akan keluar melalui kateter dari kandung kemih dan
ditampung di kantong penampung urine atau kantong drainase.
2. Indwelling Catheter

Jenis kateter ini hampir sama dengan intermittent catheter yang ditujukan untuk
pemakaian sementara waktu. Hanya saja, kateter jenis ini dilengkapi dengan balon kecil
yang berfungsi mencegah kateter bergeser dan keluar dari tubuh. Balon tersebut akan
dikempiskan dan dikeluarkan ketika kateter sudah selesai digunakan. Kateter jenis ini
dipasang dengan dua cara. Pertama, dipasang melalui uretra. Air seni akan keluar melalui
kateter dari kandung kemih dan ditampung di kantong penampung urine. Cara kedua,
kateter dimasukkan melalui lubang kecil yang dibuat di perut. Cara kedua ini hanya dapat
dilakukan di rumah sakit dengan prosedur sterilisasi yang tepat.
3. Condom Catheter
Kateter jenis ini harus diganti tiap hari. Bentuknya menyerupai kondom yang
dipasang pada bagian luar penis. Fungsinya sama dengan kateter pada umumnya yaitu
mengalirkan air seni ke kantong drainase.Kateter jenis ini biasa digunakan pada pria yang
tidak memiliki gangguan di saluran kemih, namun memiliki gangguan mental atau psikis,
seperti demensia (pikun). Kateter umumnya aman untuk digunakan. Meski begitu, ada hal
yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan kateter, yaitu kebersihannya.
Kebersihan kateter harus selalu dijaga untuk mencegah terjadinya infeksi, terutama jenis
indwelling urinary catheter yang sering dikaitkan dengan penyakit infeksi saluran kemih.
F. Alat dan Bahan Pemasangan kateter
1. Handshoen steril
2. Kateter steril sesuai ukuran dan jenis
3. Urobag
4. Doek lubang steril
5. Jelly
6. Larutan antiseptic + kassa steril
7. Perlak dan pengalas
8. Bengkok
9. Spuit10 cc
10. aquades
11. Urinal bag
12. Plester / hypavik
13. Gunting
G. Prosedur Pemasangan Kateter Urine secara Umum
1. Tahap Pra Interaksi
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
 Memberikan salam dan menyapa nama pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
 Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien
3. Tahap Kerja
 Cuci tangan
 Berikan salam dan memperkenalkan diri
 Identifikasi pasien
 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Tanyakan persetujuan dan kesediaan pasien sebelum kegiatan dilakukan dan
menandatangani inform consent
 Jaga privacy pasien
 Alat-alat didekatkan ke pasien
 Pasang perlak dan pengalas dibawah bokong pasien
 Cuci tangan
 Baca bismillah
 Lakukan vulva hygiene (lihat SPO vulva hygiene)
 Passang handscoon steril
 Pasang duk lobang
 Beri pelumas pada ujung kateter 2,5 – 5 cm
 Masukkan kateter 5-7,5 cm bisa sampai urin keluar yang ditampung dengan bengkok,
sambungkan kateter dengan urin bag
 Isi balon dengan aquades sesuai ukuran
 Fixsasi kateter dipertengahan paha dan buat tanggal pemasangan
 Angkat perlak dan buka handscoon
 Baca hamdalah
 Rapikan pasien dan alat-alat
 Cuci tangan
4. Tahap Terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan yang baru dilakukan
 Merapikan pasien dan lingkungan
 Berpamitan dengan klien
 Membereskan alat-alat dan kembalikan alat ketempat semula
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan

H. Komplikasi Kateterisasi Uretra


Terdapat beberapa risiko komplikasi yang mungkin terjadi selama pemasangan
kateter uretra, yaitu:
1. Balon yang dikembangkan rusak atau pecah ketika sedang memasukan kateter. Apabila
hal ini terjadi, operator harus mengeluarkan semua fragmen balon yang pecah
2. Balon tidak mengembang setelah kateter telah terpasang. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan pengembangan balon sebelum dimasukan ke dalam uretra.
Apabila balon tidak dapat mengembang, maka operator harus mengganti kateternya
dengan yang baru
3. Urin berhenti mengalir ke dalam kantung urin, sehingga operator perlu memeriksa
posisi dari kateter dan kantung kemih untuk menghindari terjadinya obstruksi di
sepanjang selang kateter
4. Aliran urin tersumbat, maka dokter harus mengganti kateter, kantung urin, atau
keduanya
5. Risiko infeksi akan meningkat seiring bertambahnya hari penggunaan kateter sejak
pemasangan dilakukan
6. Apabila balon dikembangkan sebelum mencapai kandung kemih, maka risiko
perdarahan atau ruptur dari uretra dapat terjadi
7. Spasme kandung kemih dapat terjadi ketika kateter sudah terpasang. Kondisi ini
muncul ketika perasaan berkemih muncul dan dapat disertai rasa nyeri. Seringkali, urin
akan keluar di luar selang kateter bila spasme muncul. Kondisi ini membutuhkan terapi
untuk mengurangi spasme yang terjadi.
Komplikasi utama yang dapat terjadi pada pemasangan kateter adalah infeksi dan
trauma. Setelah 48 jam pemasangan kateter, kebanyakan bakteri akan mulai berkolonisasi
di dalam kateter, yang dapat memicu terjadinya infeksi. Komplikasi yang dapat timbul
akibat kateter uretra yang terpasang di antaranya:
2. Masalah pada kateter: alergi terhadap bahan kateter, kebocoran urin, obstruksi kateter
3. Masalah pada uretra: striktur uretra, perforasi uretra, perdarahan
4. Masalah saluran kemih lainnya: infeksi pada saluran kemih, termasuk uretritis, sistitis,
pielonefritis, dan bakteremia transien, parafimosis yang disebabkan oleh kegagalan kuit
preputium untuk kembali ke posisi awal setelah dilakukan pemasangan kateter, batu
saluran kemih, gross hematuria, kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal umumnya terjadi
pada pasien yang menggunakan kateter uretra secara jangka panjang.

I. Antisipasi Komplikasi
Apabila terjadi komplikasi pada pasien pasca pemasangan kateter, dapat dilakukan
antisipasi dengan beberapa hal berikut:
a. Obstruksi
Material yang dapat menyumbat kateter biasanya mengandung bakteri,
glikokaliks, protein hingga endapan kristal. Pasien yang mengalami obstruksi, akan
mengekskresikan kalsium, protein dan musin dalam jumlah yang lebih banyak. Irigasi
dapat mencegah terjadinya obstruksi berulang. Apabila tetap terjadi obstruksi meski
irigasi dilakukan, kateter yang mengalami obstruksi harus diganti dengan yang baru.
b. Kebocoran Urin
Spasme kandung kemih, adalah penyebab yang sering kali menimbulkan
kebocoran. Hal ini disebabkan karena tekanan yang dihasilkan oleh spasme kandung
kemih akan mengurangi kapasitas irigasi melalui kateter, sehingga menimbulkan
kebocoran. Kebocoran yang disebabkan oleh spasme tidak boleh diatasi dengan
menggunakan kateter dengan diameter yang lebih besar. Pemberian antispasmodik
dapat secara efektif mengatasi spasme yang terjadi sehingga mengembalikan fungsi
otot detrusor yang terganggu
c. Kolonisasi dan Infeksi
Kateterisasi jangka panjang, dapat menimbulkan kolonisasi bakteri dalam
jangka waktu 6 minggu pemasangan. Kejadian bakteriuria tidak memerlukan
pemberian antibiotik karena profilaksis antibiotik justru dapat meningkatkan risiko
terjadinya resistensi. Terapi antibiotik sebaiknya hanya diberikan pada pasien yang
menunjukan gejala infeksi saluran kemih. Lama pemberian terapi antibiotik dilakukan
paling sedikit 10 hari pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Mobalen, Tansar, & Maryen. (2019). Perbedaan Pemasangan Kateter dengan menggunakan
jelly yang dimasukkan uretra dengan jelly yang dioleskan di kateter terhadap tingkat
nyeri pasien di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong, Nuesing Arts.
https://doi.org/10.36741/jna.v13i2.90

Semaradana, W. G. (2014). Infeksi Saluran Kemih Akibat Pemasangan Kateter Diagnosis


Dan Penatalaksanaan. Continuing Professional Defelopment IAI.

SPO Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang Yarsi Sumbar.

Anda mungkin juga menyukai