Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIV-AIDS (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS-ACQUIRED


IMMUNODEFICIENCY SYNDROM)”

OLEH :
Cindy Novrita Malkam
2114901007

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep ) (Ns. Farida Kurniati, S. Kep )

Pembimbing Akademik Pembimbing Akademik

( Ns. Wilyadi Rasyid,M.Kep, Sp.Kep, M.B) (Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mengenai “Hiv-Aids
(Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrom)” dengan
tepat waktu.Tugas ini disusun guna memenuhi tugas siklus interne Program Studi
Pendidikan Profesi Ners STIKes Alifah Padang.Penyusunan tugas ini tentu tidak
lepas dari kontribusi dan bantuan berbagai pihak.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan dari
teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga
menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar
meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam proses penyusunan tugas ini dari awal hingga akhir.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya

Padang, November 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii


DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi HIV-AIDS....................................................... 3
2.2 Pengertian HIV-AIDS.................................................................... 4
2.3 Etiologi HIV-AIDS........................................................................ 4
2.4 Klasifikasi HIV-AIDS................................................................... 6
2.5 Manifestasi Klinis HIV-AIDS....................................................... 7
2.6 Patofisiologi HIV-AIDS................................................................ 11
2.7 Komplikasi dan Prognosis HIV-AIDS.......................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang HIV-AIDS.............................................. 15
2.9 Penatalaksanaan Medis HIV-AIDS............................................... 16
2.10Cara Pencegahan Terjadinya HIV-AIDS....................................... 20
BAB III PATHWAY HIV-AIDS.............................................................. 26
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengakajian..................................................................................... 27
4.2 Diagnosa Keperawatan................................................................... 31
4.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 32
4.4 Implementasi Keperawatan............................................................. 43
4.5 Evaluasi........................................................................................... 43
BAB V Penutup
5.1Kesimpulan ..................................................................................... 44
5.2 Saran .............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu
penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan
imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma
sekunder dan menisfetasi neurologis (Kumar, 2014). HIV/AIDS merupakan
salah satu penyakit yang mengancam hidup manusia. Saat ini tidak ada
negara yang terbebas dari HIV/AIDS. Epidemiologi HIV pertama
diidentifikasi pada tahun 1983. Derajat kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh HIV dan dampak global dari infeksi HIV terhadap sumber
daya penyedia kesehatan dan ekonomi sudah meluas dan terus berkembang.
HIV telah menginfeksi 50-60 juta orang dan menyebabkan kematian pada
orang dewasa dan anak-anak lebih dari 22 juta orang. Lebih dari 42 juta orang
hidup dengan infeksi HIV dan AIDS, yang kira-kira 70% berada di Afrika
dan 20% berada di Asia, dan hampir 3 juta orang meninggal setiap tahun.
Penyakit ini sangat berbahaya karena sekitar setengah dari 5 juta kasus baru
setiap tahun terjadi pada dewasa muda, yaitu 15 – 24 tahun (Kumar, 2014).
HIV/AIDS dimata dunia dipandang sebagai penyakit yang
mematikan, menjijikkan dan menakutkan sehingga banyak orang takut akan
penyakit tersebut, termasuk untuk merawat orang dengan penyakit
HIV/AIDS. Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada
perawatan pasien dengan HIV/AIDS khususnya dalam memfasilitasi dan
mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi
dengan sakitnya dan pemberian dukungan sosial, berupa dukungan
emosional, perawatan pasien, dan pemberian informasi kepada pasien. Pada
makalah ini, kelompok memaparkan tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan HIV/AIDS (Kumar, 2014).

1
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan pada
pasien dengan HIV/AIDS.
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar dari HIV/AIDS (definisi, etiologi,
epidemiologi, tanda dan gejala, komplikasi, prognosis, patofisiologi,
pengobatan, penatalaksanaan medis, dan pencegahan).
2. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS
(Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi, Evaluasi).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


HIV (Human Immunodeficiency Virus) termasuk salah satu retrovirus
yang secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus
ARN hewan yang mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu
enzim, yaitu enzim transkriptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN
(sebagai cetakan) menjadi rantai ganda kopian ADN (cADN). Selanjutnya,
cADN bergabung dengan ADN inang mengikuti replikasi ADN inang. Pada
saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN virus ikut
mengalami replikasi (Duarsa, 2016).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus
dan sel yang terinfeksi (Duarsa, 2016).

3
2.2 Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus
Lentivirus.10,17 Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh
menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi (Smeltzer,
2001). Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS
(Acquired Imunnodeficiency Syndrome). Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh
HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi
oportunistik, neoplasma sekunder dan menisfetasi neurologis. HIV telah
ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune Deficiency Syndrom
(AIDS) (Kumar,2015).

Gambar 2.1 Virus HIV


2.3 Etiologi HIV-AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahu 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo
di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama Virus dirubah menjadi HIV.

4
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentunknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
lymfosut T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-
4.Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus
yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dalam keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang
setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut
(Duarsa, 2016).
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian ini berbentuk silindris tersusun
atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dang liprotein (gp
41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor lymfosit (T4) yang
rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia ,
maka HIV termasuk virus sensitis terhadap pengaruh berbagai desinfektan
seperti eter, asetor, alcohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relative
resisten terhadap radiasi dan sinae ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah,
saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga
ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak (Nursalam.
2016).
Jenis Virus RNA dalm Proses replikasinya harus membuat sebuah
salinan Deoxyribo Nuclleic Acid (DNA) dari RNA yang ada di dalam virus.
Gen DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti
halnya virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel induk. Di
dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat
salinan RNA, yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni antarai lain reverse
transcriptase, integrase dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk
kerucut terdiri atas sekitar 200 kopi p24 protein virus. Dikenal dua tipe HIV
yaitu HIV -1 yang ditemukan pada tahun 1983 dan HIV- 2 ditemukan pada
tahun 1986. Pada pasien AIDS di Afrika Barat. HIV-1 dan HIV-2 mempunyai
struktur yang hampir sama tetapi mempunyai perbedaan struktur genom.

5
HIV-1 mempunyai gen vpu tetapi tidak punya vpx, sedangkan HIV-2
sebalinya, peberbedaan Struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan
mempunyai peranan dalam menentukan patogenenitas dan perbedaan
perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV. Karena HIV-1 yang lebih sering
ditemukan, maka penelitian-penelitian klinis dan laboratoris lebih sering
dilakukakan terhadap HIV-1. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan
progresifitas penyakit infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan
berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya
penurunan drastis sel T dari darah tepi (Hermawati, 2016).
2.4 Klasifiasi HIV-AIDS
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for
Disease Control) dibagi atas empat tahap, yakni:
1. Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan
muncul setelah 2-4 minggu terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa
demam, ruam merah pada kulit, nyeri telan, badan lesu, dan
limfadenopati. Pada tahap ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan
karena keluhan menyerupai banyak penyakit lainnya dan hasil tes
serologi standar masih negatif (Grimes, 2015).
2. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi
gejala asimtomatis. Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan
penderita bisa tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun
atau lebih. Berbeda dengan anak- anak, fase ini lebih cepat dilalui
(Grimes, 2015).
3. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di
dua tempat selain limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena
jaringan limfe berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV.
PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV asimtomatis.
Pembesaran menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan
(Grimes, 2015).

6
4. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) Hampir semua orang
yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat pengobatan, akan
berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV bergantung pada
karakteristik virus dan hospes. Usia kurang dari lima tahun atau lebih
dari 40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik merupakan
faktor penyebab peningkatan progresivitas. Bersamaan dengan
progresifitas dan penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan
terhadap infeksi. Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional,
seperti demam dan penurunan berat badan, yang tidak jelas
penyebabnya. Beberapa penderita lain mengalami diare kronis dengan
penurunan berat badan. Penderita yang mengalami infeksi oportunistik
dan tidak mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya akan
meninggal kurang dari dua tahun kemudian (Grimes, 2015).
Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan
serologis antibodu HIV masih menunjukkan hasil negative, sementara
virus sebenarnya telah ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yang
disebut window period (periode jendela), orang yang telah terinfeksi ini
sudah dapat menularkan kepada orang lain walaupun pemeriksaan anti
bodi HIV hasilnya negative, periode ini berlangsung selama 3-12
minggu. Sebenarnya telah ada pemeriksaan laboratorium yang dapat
mendeteksi, yaitu pemeriksaan kadar antigen p24 yang meningkat
bermakna. Tetapi pemeriksaan ini mahal dan masih terbatas yang dapat
melaksanakannya (Grimes, 2015).
2.5 Manifestasi Klinis HIV-AIDS
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV.
Gejalanya meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit
tenggorokan(nyeri saat menelan), batuk, nyeri persendian, diare,
pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit
(makula / ruam).Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan tes
HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala
minor (Kesehatan RI, 2016).

7
a. Gejala Mayor
1) Berat badan turun >10% dalam 1 bulan
2) Diare kronik >1 bulan
3) Demam berkepanjangan >1 bulan
4) Penurunan kesadaran
5) Demensia / HIV ensefalopati
b. Gejala Minor
1) Batuk menetap >1 bulan
2) Dermatitis generalisata (peradangan kulit yang menyebabkan gatal) 
3) Herpes Zooster multisegmental dan berulang
Herpes zoster biasanya menyebabkan ruam lepuh yang
mengikuti jalan saraf yang memanjang dari sumsum tulang belakang
(dikenal sebagai pola dermatomal). Walaupun sering kali sakit,
herpes zoster biasanya jinak; biasanya dapat terjadi selama tiga
sampai empat minggu tanpa menyebabkan masalah serius atau
masalah jangka panjang, Namun, terkadang, penyakit ini dapat
menjadi rumit dengan kambuhan, kerusakan organ tubuh dan pola
dermatomal ganda.
Herpes zoster telah menjadi lebih umum di antara orang
yang hidup dengan HIV, terutama di kalangan anak muda dengan
HIV dibandingkan dengan orang yang dicocokkan dengan usia yang
sama dari populasi umum. Pada beberapa tahun setelah tersedianya
kombinasi terapi antiretroviral, studi tidak menunjukkan bahwa
risiko herpes zoster menurun. Faktanya, beberapa peneliti
menyarankan bahwa insidensi ini mungkin meningkat karena Odha
hidup lebih lama dan karena herpes zoster dapat menjadi efek
samping dari sindrom pemulihan kekebalan tubuh yang terjadi di
antara orang dengan CD4 yang rendah yang menanggapi dengan
baik terhadap antiretroviral.

8
4) Kandidiasis orofaringeal (penyakit jamur pada rongga mulut dan
kerongkongan)
Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau
kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-
kadang dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah
rasa tidak enak dan terbakar ada mulut serta perubahan rasa.
Candidiasis oral tergolong dalam mucocutaneous candidiasis.
Mucocutaneous candidiasis pada infeksi HIV terdiri atas tiga bentuk
antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan vulvovaginal.
Oropharyngeal candidiasis (OPC) adalah manifestasi yang pertama
kali muncul dari infeksi HIV dan secara umum terdapat pada
mayoritas penderita HIV yang tidak diobati. Pada beberapa bulan
sampai tahun setelah terinfeksi virus HIV muncul infeksi
oportunistik berupa orofaringeal candidiasis yang mungkin
merupakan suatu tanda atau indikasi dari kehadiran/munculnya virus
HIV, walaupun pada umumnya tidak berhubungan dengan keadaan
umum pasien. OPC secara klinis adalah penting untuk mencurigai
adanya infeksi virus HIV. OPC pada penderita AIDS tidak berespons
dengan pengobatan atau dengan upaya peningkatan gizi (pemberian
gizi yang adekuat) dan dapat menyebar ke esophagus
5) Herpes simpleks kronis progresif
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang
menulari manusia. Serupa dengan herpes zoster, herpes simpleks
menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama
biasanya gatal-gatal dan kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan
lepuh yang membuka dan menjadi sangat sakit. Infeksi ini dapat
dorman (tidak aktif) dalam sel saraf selama beberapa waktu. Namun
tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat aktif tanpa
gejala atau tanda kasatmata. Herpes simpleks tidak termasuk infeksi
yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi HIV dan
herpes simpleks bersamaan lebih mungkin mengalami jangkitan

9
herpes lebih sering. Jangkitan ini dapat lebih berat dan bertahan lebih
lama dibandingkan dengan orang tidak terinfeksi HIV.
6) Limfadenopati generalisata (pembesaran di semua kelenjar limfa) 
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran
getah bening (sistem limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat
sebagai kelenjar getah bening menjadi bengkak, sering tanpa rasa
sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi sistem
kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, yaitu HIV.
7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan
oleh jamur Candida albicans. Pada keadaan normal, jamur ini
terdapat di kulit maupun di dalam liang kemaluan perempuan. Tetapi
pada keadaan tertentu, jamur ini meluas sedemikian rupa sehingga
menimbulkan keputihan.
Gejalanya berupa keputihan berwarna putih seperti susu,
bergumpal, disertai rasa gatal panas dan kemerahan pada kelamin
dan di sekitarnya.
8) Retinitis virus sitomegalo
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah virus yang
dapat mengakibatkan infeksi oportunistik . Virus ini sangat umum.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat mengendalikan virus ini,
sehingga tidak mengakibatkan penyakit.
Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat
menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi
antiretroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada
Odha secara bermakna. Namun, kurang lebih 5% Odha masih
mengalami penyakit CMV.
Beberapa tes HIV adalah Full Blood Count (FBC), pemeriksaan fungsi
hati, pemeriksaan fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin,
pemeriksaan feses lengkap. Pemeriksaan Penunjang adalah tes antibody
terhadap HIV, Viral load, CD4/CD8.

10
2.6 Patofisiologi HIV–AIDS
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai
retrovirus yang menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi
genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam
deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk
peluru yang terpancung di mana p24 merupakan komponen structural yang
utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein
gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan
dengan sel-sel CD4 positif adalah gp120 dari HIV. Sel CD4 positif mencakup
monosit, makropag dan limfosit T4 helper (dinamakan sel-sel CD4 + jika
dikaitkan dengan infeksi HIV) (Nasronudin, 2017).
Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara
ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper,
dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double stranded DNA (DNA utau ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan
kemudian infeksi yang permanen (Nasronudin, 2017).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh
antigen, mitogen, sitogen (TNF alfa atau interleukin I) atau produk gen virus
seperti : CMV(cytomegalovirus), virus Epstein Barr, herpes simplek dan
hepatitis. Sebagai akibatnya pada sel T4 yang terifeksi diaktifkan, replikasi
serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 dihancurkan. HIV yang
baru ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi CD4+
lainnya. Jika fungsi limfosit T4 terganggu mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi
dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul
sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik
(Nasronudin, 2017).Infeksi monosit dan makrofag berlangsung secara

11
persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel –
sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi
dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk
menginfeksi berbagai jaringan tubuh (Nasronudin, 2017).
2.7Komplikasi dan Prognosis
Menurut (Nasronudin, 2017), komplikasi yang dapat terjadi pada
penderit HIV/AIDS adalah:
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
Pneumocystis pneumonia (PCP) merupakan penyakit oportunistik
pada infeksi HIV (human immunodefi ciency virus) yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci. Infeksi Pneumocystis pneumonia terjadi bila
kadar CD4 penderita kurang dari 200 sel/mm3. Profi laksis diberikan bila
kadar CD4 pada penderita HIV kurang dari 200 sel/mm3. Obat yang
digunakan untuk pengobatan PCP antara lain trimetoprim-
sulfametoksazol, primakuin, klindamisin, atavaquon, pentamidin.
b. Tuberculosis (TBC)
Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan infeksi yang
menyerang tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat melemahkan sistem
kekebalan, dan menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun biasanya
setelah sembuh, CD4-nya naik lagi. Tetapi bila sistem kekebalan seorang
Odha harus melawan infeksi lain, serangannya terhadap HIV berkurang,
dan viral load juga akan naik. TB dianggap IO, tetapi penyakit akibat TB
dapat muncul dengan jumlah CD4 yang tinggi termasuk pada orang
dengan HIV.
c. Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu
jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi
HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamurkandidiasis) atau
virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan
oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

12
d. Diare
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat
terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit
yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan
Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus
(seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium
complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab
kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-
obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari
infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga
merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk
menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada
stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk
terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta
mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang
berhubungan dengan HIV.
e. Tksoplasmositis
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku
karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang
disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi
rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmositis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya
menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma
ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit
pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges
(membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur
Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit
kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan
dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

13
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
Leukoensefalopati multifocal prigesif adalah penyakit demielinasi,
yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang
menutupi serabut sel syaraf (akson). sehingga merusak penghantaran
impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC. yang 70Vo populasinya
terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten. dan meny'ebabkan
penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah. sebagaimana,yang
teriadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan
menyebar (multilokal). sehingga biasam amenyebabkan kematian dalam
waktu sebulan setelah diagnosis.
g. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum
menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada
sejumlah pemuda homoseksual tahun l98l adalah salah satu pertanda
pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamily
gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang.iuga.disebut
virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncnl di
kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan. tetapi dapat menverang organ
lain. terutama mulut. saluran pencemaan. dan paru-paru.
h. Kanker getah bening
Kanker getah bening adalah kanker yang menverang sel darah putih
dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. misalnya seperti limfbda
Burkitt (Burkitt'.s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt'.s-like
lymphoma). difussi large B-cell Ivmphoma (DLBCL), dan limfoma
sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang
terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi
(prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus. limfoma adalah tanda
utama AIDS. l-idfbma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-
Ban atau virus herpes Sarkoma Kaposi.Kanker leher rahim pada wanita
yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan
oleh virus papiloma manusia.

14
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV).
Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim
wanita. Hampir seluruh kanker Rahim sdisebabkan oleh infeksi Hman
Papillona Virus( HPV).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang
berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau
vagina.Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim
dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut
(Hermawati, 2011).
a. Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan Rapid tes untuk
melakukan uji tapis. Saat ini tes yang cukup sensitif dan juga memiliki
spesifitas yang tinggi. Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan
menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda untuk
meminimalkan adanya hasil positif palsu yaitu ELISA. Rapid Tes
hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.
b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap
adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih
jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji
ELISA mungkin masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien
terinfeksi. Karena hasil positif palsu dapat menimbulkan dampak
psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang dan
apabila keduanya positif maka dilakukan uji yang lebih spesifik yaitu
Western Blot.
c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan
untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak
ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila
hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif.
Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama.
Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot
harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien
dianggap HIV negatif.

15
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV
sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan
bila tes yang lain tidak jelas.
2.9 Penatalaksanaan Medis HIV AIDS
1. Penatalaksanaan HIV/AIDS di UPIPI (Nasronudin, 2017).
a. Penatalaksanaan Umum
Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan
mikronutrien untuk penderita HIV&AIDS, konseling termasuk
pendekatan psikologis dan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat
antara lain membiasakan senam seperti yang dilakukan di UPIPI.
b. Penatalaksanaan Khusus
Pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi
sekunder sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi.
Terapi menurut WHO (2006) yaitu Terapi Antiretroviral (ARV).
Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita
yang dicurigai, tetapi perlu menempuh langkah-langkah yang arif dan
bijaksana, serta mempertimbangkan berbagai faktor, dokter telah memberikan
penjelasan tentang manfaat, efek samping, resistensi dan tata cara
penggunaan ARV, kesanggupan dan kepatuhan penderita mengkonsumsi obat
dalam waktu yang tidak terbatas, serta saat yang tepat untuk memulai terapi
ARV (Nasronudin, 2017).
Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita dewasa menurut
WHO (2006).
Stadium Pemeriksaan CD4 tidak Pemeriksaan CD4 dapat
Klinis dapat dilakukan dilakukan
WHO
I ARV belum Terapi bila CD4 <200 sel/mm3
direkomendasikan
II ARV belum Mulai terapi bila CD4
direkomendasikan <200 sel/ mm3
III Mulai terapi ARV Pertimbangkan terapi bila
CD4 <350 <200 sel/ mm3 acd dan

16
mulai ARV sebelum CD4
turun <200 sel/ mm3
IV Mulai terapi ARV Terapi
tanpa
mempertimbangkan
jumlah CD4
Menurut Duarsa Wirya, 2016, belum ada penyembuhan untuk penyakit
HIV/IDS, tetapi apabila telah terinfeksi virus ini maka perlu dilakukan:
a. Pengendalian infeksi opurtunistik
Tujuan pemberian pengendali infeksi opurtunistik adalah untuk
menghilangkan, mengendalikan, dan memulihkan infeksi
opurtunistik,nnasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Terapi ini sebagai obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi antiviral baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah:
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidin
d. Vaksin dan rekonstruksi virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan

17
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS (Duarsa, 2016).
2. Pengobatan
Secara umum pengobatannya dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pre exposure prophylaxis (PrPP) untuk pasangan HIV negative
Trials diantara pasangan serodiskordan telah menunjukkan
bahwaobat antiretroviral yang diambil oleh pasangan HIV negative
dapat efektif dalam mencegah penularan HIV dari pasangan HIV
positif. Hal ini dikenal sebagai profilaksis pra-pajanan (PrPP). WHO
merekomendasikan bahwa Negara-negara melaksanakan proyek
percontohan pada PrPP untuk pasangan serodiskordan dan pria serta
wanita transgender yang berhubungan seks dengan laki-laki sebelum
keputusan dibuat tentang kemungkinan penggunaan yang lebih luas dari
PrPP (Kemenkes RI, 2016).
b. Post Exposure Prophylaxis untuk HIV (PEP)
Post exposure prophylaxis (PEP) adalah penggunaan obat ARV
dalam waktu 72 jam dari paparan HIV untuk mencegah infeksi. PEP
sering dianjurkan untuk petugas kesehatan seperti risiko terkena jarum
suntik di tempat kerja. PEP meliputi konseling, perawatan pertolongan
pertama, tes HIV, dan tergantung pada tingkat risiko. Post–exposure
prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah
terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi pada saat
melakukan pekerjaan (Kemenkes RI, 2016).
Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka
suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang
bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk
mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk
PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah

18
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari
PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah
terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan
bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya
pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif
100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan
untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang
mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan
dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut
ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
Non-Nucleoside Reverse-Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
diperkenalkan pada tahun 1998. Gangguan kulit dan hepar merupakan
efek samping utama pada pemberian NNRTI. Obat ini akan berikatan
dengan enzim reverse transcriptase sehingga dapat memperlambat
kecepatan sintesis DNA HIV atau menghambat replikasi virus.
NNRTI memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur
dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim
tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan

19
kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel
tuan rumah dan dilepaskan. Inhibitor protease bekerja berdasarkan
pengenalan rangkaian asam amino dan pembelahan protein HIV. Agen
ini berguna mencegah pembelahan sel yang terinfeksi HIV sehingga
menghambat pembentukan virion baru. Inhibitor protease memiliki
aktivitas yang poten terhadap HIV dan pengobatan dengan agen ini
menurunkan insidens kematian pasien terinfeksi HIV. Erupsi obat
yang terjadi pada penggunaan inhibitor protease sekitar 5% (Kemenkes
RI, 2016).
2.10Pencegahan HIV-AIDS
Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika
seseorang belum terinfeksi HIV/AIDS, yaitu (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Departemen
RI, 2016 yaitu:
a. Pahami HIV/AIDS dan ajarkan pada orang lain
Memahami HIV AIDS dan bagaimana virus ini ditularkan merupakan
dasar untuk melakukan tindakan pencegahan.
b. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah
Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang pasangan,tidak
berhubungan dengan orang lain. Hubungan seks dengan sembarang
orang akan menjadikan pelaku seks bebas ini sangat beresiko terinfeksi
HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV/AIDS patner seks
sangatlah penting.
c. Gunakan jarum suntik yang baru dan steril
Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum
suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki status HIV
positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU
(Injection Drug User).

20
d. Gunakan kondom berkualitas
Penggunaan kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah
penularan HIV AIDS melalui seks.
e. Lakukan sirkumsisi
Penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutes of Health (NIH)
menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53%
lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
f. Lakukan tes HIV secara berkala
Jika seseorang tergolong dalam resiko tinggi, sebaiknya melakukan tes
HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali.
Untuk meminimalkan potensi penyebaran HIV dari pengguna NAPZA
suntik ke masyarakat umum perlu dilaksanakan beberapa upaya seperti
penggunaan alat suntik yang steril, detoksifikasi dan mencari pengganti
suntikan, pendidikan menyeluruh mengenai dampak buruk NAPZA dan
HIV/AIDS, mengurangi peredaran NAPZA, kampanye pemakaian kondom
dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kondom, dan peningkatan
peran aktif masyarakat dalam pemberantasan NAPZA serta menerima bekas
pengguna NAPZA yang telah sembuh tanpa diskriminasi (Nasronudin, 2017).
Selain itu ada pencegahan jangka pendek dan jangka panjang
(Nasronudin, 2017) yaitu:
a. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek
Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE,
memberikan informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola
penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah
pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV melalui hubungan
seksual, melaui darah, dan melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada
bayinya.
1) Pencegahan Infeksi HIV Melalui Hubungan Seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti
berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan
darah. HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke
wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui

21
cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya
pencegahan adalah dengan cara :
a) Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat
efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks
merupakan kebutuhan biologis.
b) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra
seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami)
c) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
d) Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi
tertular AIDS.
e) Tidak melakukan hubungan anogenital.
f) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan
seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan
pengidap HIV.
2) Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan :
a) Transfusi darah yang mengandung HIV.
b) Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik)
bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan
dengan baik.
c) Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang
yang mengidap virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui
darah adalah:
a) Darah yang digunakan untuk community diusahakan bebas
HIV dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih
belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi
serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di Indonesia
masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan
uji petik.

22
b) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak
menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak,
menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai
harus di buang.
c) Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan
secara baku setiap kali habis dipakai.
d) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS
harus disterillisasikan secara baku.
e) Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan
kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta
menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama.
f) Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
g) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
3) Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut
kepada janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam
kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan
himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil. Upaya yang
perlu untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi,
meliputi (Grimes, 2015):
1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif
3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif
ke bayi yang dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:
a) Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif
b) Layanan konseling dan tes HIVsecara sukarela (VCT)
c) Pemberian obat antiretrovirus (ARV)
d) Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta
pemberian makanan bayi

23
e) Persalinan yang aman.
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan
kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
5. Tidak memberikan ASI kepada bayi yang lahir dari ibu yang
mengalami HIV
6. Melakukan teknik persalinan yang aman yaitu dengan teknik
persalinan caesar.
b. Upaya pencegahan AIDS jangka panjang
Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah
karena hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS
yang menimpa orang Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar
negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan orang asing. Upaya
jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya
AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan
yang meningkatkan norma-norma agama sehingga masyarakat dapat
berperilaku seksual yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan
perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah:
1. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.
2. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia
dan tidak terinfeksi HIV (monogamy).
3. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.
4. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih
dari satu mitra seksual.
5. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
6. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular
AIDS.
7. Tidak melakukan hubungan anogenital.
8. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.
Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama,
penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui
penataran P4 dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta
norma-norma agama menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab.

24
Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu
mencegah penyebaran penyakit AIDS di Indonesia.

25
BAB III
WOC

Virus HIV masuk ke dalam tubuh


manusia

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4 (Limfosit T4,


Monosit, Sel Dendrit, Sel Langerhaens)

Mengikat molekul CD4

Sel limfosit T4 hancur


Dilakukan pemeriksaan dan
divonis (+) HIV/AIDS Imunitas tubuh menurun

Dijauhi oleh masyarakat

Hambatan Isolasi
Sosial

Infeksi Oportunistik Respon mediator Suhu tubuh


Hipertermi
inflamasi meningkat

Sistem pernafasan Sistem pencernaan Sistem Integumen Sistem Perubahan Kurang terpapar
neurologis persepsi terhadap informasi
Infeksi jamur penyakit
Peradangan pada
jalan nafas pada mulut
Infeksi flora Peradangan
normal di usus pada kulit Infeksi sistem saraf
pusat dan tepi

Ansietas
Banyak sekret di Infeksi meluas ke Peristaltik usus Timbul lesi atau
jalan nafas kerongkongan meningkat bercak putih
Penurunan Kurang
Obstruksi jalan nafas kesadaran, kejang Pengetahuan
Sulit menelan Diare
oleh sekret, sesak Timbul Rasa Timbul dan nyeri kepala
Gatal dan bersisik perasaan malu
Anoreksia pada kulit Nyeri Akut
Diare lama dan
Bersihan Jalan
berulang
Nafas Tidak Efektif
Intake menurun, Kerusakan
nutrisi tidak Integritas Kulit
Risiko Gangguan Citra
Pola Nafas terpenuhi, BB
Ketidakseimbangan Tubuh Kerusakan memori
Tidak Efektif menurun
Elektrolit

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
Tubuh

Sumber : Grimes, 2015

26
BAB IV
ASKEP TEORITIS

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan


yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi
sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh
komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi
penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2016).

Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :

1. Pengkajian
a. IdentitasKlien

Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,


agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
b. Keluhanutama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori
ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada
pasien HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus,
penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan,
infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida
Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatansekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV
AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien
yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.
d. Riwayat kesehatandahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau

27
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatankeluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua
yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidupsehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian,
BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan
melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh
keluarga atau perawat.
b. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari
10% BB).
c. PolaEliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
d. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari
yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi
pasien terhadap penyakitnya.
e. Pola aktivitas danlatihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan
masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya

28
ataupun karena kondisi tubuh yanglemah.
f. Pola presepsi dan konsepdiri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.
g. Pola sensorikognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan,
dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola hubunganperan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang
dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau
harga diri rendah.
i. Pola penanggulanganstres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah
dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan,
perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
j. Pola reproduksiseksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
k. Pola tata nilai dankepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan
pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.

29
3. PemeriksaanFisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampaklemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor
bahkancoma.
c. Vital sign:
TD : Biasanya ditemukan dalam batasnormal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensipernafasanmeningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badantetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil
isokor, reflek pupilterganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cupinghidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukkankandidiasi.
i. Leher : Kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukankelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada
pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas(dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yangHiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi
(lesi sarkomakaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
dingin.

30
Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penyakit paru
obstruksikronis
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri,keletihan
3. Diare berhubungan denganinfeksi
4. Defisit cairan berhubungan dengan kehilangan cairanaktif
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif, kehilangan berlebihan melalui diare, berat badan ekstrem, faktor
yang mempengaruhi kebutuhan status cairan: hipermetabolik,
6. Ketidak seimbangan cairan elektrolit berhubungan dengandiare
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare,muntah
8. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, ketidak mampuanmenelan.
9. Nyeri kronis berhubungan dengan agencedera;bilogis
10. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera;biologis
11. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme
12. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan nutrisi,
penurunanimunologis
13. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,
perubahan turgor kulit, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, faktorimunologi
14. Resiko infeksi berhubungan dengan, imunosupresi, malnutrisi, kerusakan
integritaskulit.
15. Keletihan berhubungan dengan status penyakit, peningkatan kelelahan fisik,
malnutrisi, ansitas, depresi,stres
16. Kelelahan berhubungan dengan prosespenyakit
17. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkaiitpenyakit
18. Gangguan citra tubuh berhubungan denganbiofisik
19. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citratubuh
20. Isolasi sosial berhubungan dengan stigma, gangguan harga diri.
(Nanda Internasional,2014)

31
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


(SLKI) (SIKI)
Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Menajemen jalan nafas
nafas tidak efektif tindakan Observasi
keperawatan 1. Monitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman,
diharapkan status
usaha nafas)
pernafasan tidak 2. Monitor bunyi nafas
terganggu dengan tambahan(mis. Gurgling,
kriteria hasil : mangi, wheezing, ronkhi)
3. Monitor sputum
1) Deviasi ringan Terapeutik
dari kisaran 1. Pertahankan kepatenan
normal jalan nafas dengan head tilt
frekuensipernafa dan chin lift
san 2. Posisikan semi fowler atau
2) Deviasi ringan fowler
dari kisaran 3. Berikan minum hangant
normal 4. Lakukan fisioterapi dada
Iramapernafasa 5. Lakukan penghisapan
n lender kurang dari 15 detik
3) Deviasi ringan 6. Lakukan hiperoksigenasi
dari kisaran sebelum penghisapan
normal suara endotrakeal
auskultasinafas 7. Berikan oksigen
4) Deviasi ringan Edukasi
dari kisaran 1. Anjurkan asupan cairan
normal 200 ml/hari, jika tidak
kepatenan jalan kontraindikasi
nafas 2. Ajarkan teknik batuk
5) Deviasi ringan efektif
dari kisaran Kolaborasi
normal saturasi 1. Kolaborasi pemberian
oksigen bronkodilator, ekspektoran,
6) Tidak ada mukolitik, jika perlu
retraksi
dindingdada

2. Diare Setelah dilakukan Manajemen diare


tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifiasi penyebab diare
2. Identifikasi riwayat
diharapkan
pemberian makanan
Definisi : Pasase eliminasi usus tidak
3. Monitor warna, volume,
fases yang lunak terganggu dengan frekuensi, dan konsistensi

32
dan tidak kriteria hasil : tinja
4. Monitor tanda dan gejala
berbentuk 1) Pola eliminasi hipovolemia, TD, turgor
Batasan tidak terganggu kulit, mukosa mulut,
2) Suara bising CRT, BB
Karakteristik : usus tidak 5. Monitor jumlah
1) Nyeri terganggu pengeluaran diare
abdomen 3) Diare tidak ada Terapeutik
2) Sedikitny 1. Berikan asupan cairan oral
a tiga kali Setelah dilakukan 2. berikan cairan intravena
defekasi tindakan 3. Ambil sampel darah
per hari keperawatan lengkap
3) Bising diharapkan tidak 4. ambil sampel feses
usus Edukasi
terjadi keparahan
hiperaktif 1. Anjurkan makanan porsi
infeksi dengan kecil dan sering
Situasional : kriteria hasil : 2. Anjurkan menghindari
makanan mengandung
1) Penyalahguna 1) Malaise tidakada gas, pedas, dan laktosa
an alkohol 2) Nyeri tidakada
Kolaborasi
Depresi jumlah sel 1. Kolaborasi pemberian obat
Fisiologis darhputih pengeras fese,
1) Proses antimotilitas
Infeksi
3. Resiko Setelah dilakukan Pemantauan elektrolit
tindakan Observasi
ketidakseimbang
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
an elektrolit ketidakseimbangan
diharapkan
elektrolit
keseimbangan 2. Monitor mual, muntah dan
Definisi : cairan tidak diare
terganggu dengan 3. monitor kehilangan cairan
peurunan cairan
kriteria hasil : 4. monitor tanda dan gejala
intravaskuler, hipokalemia dan
1) Tekanan darah hiperkalemia
interstisial, tidak terganggu Terapeutik
dan/atau intra 2) Keseimbangan 1. Atur interval waktu
intake dan pemantauan sesuai dengan
seluler. Ini output dalam kondisi pasien
mengacu pada 24 jam tidak 2. Dokumentasikan hasil
terganggu pemantauan
dehidrasi, 3) Berat badan Edukasi
kehilangan cairan stabil tidak 1. Jelaskan prosedur dan
terganggu tujuan pemantauan
saja tampa 4) Turgor kulit
perubahan pada tidak
terganggu
natrium

33
4. Deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
Observasi
Definisi : asuhan tindakan
keperawatan 1. Identifikasi status
kebutuhan tubuh nutrisi
diharapkan Status
2. Identifikasi alergi
tidak cukup untuk nutrisi : Asupan
3. Identifikasi kebutuhan
memenuhi nutrisi dapat kalori dan jenis
ditingkatkan dengan makanan
kebutuhan
kriteria hasil : 4. Monitor asupan
metabolik makanan
1) Asupan kalori 5. Monitor berat badan
Batasan sebagian besar Terapeutik
karekteristik : adekuat 1. Fasilitasi pedoman diet
2) Asupan protein 2. Berikan makanan
1) Nyeri sebagian besar tinggi serat
abdomen adekuat 3. Berikan makan tinggi
2) Menghindari 3) Asupan lemak kalori dan protein
makan sebagian besar Edukasi
3) Berat badan adekuat 1. Anjurkan posisi duduk
20% atau lebih 4) Asupan 2. Ajarkan diet yang
dibawah berat karbohidrat diprogramkan
baadanideal sebagian besar Kolaborasi
4) Diare adekuat 1. Kolaborasi dengan ahli
5) Bising usus 5) Asupan vitamin gizi untuk menentukan
hiperaktif sebagian besar jumlah kalori dan jenis
6) Penurunan adekuat nutrient yang
berat badan 6) Asupan mineral dibutuhkan
dengan asupan sebagian besar
yangadekuat adekuat
7) Membran
mukosa pucat
8) Ketidak
mampuan
memakan
makanan
9) TonusototMenur
un
10) Sariawan
rongga mulut
Kelemahan otot
untuk menelan
Faktor
Berhubungan :

1) Faktorbiologis
2) Ketidak

34
mampuan
untuk
mengabsorbsi
nutrien
3) Ketidak
mampuan
untuk
mencerna
makanan
4) Ketidak
mampuan
menelan makan
5. Nyeri akut Setelah dilakukan Menajemen Nyeri
Definisi : tindakan keperawatan Observasi
1. identifikasi lokasi,
diharapkan kontrol karakteristik, durasi,
pengalaman
nyeri dapat frekuensi, kualitas,
sensori dan dipertahankan dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: 2. identifikasi skala nyeri
emosional yang 3. identifikasi respons nyeri
1) Secara non verbal
tidak konsisten 4. identifikasi faktor yang
menyenangkanyan menunjukkan memperberat dan
menggunakan memperinagn nyeri
g muncul tindakan Terapeutik
akibat kerusakan pengurangan - Berikan teknik
(nyeri) tanpa nonfarmakologiuntuk
jaringan yang analgesik mengurangi rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
aktual atau 2) Secara Edukasi
konsisten - Jelaskan penyebab,
potensial atau di menunjukkan periode, dan pemicu nyeri
gambarkan dalam Menggunakan - Anjurkan menggunakan
analgesik yang analgetik secara tepat
hal kerusakan direkomendasi Kolaborasi
sedemikian kan - Kolaborasi pemberian
3) Melaporkan analgetik
rupa nyeri
terkontrol 1.
(International
be
Association for the
2.
Study of Paint); fas
awitan yang tiba –
tiba atau lambat
dariintensitas
ringanhingga berat
dengan akhir yang

35
dapat di
antisipasi
atau
diprediksi dan
berlangsung <6
bulan
Batasan
Karakteristik :
1) Perubahan
selera makan
2) Perubahan
tekanan darah
3) Perubahan
frekuensi
jantung
4) Perubahan
frekuensi
pernafasan
5) Laporan
isyarat
6) Diaforesis
7) Perilaku
ditraksi (mis;
berjalan
mondar
mandir,
mencari orang
lain dan/ atau
aktifitas lain,
aktivitas yang
berulang)
8) Mengekpresik
an prilaku
(misal gelisah
merengek,
menangis,
waspada,
iritabilitas,
mendesah)
9) Masker wajah
(mis; mata
kurang
bercahaya,
tampak kacau,
gerakan mata

36
berpancar atau
tetap pada satu
fokus,
meringis)
10) Sikap
melindungi
area nyeri
11) Gangguan
presepsi nyeri,
hambatan
proses berfikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan
lingkungan)
12) Indikasi nyeri
yang dapat
diamati
13) Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri
14) Sikap tubuh
melindungi
15) Dilatasi pupil
16) Melaporkan
nyeri secara
verbal
17) Fokus pada
dirisendiri
18) Gangguan
tidur

ImplementasiKeperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan atau
intervensi.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan sesusai dengan kriteria hasil yang ditetapkan

37
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit
T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). HIV dapat
menyebabkan infeksi oportunistik yang berat. Terapi menurut WHO (2006)
yaitu Terapi Antiretroviral (ARV). Pemberian ARV tidak serta merta segera
diberikan begitu saja pada penderita yang dicurigai, tetapi perlu menempuh
langkah-langkah yang arif dan bijaksana, serta mempertimbangkan berbagai
faktor, dokter telah memberikan penjelasan tentang manfaat, efek samping,
resistensi dan tata cara penggunaan ARV, kesanggupan dan kepatuhan
penderita mengkonsumsi obat dalam waktu yang tidak terbatas, serta saat
yang tepat untuk memulai terapi ARV (Nasronudin, 2017).
5.2 Saran
1. Untuk perawat
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan
kepada pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar
keamanan pasien dan keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis
pada pasien, perawat juga harus mampu melakukan asuhan keperawatan
terhadap masalah psikologis dan social dari pasien.
2. Untuk masyarakat
Masyarakat dihimbau agar tetap waspada pada penyakit HIV, senantiasa
menjaga kesehatan dan menghindari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terinfeksi virus HIV. Masyarakat juga harus memberikan
dukungan kepada orang-orang yang terkena HIV karena mereka
membutuhkan dorongan dari orang sekitar selama hidupnya, bukan
mengisolasi dan mengucilkan di lingkungan tempat tinggal dan di
masyarakat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn, dkk, 2015, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Duarsa, Wirya. 2016. Penyakit Menular seksual Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 2015, Infectious Diseases, Mosby
Year Book, Toronto.
Hermawati, Pian. 2016. Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS
Masyarakat dengan Interaksi Sosial ODHA. 34
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Laporan Triwulan 1.
Kumar, Vina, Cotran, et al. 2016. Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7 Vol. 2.
Jakarta : EGC pp 367-378
Nursalam & Kurniawati. 2016. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi.
Jakarta: Salemba Medika.
Nasronudin. 2017. HIV & AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan
Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
PPNI.(2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI

39

Anda mungkin juga menyukai