Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PEMASANGAN DAN PERAWATAN


KATETER PADA ANAK”
DOSEN PENGAMPU : Dr. Andi Fatmawati,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An.

KELOMPOK IV

SYERINA (PO.71.20.12.0.008)
NUR FALIZA (PO.71.20.12.0.021)

POLTEKKES KEMENKES PALU JURUSAN KEPERAWATAN


PRODI D III KEPERAWATAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pemasangan dan perawatan
kateter pada anak”ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas “Dr. Andi
Fatmawati,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An.” mata kuliah keperawatan anak, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Pemasangan dan perawatan kateter pada anak” bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Andi Fatmawati,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An


selaku dosen mata kuliah keperawatan anak yang telah memberi tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan tentang keperawatan anak sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni

kami menyadari, makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna . oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan semi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... 3

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………… 4

A. Latar Belakang …………………………………………………………….. 4


B. Tujuan Penulisan …………………………………………………………... 4

BAB II TIJAUAN TEORI ………………………………………………………… 5

A. Pengertian Sistem Perkemihan ……………………………………………. 5


B. Anatomi Sistem Perkemihan ……………………………………………….
5
C. Pengertian Kateter Urine …………………………………………………...
9
D. Macam-macam Kateter ……………………………………………………. 10
E. Perawatan Kateter …………………………………………………………. 10
F. Tujuan perawatan kateter ………………………………………………….. 11
G. Langkah perawatan kateter ………………………………………………... 11

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….. 15

A. Kesimpulan ………………………………………………………………... 15

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk tindakan keperawatan dengan
cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk
membantu mengeluarkan urin dan sebagai bahan pemeriksaan laboratorium (Purnomo,
2012). Kateter uretra biasanya digunakan untuk pasien yang akan menjalani operasi dalam
waktu lama, untuk menilai jumlah urin yang keluar, pasien yang memiliki gangguan pada
sistem berkemih disebabkan karena gangguan saraf maupun sumbatan saluran kemih dan
pasienpasien rawat inap yang tidak dapat bergerak (Geng et al., 2012).
Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk
mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang
pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia
perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin,
menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan
tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran
penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka
waktu 7-12hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian
kateter urine tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan
bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama
12 hari.
Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter urine
telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan
otot sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan
trauma berlebihan.
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan kateterisasi
uretra. Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan tindakan
terapi.
B. Tujuan

4
Untuk mengetahui bagaimana pemasangan kateter dan bagaimana cara perawatan kateter
yang benar pada anak.

BAB II

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI


PERAWATAN KATETER

A. Pengertian Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (Syaifuddin, 2006).

B. Anatomi Sistem Perkemihan


1. Ginjal

Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di
belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada
dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki
lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 2006).

Fungsi ginjal menurut Syaifuddin (2006) adalah pemegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh mempertahankan
keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme hasil akhir dari protein, ureum, kreatinin dan amoniak.

a) Ureter
Ureter yaitu terdiri dari dua saluran pipa, masing-masing bersambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) (Syaifuddin, 2006).
Panjang ureter orang dewasa adalah 25 sampai 30 cm dan diameternya
sekitar 1,25 cm. Bagian ujung atas setiap ureter yang masuk ke dalam ginjal
berbentuk seperti corong. Bagian bawah ureter memasuki kandung kemih di

5
ujung posterior dasar kandung kemih. Di taut antara ureter dan kandung kemih,
lipatan membran mukosa yang berbentuk seperti gelambir bekerja sebagai sebuah
katup untuk mencegah refluk (aliran balik) urine ke ureter (Kozier, 2010).
b) Kandung kemih
Kandung kemih merupakan organ berongga yang terletak di sebuah
anterior tepat di belakang ospubis. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara
untuk menampung urine. Sebagian besar dinding kandung kemih tersusun dari
otot polos yang dinamakan muskulus detrusor. Kontraksi otot ini terutama
berfungsi untuk mengosongan kandung kemih pada saat buang air kecil (urinasi)
(Smeltzer & Bare, 2002).

Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urine. Dinding


kandung kemih dapat mengembang. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya
rendah, bahkan saat kandung kemih penuh, suatu faktor yang melindungi kandung
kemih dari infeksi. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urine,
walaupun pengeluaran urine normal sekitar 300 ml (Potter & Perry, 2006).

c) Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar (Syaifuddin, 2006). Panjang uretra
wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 25 cm
(Purnomo, 2009).

2. Faktor yang mempengaruhi urinasi

Menurut Kozier (2010) ada beragam faktor yang mempengaruhi berkemih, diantaranya
yaitu:

a) Bayi (0 sampai 12 bulan)

Haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan cariran seseorang. Seorang


bayi dapat berkemih sampai 20 kali sehari. Urine neonatus tidak berwarna dan tidak
berbau serta memiliki berat jenis 1,008. Karena bayi baru lahir dan bayi memiliki
ginjal yang belum matang, mereka tidak mampu memekatkan urine dengan sangat
efektif.

6
Bayi dilahirkan tanpa kontrol urine. Sebagian besar akan mengembangkan
kemampuan untuk mengontrol urine pada usia antara 2 dan 5 tahun.

b) Prasekolah (2.5 sampai 5 tahun)

Anak prasekolah mampu memikul tanggung jawab untuk melakukan eliminasi


secara mandiri. Orang tua perlu menyadari bahwa ketidaksengajaan bisa saja terjadi
dan jangan menghukum atau mengganjar anak karena hal ini. Anak-anak sering kali
lupa mencuci tangan mereka atau menyiram toilet serta memerlukan instruksi untuk
mengelap alat kelamin mereka setelah berkemih. Anak perempuan harus diajarkan
untuk mengelap dari depan ke belakang untuk mencegah kontaminasi saluran urine
dengan feses.

c) Anak usia sekolah (5 sampai 10 tahun)

Sekitar 10% anak berusia 6 tahun mengalami kesulitan untuk mengontrol


kandung kemihnya. Enuresis nokturnal, atau ngompol, adalah pengeluaran urine
secara involunter selama tidur. Ngompol tidak boleh dianggap masalah sampai
setelah anak berusia 6 tahun. Enurosis sekunder adalah enuresis yang terkait dengan
masalah fisik lain seperti stres atau penyakit dan sembuh jika penyebabnya
dihilangkan.

d) Lansia (50 sampai 90 tahun)

Fungsi ekskresi ginjal berkurang seiring dengan pertumbuhan usia, tetapi


biasanya tidak berkurang secara bermakna sampai di bawah tingkat normal kecuali
terganggu oleh proses penyakit. Perubahan yang lebih mencolok karena pertambahan
usia adalah perubahan yang terkait dengan kandung kemih. Keluhan desakan
berkemih dan sering berkemih sering terjadi. Pada pria, perubahan ini sering terjadi
karena pembesaran kelenjar prostat dan pada wanita terjadi karena kelemahan otot
yang menyokong kandung kemih atau kelemahan sfingter uretra. Kapasitas kandung
kemih dan kemampuannya untuk mengeluarkan urine secara total dari kandung
kemih berkurang seiring dengan pertambahan usia. Ini menjelaskan alasan perlunya

7
lansia untuk bangun di malam hari untuk berkemih dan retensi residu urine, yang
menyebabkan lansia terkena infeksi kandung kemih.

e) Faktor psikososial

Bagi banyak orang, serangkaian keadaan membantu menstimulasi reflek


berkemih. Situasi yang berlawanan dengan yang biasa dihadapi klien dapat
menimbulkan ansietas dan ketegangan otot. Akibatnya, seseorang tidak dapat
merelaksasikan otot abdomen dan perineum serta sfingter uretra eksterna dan
berkemih terhambat. Seseorang juga dapat menahan urinasi secara sengaja karena
adanya tekanan waktu; misalnya, perawat seringkali mengabaikan desaan berkemih
sampai mereka dapat beristirahat. Perilaku ini dapat meningkatkan resiko infeksi
saluran kemih.

f) Asupan cairan dan makanan

Tubuh yang sehat mempertahankan keseimbangan antara jumlah cairan yang


dikonsumsi dan jumlah cairan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, apabila jumlah
asupan cairan meningkat, haluaran cairan secara normal juga meningkat. Cairan yang
mengandung kafein (misal kopi, teh dan minuman kola) juga meningkatkan produksi
urine. Sebaliknya, makanan dan cairan tinggi natrium dapat menyebabkan retensi
cairan karena air ditahan untuk mempertahankan kenormalan konsistensi elektrolit.

g) Obat-obatan
Banyak obat-obatan terutama yang mempengaruhi sistem saraf otonom, mengganggu
proses urinasi normal dan dapat menyebabkan retansi. Diuretik meningkatkan
pembentukan urine dengan mencegah reabsorpsi air dan elektrolit dari tubulus ginjal
ke aliran darah.
h) Tonus otot
Tonus otot sangatlah penting untuk mempertahankan regangan dan kontraktilitas otot
detrusor sehingga kandung kemih dapat diisi secara adekuat dan dikosongkan secara
total. Klien yang memerlukan kateter retensi untuk periode waktu lama mungkin
memiliki tonus otot kandung kemih yang buruk karena drainase urine secara
berkelanjutan mencegah pengisian dan pengosongan kandung kemih secara normal.

8
Tonus otot abdomen dan panggul juga turut berperan: kontraksi otot abdomen
membantu mengosongkan kandung kemih; tonus otot panggul merupakan sebuah
faktor agar dapat menahan urine secara sengaja setelah dirasakan adanya desakan
untuk berkemih.
i) Kondisi patologis

Beberapa penyakit dan patologi dapat mempengaruhi pembentukan dan


ekskresi urine. Penyakit ginjal dapat mempengaruhi kemampuan nefron untuk
menghasilkan urine. Jumlah protein atau sel darah yang abnormal mungkin terjadi
pada urine, atau ginjal mungkin pada akhirnya berhenti menghasilkan urine sama
sekali. Proses yang mengganggu aliran urine dari ginjal ke uretra untu mempengaruhi
ekskresi urine. Batu kemih (kulkus) dapat menyumbat uretra, yang menghambat
aliran urine dari ginjal ke kandung kemih. Hipertrofi kelenjar prostat, sebuah kondisi
yang sering terjadi pada pria lansia, dapat menyumbat uretra, mengganggu urinasi
dan pengosongan kandung kemih.

j) Prosedur bedah dan diagnostik

Beberapa prosedur bedah dan diagnostik mempengaruhi pengeluaran kemih


dan kemih itu sendiri. Uretra dapat bengkak setelah sistoskopi dan prosedur bedah di
suatu bagian di saluran kemih dapat menimbulkan sedikit perdarahan pascaoperasi;
akibatnya, urine dapat berwarna merah atau merah muda untuk sementara waktu.
Pembedahan pada struktur yang berada di dekat saluran kemih dapat juga
mempengaruhi berkemih karena adanya pembengkakan di abdomen bawah.

C. Pengertian Kateter Urine

Kateter urine yaitu memasukkan selang karet atau plastik (kateter) ke dalam vesika
urinaria (kandung kemih) melalui uretra (Asmadi, 2008). Kateter urine yaitu tindakan
pemasangan kateter urine yang dilakukan dengan memasukkan selang plastik, karet atau
logam melakui uretra ke dalam kandung kemuh (Potter & Perry, 2006).

9
D. Macam-macam Kateter

Ada tiga macam kateter kandung kemih, yaitu kateter dengan selang pembuangan
satu buah, dengan dua buah dan dengan tiga buah saluran pembuangan. Saluran pembuangan
ini dinamakan lumen. Kateter dengan tiga lumen dengan sendirinya akan memiliki garis
tengah (jadi lebih gemuk) yang lebih besar dibanding kateter dengan satu lumen. Kateter
yang dipakai tergantung pada tujuan memakai kateter tersebut: kateter dengan satu lumen
dipakai untuk tujuan satu kali, kateter dengan dua lumen adalah kateter yang ditinggal tetap
disitu satu lumen dipakai sebagai saluran pembuangan urine, lumen yang lain dipakai untuk
mengisi dan mengosongkan balon yang dipasang pada ujungnya. Balon ini diisi jika kateter
dimasukkan dengan cara yang tepat. Jumlah air destilasi tertentu, yang menyebabkan kateter
tidak dapat tergeser dan tetap berada dalam kandung kemih. Baru setelah kateter akan
dilepas, balon ini harus dikosongkan. Kateter dengan tiga lumen, terutama dipakai untuk
tujuan membilas kandung kemih. Disini satu lumen dipakai untuk memasukkan cairan
pembilas, satu sebagai saluran pembuangan cairan, dan satu untuk balon penampungan
(Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Kozier (2010), terdapat 4 jenis kateter berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu:

1. Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel.
2. Kateter latex/karet: digunakan untuk penggunaan/pemakaian dalam jangka waktu singkat
(kurang dari 2 atau 3 minggu).
3. Kateter silikon murni/teflon: untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan karena
bahan lebih lentur pada meatus uretra.
4. Kateter PVC (Polyvinylchloride): sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu,
bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra.
E. Perawatan Kateter

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter


dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan kelancaran aliran urine pada sistem drainasi kateter (Potter &
Perry, 2006).

10
F. Tujuan perawatan kateter

Tujuan perawatan kateter menurut Temple & Johnson (2010) diantaranya yaitu:

1. Mengurangi kontaminasi bakteri di kandung kemih dan mengurangi infeksi saluran


perkemihan.
2. Mempertahankan integritas kulit.

G. Langkah perawatan kateter

Langkah perawatan kateter menurut Potter & Perry (2006) yaitu:

1. Kaji adanya episode inkontinensia usus atau laporan dari klien bahwa ia tidak nyaman
pada daerah insersi kateter. (Adanya pengeluaran kemih yang sering juga dapat dikaji).

Rasional: Akumulasi sekresi atau feses menyebabkan iritasi pada jaringan perineum dan
menjadi sumber pertumbuhan bakteri.

2. Persiapakan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan:


a) Set perawatan kateter
 Sarung tangan steril
 Bola kapas steril
 Handuk dan lap badan yang bersih
 Air hangat
 Larutan antiseptik, misalnya poviden iodin 10%.

Rasional: Memastikan prosedur sesuai dengan yang telah diprogamkan.

b) Selimut mandi

Rasional: Digunakan untuk menutupi klien.

c) Alas penyerap yang kedap air

Rasional: Mencegah seprei tempat tidur supaya tidak kotor.

3. Jelaskan prosedur kepada klien. Tawarkan kesempatan untuk melakukan perawatan diri
pada klien.

Rasional: mengurangi ansietas dan meningkatkan kerja sama.

4. Tutup pintu atau gorden pada sisi tempat tidur

11
Rasional: Mempertahankan privasi klien.
5. Cuci tangan

Rasional: Mengurangi penularan infeksi.

6. Atur posisi klien


a) Wanita: Terlentang dengan lutut ditekuk.
b) Pria: posisi terlentang.

Rasional: Memastikan bahwa jaringan perineum mudah dijangkau.

7. Tempatkan alas kedap air di bawah klien

Rasional: Mencegah seprei tempat tidur supaya tidak kotor.

8. Letakkan selimut mandi pada seprei tempat tidur sehingga hanya daerah perinium yang
terlihat

Rasional: Mencegah pemaparan bagian tubuh yang tidak perlu.

9. Kenakan sarung tangan

Rasional: Sebagai alat pelingung diri

10. Lepaskan peralatan penahan untuk membebaskan selang kateter.

Rasional: Untuk memudahkan saat perawatan kateter.

11. Dengan tangan yang tidak dominan.


a) Wanita: Retraksi labia dengan perlahan untuk memperlihatkan seluruh meatus uretra
dan (insersi kateter, pertahankan posisi tangan selama prosedur.

Rasional: Memungkinkan visualisasi meatus uretra secara keseluruhan. Meretraksi


secara keseluruhan, mencegah kontaminasi meatus pada waktu dibersihkan.

b) Pria: Retraksi prepusium, jika tidak disirkumsisi dan pegang batang penis tepat di
bawah glans, pertahankan posisi tersebut selama prosedur.

Rasional: Penutupan labia atau penurunan penis secara tidak sengaja selama proses
pembersihan, memerlukan pengulangan prosedur.

12
12. Kaji meatus uretra dan jaringan di sekelilingnya untuk melihat adanya inflamasi dan
pembengkakan. Catat jumlah, warna, bau dan konsistensinya. Tanyakan mengenai rasa
tidak nyaman atau sensasi terbakar yang dirasakan oleh klien.

Rasional: Menentukan adanya infeksi setempat dan status hygien.

13. Bersihkan jaringan perineum:


a) Wanita: Gunakan lap bersih, sabun dan air. Bersihkan ke arah anus.

Ulangi proses untuk membersihkan labia minora dan kemudian bersihkan di daerah
sekitar meatus uretra dengan gerakan ke arah kateter. Pastikan anda membersihkan
setiap sisi meatus. Keringkan daerah tersebut dengan baik.

b) Pria: Sambil melebarkan meatus uretra, bersihkan daerah di sekitar kateter terlebih
dahulu dan kemudian bersihkan dengan gerakan sirkular di sekitar meatus glans
penis.
Rasional: Tindakan pembersihan dilakukan dari daerah yang kontaminasinya paling
sedikit ke daerah yang kontaminasinya paling banyak.

14. Kaji kembali meatus uretra untuk melihat adanya rabas.

Rasional: Menentukan lengkap atau tidaknya pembersihan.

15. Dengan menggunakan handuk, dan air, bersihkan dengan gerakan sirkular di sepanjang
selang kateter, sepanjang 10 cm.

Rasional: Mengurangi adanya sekresi atau drainase pada permukaan bagian luar kateter.

16. Oleskan salep antibiotik pada meatus uretra dan pada kateter sepanjang 2,5 cm jika
diprogramkan oleh dokter atau merupakan bagian dari kebijakan lembaga.

Rasional: Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada tempat insersi.

17. Tempatkan klien dalam posisi nyaman dan aman.

Rasional: Meningkatkan rasa nyaman.

18. Buang perlengkapan dan sarung tangan yang terkontaminasi serta cuci tangan.

Rasional: Mencegah penyebaran infeksi.

13
19. Catat dan laporkan kondisi jaringan perineum, waktu prosedur dilakukan, respon klien,
dan adanya kelainan yang terjadi.
Rasional: Memberikan data untuk mendokumentasikan prosedur dan menginformasikan
pada staf kesehatan tentang kondisi klien.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kateter adalah suatu selang untuk memasukan dan mengeluarkan cairan. Kateterisasi
urinarius/ kandung kemih adalah memasukkan kateter melalui uretrake dalam kandung
kemih dengan tujuan mengeluarkan urine.
Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk
mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang
pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia
perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin,
menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan
tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran
penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka
waktu 7-12hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/upload-document?archive_doc=367677205&escape=false&metadata=
%7B%22context%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read
%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-ananurlail-8325-2-babii.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai