Anda di halaman 1dari 18

“MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA”

MATERI: ELIMINASI URINE

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Zavira Irva
2. Andara Surya Alam
3. Aisyah
4. Meli Saputri

Dosen Pengampu :
Ns.Siti Aisyah Nur , M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah Komunikasi Efektif dengan judul
“Komunikasi Efektif Dengan Sesama Tenaga Kesehatan Lainnya”.
Dengan tulisan ini kami diharapkan pembaca mampu untuk memahami
bagaimna komunikasi antar profesi dan tenaga kesehatan. Kami sadar materi kuliah
initerdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik
lagi. Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa kesehatan supaya memahami bagaimana
komunikasi antar profesi dan tenaga kesehatan yang baik.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan …………………………………………………………………...
D. Manfaat............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Pengertian Eliminasi Urine..............................................................................3
B. Karakteristik Eliminasi Urine...........................................................................3
C. Pemeriksaaan Urinr..........................................................................................6
D. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….6
E. Intervensi……………………………………………………………………..6
F. Perawatan Akut……………………………………………………………….7
G. Anatomi………………………………………………………………………7
H. Asuhan Keperawatan…………………………………………………………7
BAB III PENUTUP....................................................................................................10
A. Kesimpulan....................................................................................................10
B. Saran...............................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010) Eliminasi merupakan salah
satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar
manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi
terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan
pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien – pasien
rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010) Penggunaan kateter urin
merupakan suatu tindakan keperawatan yang banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus
pemasangan kateter di Indonesia lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan.
Pada kasus pemasangan kateter dimana sebanyak 4% penggunaan kateter dilakukan
pada perawatan rumah dan sebanyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak 15% - 25%
pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini dilakukan untuk 2
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta mengukur haluan urin dan untuk membantu
pengosongan kandung kemih (Basuki, 2011). Kandung kemih tidak dapat terisi dan
berkontraksi pada saat terpasang kateter, hal ini menyebabkan kapasitas kandung
kemih menurun atau hilang (atonia). Menurunya rangsangan berkemih terjadi akibat
pemasangan kateter tetap dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan kandung
kemih tidak akan terisi dan berkontraksi dalam waktu yang lama pula. Ketika hal ini
terjadi pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila atonia
terjadi dan kateterpun di lepas maka akan terjadi komplikasi gangguan fungsi
perkemihan (Smeltzer & Bare, 2010). Efek samping dari pemasangan kateter tetap
adalah terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin adalah keadaan dimana urin

iv
yang keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau pasien tidak mampu
mengendalikan atau menahan urin (Potter & Perry, 2013). Data dari WHO (2012)
menunjukkan 200 juta penduduk dunia mengakami inkontinensia urine. Sedangkan
dari data DEPKES (2012) didapatkan data 5,8 % penduduk Indonesia mengalami
inkontinensia urine. Inkontinensia urin dapat menimbulkan permasalahan, antara
lain : permasalahan medik, sosial, maupun ekonomi. Permasalahan medik yang
terjadi antara lain kerusakan kulit dan iritasi disekitar kemaluan yang disebabkan oleh
urin. Masalah sosial timbul akibat inkontinensia urin antara lain perasaan malu,
mengisolasi diri dari pergaulannya dan mengurung diri di rumah. Selanjutnya untuk
permasalahan atau dampak ekonomi yang terjadi adalah pemakaian diapers atau
perlengkapan lain guna menjaga supaya tidak 3 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
selalu basah oleh urin. Pemakaian setiap hari tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit ( Purnomo, 2012). Menurut Ni Wayan Oktaviani (2014), teknik bladder
training sangat efektif untuk mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat
pemasangan kateter terlalu lama. Bladder training dilakukan untuk mencegah
terjadinya inkontinensia urin. Teknik bladder training terbukti efektif dalam
mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat pemasangan kateter terlalu lama.
Tindakan bladder training dilakukan dengan indikasi pada pasien dengan terpasang
kateter urin. Menurut Wibowo (2019) teknik bladder training: delay urination terbukti
efektif dalam mencegah inkontinensia urin pada pasien BPH pasca operasi TVP (p
value = 0,091). Bladder training dilakukan untuk mengembalikan pola perkemihan
menjadi normal kembali dan memandirikan pasien untuk dapat merasakan sensasi
berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan pada pasien yang terpasang
kateter tetap untuk mencegah maupun mengatasi inkontinensia urin yaitu dengan
dilakukannya bladder training. Bladder training adalah salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal. Bladder training sangat perlu dilakukan sebelum kateter tetap
dilepas. Tujuannya adalah mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali
dan memandirikan pasien untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan 4

v
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta menghambat atau menstimulasi pengeluaran air
kemih. Oleh karena itu sebelum dilakukan pelepasan kateter, sangat diperlukan
latihan kandung kemih atau bladder training. Menurut Agustin (2014) bladder
training berpengaruh dalam mencegah inkontinensia urin dengan P value 0,038 atau
nilai P value < 0,05. Bladder training dilakukan untuk melatih kandung kemih dengan
tujuan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih. Teti Nurhasanah dan Ali Hamzah (2017) juga
menyatakan terdapat pengaruh bladder training terhadap penurunan inkontinensia
urine dengan hasil 63,3% responden mampu berkemih secara normal, begitu pula
ketiga jurnal lain yang menunjukkan ada pengaruh bladder training terhadap fungsi
berkemih. Berdasarkan beberapa pendapat diatas menunjukkan pentingnya bladder
training untuk mencegah inkontinensia urin.
B.Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter
tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penerapan bladder training pada pasien
yang terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
. 2. Tujuan Khusus.
a. Diketahuinya pengaruh bladder training pada pasien yang 5 Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi.
b. Diketahuinya prosedur penerapan bladder training pada pasien yang
terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
c. Diketahuinya hubungan karateristik umur dan jenis kelamin terhadap
penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap dalam
pemenuhan kebutuhan eliminasi.

vi
I. Manfaat

1. Bagi Ilmu Pengetahuan Rangkuman hasil penelitian ini diharapkan dapat


digunakan sebagai data evidence untuk dapat digunakan dalam penelitian
selanjutnya tentang bladder training untuk meningkatkan kemampuan
berkemih.
2. Instansi Terkait (Bidang Keperawatan) Untuk pengembangan tindakan
mandiri keperawatan, khususnya perawat yang berminat di pengembangan
sistem urinaria, hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam
pelaksanaaan tindakan perawat sehari-hari terhadap pasien dengan asuhan
keperawatan gangguan eliminasi. 6 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
3. Bagi pasien Diharapkan dapat membantu pasien mengembalikan fungsi
berkemih melalui penerapan bladder training.
4. Penulis Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan
bladder training pada asuhan keperawatan untuk peningkatan fungsi berkemih

vii
BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih
bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya
proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Eliminasi merupakan proses pembuangan.Pemenuhan kebutuhan terdiri dari
kebutuhan eliminasi uri (berkemih) dan eliminasi alvi (defekasi).(KDPK
kebidanan,2009,hal 39)
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara
progresif terisi sampai ketegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks
miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga
dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim
signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor
berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol
kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot
kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat
tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau
bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.

viii
2.Karakterisktik Eliminasi Urine
Warna
Normal: Pucat, Kekuningan, Kuning coklat
Merah gelap:Pendarahan KK atau uretra
Merah terang: Peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila di kocok busa kuning
kejernihan
Normal: Transparan
Bakteri: Pekat dan keruh
Bau: Amonia
Urine berbau buah: Pm dan kelaparan akibat aston dan asam asetoasetik

3. Pemeriksaan Urine
Prosedur cek urine diawali dengan pengambilan sampel urine. Petugas medis
biasanya akan memberi wadah cangkir steril untuk menampung sampel. Tidak
dianjurkan untuk berpuasa jika hanya melakukan tes ini.

Namun jika cek urine dibarengi dengan pemeriksaan medis lainnya, biasanya kamu
akan diminta untuk berpuasa atau memperbanyak konsumsi air putih.

Cara pengumpulan urine pada wanita dan pria sedikit berbeda. Pada wanita,
diperlukan pembersihan pada area sekitar uretra. Sapukan tisu pembersih kering pada
organ intim dari depan hingga ke belakang secara searah.

Sementara itu, pada pria, area ujung kepala penis harus dipastikan kebersihannya
sebelum dilakukan pengumpulan urine.

Saat menampung sampel, buang aliran awal urine ke toilet, dan tampung sisanya
sebanyak 10 hingga 15 mililiter pada cangkir yang steril. Setelah itu, buang sisa urine
yang masih keluar langsung ke toilet.

ix
Cara ini disebut dengan pengumpulan sampel urine secara mid-stream clean-catch.
Sampel yang sudah ditampung harus langsung segera diperiksa (antara 1 sampai 2
jam setelah pengambilan). Namun, jika pemeriksaan tidak bisa segera dilakukan,
sampel urine akan disimpan di lemari pendingin.

Hasil Cek Urine


Hasil cek urine dapat memiliki beberapa interpretasi karena variasi tes. Hasil yang
tidak normal dapat mengindikasikan bahwa ada masalah medis, meski tidak selalu.

Dalam kebanyakan kasus hasil cek urine yang abnormal, pemeriksaan lebih lanjut
diperlukan. Misalnya dengan tes darah atau tes pencitraan, agar dokter dapat
memastikan diagnosis suatu kondisi.

Secara umum, semakin besar konsentrasi atau kadar zat atipikal, seperti kadar
glukosa atau sel darah merah yang tinggi, semakin besar kemungkinan adanya
kondisi medis yang memerlukan perawatan.

1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Berhubungan Dengan
 Inflamasi uretra
 Obstruksi pada uretra
 Defisit perawatan diri : Toileting yang berhubungan
 Dengan keterbatasan mobilitas
 Kerusakan integritas kulit\Resiko kerusakan integritas kulit b.d
 Inkontinensia urine
 Perubahan eliminasi urine

x
 Kerusakan sensorik motoric
 Resiko infeksi berhubungan dengan
 Higiene personal yang tidak baik
 Insensi keteter ureter
b.Inkontenensial Fungsional Berhubungan Dengan
 Terapi devretik
 Keterbatasan mobilitas
C,Inkontinensial Refleks Berhubungan Dengan
 Penggunaan anestesi untuk perubahan
 Inkontenensia stress berhubngan dengan
 Peningkatan tekanan introobdomial
 Kelemahan otot panggul
 Inkontenensia urgensi
 Iritasi mukosa kandung kemih
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Potensi urine
 Obstruksi leher kandung kemih

2. Intervensi
 Tingkatkan Kesehatan untuk memelihara serta melindungi fungsi system
kemih yang sehat
 Penyuluhan klien
 Tingkatan perkemihan normal
 Wanita jongkok/Jongkok
Meningkatkan kontraksi otot panggul dan intra abdomen

xi
 Yang membantu mengontrol finger serta membantu
kontraksi kandung kemih.
 Berdiri <> Laki-LAki
 Stimulus sensori : Suara air yang mengalir menepuk bagian dalam meletakan
tangan dalam panci berair.
 Mempertahankan pengosongan kandung kemih
 Pemeliharaan perentum yang baik
 Asupan cairan yang odekuat

3. Perawatan Akut
 Kateterisasi
 Memasukkan selang plastic
 Tipe kateter
 Kateter lurus sekali pokol
 Kateter menetap
 Keteter coude
 Indikasi pemasangan kateter intermian
 Meredakan rasa tidak nyaman
 Mengambil specimen urin steril

4. Anatomi
 Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal
3,5-5 cm, terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium)
sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri.
Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, diantaranya
sebagai penyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah)
yang merupakan sisa metabolisme tubuh. Setiap harinya ginjal akan

xii
memproses sekitar 200 liter darah untuk menyaring atau menghasilkan sekitar
2 liter ‘sampah’ dan ekstra (kelebihan) air. Sampah dan esktra air ini akan
menjadi urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui saluran yang dikenal
sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam kandung kemih ini sebelum
dikeluarkan pada saat Anda berkemih.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa yang tipis. Pada sisi medial terdapat
cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat keluar masuk
pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar dan mengisi
hilus ginjal, dikenal sebagai piala ginjal (pelvis renalis). Pelvis renalis akan
terbagi lagi menjadi mangkuk besar dan kecil yang disebut kaliks mayor (2
buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap kaliks minor meliputi tonjolan
jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada potongan
vertikal ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah piramid
yang meluas dari hilus menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-25
buah duktus koligens. Satu piramid dengan bagian korteks yang
melingkupinya dianggap sebagai satu lobus ginjal.
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan
lemak dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks
dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus,
ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk
ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula
ginjal adalah

Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yait: Korpus Malphigi terdiri
atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan glomerulus
(jumbai /gulungan kapiler). Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus
proksimalis dan tubulus kontortus distal.
Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim
tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis

xiii
lengkung Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris
Bellini.
 Ureter
Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh
lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan
bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid (bila kandung kemih kosong
atau tidak teregang) sampai gepeng (bila kandung kemih dalam keadaan
penuh/teregang). Sel-sel permukaan ini mempunyai batas konveks (cekung)
pada lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel
payung. Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan
banyak serat elastin. Lumen pada potongan melintang tampak berbentuk
bintang yang disebabkan adanya lipatan mukosa yang memanjang. Lipatan ini
terjadi akibat longgarnya lapis luar lamina propria, adanya jaringan elastin dan
muskularis. Lipatan ini akan menghilang bila ureter diregangkan.
Panjang ureter sekitar 30 cm.Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot
polos longitudinal disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan
dengan susunan otot polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa
terdiri atas lapisan jaringan ikat fibroelsatin.
Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh ginjal ke dalam
kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini akan menggesek lapisan mukosa
dan merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa nyeri yang
amat sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan berguling-gulung,
keadaan ini dikenal sebagai kolik ureter.
 Kandung kemih
Kandung kemih terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan serosa/adventisia.
Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal dibandingkan
ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar yang membentuk
lamina propria dibawahnya. Tunika muskularisnya terdiri atas berkas-berkas

xiv
serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis yang arahnya tampak tak
membentuk aturan tertentu.
Di antara berkas-berkas ini terdapat jaringan ikat longgar. Tunika
adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik. Fungsi kandung kemih adalah
menampung urin yang akan dikeluarkan kedunia luar melalui uretra.

 Uretra
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif terbagi
atas 3 bagian yaitu: 1) Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara
uretra pada kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan saluran
keluar kelenjar prostat. 2) Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari
puncak prostat di antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan
berakhir pada bulbus korpus kavernosus uretra. 3) Pars kavernosa atau
spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus korpus kavernosum dan
bermuara pada glands penis.
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan
akhirnya epitel gepeng berlapis pada ujung uretra pars kavernosa yang
melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus.
Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis
longgar.

8.Asuhan Keperawatan
 Konsep asuhan keperawatan dengan masalah gangguan eliminasi
urine
2.3.1 Pengkajian
1) Identitas klien Pada klien penderita Infeksi saluran kemih dapat terjadi baik di pria
maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih

xv
sering menderita dari pada pria (Sudoyo Aru,dkk,2009).
2) Keluhan utama penyakit infeksi saluran kemih Keluhan utama yang sering terjadi
pada pasien infeksi saluran kemih ,nyeri saat berkemih, sering bolak balik kamar
mandi tetapi kemih yang di keluarkan hanya sedikit.
3) Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai
penyakit yang di derita oleh klien dan mulai timbulnya keluhan yang di rasakan
sampai klien di bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke
tempat lain sekalin Rumah Sakit umum serta pengobatan apa yang pernah di berikan
dan bagaimana perubahan data yang didapatkan saat periksa.
4) Riwayat penyakit dahulu Adanya penyakit infeksi saluran kemih
5) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu
anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau
penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga.
6) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilku, perassan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
7) Pola fungsi Kesehatan
 Pola persepsi Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap
penyakitnya tentang pengetahuan dan penatalaksanaan infeksi saluran kemih
dengan gangguan eliminasi urine
 Pola nutrisi Kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan mengalami
penurunan akibat nafsu makan yang kurang karena mual, muntah saat makan
hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali
 Pola eliminasi Eliminasi alvi klien tidak dapat mengalami konstipasi oleh
karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine mengalami gangguan
karena ada organisme yang masuk sehingga urine tidak lancer
 Pola aktivitas/istirahat Penderita sering mengalami susah tidur, letih, lemah,
karena nyeri yang di alami
Nilai dan keyakinan Gambaran tentang penyakit infeksi saluran kemih dengan
penyakit yang dideritanya menurut agama dan kepercayaan, kecemasan akan

xvi
kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.
2.3.2 Pemeriksaan fisik persistem
1. Keadaan umum Di dapatkan klien tampak lemah
2. Kesadaran Normal GCS 4-5-6 A.
A. Secara Kualitatif
1) Composmentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan sekiranya, sikapnya
acuh tag acuh.
3) Delerium, yaitu gelisah, disorentasi (orang, tempat waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6) Coma yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin tidak ada respon pupil
terhadap cahaya. Secara Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
7)Sistem Pernafasan Pernafasan normal yaitu 16-20x/menit.
8) Sistem Kardiovaskuler Terjadi penurunan tekanan darah
9) Sistem Neurologi Terjadi penurunan sensori, parathesia, anastesia, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorentasi.
10) Sistem Perkemihan Inspeksi : Pada pasien ISK , Lakukan inspeksi pada daerah
meatus ( pembukaan yang dilalui urine untuk meninggalkan tubuh) apakah terjadi
adanya oliguria, dan disuria. Palpasi : pada palpasi biasanya terjadi nyeri hebat dan
distensi Perkusi : pada perkusi terdapat n
yeri tekan pada abdomen bagian bawah abdomen dan nyeri saat berkemih
11) Sistem Pencernaan Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dihedrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
12) Sistem Integument Turgor kulit menurun, kulit kering.

xvii
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rangkuman hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data evidence untuk
dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya tentang bladder training untuk
meningkatkan system berkemih.
Untuk pengembangan Tindakan mandiri keperawatan, khususnya perawat
yang berminat di pengembangan system Urinaria , Hasil penelitian ini
diharapkan dalam pelaksanaan Tindakan perawat sehari-hari terhadap pasien
dengan Asuhan Keperawatan gangguan eliminasi urine.

Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, mudah mudahan apa yang saya
paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk lebih
mengenal mengenai komunikasi efektif dalam hubungan interpersonal. Kami
menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini tentu masih belum sesuai
apa yang di harapkan dengan ini saya berharap masukan yang lebih banyak lagi
dari guru pembimbing dan teman-teman semua

xviii

Anda mungkin juga menyukai