Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STANDAR OPERASONAL

PROSEDUR (SOP)
RETRAINING BLADDER

Di susun oleh :
Kelompok 3

1. Febriani Nur Ramadhani 201501135


2. Tutut Nurkhasanah 201501142
3. Lutfiatin Nisa’ 201501149
4. Aspiatun 201501153
5. Ria Indah F 201501161
6. Afifah Azizurochmah 201501163
7. Bahar Aulia Akbar 201501167
8. Muhammad Galih Adi W 201501170
9. Anggi Andriyanto 201501171

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA SEHAT PPNI
KABUPATEN MOJOKERTO
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas Sistem Perkemihan

i
ini tepat pada waktunya dengan judul “Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan
Keperawatan Glomerulonefritis”
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Sistem Perkemihan. Makalah Infeksi Saluran Perkemihan yang
berhubungan Sistem Perkemihan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bu Ika Ainur R. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Perkemihan
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu memberikan dorongan moril
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan pendidikan khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.

Mojokerto, 29 Oktober 2017

Penulis

DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Training Bladder............................................................................1
2.2 Tujuan Bladder Training............................................................................4

ii
2.3 Indikasi Bladder Training...........................................................................5
2.4 Kontra Indikasi Bladder Training..............................................................6
2.5 Peran Perawat Dalam Bladder Training....................................................6
2.6 Prosedur Bladder Training..........................................................................7
2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesmpulan...................................................................................................12
3.2 Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
.

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu
sfingter uretra internal dan eksternal di dasar kandung kemih berelaksasi. Derajat
regang yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek ini bervariasi pada individu,
beberapa individu dapat mentoleransi distensi lebih besar tanpa rasa tidak nyaman
(Gibson, 2002).
Individu dapat mengalami gangguan dalam berkemih karena adanya
sumbatan atau ketidakmampuan sfingter uretra untuk berelaksasi, sehingga perlu
dilakukan tindakan untuk dapat mengeluarkan urin dari kandung kemih, salah satu
tindakannya adalah dengan pemasangan douer catheter.
Douer catheter adalah adalah selang yang terbuat dari bahan karet yang
berguna untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih pada saat pasien tidak
dapat melakukan proses berkemih secara mandiri (Perry & Potter, 2005).
Kateter dapat digunakan untuk pasien yang tidak mampu melakukan
urinari, untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung kemih
setelah buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran
urin, menyediakan cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien
yang sakit berat, dan memudahkan pengobatan dengan operasi (Smeltzer & Bare,
2002).
Pada saat douer catheter terpasang, kandung kemih tidak terisi dan
berkontraksi, pada akhirnya kapasitas kandung kemih menurun atau hilang
(atonia). Apabila atonia terjadi dan kateter dilepas, otot detrusor mungkin tidak
dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeluarkan urinnya, sehingga terjadi
komplikasi gangguan fungsi perkemihan. Untuk itu perlu dilakukan bladder
training sebelum melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare 2002). Bladder
training merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
terapasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor kandung kemih supaya
dapat kembali normal lagi setelah kateternya dilepas.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana teori Training Bladder ?
1.2.2 Bagaimana prosedur Training Bladder ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu teori Training Bladder
1.3.2 Untuk mengetahui prosedur Trainning Bladder

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bladder Training


Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder training
digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau
mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama
pada pasien yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga
dilakukan oleh semua orang untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter
eksterna dalam menahan pengeluran urin. Bladder training merupakan terapi
yang sangat sederhana dan tidak memiliki efek samping. Latihan ini juga
dapat dikombinasikan dengan terapi pengobatan lain. Penelitian menunjukkan
adanya peningakatan 50% pasien dengan inkontinensia urin yang
menggunakan bladder training.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises
(latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delay
urination (menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal
berkemih) (Suhariyanto, 2008).
Latihan kegel (kegel exercises) merupakan aktifitas fisik yang tersusun
dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna
meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas
kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu
memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan
secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih. (Kane, 1996 dalam
Nursalam 2006).

3
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder
training dapat dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati,
2000).
Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan
ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian
jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20
menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi sedangkan
pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya.
(Smeltzer, 2001).
Pengendalian kandung kemih dan sfingter dilakukan agar terjadi
pengeluaran urin secara kontinen. Latihan kandung kemih harus dimulai
dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih saat mempersiapkan
pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan tindakan
ini bisa mencegah retensi (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2 Tujuan Bladder Training


Tujuan dari bladder training adalah untuk meningkatkan jumlah waktu
pengosongan kandung kemih, secara nyaman tanpa adanya urgensi, atau
inkontinensia atau kebocoran. Bladder training juga bisa untuk melatih
kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005).
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal
dengan berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi
berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.
Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih.
Latihan ini dilakukan pada pasien anak pasca bedah yang di pasang kateter
(Suharyanto, 2008).

4
1. Mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke
keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry,
2005).
2. Memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik
distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang,
hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.
3. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih.
4. Untuk mengurangi gejala dari:
- Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
- Nokturia: sering kencing di malam hari.
- Inkontinensia urge.
5. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
6. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama
7. Melatih klie untuk melakukan BAK secara mandiri
8. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama
9. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter
10. Klien dapat mengontrol berkemih
11. Klien dapat mengontrol buang air besar
12. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia
13. Menghindari isolasi social bagi klien

2.3 Indikasi Bladder Training


1. Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama sehingga fungsi
sfingter kandung kemih terganggu.
2. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter
3. Klien yang mengalami inkontenesia urin (inkontinensia urin stres,
inkontinensia urin urge, atau kombinasi keduanya).
4. Klien post operasi
5. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
6. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.

2.4 Kontra Indikasi Bladder Training


Tidak boleh dilakukan pada pasien gagal ginjal, karena akan terdapat
batu ginjal, yang diobservasi hanya kencingnya, jadi tidak boleh dibladder
training.
1. Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra) berat.

5
2. Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri).
3. Gangguan atau kelainan pada uretra.
4. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat
akumulasi urin di saluran kemih bagian atas).
5. Vesicourethral reflux.
6. Batu traktus urinarius (Maulida, 2011).
7. Gagal ginjal

2.5 Peran Perawat Dalam Bladder Training


Peran Perawat (termasuk pengkajian yang dilakukan saat bladder training)
Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti
apakah ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien.
Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah
selesai bladder training dan pelepasan kateter urin. Perawat medikal bedah
juga harus responsif terhadap keluhan yang mungkin timbul setelah
kateter urin dilepas. Pasien diminta untuk segera melaporkan pada perawat
atau dokter jika ada keluhan yang dirasakan pasien saat berkemih
(Bayhakki. dkk, 2008).
Pengkajian yang dilakukan antara lain:
- Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang
sering memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
- Ada tidaknya infeksi saluran kemih atau penyakit penyebab
Bila terdapat infeksi saluran kemih atau penyakit yang lainnya maka
harus diobati dalam waktu yang sama. (Bayyhaki, 2008).
- Kebutuhan klien akan bladder training
Pastikan bahwa pasien benar-benar membutuhkan bladder training.

2.6 Prosedur Bladder Training


Prosedur kerja dalam melakukan bladder training, yaitu :
a. Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

6
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau
tirai ruangan (ciptakan privasi bagi klien).
b. Persiapan alat
1. Jam
2. klem
3. Air minum dalam tempatnya
4. Obat deuritik jika diperlukan
c. Pelaksanaan.
Schedule bathroom trips
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur,
setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam
sekali pada malam hari.
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat
jika rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan
4. Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang
waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah
ditentukan, mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik
latihan dasar panggul.

Kegel Exercise
1. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
2. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus
3. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
4. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
5. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
6. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di
tekuk) kepada klien

Delay Urination
1. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali
3. Praktikan setiap kali berkemih

d. Klien dengan Kateter.


 Masih dalam kateter

7
Prosedur 1 jam :
1. Cuci tangan.
2. Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
3. Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-20.00 dengan cara klem kateter dibuka.
4. Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan
klien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
5. Prosedur terus diulang sampai berhasil.
Prosedur 2 jam :
1. Cuci tangan.
2. Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul
07.00- 19.00. Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
3. Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-21.00 dengan cara klem kateter dibuka.
4. Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan
klien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
5. Prosedur terus diulang sampai berhasil.

 Tidak menggunakan kateter (bebas kateter)


Prosedur ini dilakukan setelah prosedur masih dengan kateter
sudah dilakukan
1. Cuci tangan.
2. Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul
07.00-19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
3. Kateter dilepas.
4. Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari
setelah pelepasan kateter.
5. Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada area
kandung kemih dan lakukan pengosongan kandung kemih setiap
2 jam secara urinal.
6. Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak
boleh diberi minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari
klien berkemih pada malam hari.
7. Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK
sebelum 2 jam klien diharuskan untuk menahannya.

8
8. Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih secara urinal.
3. Alat-alat dibereskan.
4. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
5. Dokumentasi

Prosedur kerja dalam melakukan bladder training menurut Suharyanto


(2008) yaitu :
1. Lakukan cuci tangan.
2. Mengucapkan salam.
3. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien.
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai
ruangan.
5. Atur posisi pasien yaitu dengan posisi dorsal recumbent
6. Pakai sarung tangan disposibel
7. Lakukan pengukuran volume urin pada kantong urin.
8. Kosongkan kantong urin.
9. Klem selang kateter sesuai dengan program selama 1 jam yang
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi,
supaya meningkatkan volume urin residual.
10. Anjurkan klien minum (200-250 cc).
11. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam.
12. Buka klem dan biarkan urin mengalir keluar.
13. Lihat kemampuan berkemih klien
14. Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua peralatan.

2.7 Penatalaksanaan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu
mengoptimalkan kerja dari bladder training, yaitu :
1. Pengaturan diet dan menghidari makanan (mengandung pemanis buatan
yang dapat membuat penyakit pada kandung kemih bertambah parah) dan
minuman yang mempengaruhi pola berkemih (seperti kafein, alkohol, teh,
soda, dan cokelat)

9
2. Jagalah IMT dalam batas normal.
3. Jangan mengurangi dengan drastis intake cairan untuk menghindari
toileting, minimal intake cairan adalah 5-6 gelas per hari. Cara Jangan
minum dalam jumlah banyak sekaligus (lebih dari 8-10 gelas) karena
dapat membanjiri kandung kemih dan membuatnya lebih sulit untuk
menahan urin.
4. Kosongkan kandung kemih sebelum tidur. Hal ini bisa dilakukan dengan
tidak minum selama 2-3 jam sebelum tidur. Metode ini dilakukan untuk
menghindari toileting pada malam hari. Hal ini juga dapat membantu agar
bisa toileting tepat waktu pada pagi hari.
5. Program latihan berkemih yaitu latihan penguatan otot dasar panggul
(pelvic floor exercise) latihan fungsi kandung kemih (bladder training) dan
program kateterisasi intermitten.
6. Latihan otot dasar panggul menggunakan bio feed back
7. Latihan otot dasar panggul menggunakan vaginal weight cone therapy.
8. Selain behavioral therapies, dikenal pula intervensi lain, yaitu perawatan
dan pemanfaatan berbagai alat bantu terapi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi


kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder training

10
digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau
mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Latihan kegel (kegel exercises) merupakan aktifitas fisik yang tersusun dalam
suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan
kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung
kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot
dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan secara refleks
menghambat kontraksi kandung kemih. (Kane, 1996 dalam Nursalam 2006).
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini di harapkan agar penulis dan pembaca
dapat lebih memahami dan mengerti mengenai Bladder Training tersebut
guna lebih mematangkan pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia
medis

11
DAFTAR PUSTAKA

Bayhakki, dkk. 2008. Bladder Training Modifikasi Cara Kozier Pada Pasien
Pascabedah Ortopedi Yang Terpasang Kateter Urin. Vol 12 No 1, Hal 7-
13. Jurnal Keperawatan Indonesia

Anne Griffin Perry, A. Potter. 2005. Fundamental Keperawatan edisi 4. Jakarta :


EGC

Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8


Volume 2. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta :
EEC

Widyawati, I. W. 2012. Modul Praktikum Keperawatan Sistem Perkemihan.


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga : Surabaya

12

Anda mungkin juga menyukai