Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Menyusun makalah ini tepat waktu. Makalah ini
membahas tentang Pengkajian Monitoring Dan Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan
Nutrisi.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami tantangan dan hambatan
dalam mencari referensi dan pemahaman materi. Namun, kami dapat menyelesaikannya
dengan meneliti labih banyak buku dan sumber internet untuk lebih memahami materi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dalam mempersiapkan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.
makalah ini.
Semoga materi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi bagi studi
Pengkajian Monitoring Dan Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan Nutrisi.
Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................I
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................II
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................3
3. TUJUAN...................................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
A. PENGERTIAN..........................................................................................................................5
B. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI........5
C. NILAI NORMAL/INDIKATOR...............................................................................................7
D. JENIS PEMERIKSAAN............................................................................................................9
E. DATA-DATA (SUBJEKTIF/OBYEKTIF).............................................................................13
ANAMNESIS.........................................................................................................................16
PEMERIKSAAN FISIK.............................................................................................................17
PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................................18
F. ISTILAH TERKAIT................................................................................................................21
G. REFERENSI............................................................................................................................22
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010) Eliminasi merupakan salah
satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar
manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi
terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan
pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien – pasien
rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010) Penggunaan kateter urin
merupakan suatu tindakan keperawatan yang banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus
pemasangan kateter di Indonesia lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan.
Pada kasus pemasangan kateter dimana sebanyak 4% penggunaan kateter
dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak
15% - 25% pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini dilakukan
untuk 2 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta mengukur haluan urin dan untuk membantu
pengosongan kandung kemih (Basuki, 2011). Kandung kemih tidak dapat terisi dan
berkontraksi pada saat terpasang kateter, hal ini menyebabkan kapasitas kandung
kemih menurun atau hilang (atonia). Menurunya rangsangan berkemih terjadi akibat
pemasangan kateter tetap dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan kandung
kemih tidak akan terisi dan berkontraksi dalam waktu yang lama pula. Ketika hal ini
terjadi pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila atonia terjadi
dan kateterpun di lepas maka akan terjadi komplikasi gangguan fungsi perkemihan
(Smeltzer & Bare, 2010). Efek samping dari pemasangan kateter tetap adalah
terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin adalah keadaan dimana urin yang
keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau pasien tidak mampu mengendalikan
atau menahan urin (Potter & Perry, 2013). Data dari WHO (2012) menunjukkan 200
juta penduduk dunia mengakami inkontinensia urine. Sedangkan dari data DEPKES
(2012) didapatkan data 5,8 % penduduk Indonesia mengalami inkontinensia urine.
Inkontinensia urin dapat menimbulkan permasalahan, antara lain : permasalahan
medik, sosial, maupun ekonomi. Permasalahan medik yang terjadi antara lain
kerusakan kulit dan iritasi disekitar kemaluan yang disebabkan oleh urin. Masalah
sosial timbul akibat inkontinensia urin antara lain perasaan malu, mengisolasi diri dari
pergaulannya dan mengurung diri di rumah. Selanjutnya untuk permasalahan atau
dampak ekonomi yang terjadi adalah pemakaian diapers atau perlengkapan lain guna
menjaga supaya tidak 3 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta selalu basah oleh urin.
Pemakaian setiap hari tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit ( Purnomo,
2012).
Menurut Ni Wayan Oktaviani (2014), teknik bladder training sangat efektif untuk
mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat pemasangan kateter terlalu lama.
Bladder training dilakukan untuk mencegah terjadinya inkontinensia urin. Teknik
bladder training terbukti efektif dalam mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat
pemasangan kateter terlalu lama. Tindakan bladder training dilakukan dengan indikasi
pada pasien dengan terpasang kateter urin. Menurut Wibowo (2019) teknik bladder
training: delay urination terbukti efektif dalam mencegah inkontinensia urin pada
pasien BPH pasca operasi TVP (p value = 0,091). Bladder training dilakukan untuk
mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali dan memandirikan pasien
untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih. Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan pada
pasien yang terpasang kateter tetap untuk mencegah maupun mengatasi inkontinensia
urin yaitu dengan dilakukannya bladder training.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal. Bladder
training sangat perlu dilakukan sebelum kateter tetap dilepas. Tujuannya adalah
mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali dan memandirikan pasien
untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan 4 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pelepasan kateter, sangat diperlukan latihan kandung kemih atau bladder
training. Menurut Agustin (2014) bladder training berpengaruh dalam mencegah
inkontinensia urin dengan P value 0,038 atau nilai P value < 0,05. Bladder training
dilakukan untuk melatih kandung kemih dengan tujuan mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Teti
Nurhasanah dan Ali Hamzah (2017) juga menyatakan terdapat pengaruh bladder
training terhadap penurunan inkontinensia urine dengan hasil 63,3% responden
mampu berkemih secara normal, begitu pula ketiga jurnal lain yang menunjukkan ada
pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih. Berdasarkan beberapa pendapat
diatas menunjukkan pentingnya bladder training untuk mencegah inkontinensia urin.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap
dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penerapan bladder training pada pasien yang
terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
2. Tujuan Khusus.
a. Diketahuinya pengaruh bladder training pada pasien yang 5 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
b. Diketahuinya prosedur penerapan bladder training pada pasien yang terpasang
kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
c. Diketahuinya hubungan karateristik umur dan jenis kelamin terhadap penerapan
bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi.
D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup penelitian dalam review literatur ini yaitu
semua jenis penelitian yang menggunakan bladder training untuk pemenuhan
kebutuhan eliminasi.
E. Manfaat
1. Bagi Ilmu Pengetahuan Rangkuman hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai data evidence untuk dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya
tentang bladder training untuk meningkatkan kemampuan berkemih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Defekasi merupakan pengosongan usus (BAB). Dalam proses defekasi terdapat dua
refleks yang berperan penting terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sphingter ani bagian dalam kendor dan usus besar
menguncup refleks defekasi dirangsang untuk buang besar, kemudian spingter ani bagian
luar diawasi oleh sistem parasimpatis setia waktu menguncup atau kendor. Selama proses
defekasi berbagai otot lain membantu proses itu diantaranya otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot dasar pelvis. Untuk membantu proses defekasi terdapat dua macam
reflek. 1) refleks defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses)
terdapat direktum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus yang
merangsang gerakan peristaltik dan akhirnya feses sampai di anus, kemudian spingter
interna relaksasi maka terjadilah proses defekasi. 2) refleks defekasi parasimpatis, adanya
feses di rektum merangsang saraf rektum yang kemudian ke spinal cord, dan merangsang
ke kolon desenden, ke sigmoid. Rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi
relaksasi sphincter interna maka terjadilah proses defekasi.
Jumlah dan tipe makanan merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain
itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine
3. Gaya Hidup
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
7. Kondisi Penyakit
8. Sosiokultural
9. Kebiasaan Seseorang
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
otioti kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.
11. PembedahaN
12. Pengobatan
C. NILAI NORMAL/INDIKATOR
5. Kembung: keadaan flatus yang berlebihan di daerah testinal yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada intestinal, hal ini dapat disebabkan karena konstipasi atau
penggunaan obat-obatan.
6. Hemorid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena disaluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid juga
sering disebut penyakit wasir atau ambeien.
7. Fecal impaction keadaan dimana masa feses keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Masalah ini sering terjadi
pada orang yang mengalami sembelit dalam waktu yang lama yang dapat disebabkan
adanya aktivitas kurang, asupan rendah serat dan kelemahan tonus otot.
Proses defekasi dapat juga dipengaruhi oleh usia, diet, intake cairan, aktivitas,
pengobatan, gaya hidup, kerusakan sensorik dan motorik.
D. JENIS PEMERIKSAAN
Enema/Huknah Rendah :
1) Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
2) Merangsang peristaltik usus
3) Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik
INDIKASI 1. Konstipasi
2. Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur.
3. Penggunaan laxative yang berlebihan.
4. Peningkatan stress psikologis
5. Impaksi fases
6. Kebiasaan buang air besar yang teratur
7. persiapan pra operasi
8. untuk tindakan diagnostik misalnya pemariksaan neurologi
9. pasien dengan malena
15
untuk menahan larutan selama mungkin saat berbaring ditempat tidur
(untuk bayi atau anak kaci, dengan perlahan pegang kedua sisi pantat
selama beberapa menit).
24. Bereskan wadah enema dan slng pada tempat yang telah disediakan atau
cuci secara menyeluruh dengan air hangat dan sabun bila akan digunakan
ulang
25. Lepaskan sarung tangan dengan cara menariknya hingga terbalik dan taruh
ke dalam wadah yang telah disediakan.
26. Bantu klien ke kamar mandi atau mengatur posisi pispot.
27. Observasi feses dan larutan (peringatkan klien agar jangan menyiram
toilet sebelum perawat menginspeksi).
28. Bantu klien sesuai kebutuhan untuk mencuci area anal dengan air hangat
dan sabun.
29. Cuci tangan anda catat hasil enema pada catatan perawat.
DOKUMENTASI Mencatat warna dan konsistensi fases serta respon klien terhadap proses
enema/huknah yang dilakukan
E. DATA-DATA (SUBJEKTIF/OBYEKTIF)
ANAMNESIS
Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Januari 2023 di ruang Durian, dengan data-data
sebagai berikut:
A. Biodata Pasien
a. Identitas pasien
Nama :Ny.S
Usia :50
Jenis kelamin :Perempuan
Tanggal masuk rs :22 juni 2022
Jam masuk rs :10.30 wib
Nomor register :00112234
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
16
Klien mengatakan sudah diare selama 2 hari. Bab encer berlendir dengan
frekuensi 4–5 kali setiap harinya, badan klien panas warna dan bau fases
yang khas.di sebabkan sebelumnya makan makanan pedas.
b) Upaya yang dilakukan klien
Klien mengatakan tidak melakukan upaya apa apa untuk mengatatasi
diarenya di rumah. Saat klien mengalami lemas dan bibir terasa kering
klien langsung memeriksakan nya ke rumah sakit
PEMERIKSAAN FISIK
c) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: lemah
Mukosa bibir :kering
Ttv
Td :110/70 mmhg
N :78x/menit
S :37,5 C
RR :20x/menit
1. Pemeriksaan rambut dan kuku
Rambut klien warna coklat dan lurus, kulit kepala bersih, warna
kulit sawo matang, turgor kulit baik,kuku bersih
2. Kepala dan leher
Bentuk kepala mescopal, leher jga tidak terdapat kelenjar
tiroidyang membesar dan nyeri tekan
3. Mata dan telinga klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan
tidak memakai kaca mata, konjungtiva tidak anemia,telinga pasien
kotor tapi tidak ada gangguan pendengarandan dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
4. Sistem pernafasan
Inspeksi : pengembangan diding dada simetris tidak
ada deformitas pada tulang dada, tidak mengalami defiasi,
frekuensi nafas normal dan tidak menggunakan alat bantu
pernafasan
Palpasi :tidak ada ditemukan nya benjolan, taktil
fremitus seirama , dan tidak ada nyeri tekan.
Perkusi :suara perkusi resonan dan tidak ada tanda
tanda mengalirkan cairan
Aukulkasi :tidak ada suara nafas tambahan seperti
whezing dan mengi
5. Sistem gastrointestinal
Inspeksi :tidak terdapat kesulitan dalam makan dan
berbicara, gigi klien bersih
Auskultasi :13x/mnt
17
Perkusi :suara perkusi timpani, pada perut tidak ada
cairan
Palpasi :tidak ada nyeri tekan pada perut bagian
bawah
6. Sistem reproduksi
Tidak ada keluhan dan tidak di lakukan pemeriksaan fisik
7. Sistem muskuloskeletal
Inpeksi :tidak ada hambatan pergerakan sendi pada
saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada
deformitas dan fraktur
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tahan tehadap tekan,
dapat melawan gravitasi dan dapat menahan tekanan penuh
B. ANALISIS DATA
DO:
Defekasi kebih dari
3 kali dalam 1 hari
Fases lembek atau
cair
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diare berhubungan dengan perubahan air dan makanan di buktikan dengan fases
lembek atau cair
E. PERENCANAAN KEPERAWATAN
18
NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Eiminasi frkal Manajemen diare (I.03101)
(L.04033) Obserbvasi
Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab diare (mis.
tindakan keperawatan Inflamasi gastrointestinal, iritasi
1x24 jam klien gastrointestinal, proses infeksi, ,
diharapkan mempunyai malasorbsi,, ansietas, stres, efek
kriteria hasil obat obatan.)
Kontrol - Monitor warna, volume,
pengeluaran fases frekuensi, dan konsistensi tinja.
Keluhan defekasi - Monitor jumlah pengeluaran diare
lama dan sulit
Terapeutik
Mengejan saat
defekasi Berikan asupan cairan oral
Konsistensi feses Berikan cairan intravena, jika
Frekuensi perlu
defekasi Ambil sample darah untuk
Peristaltik usus pemeriksaasn darah lengkap dan
elektrolit.
Ambil sample fases untuk kultur,
jika perlu
Edukasi
Anjurkan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap
Anjurkan menghindari makan
pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
pengeras fases
19
gastrointestinal, hari dan
proses infeksi, , mengatakan
malasorbsi,, selama 2 hari
ansietas, stres, efek BAB encer
obat obatan.) berlendir
- Monitor warna, dengan
volume, frekuensi, frekuensi 4-5
dan konsistensi kali setiap hari.
tinja.
- Monitor jumlah
pengeluaran diare O:
- Berikan asupan
cairan oral - klien BAB
- Berikan cairan sudah tidak
intravena, jika encer lagi
perlu
- Ambil sample
dan
darah untuk frekuensi
pemeriksaasn BAB sudah
darah lengkap dan nermal
elektrolit. menjadi 1-3
- Ambil sample 2-3 perhari
fases untuk kultur,
jika perlu
- Anjurkan makanan
porsi kecil dan
A: Diare
sering secara
bertahap
- Anjurkan
menghindari P: lanjutan
makan pembentuk intervensi
gas, pedas dan
mengandung
laktosa
- Kolaborasi
pemberian obat
pengeras fases
F.ISTILAH TERKAIT
20
Gangguan/masalah yang sering didapakan pada eliminasi uri
Retensi urin adalah penumpukan urine dalam bladder (kandung kemih) dan
ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih yang menyebabkan distensi dari
vesika urinaria yang ditandai dengan ketidaknyamanan daerah pubis.
Inkontinensia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan, ditandai dengan terjadi pada saat tidak
diperkirakan, tidak ada distensi kandung kemih dan nokturi.
G. REFERENSI
21
Buku kebidanan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
A. Aziz Hidayat dan Musrifatul Uliyah, 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Danar Fahmi Sudarsono, 2015. Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. J Majority Vol. 4
No.6 Dihimpun dari berbagai sumber lainnya.
22