Anda di halaman 1dari 22

Pengkajian Monitoring Dan Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan

Kebutuhan Dasar Eliminasi

Dosen Pengampu : Ns. Musiana, S.Kep., M.kes.

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Lia Yulyanti (2214401013)

Miko Adilla Ramadhan (2214401016)

Anisa Nuristanti (2214401037)

Cincin Ayu Sagita Ningrum (2214401045)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG

PRODI STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2023-2024


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Menyusun makalah ini tepat waktu. Makalah ini
membahas tentang Pengkajian Monitoring Dan Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan
Nutrisi.

Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami tantangan dan hambatan
dalam mencari referensi dan pemahaman materi. Namun, kami dapat menyelesaikannya
dengan meneliti labih banyak buku dan sumber internet untuk lebih memahami materi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dalam mempersiapkan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.
makalah ini.

Semoga materi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi bagi studi
Pengkajian Monitoring Dan Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan Nutrisi.

Bandar Lampung, 16 Januari 2023

Kelompok 8

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................I
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................II

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................3
3. TUJUAN...................................................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
A. PENGERTIAN..........................................................................................................................5
B. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI........5
C. NILAI NORMAL/INDIKATOR...............................................................................................7
D. JENIS PEMERIKSAAN............................................................................................................9
E. DATA-DATA (SUBJEKTIF/OBYEKTIF).............................................................................13
 ANAMNESIS.........................................................................................................................16
 PEMERIKSAAN FISIK.............................................................................................................17
 PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................................18
F. ISTILAH TERKAIT................................................................................................................21
G. REFERENSI............................................................................................................................22

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010) Eliminasi merupakan salah
satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar
manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi
terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan
pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien – pasien
rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010) Penggunaan kateter urin
merupakan suatu tindakan keperawatan yang banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus
pemasangan kateter di Indonesia lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan.
Pada kasus pemasangan kateter dimana sebanyak 4% penggunaan kateter
dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak
15% - 25% pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini dilakukan
untuk 2 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta mengukur haluan urin dan untuk membantu
pengosongan kandung kemih (Basuki, 2011). Kandung kemih tidak dapat terisi dan
berkontraksi pada saat terpasang kateter, hal ini menyebabkan kapasitas kandung
kemih menurun atau hilang (atonia). Menurunya rangsangan berkemih terjadi akibat
pemasangan kateter tetap dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan kandung
kemih tidak akan terisi dan berkontraksi dalam waktu yang lama pula. Ketika hal ini
terjadi pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila atonia terjadi
dan kateterpun di lepas maka akan terjadi komplikasi gangguan fungsi perkemihan
(Smeltzer & Bare, 2010). Efek samping dari pemasangan kateter tetap adalah
terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin adalah keadaan dimana urin yang
keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau pasien tidak mampu mengendalikan

atau menahan urin (Potter & Perry, 2013). Data dari WHO (2012) menunjukkan 200
juta penduduk dunia mengakami inkontinensia urine. Sedangkan dari data DEPKES
(2012) didapatkan data 5,8 % penduduk Indonesia mengalami inkontinensia urine.
Inkontinensia urin dapat menimbulkan permasalahan, antara lain : permasalahan
medik, sosial, maupun ekonomi. Permasalahan medik yang terjadi antara lain
kerusakan kulit dan iritasi disekitar kemaluan yang disebabkan oleh urin. Masalah
sosial timbul akibat inkontinensia urin antara lain perasaan malu, mengisolasi diri dari
pergaulannya dan mengurung diri di rumah. Selanjutnya untuk permasalahan atau
dampak ekonomi yang terjadi adalah pemakaian diapers atau perlengkapan lain guna
menjaga supaya tidak 3 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta selalu basah oleh urin.
Pemakaian setiap hari tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit ( Purnomo,
2012).
Menurut Ni Wayan Oktaviani (2014), teknik bladder training sangat efektif untuk
mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat pemasangan kateter terlalu lama.
Bladder training dilakukan untuk mencegah terjadinya inkontinensia urin. Teknik
bladder training terbukti efektif dalam mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat
pemasangan kateter terlalu lama. Tindakan bladder training dilakukan dengan indikasi
pada pasien dengan terpasang kateter urin. Menurut Wibowo (2019) teknik bladder
training: delay urination terbukti efektif dalam mencegah inkontinensia urin pada
pasien BPH pasca operasi TVP (p value = 0,091). Bladder training dilakukan untuk
mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali dan memandirikan pasien
untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih. Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan pada
pasien yang terpasang kateter tetap untuk mencegah maupun mengatasi inkontinensia
urin yaitu dengan dilakukannya bladder training.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal. Bladder
training sangat perlu dilakukan sebelum kateter tetap dilepas. Tujuannya adalah
mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali dan memandirikan pasien
untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan 4 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pelepasan kateter, sangat diperlukan latihan kandung kemih atau bladder
training. Menurut Agustin (2014) bladder training berpengaruh dalam mencegah

inkontinensia urin dengan P value 0,038 atau nilai P value < 0,05. Bladder training
dilakukan untuk melatih kandung kemih dengan tujuan mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Teti
Nurhasanah dan Ali Hamzah (2017) juga menyatakan terdapat pengaruh bladder
training terhadap penurunan inkontinensia urine dengan hasil 63,3% responden
mampu berkemih secara normal, begitu pula ketiga jurnal lain yang menunjukkan ada
pengaruh bladder training terhadap fungsi berkemih. Berdasarkan beberapa pendapat
diatas menunjukkan pentingnya bladder training untuk mencegah inkontinensia urin.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap
dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penerapan bladder training pada pasien yang
terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.

2. Tujuan Khusus.
a. Diketahuinya pengaruh bladder training pada pasien yang 5 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta terpasang kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
b. Diketahuinya prosedur penerapan bladder training pada pasien yang terpasang
kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
c. Diketahuinya hubungan karateristik umur dan jenis kelamin terhadap penerapan
bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi.
D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup penelitian dalam review literatur ini yaitu
semua jenis penelitian yang menggunakan bladder training untuk pemenuhan
kebutuhan eliminasi.

E. Manfaat
1. Bagi Ilmu Pengetahuan Rangkuman hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai data evidence untuk dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya
tentang bladder training untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

2. Instansi Terkait (Bidang Keperawatan) Untuk pengembangan tindakan mandiri


keperawatan, khususnya perawat yang berminat di pengembangan sistem urinaria,
hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam pelaksanaaan tindakan perawat
sehari-hari terhadap pasien dengan asuhan keperawatan gangguan eliminasi. 6
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
3. Bagi pasien Diharapkan dapat membantu pasien mengembalikan fungsi berkemih
melalui penerapan bladder training. 4. Penulis Memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam menerapkan bladder training pada asuhan keperawatan untuk
peningkatan fungsi berkemih.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Defekasi merupakan pengosongan usus (BAB). Dalam proses defekasi terdapat dua
refleks yang berperan penting terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sphingter ani bagian dalam kendor dan usus besar
menguncup refleks defekasi dirangsang untuk buang besar, kemudian spingter ani bagian
luar diawasi oleh sistem parasimpatis setia waktu menguncup atau kendor. Selama proses
defekasi berbagai otot lain membantu proses itu diantaranya otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot dasar pelvis. Untuk membantu proses defekasi  terdapat dua macam
reflek. 1) refleks defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses)
terdapat direktum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus yang
merangsang gerakan peristaltik dan akhirnya feses sampai di anus, kemudian spingter
interna relaksasi maka terjadilah proses defekasi. 2) refleks defekasi parasimpatis, adanya
feses di rektum merangsang saraf rektum yang kemudian ke spinal cord, dan merangsang
ke kolon desenden, ke sigmoid. Rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi
relaksasi sphincter interna maka terjadilah proses defekasi.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine: "

1. Diet dan Asupan (intake)

Jumlah dan tipe makanan merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain
itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine

2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine


banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine

3. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam


kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet
4. Stres Psikologis

Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan


berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan
jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat Aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat Perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih.


I-Ial tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan
untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol
buang airkecil

7. Kondisi Penyakit

Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

8. Sosiokultural

Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya


kultur pada masyarakat tertentu yang meaarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.

9. Kebiasaan Seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk


berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus Otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
otioti kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.

11. PembedahaN

Efek pembedahan dapat menye;babkan penurunan pemberian obat anestesi


menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dar

12. Pengobatan

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan


atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan
jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine.

13. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,


khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine

C. NILAI NORMAL/INDIKATOR

Gangguan/masalah eliminasi alvi (buang air besar)


1. Konstipasi: Keadaan individu mengalami atau berisiko tinggi terjadinya stasis usus
besar yang berakibat jarang buang air besar, keadaan ini ditandai dengan adanya feses
yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, nyeri saat
mengejan dan defekasi dan keluhan pada rectum.

2. Konstipasi kolonik: keadaan individu mengalami atau berisiko mengalami pelambatan


pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras. Konstipasi kolonik
ditandai dengan adanya penurunan frekuensi eliminasi, feses kering dan keras, mengejan
saat defekasi, nyeri defekasi, distensi abdomen, tekanan pada rektum dan nyeri abdomen.
3. Diare: keadaan individu mengalami atau berisiko sering mengalami pengeluaran feses
cair/tidak berbentuk atau keluarnya tinja yang encer terlalu banyak dan sering. Frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/kram abdomen, bising usus meningkat.
4. Inkontinensia usus merupakan keadan individu mengalami perubahan kebiasaan
defekasi yang normal dengan pengeluaran feses involunter (sering juga dikenal
inkontinensia alvi). Orang mengalami inkontensia alvi dapat ditandai dengan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.

5. Kembung: keadaan flatus yang berlebihan di daerah testinal yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada intestinal, hal ini dapat disebabkan karena konstipasi atau
penggunaan obat-obatan.
6. Hemorid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena disaluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid juga
sering disebut penyakit wasir atau ambeien.
7. Fecal impaction keadaan dimana masa feses keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Masalah ini sering terjadi
pada orang yang mengalami sembelit dalam waktu yang lama yang dapat disebabkan
adanya aktivitas kurang, asupan rendah serat dan kelemahan tonus otot.

Proses defekasi dapat juga dipengaruhi oleh usia, diet, intake cairan, aktivitas,
pengobatan, gaya hidup, kerusakan sensorik dan motorik.

D. JENIS PEMERIKSAAN

E. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

MEMBANTU ELIMINASI URIN DAN FEKAL


(HUKNAH)
PENGER - Enema / Huknah adalah tindakan memasukkan cairan ke dalam usus melalui
TIAN
rectum, sehingga cairan tersebut dapat mengalir balik atau tertahan. Fungsinya
adalah untuk mengeluarkan feses dan flaktus.
- Jenis Enema/Huknah terdiri ari enema tinggi dan enema rendah (Hidayat &
Uliyah, 2005)
- Enema/Huknah tinggi adalah memasukkan cairan/larutan hangat ke dalam
kolon asendens dengan menggunakan kanula usus (A. Aziz Alimul Hidayat,
2006). High enema (huknah tinggi) diberikan untuk membersihkan kolon
sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 750-1000 ml larutan untuk orang
dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal
recumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini cairan
dapat turun ke usus besar. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).
- Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan
cairan/lartan hangat ke dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula
rektal melalui anus. Huknah rendah dilaksanakan sebelum operasi ( persiapan
pembedahan ) dan pasien yang mengalami obstipasi. Low enema (huknah
rendah) diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid.
Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada
posisi sims / miring kekiri selama pemberian.
TUJUAN Enema/Huknah Tinggi :
1) Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi fekal
2) Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program latihan defakasi
(bowel training program)
3) Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik.

Enema/Huknah Rendah :
1) Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
2) Merangsang peristaltik usus
3) Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik
INDIKASI 1. Konstipasi
2. Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur.
3. Penggunaan laxative yang berlebihan.
4. Peningkatan stress psikologis
5. Impaksi fases
6. Kebiasaan buang air besar yang teratur
7. persiapan pra operasi
8. untuk tindakan diagnostik misalnya pemariksaan neurologi
9. pasien dengan malena

KONTRA 1. Dengan diverticulis,ulcerative colitis,crhon’s disease/ keganasan kolon


INDIKASI atau rectum
2. Hemoroid yang beradarah
3. Post operasi
Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid,
tumor rectum dan kolon.
PERSIAPAN ALAT 1. Wadah enema (huknah)
2. Volume larutan hangat
 Dewasa : 700-1000ml, dengan suhu 40,5- 43ºC
 Anak – anak :
- Bayi : 150-250 ml
- Usia bermain (toddler): 250-350ml
- Usia sekolah : 300-500ml
- Remaja : 500-700 ml
Catatan : Suhu cairan yang digunakan untuk anak-anak adlah
37,7ºC,sedang untuk dewasa dihangatkan 40,5-43ºC
3. Slang rektal dengan ujung bulat.
- Dewasa : No.22-30 G French(fr)
- Anak – anak : No.12-18 fr
4. Slang menghubungkan slang rectal ke wadah (slang irrigator)
5. Klem pengatur pada slang
6. Termometer air untuk mengukur suhu larutan
7. Pelumas Vaseline atau jeli
8. Perlak pengalas
9. Selimut mandi
10. Kertas toilet
11. Pispot
12. Baskom, waslap dan handuk, serta sabun
13. Sarung tangan sekali pakai/ handscoon dan masker
14. Tiang intravena
15. Bengkok
16. Disinfektan
PERSIAPAN 1. Mengucapkan salam terapiutik
PASIEN 2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan
4. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
5. Selama komunikansi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta
tidak mengancam
6. Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klasifikasi
7. Memperlihatkan kesabaran, punuh empati, sopan, dan perhatian serat
respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
8. Pasien disiapkan dlam posisi yang sesuai
PERSIAPAN 1. Ruangan terutup
LINGKUNGAN 2. Pastikan semua jendela atau pintu dakam keadaan tertutup agar privasi
terjaga.
3. Pasang sekat atau sampiran
4. Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien

PROSEDUR 1. Jelaskan prosedur kepada klien.


Mengurangi ansietas klien dan meningkatkan kerja sama prosedur.
2. Tutup ruangan / tirai.
Memberikan privasi pada klien.
3. Susun wadah enema, hubungkan slang, klem, dan selang rectal.
Slang rectal harus cukup kecil untuk diameter anus klien, tetapi cukup
besar untuk mencegah kebocoran disekitar slang.
4. Tutup klem pengatur
Mencegah kehilangan larutan awal saat ditambah ke wadah
5. Siapkan larutan air hangat dan perikasa suhu larutan dengan thermometer
air atau dengan menesteskan larutan diatas pegelangan tangan sebelah
dalam. Tambahkan larutan hangat kedalam wadah
6. Bilas wadah, isi dengan larutan, lepaskan klem, dan biarkan larutan keluar
sampai tak ada udara. Tempatkan dekat dengan unit tempat tidur untuk
memenuhi slang. Klem
kembali slang.
Membuang udara dari dalam slang dan mencegah kehilangan cairan.
7. Letakan wadah di tiang intravena
8. Cuci Tangan, lalu keringkan dan pasang handscoon
9. Ganti selimut pasien dengan selimut mandi
10. Letakkan perlak pengalas dibawah pantat klien
Agar linen tempat tidur tidak basah
11. Lepaskan celana klien
12. Bantu klien untuk pada posisi miring ke kiri (lateral kiri) untuk huknah
rendah dan miring ke kanan untuk huknah tinggi dengan lutut kanan fleksi.
13. Letakan bengkok didekat bokong, dan dekatkan juga pispot
14. Beri pelumas 3-4 cm pada ujung slang rectal dengan pelumas jeli.
Memungkinkan insersi halus slang tanpa resiko iritasi atau trauma pada
mukosa rectal
15. Dengan perlahan, regangkan bokong dan cari letak anus. Instrusikan klien
untuk rileks dengan menghembuskan nafas pada perlahan melalui mulut.
Dengan mengembuskan napas, relaksasi sfingter anus eksternal akan
meningkat.
16. Masukkan ujung slang rectal secara perlahan dengan mengarahkanny ke
umbilicus klien. Panjang insersi beragam ; 7,4-10 cm untuk orang dewasa,
5-7,5 cm untuk anak- anak, dan 2,5-3,25 cm untuk bayi. Tarik slang dengan
segera, jika ditemukan obstruksi.
17. Buka klem pengatur dan biarkan larutan masuk dengan perlahan dengan
wadah pada setinngi pinggul klien.
18. Terus pegang slang sampai pengisian cairan berakhir.
Kontraksi otot dapat menyebabkan ekspultasi rectal.
19. Naikkan wadah secara perlahan sampai pada ketinggian diatas anus (30-45
cm untuk ketinggian enema tinggi, 30 cm untuk enema rendah, dan 7,5 cm
untuk bayi). Waktu pengaliran sesuai dengan pemberian volume larutan
(missal,1 liter dalam 10 menit).
20. Rendahkan wadah atau klem slang selama 30 detik, kemudian alirkan
kembali secara lebih lambat jika klien mengeluh kram.
21. Klem slang setelah semua larutan dialirkan.
22. letakkan lapisan tisu toilet disekitar slang pada anus dan dengan perlahan
tarik slang.
23. Jelaskan pada klien bahwa prasaan distensi adalah normal. Minta klien

15
untuk menahan larutan selama mungkin saat berbaring ditempat tidur
(untuk bayi atau anak kaci, dengan perlahan pegang kedua sisi pantat
selama beberapa menit).
24. Bereskan wadah enema dan slng pada tempat yang telah disediakan atau
cuci secara menyeluruh dengan air hangat dan sabun bila akan digunakan
ulang
25. Lepaskan sarung tangan dengan cara menariknya hingga terbalik dan taruh
ke dalam wadah yang telah disediakan.
26. Bantu klien ke kamar mandi atau mengatur posisi pispot.
27. Observasi feses dan larutan (peringatkan klien agar jangan menyiram
toilet sebelum perawat menginspeksi).
28. Bantu klien sesuai kebutuhan untuk mencuci area anal dengan air hangat
dan sabun.
29. Cuci tangan anda catat hasil enema pada catatan perawat.
DOKUMENTASI Mencatat warna dan konsistensi fases serta respon klien terhadap proses
enema/huknah yang dilakukan

E. DATA-DATA (SUBJEKTIF/OBYEKTIF)

 ANAMNESIS

Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Januari 2023 di ruang Durian, dengan data-data
sebagai berikut:

A. Biodata Pasien
a. Identitas pasien
Nama :Ny.S
Usia :50
Jenis kelamin :Perempuan
Tanggal masuk rs :22 juni 2022
Jam masuk rs :10.30 wib
Nomor register :00112234

b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama

16
Klien mengatakan sudah diare selama 2 hari. Bab encer berlendir dengan
frekuensi 4–5 kali setiap harinya, badan klien panas warna dan bau fases
yang khas.di sebabkan sebelumnya makan makanan pedas.
b) Upaya yang dilakukan klien
Klien mengatakan tidak melakukan upaya apa apa untuk mengatatasi
diarenya di rumah. Saat klien mengalami lemas dan bibir terasa kering
klien langsung memeriksakan nya ke rumah sakit

 PEMERIKSAAN FISIK

c) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: lemah
Mukosa bibir :kering
Ttv
Td :110/70 mmhg
N :78x/menit
S :37,5 C
RR :20x/menit
1. Pemeriksaan rambut dan kuku
Rambut klien warna coklat dan lurus, kulit kepala bersih, warna
kulit sawo matang, turgor kulit baik,kuku bersih
2. Kepala dan leher
Bentuk kepala mescopal, leher jga tidak terdapat kelenjar
tiroidyang membesar dan nyeri tekan
3. Mata dan telinga klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan
tidak memakai kaca mata, konjungtiva tidak anemia,telinga pasien
kotor tapi tidak ada gangguan pendengarandan dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
4. Sistem pernafasan
 Inspeksi : pengembangan diding dada simetris tidak
ada deformitas pada tulang dada, tidak mengalami defiasi,
frekuensi nafas normal dan tidak menggunakan alat bantu
pernafasan
 Palpasi :tidak ada ditemukan nya benjolan, taktil
fremitus seirama , dan tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi :suara perkusi resonan dan tidak ada tanda
tanda mengalirkan cairan
 Aukulkasi :tidak ada suara nafas tambahan seperti
whezing dan mengi
5. Sistem gastrointestinal
 Inspeksi :tidak terdapat kesulitan dalam makan dan
berbicara, gigi klien bersih
 Auskultasi :13x/mnt

17
 Perkusi :suara perkusi timpani, pada perut tidak ada
cairan
 Palpasi :tidak ada nyeri tekan pada perut bagian
bawah
6. Sistem reproduksi
Tidak ada keluhan dan tidak di lakukan pemeriksaan fisik
7. Sistem muskuloskeletal
 Inpeksi :tidak ada hambatan pergerakan sendi pada
saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada
deformitas dan fraktur
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tahan tehadap tekan,
dapat melawan gravitasi dan dapat menahan tekanan penuh

B. ANALISIS DATA

DS/DO MASALAH PENYEBAB


DS: Diare Perubahan makanan dan
(Tidak tersedia) cairan

DO:
 Defekasi kebih dari
3 kali dalam 1 hari
 Fases lembek atau
cair

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diare berhubungan dengan perubahan air dan makanan di buktikan dengan fases
lembek atau cair

E. PERENCANAAN KEPERAWATAN

18
NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Eiminasi frkal Manajemen diare (I.03101)
(L.04033) Obserbvasi
Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab diare (mis.
tindakan keperawatan Inflamasi gastrointestinal, iritasi
1x24 jam klien gastrointestinal, proses infeksi, ,
diharapkan mempunyai malasorbsi,, ansietas, stres, efek
kriteria hasil obat obatan.)
 Kontrol - Monitor warna, volume,
pengeluaran fases frekuensi, dan konsistensi tinja.
 Keluhan defekasi - Monitor jumlah pengeluaran diare
lama dan sulit
Terapeutik
 Mengejan saat
defekasi  Berikan asupan cairan oral
 Konsistensi feses  Berikan cairan intravena, jika
 Frekuensi perlu
defekasi  Ambil sample darah untuk
 Peristaltik usus pemeriksaasn darah lengkap dan
elektrolit.
 Ambil sample fases untuk kultur,
jika perlu
Edukasi
 Anjurkan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap
 Anjurkan menghindari makan
pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
pengeras fases

Implementasi dan evaluasi


Implementasi evaluasi

Tgl, jam Tindakan Paraf Tgl, jam Tindakan Paraf

22 juni - Identifikasi 22 juni S:


2022 penyebab diare 2022
(mis. Inflamasi - klien
10.30 wib 10.30 wib mengeluh
gastrointestinal,
iritasi diare selam 2

19
gastrointestinal, hari dan
proses infeksi, , mengatakan
malasorbsi,, selama 2 hari
ansietas, stres, efek BAB encer
obat obatan.) berlendir
- Monitor warna, dengan
volume, frekuensi, frekuensi 4-5
dan konsistensi kali setiap hari.
tinja.
- Monitor jumlah
pengeluaran diare O:
- Berikan asupan
cairan oral - klien BAB
- Berikan cairan sudah tidak
intravena, jika encer lagi
perlu
- Ambil sample
dan
darah untuk frekuensi
pemeriksaasn BAB sudah
darah lengkap dan nermal
elektrolit. menjadi 1-3
- Ambil sample 2-3 perhari
fases untuk kultur,
jika perlu
- Anjurkan makanan
porsi kecil dan
A: Diare
sering secara
bertahap
- Anjurkan
menghindari P: lanjutan
makan pembentuk intervensi
gas, pedas dan
mengandung
laktosa
- Kolaborasi
pemberian obat
pengeras fases

F.ISTILAH TERKAIT

20
Gangguan/masalah yang sering didapakan pada eliminasi uri
Retensi urin adalah penumpukan urine dalam bladder (kandung kemih) dan
ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih yang menyebabkan distensi dari
vesika urinaria yang ditandai dengan ketidaknyamanan daerah pubis.
Inkontinensia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan, ditandai dengan terjadi pada saat tidak
diperkirakan, tidak ada distensi kandung kemih dan nokturi.

Inkontinentia stres adalah keadaan seseorang mengalami keilangan urine kurang dari 50


ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen, yang ditandai dengan adanya urin
menetes dengan penignkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi
(lebih dari setiap 2 jam).
Inkontinentia refleks adalah dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasan, yang terjadi pada interval yang dapat diperkirakan apabila volume kandung kemih
mencapai jumlah tertentu, ditandai dengan tidak ada dorongan untuk berkemih, merasakan
kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
teratur.
Inkontinentia fungsional adalah seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara
involunter dan tidak dapat diperkirakan. Ditandai dnegan adanya dorongan untuk berkemih dan
kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol spingter eksterna
Urgency adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinen jika
tidak berkemih.
Dysuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering ditemukan pada
penyaki ISK (infeksi saluran kemih), trauama dan stiktur uretra (penyempitan uretra).
Polyuria adalah produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
penignaktan intake cairan, defisiensi ADH (antideuretic hormone), penyakit ginjal kronik.
Urinaria suppression adalah berhenti mendadak produksi urine, secara normal urine
diproduksi oleh ginjal secara terus menerus  pada kecepatan 60-120 ml/jam.

G. REFERENSI

Hidaya, A.A, 2012. Kebutuhan Dasar Manusia. HealBooks: Jakarta.

21
Buku kebidanan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
A. Aziz Hidayat dan Musrifatul Uliyah, 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.

Danar Fahmi Sudarsono, 2015. Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. J Majority Vol. 4
No.6 Dihimpun dari berbagai sumber lainnya.

22

Anda mungkin juga menyukai