Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TRAUMA MELAHIRKAN : INKONTINENSIA URINE DAN


FISTULA GENITALIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen pengajar :

Disusun oleh Kelompok 5:

1. Anisa Noviyanti (C1AB23004)


2. Farah Farhanah S (C1AB23018)
3. Frilia Putri Anindia (C1AB230)
4. Lita Peratama (C1AB23029)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa selalu
memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini setelah melalui berbagai rintangan dan hambatan

Makalah ini penulis beri judul “TRAUMA MELAHIRKAN :


INKONTINENSIA URINE DAN FISTULA GENITALIA”. Adapun tujuan disusunnya
makalah ini adalah untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Maternitas. Selain itu,
makalah disusun guna memberikan informasi dan pengetahuan tentang trauma
melahirkan : konsep inkontinensia urine, fistula genitalia beserta konsep asuhan
keperawatannya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang agar lebih baik. Semoga
makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

                                                                Sukabumi, April 2023

Kelompok 6

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I.................................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................... 2
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 2
C. TUJUAN ............................................................................................................. 2
D. MANFAAT......................................................................................................... 2
BAB II......................................................................................................................... 4
A. Inkontinensia Urine ............................................................................................. 4
B. Fistula Genitalia................................................................................................... 12
C. Asuhan Keperawatan........................................................................................... 14
BAB III....................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 22
B. Saran .................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

C. LATAR BELAKANG
Kemajuan di bidang pelayanan obstetri telah berhasil menurunkan
insiden trauma lahir. Namun, trauma lahir masih merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas pada neonatal. Trauma lahir merupakan akibat trauma
mekanik selama proses kelahiran yang merupakan gabungan dari kekuatan
kontraksi kompresi, putaran, dan tarikan. Beberapa faktor risiko yang berperan
dalam trauma lahir adalah 1) faktor ibu yang berkaitan dengan kekakuan jalan
lahir (primipara, multipara, malformasi, dan panggul sempit); 2) faktor bayi yang
berkaitan dengan diskrepansi antara besar serta posisi bayi dengan jalan lahir
(makrosomia, makrosefalia, anomali fetus, disproporsi sefalopelvik, distosia bahu,
presentasi abnormal seperti bokong, muka, dahi dan letak lintang; prematur, partus
prsipitatus; 3) faktor luar yang berupa tindakan persalinan (pemakaian forseps,
vakum, tindakan versi-ekstraksi).
Trauma lahir penting untuk mendapatkan perhatian karena pada beberapa
kasus dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kecacatan fisik maupun
gangguan perkembangan di tahap usia selanjutnya. Trauma lahir ini juga sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari sehingga perlu dijelaskan kepada orang tua
tentang tentang diagnosis, tata laksana, dan juga prognosisnya.
Inkontinensia urine didefinisikan oleh International Continence Society
sebagai kehilangan control berkemih secara involunter yang mewakili masalah
hygienis dan social pada setiap individu. Inkontinensia urine adalah sebuah tanda
dan gejala yang ditemukan pada saat pemeriksaan dan dapat juga berbentuk suatu
gangguan. Permasalahan Inkontinensia urine merupakan masalah yang cukup
kompleks yang dapat berimbas pada ekonomi dan social. Prevelensi Inkontinensia
urine meningkat seiring bertambahnya usia, walaupun Inkontinensia urine bukan
merupakan kondisi yang mengancam jiwa, kondisi ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup karena sangat mempengruhi aktivitas sehari-hari , hubungan
interpersonal dan seksual, kesehatan psikologis serta interaksi social.

1
Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ
berongga internal atau antara organ berongga internal dan dengan tubuh bagian
luar. Fistula menandakan kedua area yang berhubungan secara abnormal. Fistula
merupakan saluran yang berasal dari rongga atau tabung normal kepermukaan
tubuh atau keronggalain, fistula ini diberi nama sesuai dengan hubungannya
(misalnya :rekto-vaginal, kolokutaneus). Fistula adalah sambungan abnormal
diantara dua permukaan epitel. Genitalia adalah organ reproduksi (Kamus
Keperawatan Lengkap). Fistula vagina adalah suatu kondisi media yang parah
dimana suatu fistula (lubang) berkembang antara rectum dan vagina atau antara
kandung kemih dan vagina setelah parah atau gagal melahirkan, saat perawatan
medis yang cukup tidak tersedia. Fistula genitalia adalah terjadinya hubungan
antara traktus genitalia dengan traktus urinarius atau gastrointestinal.

D. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan Inkontinensia urine dan Fistula Genitalia ?
2. Apa penyebabkan terjadinya inkontinensia urine dan Fistula Genitalia ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada inkontinensia urine dan Fistula
Genitalia

E. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Inkontinensia urine dan
Fistula Genitalia ?
2. Untuk mengetahui apa penyebabkan terjadinya inkontinensia urine dan
Fistula Genitalia ?
3. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada inkontinensia
urine dan Fistula Genitalia

F. MANFAAT
1. Bagi Penulis

2
Melatih penulis untuk bisa menyusun makalah dan pemikiran yang telah
dilakukan dan menuangkan ke dalam makalah ini. Memperluas wawasan
penulis tentang masalah yang dikaji di makalah.
2. Bagi Pembaca
Dapat dijadikan sebagai acuan, referensi, informasi dan wawasan teoritis
dalam penyusunan makalah selanjutnya. Sehingga analisa dapat lebih baik,
khususnya pada topik dan permasalahan ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Inkontinensia Urine
1. Definisi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah maupun
frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial dan
kebersihan (Kurniasari, 2016). Proses berkemih yang normal adalah suatu proses
dinamik yang secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi pertama ingin berkemih
biasanya timbul pada saat volume kandung kemih mencapai 150–350 ml.
Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai kurang lebih 500 ml
tanpa terjadi kebocoran.
Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tidak lebih
dari 8 kali sehari (Wahab, 2016). Menurut penelitian Junita, (2013) rata-rata lansia
yang mengalami inkontinensia urin akan berkemih sebanyak 12 kali selama 24
jam. Perubahan sistem perkemihan lansia terjadi pada ginjal, ginjal mengalami
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal menurun hingga 50%, fungsi
tubulus berkurang mengakibatkan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat hingga
21 mg%, berat jenis urine menurun, serta nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.

2. Etiologi Inkontinensia Urin


Menurut Soeparman & Wapadji Sarwono, (2001) dalam Aspiani, (2014) faktor
penyebab inkontinensia urin antara lain :
1) Poliuria
Poliuria merupakan kelainan frekuensi buang air kecil karena kelebihan
produksi urin. Pada poliuria volume urin dalam 24 jam meningkat melebihi
batas normal karena gangguan fungsi ginjal dalam mengonsentrasi urin.
2) Nokturia

4
Kondisi sering berkemih pada malam hari disebut dengan nokturia. Nokturia
merupakan salah satu indikasi adanya prolaps kandung kemih.
3) Faktor usia
Inkontinensia urin lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun karena
terjadinya penurunan tonus otot pada saluran kemih.
4) Penurunan produksi estrogen (pada wanita)
Penurunan produksi estrogen dapat menyebabkan atropi jaringan uretra
sehingga uretra menjadi kaku dan tidak elastis.
5) Operasi pengangkatan rahim
Pada wanita, kandung kemih dan rahim didukung oleh beberapa otot yang
sama. Ketika rahim diangkat, otot-otot dasar panggul tersebut dapat mengalami
kerusakan, sehingga memicu inkontinensia.
6) Frekuensi melahirkan
Melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
7) Merokok
Merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin
pada dinding kandung kemih.
8) Konsumsi alkohol dan kafein
Mengonsumsi alkohol dan kafein dapat menyebabkan inkontinensia urin karena
keduanya bersifat diuretik sehingga dapat meningkatkan frekuensi berkemih.
9) Obesitas
Berat badan yang berlebih meningkatkan resiko terkena inkontinensia urin
karena meningkatnya tekanan intra abdomen dan kandung kemih. Tekanan
intra abdomen menyebabkan panjang uretra menjadi lebih pendek dan
melemahnya tonus otot.
10) Infeksi saluran kemih
11) Gejala pada orang yang mengalami infeksi saluran kemih biasanya adalah
peningkatan frekuensi berkemih. Frekuensi berkemih yang semakin banyak
akan menyebabkan melemahnya otot pada kandung kemih sehingga dapat
terjadi inkontinensia urin.

5
3. Patofisiologi Inkontinensia
Urin Inkontinensia urin dapat terjadi karena beberapa penyebab, antara lain:
a. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan
Menurut Stanley M & Beare G Patricia, (2006) dalam Aspiani, (2014)
kapasitas kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal sekitar 300-600 ml.
Dengan sensasi atau keinginan berkemih di antara 150-350 ml. Berkemih
dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Keinginan
berkemih terjadi pada otot detrusor yang kontraksi dan sfingter internal serta
sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda
hampir semua urin dikeluarkan saat berkemih, sedangkan pada lansia tidak
semua urin dikeluarkan. Pada lansia terdpat residu urin 50 ml atau kurang
dianggap adekuat. Jumlah residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi
urin. Perubahan lain pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi
kandung kemih tanpa disadari. Pada seorang wanita lanjut usia terjadinya
penurunan hormon estrogen mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan
efek dari melahirkan menyebabkan lemahnya otot-otot dasar panggul.
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih. Menurut Aspiani, (2014) adanya hambatan pengeluaran urin karena
pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam kandung kemih
sehingga melebihi kapasitas normal kandung kemih. Fungsi sfingter yang
terganggu mengakibatkan kandung kemih mengalami kebocoran ketika
bersin atau batuk.

6
4. Pathway Inkontinensia Urin

Gambar 1. Pathway Inkontinensia Urin

(Sumber : Daneshgari & Moore, 2007 dalam Sinaga, 2011)

5. Klasifikasi Inkontinensia Urin

Menurut Cameron (2013), inkontinensia urin dapat dibedakan menjadi:

a. Inkontinensia urge

Keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, di mana otot ini

bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan

ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul,

manifestasinya dapat berupa perasaan ingin berkemih yang mendadak (urge),

berkemih berulang kali

(frekuensi) dan keinginan berkemih di malam hari (nokturia).

b. Inkontinensia stress

7
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin dengan secara tidak terkontrol keluar

akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul,

operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya antara lain keluarnya urin

sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal yang lain yang

meningkatkan tekanan pada rongga perut.

c. Inkontinensia overflow

Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah terlalu

banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot detrusor kandung

kemih yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat

dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran kemih

yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya tidak puas setelah berkemih (merasa

urin masih tersisa di dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan

pancarannya lemah.

d. Inkontinensia refleks

Hal ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti

demensia. Dalam hal ini rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.

e. Inkontinensia fungsional

Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif

sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang tepat. Hal ini

terjadi pada demensia berat, gangguan neurologi, gangguan mobilitas dan

psikologi.

6. Manifestasi Klinis

Menurut Aspiani ( 2014) ada beberapa manifestasi klinis inkontinensia urin, antara

lain :

8
a. Inkontinensia urge

Gejala dari inkontinensia urge adalah tingginya frekuensi berkemih (lebih

sering dari 2 jam sekali). Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih

dalam jumlah sedikit (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari

500 ml).

b. Inkontinensia stress

Gejalanya yaitu keluarnya urin pada saat tekanan intra abdomen meningkat dan

seringnya berkemih.

c. Inkontinensia overflow

Gejala dari inkontinensia jenis ini adalah keluhan keluarnya urin sedikit dan

tanpa sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh, distensi kandung kemih.

d. Inkontinensia refleks

Orang yang mengalami inkontinensia refleks biasanya tidak menyadari bahwa

kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya sensasi ingin berkemih, dan

kontraksi spasme kandung kemih yang tidak dapat dicegah.

e. Inkontinensia fungsional

Mendesaknya keinginan berkemih sehingga urin keluar sebelum mencapai

toilet merupakan gejala dari inkontinensia urin

fungsional.

7. Penatalaksanaan Inkontinensia Urin

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2014) yaitu dengan

mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol inkontinensia

urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan pembedahan. Dari

beberapa hal tersebut, dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

9
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah urin yang

keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan.

Banyaknya minuman yang diminum, jenis minuman yang diminum, dan waktu
minumnya juga dicatat dalam catatan
tersebut.

b. Terapi non farmakologi

Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab timbulnya inkontinensia

urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, dan

hiperglikemi. Cara yang dapat dilakukan adalah :

1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu

berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga waktu

berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan mampu menahan keinginan

berkemih sampai waktu yang ditentukan. Pada tahap awal, diharapkan

lansia mampu menahan keinginan berkemih satu jam, kemudian meningkat

23 jam.

2) Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi berkemih. Hal

ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih sesuai dengan

kebiasaannya. Apabila lansia ingin berkemih diharapkan lansia

memberitahukan petugas. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan

gangguan fungsi kognitif.

3) Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan kegel ini

bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar panggul dan

mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya serta mencegah prolaps

urin jangka panjang.

c. Terapi farmakologi

10
Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge) yaitu

antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir neurotransmitter, yang

disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak untuk mengendalikan otot. Ada

beberapa contoh obat antikolenergik antara lain oxybutinin, propanteline,

dyclomine, flsavoxate, dan imipramine. Pada inkontinensia tipe stress diberikan

obat alfa adregenic yaitu obat untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut

yaitu pseudosephedrine yang berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra.

Pada sfingter yang mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik agonis yang

bekerja untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin baik langsung

maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini antara lain bethanechol atau

alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk menstimulasi kontraksi.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urge, bila

terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada inkontinensia

overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk mencegah retensi urin. Terapi

ini biasanya dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat,

dan prolaps pelvis.

e. Modalitas lain

Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan pengobatan

masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan beberapa alat bantu

bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal dan

bedpan.

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Artinawati (2014) terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk

masalah inkontinensia urin, antara lain :

11
a. Urinalis

Spesimen urin yang bersih diperiksa untuk mengetahui penyebab inkontinensia

urin seperti hematuria, piuria, bakteriuria, glukosuria, dan proteinuria.

b. Pemeriksaan darah

Dalam pemeriksaan ini akan dilihat elektrolit, ureum, kreatinin, glukosa, dan

kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan

poliuria.

c. Tes laboratorium tambahan

Tes ini meliputi kultur urin, blood urea nitrogen, kreatinin, kalsium, glukosa,

dan sitologi.

d. Tes diagnostik lanjutan

1) Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian

bawah

2) Tes tekanan uretra untuk mengukur tekanan di dalam uretra saat istirahat

dan saat dinamis.

3) Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah.

e. Catatan berkemih (voiding record)


Catatan berkemih ini dilakukan selama 1-3 hari untuk mengetahui pola

berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat

mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, serta gejala yang

berhubungan dengan

B. Inkontinensia Urine
1. Pengertian Fistula Genetalis

12
Fistula Adalah terjadinya hubungan antara rongga alat dalam dengan dunia
luar. Fistula Genetalis Adalah terjadinya hubungan antara traktus genitalia
dengan traktus urinarius atau gastrointestinal dan dapat ditemukan satu atau
gabungan dua kelainan secara bersamaan

2. Patofisiologi fistula
Salah satu etiologi dari terbentuknys fistel adalah dari pembedahan.
Biasanya karena terjadi kurangnya ke sterilant alat atau kerusakan intervensi
bedah yang merusak abdomen. Maka kuman akan masuk kedalam
peritoneum hingga terjadinya peradangan pada peritoneum sehingga
keluarnya eksudat fibrinosa (abses), terbentuknya abses biasanya disertai
dengan demam dan rasa nyeri pada lokasi abses.
Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita
jaringan (perlengketan / adesi), karena adanya perlengketan maka akan
terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan
sehingga akan menjadi sambungan abnormal diantara 2 permukaan tubuh.
Maka dari dalam fistel akan mengeluarkan drain atau feses. Karena
terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan
maka akan menyumbat usus dan Gerakan peristaltic usus akan berkurang
sehingga cairan akan tertahan di dalam usus halus dan usus besar (yang bisa
meyebabkan edema). Jika tidak ditangani secara cepat maka cairan akan
merembas kedsalam rongga peritoneum sehingga terjadinya dehidrasi.

3. Penyebab
Fistel obstetric: terjadi karena persalinan yang menimbulkan robekan
Fistel ginokologis: terjadi karena peny ginekologi seperti karsinoma, operasi,
penyinaran Fistel traumatis: terjadi karena trauma (abortus kriminalis)

4. Tanda dan Gejala


a Air kencing terus menerus mengalir, menimbulkan bau, genetalia
eksterna selalu basah.

13
b Haid terganggu, amenorrhea skunder.
c Wanita tidak dapat berfungsi lagi sebagai seorang wanita.
d Kulit sekitar anus tebal
e Infeksi pada jalan lahir.
f Pada pemeriksaan speculum terlihat dinding vesika menonjol keluar
g Flatus dari vagina, keluar cairan dari rectum.

5. Penatalaksanaan fistula genetalia


a Medis
Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara operasi. Operasi
untuk kasus ini tanpa komplikasi memiliki tingkat keberhasilan 90%.
Operasi ini sukses dapat memungkinkan perempuan untuk hidup normal
dan memiliki anak lagi. Perawatan pasca operasi sangat penting untuk
mencegah infeksi. Beberapa wanita yang tidak bersedia untuk operasi
ini, dapat mencari pengobatan alternatif yang disebut urostomy
(pengumpulan urin dipakai setiap hari). Manfaat terbesar dari perawatan
bedah adalah bahwa banyak wanita dapat kembali bergabung dengan
keluarga mereka, dan masyarakat tanpa rasa malu kondisi mereka
karena bocor dan bau tidak lagi sekarang.
b Keperawatan
1) Pra operasi : persiapan fisik, lab, antibiotika profilaksis, persiapan
kolon bila peri.. Waktu reparasi, tergantung sebab :
Trauma operasi segera, saat operasi tsb, atau ditunda jika diketahui
2) pasca op
Obstertik 3 bulan pascasalin, kecuali fistula fekalis dilakukan setelah
3-6 bulan.
3) Pasca operasi : drainase urine kateter terpasang

6. Komplikasi
a. Infeksi
b. Gangguan fungsi reproduksi

14
c. Gangguan dalam berkemih
d. Gangguan dalam defekasi

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Inkontinensia Urine
Diagnosa
1) perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih akibat kelemahan otot vagina pasca persalinan
2) kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pasca
persalinan.

Perencanaan
1) Diagnosa keperawatan perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan
tidak adanya sensasi untuk berkemih akibat kelemahan otot vagina pasca
persalinan.
Tujuan dan kriteria hasil NOC: urinary elimination, urinary continuence.
Kriteria hasil:
1. kandung kemih kosong secara penuh,
2. tidak ada residu urine >100-200 cc,
3. intake cairan dalam rentang normal,
4. bebas dari ISK,
5. tidak ada spasme bladder,
6. balance cairan seimbang.
Perencanaan keperawatan NIC:
1. lakukan penilaian kemih yang komphrensif berfokus pada
inkontinensia misalnya: output urin, pola berkemih, fungsi
kognitif, dan masalah kencing praeksisten.

15
2. Monitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium
channel blockers dan antikolinergik. Gunakan kekuatan sugesti
dengan menjalankan air atau disiramkan ke toilet, merangsang
refleks kandung kemih, Pemindaian kandung kemih bermanfaat
dalam menentukkan residu pasca berkemih, selama fase akut,
kateter indwelling digunakan untuk mencegah retensi urin dan
memantau kaluaran urin. Sediakan waktu yang cukup untuk
pengosongan kandung kemih (10 menit), Pasang kateter
intermitten, anjurkan pasien/ keluarga untuk merekam output
urin.
3. Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi
tinja, pantau asupan dan keluaran, pantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi dan perkusi, bantu ke toilet secara berkala,
merujuk pasien ke spesialis kontinensia untuk mengurangi
komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan kateter
indwelling jangka panjang.
2) Diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang kegel exercise.
Tujuan dan kriteria hasil NOC: knowledge: disease process,
knowledge: health behavior.
Kriteria hasil:
1. pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan,
2. pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur kegel
exercise secara benar, pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya.
Perencanaan keperawatan NIC:
1. Treching: disease process, gambarkan tanda gejala yang biasa
muncul pada pasca persalinan dengan cara yang tepat, sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi pasca persalinan,
diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan

16
untuk mencegaah komplikasi dimasa yang akan datang,
diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
2. Pengetahuan tentang perawatan pasca persalinan dapat
meningkatkan pemahaman tentang proses penyembuhan pasca
bersalin.
3. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala masalah pasca
persalinan untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
dengan cara yang tepat.

17
B. Fistulla Genetalia
1) Pengkajian
1. Identitas
Biasanya berisi nama, jenis kelamin, alamat, No Medical Record,
penanggung jawab, agama, alamat, tanggal masuk, dan lain-lain.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : Biasanya normal
Suhu: Biasanya normal
Pernafasan: Biasanya normal
Nadi: Biasanya normal
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya terjadi partus lama, partus dengan tindakan SC,
karsinoma, radiasi, trauma operasi atau kelainan congenital,
aborsi, pelecehan seksual atau pemerkosaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya terjadi kelumpuhan, inkontinensia urine, haid klien
biasanya terganggu, kulit sekitar anus tebal, infeksi pada jalin
lahir, dinding vesika menonjol keluar, dan keluar cairan dari
rectum.
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat menstruasi
Biasanya haid klien terganggu dengan terjadi amnorrhoe
sekunder.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut
Biasanya rambut klien bersih, tidak ada ketombe.
b. Mata
Biasanya simertsi kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, dan pupil isokor.
c. Hidung

18
Biasanya tidak terdapat oedema, tidak ada lesi dan simetris
kiri dan kanan.
d. Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik.
e. Mulut
Biasanya mukosa bibir lembab.
f. Leher
Biasanya tidak pembesaran dan pembengkakan kelenjar
getah bening
g. Payudara
Biasanya simetris kiri dan kanan, dan tidak ada
pembengkakan, papilla mamae keluar dan tidak terdapat
nyeri saat menyusui.
h. Jantung
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat
P : biasanya ictus cordis teraba
P : biasanya pekak
A: biasanya BJ I dan BJ II teratur
i. Abdomen
Inspeksi : biasanya tidak asites
Auskultasi : biasanya bising usus normal
Palpasi : biasanya tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
Perkusi : biasanya tympani
j. Genitalia
Biasanya keluar cairan dari rectum dan vagina, kulit sekitar
anus tebal, infeksi pada jalin lahir, dan dinding vesika
menonjol keluar
k. Ekstremitas
Biasanya terjadi kelumpuhan pada ekstermitas bawah akibat
trauma operasi.

19
2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh, proses pembedahan
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola
defekasi.
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,
kesalahan interpretasi.

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri b.d - Pain level 1. Lakukan pengkajian
iritasi - Pain control nyeri.
mukosa, - Comfort level 2. Observasi reaksi
proses Kriteria hasil : komunikasi
inflamasi a. Mampu mengontrol terapeutik untuk
nyeri. mengetahui
b. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang dengan pasien
menggunakan 3. Kaji kultur nyeri
menejemen nyeri. pasien yang
c. Mampu mengenali mempengaruhi nyeri
nyeri. 4. Evaluasi pengalaman
d. Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah nyeri 5. Evaluasi bersama
berkurang pasien dan im
kesehatan lain
6. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dukungan.
7. Kurangi faktor

20
presipitasi nyeri
8. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. Berikan anlgetik
untuk mengurangi
nyeri
10. Evaluasi keefektifan
control nyeri
2 Resiko tinggi - Immune status 1. Bersihkan
infeksi b.d - Knowledge: infection lingkungan setelah
penurunan control dipakai pasien lain
daya tahan - Risk control 2. Pertahankan teknik
tubuh, proses - Kriteria hasil: isolasi
pembedahan a. Klien bebas dari tanda 3. Batasi pengunjung
dan gejala infeksi bila perlu
b. Mendeskripsikan proses 4. Cuci tangan sesudah
penularan penyakit. dan sebelum
c. Menunjukkan metindakan
kemampuan untuk keperawatan
mencegah timbulnya 5. Pertahankan
infeksi lingkungn aseptik
d. Menunjukkan perilaku selama pemasangan
hidup sehat alat
6. Tingkatkan intake
nutrisi
7. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
3 Kecemasan Kontrol kecemasan 1. Gunakan pendekatan
berhubungan Koping yang menenangkan

21
dengan Kriteria Hasil: 2. Nyatakan dengan
perubahan a. Klien mampu jelas harapan
status mengungkapkan gejala terhadap pelaku
kesehatan cemas pasien
b. Mengidentifikasi, 3. Temani pasien untuk
mengungkapkan dam memberikan
menujjukan teknik keamanan dan
untuk mengontrol mengurangi
cemas kecemasan
c. Vital sign dalam batas 4. Libatkan keluarga
normal untuk mendampingi
d. Postur tubuh, ekspresi klien
wajah dan tingkat 5. Instrusikan klien
aktivitas menujukkan untuk teknik
berkurangnya relaksasi 6
kecemasan 6. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menyebabkan
kecemasan
7. Kelola pemberian
obat anti cemas

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah maupun frekuensinya,
keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial dan kebersihan
(Kurniasari, 2016). Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang
secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul
pada saat volume kandung kemih mencapai 150–350 ml. Umumnya kandung kemih
dapat menampung urin sampai kurang lebih 500 ml tanpa terjadi kebocoran.

B. Saran
Tulisan hanyalah bersifat pendahuluan. untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan
oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang akademik. Demikian pula
penytempurnaan dari segala aspek perlu dilakukan demi kesempurnaan makalah ini.
Kita sebagai calon perawat harus mengetahui mengenai masalah dalam maternitas
untuk melakukan asuhan keperawatan di dunia kerja maupun di dunia praktik klinik
keperawatana dengan baik

23
DAFTAR PUSTAKA

Danarto, H. R. (2021). Buku Ajar Urologi. UGM Press

Sunarti, Nia. 2022. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Dengan Gangguan Eliminasi:
Inkontinensia Urine. Jurnal keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 10
Nomor 01, 18-29

Nurhayati, Ety. (2019) Modul 11 Klimakterium dan Trauma Melahirkan. Universitas Esa
Unggul.

Widiyati, Tri. M.M. dkk. Faktor Resiko Trauma Lahir. Fakultas Kedokteran UGM. Vol. 15, No.
5, Februari 2014. Yogyakarta. Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai