OLEH:
KELOMPOK 1
1
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan keperawatan pada pasien Inkontinensia Urine”. Adapun pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah
memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
Simpulan .................................................................................................................. 52
Saran ........................................................................................................................ 52
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inkontinensia adalah ketidakmampuan menahan air kencing yang dapat membuat
permasalahan sosial, medik maupun ekonomi yang berkaitan dengan kebersihan atau kesehatan
seseorang.
Kejadian ini disebabkan karena ada kegagalan sistem kandung
kemihdan uretra (vesikouretra) pada saat masukkanya urin secara berangsur-angsur dari ureter
(fase pengisian). Suatu struktur berotot yang mengatur pembukaan dan penutupan saluran kemih
(sfingter uretra interna) akan diatur oleh korteks serebri, yaitu reseptor adrenergik saraf simpatis.
Ia akan terangsang ketika terjadinya peregangan yang cukup dari buli-buli, kemudian otot
detrusor pada buli-buli berkontraksi dan sfingter uretra akan berelaksasi kemudian terjadilah
miksi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dasar penyakit inkontinensia urine?
2. Bagaimana Konsep asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia
urine ?
3. Bagaimana contoh Asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia
urine ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit inkontinensia urine.
2. Untuk konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia urine.
3. Untuk mengetahui contoh Asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit
inkontinensia urine.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Etiologi
Terdapat sejumlah alasan terjadinya inkontinensia, baik yang disebabkan oleh semua
factor diatas maupun masalah klinis yang berhubungan. Alasan utama pada lansia adalah
adanya “ ketidakstabilan kandung kemih “. Beberapa kerusakan persyarafan
mengakibatkan sesorang tidak mampu mencegah kontraksi otot kandung kemih secara
efektif (otot detrusor) dan mungkin juga dipersulit oleh masalah lain, seperti keterbatasan
gerak atau konfusi. Keinginan untuk miksi datang sangat cepat dan sangat mendesak pada
seseorang sehingga penderita tidak sempat pergi ke toilet, akibatnya terjadi inkontinensia,
kejadian yang sama mungkin dialami pada saat tidur.
Pada wanita, kelemahan otot spingter pada outlet sampai kandung kemih seringkali
disebabkan oleh kelahiran multiple sehingga pengeluaran urine dari kandung kemih tidak
mampu dicegah selama masa peningkatan tekanan pada kandung kemih. Adanya tekanan
di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, atau saat latihan juga merupakan factor
konstribusi.
Pembesaran kelenjar prostat pada pria adalah penyabab yang paling umum terjadinya
obstruksi aliran urine dari kandung kemih. Kondisi ini menyebabkan inkontinensia
karena adanya mekanisme overflow. Namun, inkontinensia ini dapat juga disebabkan
oleh adanya obstruksi yang berakibat konstipasi dan juga adanya massa maligna ( cancer
) dalam pelvis yang dialami oleh pria dan wanita. Akibat dari obstruksi, tonus kandung
kemih akan menghilang sehingga disebut kandung kemih atonik. Kandung kemih yang
kondisinya penuh gagal berkontraksi, akan tetapi kemudian menyebabkan overflow,
sehingga terjadi inkontinensia.
Apapun penyebabnya, inkontinensia dapat terjadi saat tekanan urine di dalam kandung
kemih menguasai kemampuan otot spingter internal dan eksternal ( yang berturut – turut
baik secara sadar maupun tidak sadar ) untuk menahan urine, tetap berada dalam kandung
kemih
3
3. Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada
keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung
kemih penuh atau tekanan intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-
loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada
keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada
fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa
dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa
dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase
pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih
meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang
merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka
uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena
kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di dalam
uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-
otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase
pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter
(refluks).
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali.
Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah control volunter dan
4
disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh
korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot
detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi,
pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan
kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil
yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot
detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih.
Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan
melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat
subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi
sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk
berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih
disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat pengeluaran urin.
Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat atau penyakit dapat
mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Komponen penting dalam
mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan rongga perut.
Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat antara urethra dan kandung
kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra
sehiingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke
uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau
batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses berkemih
diatur oleh refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal
sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas
saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi
dinding kandung kemih serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan
inversisomatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan
somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot
5
detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem
saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut
biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress,
inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow.
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine
banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya
usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain :
melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang
salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni.
Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena
infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena
berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus
dipantau. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat
dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul
karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot
dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan
menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
6
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan
inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami
inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul.
4. Klasifikasi inkontinensia
Meskipun berbagai penyebab inkontinensia menghasilkan proses yang sederhana, tetapi
inkontinensia perlu dikategorisasikan, seperti yang telah ditetapkan oleh Perhimpunan
Kontinensia Internasional.
a. Inkontinensia stress
Terjadi akibat adanya tekanan di dalam obdomen ( peningkatan intra badomen secar tiba
– tiba yang menambah tekanan yang emmang telah ada pada kandung kemih ). Oleh
Karen itu, bersin batuk, tertawa, latihan / olahraga, atau perubahan posisi dengan bangun
dari kursi atay berbalik dapat menyebabkan kehilangan sejumlah kecil urine tanpa
disadari atau kebocoran urine dari kandung kemih. Hal tersebut lebih sering terjadi pada
wanita karena kehilangan tonus otot dasar panggul yang dihubungkan dengan melahirkan
anak, prolaps pelvis seperti sistokel, uretra yang lebih pendek secra natomis, dan
kelemahan sfingter. Pada pria, prostatektomi adalah salah satu penyebabnya.
b. Inkontinensia mendesak ( urgensi )
Inkontinensia ini dihubungkan dengan keinginan yang kuat dan mendesak untuk
berkemih dengan kemampuan yang kecil untuk menunda berkemih. Berkemih dapat
dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke toilet. Mereka tidak
merasakan adanya tanda untuk berkemih. Pada inkontinensia urgensi, kandung kemih
hampir penuh sebelum kebutuhan utnuk berkemih dirasakan dan sebagai akibatnya,
sejumlah kecil sampai sedang urine keluar sebelum dapat mencapai toilet. Sensasi
urgensi tersebut disertai dengan frekuensi. Penyebabnya dihubungkan dengan
ketidakstabilan otot trusor ( aktivitas yang berlebihan ) oleh otot itu sendiri atau yang
dihubungkan dengan kondisi seperti sistitis, obstruksi aliran keluar, cedera spinal pada
7
bagian suprasakral, dan stroke. Antara 40 – 70% inkontinensia pada lansia adalah jenis
inkontinensia urgensi.
c. Inkontinensia Overflow
Inkontinensia karena aliran yang berlebihan ( overflow ) adalah hilangnya urine yang
terjadi dengan distensi kandung kemih secara berlebihan yang terjadi pada 7 sampai 11%
pasien inkontinensia. Kapasitas berlebihan, yang menyebabkan tekanan kandung kemih
lebih besar daripada tekanan resistensi sfingter uretra. Karena otot detrusor tidak
berkontraksi, terjadi urine yang menetes dan penurunan pancaran urine saat berkemih.
Inkontinensia karena aliran yang berlebihan disebabkan oleh gangguan transmisi saraf
dan oleh adanya obstruksi pada saluran keluarnya urine seperti yang terjadi pada
pembesaran prostat atau impaksi fekal. Hal ini juga disebut hipnotik atau atonik kandung
kemih. Residu urine setelah berkemih lebih dari 150 sampai 200 ml.
Kondisi ini juga terjadi saat aktivitas kandung kemih tidak ada dan muncul karena adanya
beberapa obstruksi yang menahan urine untuk keluar. MIksi normal tidak mungkin
terjadi. Akhirnya, tekanan dari urine di dalam kandung kemih mengatasi obstruksi dan
terjadi episode inkontinensia. Hal ini biasanya terjadi pada prostatism dan konstipasi
fekal.
d. Inkontinensia reflex
Akibat dari kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti demensia. Dalam hal ini,
pengosongan kandung kemih dipengaruhi reflex yang dirangsang oleh pengisian.
Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.
e. Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional disebabkan oleh factor – factor selain dari disfungsi system
urinaria. Struktur system urinaria utuh dan fungsinya normal, tetapi factor eksternal
mengganggu kontinensia. Demensia, gangguan psikologis lain, kelemahan fisik atau
imobilitas, dan hambatan lingkungan seperti jarak kamar mandi yang jauh adalah salah
satu factor – factor ini. Hal ini terjadi saat terdapat factor yang membatasi individu untuk
kontinensia, bias berupa spinal, psikiatrik, atau musculoskeletal.
8
f. Inkontinensia Fekal
Meskipun biasanya bukan merupakan tanda penyakit mayor, inkontinensia dapat
menyebabkan gangguan yang serius pada kesejahteraan fisik dan psikologis lansia.
Inkontinensia fekal dapat terjadi secara bertahap ( seperti demensia ) atau tiba – tiba (
seperti cedera medulla spinalis ). Inkontinensia fekal biasanya akibat dari statis fekal dan
impaksi yang disertai penurunan aktivitas, diet yang tidak tepat, penyakit anal yang nyeri
yang tidak diobati, atau konstipasi kronis. Inkontinensia fekal juga dapat disebabkan oleh
penggunaan laksatifyang kronis, penurunan asupan cairan, deficit neurologis dan
pembedahan pelvic, prostat, atau rectum serta obat – obatan seperti antihistamin,
psikotropik, dan preparat besi.
Lansia yang mengalami inkontinensia fekal mungkin tidak menyadari kebutuhan untuk
defekasi. Jika ia tidak dapat pergi ke kamar mandi atau menggunakan commode atau
pispot sendiri, pasien dapat kehilangan sensitifitas rectum akibat harus menahan desakan
defekasi sementara menunggu bantuan. Perubahan musculoskeletal dapat juga
mempengaruhi kemampuan lansia untuk mengambil posisi yang nyaman, yang
mempengaruhi frekuensi dan keefektifan defekasi.
g. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine bukan merupakan tanda – tanda normal penuaan. Inkontinensia urine
selalu merupakan suatu gejala dari masalah yang mendasari. Jutaan lansia mengalami
beberapa kehilangan kendali volunteer. Masalah kontinensia urinarius dibagi menjadi
akut atau persisten dan dapat berkisar dari kehilangan control kandung kemih ringan
sampai inkontinensia total. Inkotinensia akut terjadi secara tiba – tiba biasanya akibat dari
penyakit akut. Sering terjadi pada individu yang dirawat di rumah sakit, inkontinensia
akut biasanya hilang setelah penyakit sembuh. Inkontinensia akut juga dapat akibat dari
obat, terapi, dan factor lingkungan . Inkontinensia persisten diklasifikasikan menjadi
inkontinensia urgensi, inkontinensia stress, inkontinensia overflow, dan inkontinensia
fungsional. Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan endokrin,
seperti hiperklasemia dan hiperglikemia. Keterbatasan mobilitas atau penyakit yang
9
menyebabkan retensi urine dapat mencetuskan inkontinensia urine ata dapat akibat
depresi pada lansia
5. Manifestasi Klinis
a. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai kamar
mandi karena telah mulai berkemih.
b. Desakan, frekuensi, dan nokturia.
c. Inkontinensia stress dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika tertawa,
bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
d. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan volume dan aliran urine buruk atau lambat
dan merasa menunda atau mengejan.
e. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang adekuat.
f. Hiegiene buruk atau tanda – tanda infeksi.Kandung kemih terletak di atas sifisis pubis.
6. Pemeriksaan Diagnostic
a. Urinallisis, digunakan untuk melihat apakan ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
c. Cysometri digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuscular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi reflex otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
d. Urografi ekskretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
e. Volding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung
kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, striktur uretra, dan tahap
gangguan uretra prostatic stenosis ( pada pria ).
f. Uretrografi retrograde, digunakan hampir secara ekslusif pada pria, membantu
diagnosis striktur dan obstruksi orifisium uretra.
10
g. Elektromiografi sfingter pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat
atau nyeri, kemungkinan menanndakan hipertrofi prostat jinak atau infeksi.
Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin menyebabkan
inkontinensia.
h. Pemeriksaan vagina dapat memperlihatkan kekeringan vagina atau vaginitis atrofi,
yang menandakan kekuranagn estrogen.
i. Katerisasi residu pescakemih digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan
kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien
berkemih.
7. Penatalaksanaan
Terapi obat disesuaikan dengan penyebab inkontinensia. Antibiotik diresepkan jika
inkontinensia akibat dari inflamasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Obat
antikolinergik digunakan untuk memperbaiki fungsi kandung kemih dan mengobati
spasme kandung kemih jika dicurigai ada ketidakpstabilan pada otot detrusor. Obat
antipasmodik diresepkan untuk hiperrefleksia detrusor untuk menekan aktivitas otot polos
kandung kemih. Estrogen, baik dalam bentuk oral, topical, maupun supositoria,
digunakan jika ada vaginitis atrofik. Inkontinensia stree kadang dapat diterapi dengan
antidepresan.
Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, latihan kebiasaan dan waktu kemih,
penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul ( latihan kegel ). Pendekatan yang dipilih
disesuaikan dengan masalah pasien yang mendasari. Latihan kebiasaan dan latihan
berkemih sangat sesuai untuk pasien yang mengalami inkontinensia urgensi. Latihan otot
panggul sangat baik digunakan oleh pasien dengan fungsi tidak dipilih untuk pasien yang
mengalami inkontinensia sekunder akibat overflow. Teknik tambahan, seperti umpan
balik biologis dan rangsangan listrik, berfungsi sebagai tambahan pada terapi perilaku.
Latihan kebiasaan, bermanfaat bagi pasien yang mengalami demensia atau kerusakan
kognitif, mencakup menjaga jadwal berkemih yang tetap, biasanya setiap 2 sampai 4 jam.
Tujuannya adalah pasien dapat berkemih sebelum secara tidak sengaja berkemih. Latihan
11
kembali berkemih dapat bermanfaat bagi pasien dengan fungsi kognitif yang utuh.
Latihan ini mengajarkan pasien utnuk menahan desakan berkemih, secara bertahap
meningkatkan kapasitas kandung kemih dan interval anatara berkemih. Ketika kapasitas
meningkat, urgensi dan frekuensi akan berkurang.
Spiral dapat direspkan untuk pasien wanita yang mengalami kelainan anatomis seperti
prolaps uterus berat atau relaksasi pelvic. Spiral tersebut dipakai secara internal, seperti
diafregma kontrasepsi, dan menstabilkan dasar kandung kemih serta uretra, yang
mencegah inkontinensia selama ketegangan fisik.
Penggunaan kateter kondom jangka panjang – pendek dapat diresepkan bagi pasien
pria utnuk membantunya mencegah berkemih secara tidak sengaja dengan efektif.
Penggunaan kondom yang terus menerus harus dihindari, karena dapat menyebabkan ISK
dan iritasi kulit.
Sfingter buatan yang terdiri atas sfingter bermanset silicon dengan balon yang
mengatur tekanan dan pompa karet dapat dipasang pada pasien pria setelah prostatektomi
radikal atau pada pasien wanita yang mengalami inkontinensia stress yang tidak berespon
terhadap terapi lain. Manset tersebut diletakkan disekitar leher kandung kemih. Balon
menahan cairan yang biasanya menegmbangkan manset. Pompa karet diimplan ke
skrotum atau labia. Ketika kandung kemih penuh dengan urine, manset yang sensitive
terhadap tekanan mencegah urine bocor disekitar leher kandung kemih. Pasien menekan
pompa untuk memindahkan cairan dari manset kedalam balon yang diberi tekanan yang
memungkinkan berkemih.
Perbaikan dinding vagina anterior atau suspense retropubik kandung kemih dan uretra
dengan pembedahan dapat terjadi pilihan terapi bagi wanita yang emngalami
inkontinensia stress. Suspensi retropubik memperbaiki kandung kemih dan uretra ke
posisi intra-abdomen yang tepat.
Pada pria yang megalami inkontinensia akibat hipertrofi prostat, penanganan dapat
mencakup reseksi transurethral prostat atau protatektomi terbuka. Pembedahan dapat
12
digunakan untuk menghilangkan lesi yang menyumbat yang menyebabkan inkontinensia
urgensi atau overflow.
Pasien inkontinensia overflow akibat retensi urine dapat memanfaatkan kateterisasi
intermiten. Menghilangkan hambatan, memberikan lingkungan dengan pencahayaan yang
baik, dan memberikan orientasi yang sering ke kamar mandi akan membantu pasien yang
emngalami inkontinensia fungsional.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
a. Identitas: nama, jenis kelamin, umur, agama, status perkawinan, pekerjaan dan
alamat rumah.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1) Masalah kesehatan yang pernah dialami dan yang dirasakan saat ini.
3) Genogram:
13
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Hubungan
: klien/pasien
d. Kebiasaan sehari-hari
1) Biologis
a) Pola makan
b) Pola minum
c) Pola tidur
e) Aktivitas sehari-hari
14
e. Rekreasi
f. Pengetahuan/pendidikan
tinggi akan memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan
g. Indeks KATZ
bergantung dari klien dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang
lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini
Table 2.1
Indeks KATZ
Sumber. Sunaryo, dkk (2016)
Indek Keterangan
15
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan satu fungsi yang
lain.
Keterangan :
Mandiri bersrti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu funsi dianggap tidak melakukan
16
Tabel 2.2
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Sumber. Sunaryo, dkk(2016)
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Skor Pertanyaan
+ _ No
Instruktur:
berdasarkan 10 pertanyaan.
17
Penilai SPMSQ:
Merupakan suatu alat yang berguna menguji kemajuan klien dengan menguji
aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, regritasi, perhatian, dan kalkulasi,
2010). Nilai paling tinggi adalah 30, dimana nilai 21 atau kurang biasa indikasi
yang memengaruhi fungsi suasana hati. Depresi adalah hal yang umum terjadi pada
lanjut usia. Keadaan ini sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi
Pemeriksaan status mental tidak membedakan antara depresi dan demensia dengan
hal tentang gejala dan sikap yang berhubungan dengan depresi, yaitu:
18
Table 2.3
Depresi Beck
Sumber. Sunaryo, dkk (2016)
No Uraian Depresi Beck Skore
A. Kesedihan
B. Pesimis
C. Rasa kegagalan
D. Ketidakpatuhan
E. Rasa Bersalah
19
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak
berbahya
I: Keragu-raguan
20
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
K. Kesulitan Kerja
I. Keletihan
M. Anoreksia
gejala.Alat ini mudah dinilai dan dapat dilakukan sendiri atau diberikan perawat
21
Penilaian :
Skala Depresi Geriatrik Yesavage atau biasa disebut dengan Geriatric Depression
scale (GDS) merupakan instrument yang disusun secara khusus untuk memeriksa
depresi. Instrumen ini terdiri dari atas 30 atau 15 pertanyaan dengan jawaban YA
atau TIDAK.
Table 2.4
Skala Depresi Geriatrik Yesavage (GDS) Long Version
Sumber. Sunaryo, dkk(2016)
No Pertanyaan Ya Tidak
22
6. Apakah Anda diganggu oleh pikiran-pikiran yang
tidak dapat Anda keluarkan/ungkapkan?
23
23. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik
keadaannya daripada Anda?
Interpretasi :
Table 2.5
Skala Depresi Geriatrik Yesavage (GDS) Short Version
24
4. Apakah Anda sering merasa bosan ?
Total
Interpretasi :
j. Keadaan emosi
25
k. Konsep diri
1) Identitas diri :
2) Gambaran diri :
3) Ideal diri :
4) Peran diri :
5) Harga diri :
l. APGAR keluarga
Suatu alat skrining yang digunakan mengkaji fungsi social lanjut usia (Smilkstein et
afeksi (affection), dan pemecahan (resolve) [APGAR] adalah aspek fungsi keluarga
yang digunakan oada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan
Table 2.6
APGAR Keluarga
Sumber. Kushariadi (2010)
APGAR Keluarga
26
mengungkapkan masalah dengan saya
Penilaian:
m. Sosial
1) Dukungan keluarga
n. Spiritual
1) Pelaksanaan ibadah
o. Pemeriksaan Fisik
1) Keadan umum
a) Tingkat kesadaran :
27
b) GCS :
c) TTV :
Suhu : ……….. ºC
d) BB & TB :
Skoliosis/ Lordosis
28
3) Penilaian Kuantitatif
4) Head to Toe
a) Kepala (rambut)
Kebersihan : kotor/bersih
Keluhan :
b) Mata
Konjungtiva : anemis/tidak
Sclera : ikhterik/tidak
Strabismus : ya/tidak
Penglihatan : kabur/tidak
Peradangan : ya/tidak
Katarak : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
c) Hidung
Bentuk :simetris/tidak
29
Peradangan : ya/tidak
Penciuman : terganggu/tidak
Keluhan : ya/tidak
Kebersihan : baik/tidak
Mukosa : kering/lembab
Peradangan/stomatitis : ya/tidak
Kebersihan : bersih/tidak
Peradangan : ya/tidak
Pendengaran : terganggu/tidak
e) Leher
JVD : ya/tidak
Keluhan :
30
f) Dada
Retraksi : ya/tidak
Wheezing : ya/tidak
Ronchi : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
g) Abdomen
Bentuk : distended/flat/lainnya
Kembung : ya/tidak
Supel : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
h) Genetalia
Kebersihan : baik/tidak
Haemoroid : ya/tidak
Hernia : ya/tidak
31
Keluhan : ya/tidak
Kekuatan otot
0 : Lumpuh
1 : Ada kontraksi
Tremor : ya/tidak
Paralysis : ya/tidak
Reflex :
Biceps
Triceps
Patelar
32
Achiles
j) Integumen
Kebersihan : baik/tidak
Warna : pucat/tidak
Kelembapan : kering/lembab
Lesi/luka : ya/tidak
5) Informasi penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Mandiri:
3. Resiko Setelah 1. Kebersihan 1.Berikan 1. Untuk
tinggi dilakukan perineal teratasi perawatan mencegah
perineal dengan kontaminasi
infeksi b/d tindakan 2. Menjaga air sabun setiap uretra.
shift. Jika pasien 2.Kateter
glukosa kepeawatan kebersihan
inkontinensia, memberikan
darah yang selama..×24 kateter cuci daerah jalan pada
perineal bakteri
tinggi jam sesegera untuk
(hiperglike diharapakan R mungkin. memasuki
2. Jika di pasang kandung
mia) esiko tinggi kateter kemih dan
indwelling, naik ke
infeksidapat berikan saluran
teratasi dengan perawatan perkemihan
kateter 2x sehari 3.Untuk
kriteria hasil (merupakan mencegah
bagian dari stasis urine.
waktu mandi 4.Mungkin
pagi dan pada diberikan
waktu akan secara
tidur) dan profilaktik
setelah buang sehubungan
air dengan
besar Kecuali peningkatn
dikontraindikasi resiko
kan, ubah posisi infeksi
pasien setiap
2jam dan
anjurkan
masukan
sekurang-
kurangnya 2400
ml / hari. Bantu
melakukan
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan.
3.Berikan terapi
antibiotoik
36
4. isolasi Setelah Dengan kriteria 1. Dorong 1. Memberi
Sosial dilakukantinda hasil : pasien / orang kan
berhubunga kan 1. pasien tidak terdekat untuk kesempatan
n dengan kepeawatan merasa malu mengatakan menerima
keadaan selama..×24 perasaan. Akui isu / salah
yang jam kenormalan konsep.
memalukan diharapakan is perasaan marah, Membantu
akibat olasi sosial depresi, dan pasien /
mengompol dapat teratasi kedudukan orang
dan bau karena terdekat
urine kehilangan. menyadari
bahwa
2. Perhatikan perasaan
perilaku yang
menarik diri, dialami
peningkatan tidak biasa
ketergantungan, dan bahwa
manipulasi atau perasaan
tidak terlibat bersalah
pada asuhan. pada mereka
3. Berikan tidak perlu /
kesempatan membantu.
pada klien untuk Pasien perlu
menerima mengenali
keadaannya perasaan
melalui sebelum
partisipasi mereka
dalam dapat
37
perawatan diri. menerimany
a secara
efektif.
2. Dugaan
masalah
pada
penyesuaian
yang
memerlukan
evaluasi
lanjut dan
terapi lebih
efektif.
3. Kemandir
ian dalam
perawatan
memperbaik
i harga diri.
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
38
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau
kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang
interaktif dan kontinu karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat
dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian
berdasarkan respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang diperlukan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu :
a. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah
perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan.
b. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan klien.
39
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Ny.W berusia 63 tahun datang kerumah sakit Dr,soetomo dengan keluhan ingin BAK terus
menerus dan tidak bisa ditahan hingga sampai ke toilet. Ny.W mengatakan kencing sebanyak
lebih dari 12 kali dalam sehari. Ny.W juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan
kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih pada area perianalnya. Karena sering
mengompol, Ny.W mengaku mengurangi minum dan sering menahan haus. Ny.W merasa malu
apabila keluar rumah karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat sehingga
hanya tinggal di dalam rumah. Saat ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien
mengatakan bahwa klien memiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran.
Anaknya mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang penjahit di
rumahnya, namun beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi bekerja. Setelah dilakukan
pemeriksaan awal pada Ny.W ditemukan membran mukosa kering, turgor kulit kering dan
keriput serta lecet-lecet pada kulitnya. Hasil dari TTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi
90x/menit, RR 19x/menit, dan suhunya 37oC. Setelah dilakukan pemasangan kateter, didapatkan
data jumlah urin klien 1500-1600 mm selama 24 jam.
A. Pengkajian
1. Identitas klien :
Nama : Ny. W
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agam : Muslim
2. Keluhan utama : Klien BAK terus-menerus, tidak bias menahannya sehingga mengompol.
40
3. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi lebih dari
10 kali dalam sehari.Klien tidak bias menahan kencingnya untuk pergi ke toilet sampai klien
mengompol.Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa haus.
4. Riwayat penyakit dahulu : -
5. Riwayat penyakit keluarga :
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
6. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Tinggal serumah
41
: Pasien
Penjelasan :
Ny.W merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ny.W S menikah dengan suaminya
yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara dan mereka dikaruniai dua orang
anak. Dua orang anak laki-laki dan permpuan, anak laki laki sudah menikah, sehingga
Ny. W tinggal dirumah Bersama anak perempuan dan suaminya.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Composmentis, TD : 160/90mmHg, RR : 19x/mnt, Suhu : 37 oC
Nadi : 90 x/mnt.
b. Kepala
1) Kepala : mesosephal.
2) Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.
3) Mata : Sklera : tidak ikterik, Konjungtiva : tidak anemis.
4) Hidung : Bersih, simetris, tidak ada masa.
5) Telinga : Bersih, tidak ada serumen, reflek suara baik.
6) Mulut : membrane mukosa kering, gigi lengkap, tidak ada stomatitis.
7) Leher : Nadi karotis teraba, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Ekremitas : Tidak ada oedema pada kedua eksremitas atas dan bawah.
9) Intrgumen : kulit pasien kering, turgor kulit kurang elastis
c. Dada
a. Paru
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris
RR : 19x/mnt
2) Palpasi : Tidak ada pembengkakan
Tidak ada nyeri tekan.
3) Perksusi : sonor
4) Auskultasi : tidak ada tambahan suara nafas
42
8. Pengkajian pola fungsional menurut Virginia Hendarson
a. Pola Pernafasan
Sebelum Sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak menggunakan
alat bantu pernafasan
Saat dikaji : Pasien tidak ada keluahan saat bernapas
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk.
Saat di kaji : Makan di RS setengah porsi tiap kali jadwal makan.
c. Kebutuhan Eliminasi
f. Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.
Saat di kaji : Pasien tampak di bantu oleh istri.
43
g. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum Sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan
suaminya.
Saat di kaji : Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering seak nafas dan
batuk.
h. Kebutuhan Berpakaian
Sebelum Sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.
Saat di kaji : Memakai pakaian di bantu oleh anaknya.
i. Kebutuhan Spritual
Sebelum Sakit : Pasien dapat melakukan sholat 5 waktu.
Saat di kaji : Pasien tidak bisa sholat dan berkeyakinan bahwa penyakitnya
dapat sembuh karena pertolongan Tuhan.
j. Temperatur Tubuh
Sebelum Sakit : Pasien biasa memakai pakaian tipis jika begitu panas.
Saat di kaji : Suhu : 37oC
Aktifitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Mobilisasi berpindah √
44
Berias √
ROM √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawas orang
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total
8. Indeks KATZ
Indek Keterangan
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB,BAK), menggunakan
A
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang
D
lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi
E
fungsi yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
F
satu lagi fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G
Kesimpulan :
45
Berdasarkan penilaian indeks KATZ, pasien termasuk kedalam indeks kategori F.
Dimana pasien mampu makan secara mandiri dan perlu bantuan saat menggunakan
pakaian, ke toilet dan berpindah.
9. Mental (SPMSQ/MMSE)
Short potable mental status questionnaire (SPMSQ)
Skor
No Pertanyaan
+ -
0 √ 1 Tanggal berapa hari ini?
0√ 2 Hari apa sekarang ini?
√ 3 Apa nama tempat ini?
√1 4 Berapa nomer telepon anda?
0√ 5 Dimana alamat anda? Tanyakan untuk klien tidak punya telepon.
√0 6 Berapa umur anda?
√0 7 Kapan anda lahir?
√0 8 Siapa presiden Indonesia sekarang?
0 √ 9 Siapa nama kecil ibu anda?
1√ Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,
10
semua secara menurun
Jumlah kesalahan total : 4
Penilaian SPMSQ :
47
DO: Klien sering
mengompol
Kelembaban meningkat
3.5 Intervensi
48
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mengontrol pola
berkemih agar dapat berkemih normal
Kriteria evaluasi:
Klien akan menjadi kontinen dan mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens
dan rasional untuk pengobatan
Intervensi Rasional
Tentukan pola berkemih normal klien Memberikan kesempatan menerima isu /
dan tentukan variasi salah konsep. Membantu klien / orang
terdekat menyadari bahwa perasaan yang
dialami tidak biasa dan bahwa perasaan
bersalah pada mereka tidak perlu /
membantu. Klien perlu mengenali
perasaan sebelum mereka dapat
menerimanya secara efektif
Dorong meningkatkan pemasukan Peningkatan hidrasi membilas bakteri,
cairan
Selidiki keluhan kandung kemih Retensi urine dapat terjadi menyebabkan
penuh, palpasi untuk daerah distensi jaringan dan potensial resiko
suprapubik infeksi.
Kolaborasi: Menentukan adanya ISK, yang penyebab
Ambil urine untuk kultur dan atau gejala komplikasi
sensivitas
49
- Membran mukosa bibir lembab
- Turgor kulit elastic
- Intake dan output seimbang
Intervensi Rasional
Dapatkan riwayat klien / orang Memperoleh data tentang penyakit klien,
terdekat sehubungan dengan lamanya agar dapat melakukan tindakan sesuai
gejala seperti pengeluaran urine yang dengan yang dibutuhkan
berlebihan
Pantau TTV, catat adanya perubahan Indikator hidrasi/ volum sirkulasi dan
TD warna kulit dan kelembaban-nya kebutuhan intervensi
Monitor status hidrasi dengan Kondisi turgor kulit, membran mukosa,
mengkaji turgor kulit dan membran dan peningkatan berat jenis urin dapat
mukosa serta memeriksa berat jenis mengindikasikan dehidrasi.
urin setiap 8 jam sekali
Pantau masukan dan pengeluaran Membandingkan keluaran aktual dan yang
setiap hari diantisipasi membantu dalam
mengevaluasi fungsi/ derajat stasis/
kerusakan sistem urinary.
Timbang BB setiap hari Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi
Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan keseimbangan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Kolaborasi: Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Berikan cairan IV Mempertahankan volum sirkulasi,
meningkatkan fungsi ginjal
50
oleh urine
Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu menunjukkan
perbaikan keadaan turgor dan mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria evaluasi:
- Jumlah bakteri < 100.000/ml
- Kulit periostomal tetap utuh
- Urin jernih dengan sedimen minimal
Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit terhadap perubahan
warna, turgor dan adanya kemerahan
Pantau penampilan kulit periostomal Mengidentifikasi kemajuan serta
setiap 8 jam melihat adanya tanda-tanda kerusakan
integritas kulit.
Jaga agar kulit tetap kering Kulit atau daerah lipatan yang lembab
mudah terjadi tumbuhnya kuman
Berikan perawatan kulit termasuk Kulit yang kotor dapat menimbulkan
kebersihan pada kulit rasa gatal sehingga timbul keinginan
untuk menggaruk.
Ubah posisi setiap 2 jam sekali Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah
Berikan pakaian dari bahan yang dapat Mencegah iritasi dermal dan
menyerap air atau anjurkan klien untuk meningkatkan kelembaban pada kulit.
memakai pakaian longgar.
51
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence (keluarnya urine secara
tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih melebihi tekanan uretra selama fase pengisian)
yang dihubungkan dengan keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan dengan
overaktif otot detrusor.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat
menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet
52
DAFTAR PUSTAKA
53