Anda di halaman 1dari 56

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


INKONTINENSIA URINE

OLEH:
KELOMPOK 1

1. GABRIELA ANGELINA PALABI 193223115

2. I GEDE PUTRA SAINAN JAYA 193223116

3. I GUSTI AYU TRISNADEWI 193223117

4. I KOMANG PRAYOGA 193223118

5. IKE SRI WULANDARI 193223124

6. NANIK EKA PURNAWATI 193223131

7. NI WAYAN SUKRIMI 193223154

8. DSK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI 193223110

9. NI KADEK SUKRAENI PEBREYANTI 193223135

10. MERLINA SOFIANI 193223130

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020

1
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan keperawatan pada pasien Inkontinensia Urine”. Adapun pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah
memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.

“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ........................................................................................................... 1

Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1


Tujuan Penulisan........................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Inkontensia Urine ............................................................... 2


B. Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Inkontensia Urine .................................. 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan Keperawatan pada pasien Inkontensia Urine............................................................ 40

BAB IV PENUTUP

Simpulan .................................................................................................................. 52
Saran ........................................................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 53

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inkontinensia adalah ketidakmampuan menahan air kencing yang dapat membuat
permasalahan sosial, medik maupun ekonomi yang berkaitan dengan kebersihan atau kesehatan
seseorang.
Kejadian ini disebabkan karena ada kegagalan sistem kandung
kemihdan uretra (vesikouretra) pada saat masukkanya urin secara berangsur-angsur dari ureter
(fase pengisian). Suatu struktur berotot yang mengatur pembukaan dan penutupan saluran kemih
(sfingter uretra interna) akan diatur oleh korteks serebri, yaitu reseptor adrenergik saraf simpatis.
Ia akan terangsang ketika terjadinya peregangan yang cukup dari buli-buli, kemudian otot
detrusor pada buli-buli berkontraksi dan sfingter uretra akan berelaksasi kemudian terjadilah
miksi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dasar penyakit inkontinensia urine?
2. Bagaimana Konsep asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia
urine ?
3. Bagaimana contoh Asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia
urine ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit inkontinensia urine.
2. Untuk konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit inkontinensia urine.
3. Untuk mengetahui contoh Asuhan Keperawatan pada lansia dengan penyakit
inkontinensia urine.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar kesadaran, pada
waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau social (
Watson, 1991 ). Terdapat dua aspek social yang sangat penting dalam definisi
inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak menimbulkan
sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya. Aspek social yang lain yaitu
adanya konsekuensi yang ditimbulkan inkontinensia terhadap individu yang
mengalminya, antara lain klien akan kehilangan harga diri, juga merasa terisolasi dan
depresi.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah factor
fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan apatis, yang
dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah kearah normal.
Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti demensia, dapat juga
menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan fisiologis dapat mencakup kerusakan
saraf spinal, yang menghancurkan mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin
menghentikannya. Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan
medikasi tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki – laki dengan protatism, cenderung mengalami
kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia, akibat trauma atau
pembedahan.

2
2. Etiologi
Terdapat sejumlah alasan terjadinya inkontinensia, baik yang disebabkan oleh semua
factor diatas maupun masalah klinis yang berhubungan. Alasan utama pada lansia adalah
adanya “ ketidakstabilan kandung kemih “. Beberapa kerusakan persyarafan
mengakibatkan sesorang tidak mampu mencegah kontraksi otot kandung kemih secara
efektif (otot detrusor) dan mungkin juga dipersulit oleh masalah lain, seperti keterbatasan
gerak atau konfusi. Keinginan untuk miksi datang sangat cepat dan sangat mendesak pada
seseorang sehingga penderita tidak sempat pergi ke toilet, akibatnya terjadi inkontinensia,
kejadian yang sama mungkin dialami pada saat tidur.
Pada wanita, kelemahan otot spingter pada outlet sampai kandung kemih seringkali
disebabkan oleh kelahiran multiple sehingga pengeluaran urine dari kandung kemih tidak
mampu dicegah selama masa peningkatan tekanan pada kandung kemih. Adanya tekanan
di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, atau saat latihan juga merupakan factor
konstribusi.
Pembesaran kelenjar prostat pada pria adalah penyabab yang paling umum terjadinya
obstruksi aliran urine dari kandung kemih. Kondisi ini menyebabkan inkontinensia
karena adanya mekanisme overflow. Namun, inkontinensia ini dapat juga disebabkan
oleh adanya obstruksi yang berakibat konstipasi dan juga adanya massa maligna ( cancer
) dalam pelvis yang dialami oleh pria dan wanita. Akibat dari obstruksi, tonus kandung
kemih akan menghilang sehingga disebut kandung kemih atonik. Kandung kemih yang
kondisinya penuh gagal berkontraksi, akan tetapi kemudian menyebabkan overflow,
sehingga terjadi inkontinensia.
Apapun penyebabnya, inkontinensia dapat terjadi saat tekanan urine di dalam kandung
kemih menguasai kemampuan otot spingter internal dan eksternal ( yang berturut – turut
baik secara sadar maupun tidak sadar ) untuk menahan urine, tetap berada dalam kandung
kemih

3
3. Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada
keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung
kemih penuh atau tekanan intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-
loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada
keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada
fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa
dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa
dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase
pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih
meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang
merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka
uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena
kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di dalam
uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-
otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase
pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter
(refluks).
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali.
Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah control volunter dan
4
disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh
korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot
detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi,
pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan
kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil
yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot
detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih.
Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan
melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat
subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi
sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk
berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih
disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat pengeluaran urin.
Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat atau penyakit dapat
mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Komponen penting dalam
mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan rongga perut.
Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat antara urethra dan kandung
kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra
sehiingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke
uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau
batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses berkemih
diatur oleh refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal
sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas
saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi
dinding kandung kemih serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan
inversisomatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan
somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot
5
detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem
saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut
biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress,
inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow.
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine
banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya
usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain :
melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang
salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni.
Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena
infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena
berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus
dipantau. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat
dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul
karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot
dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan
menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
6
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan
inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami
inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul.

4. Klasifikasi inkontinensia
Meskipun berbagai penyebab inkontinensia menghasilkan proses yang sederhana, tetapi
inkontinensia perlu dikategorisasikan, seperti yang telah ditetapkan oleh Perhimpunan
Kontinensia Internasional.
a. Inkontinensia stress
Terjadi akibat adanya tekanan di dalam obdomen ( peningkatan intra badomen secar tiba
– tiba yang menambah tekanan yang emmang telah ada pada kandung kemih ). Oleh
Karen itu, bersin batuk, tertawa, latihan / olahraga, atau perubahan posisi dengan bangun
dari kursi atay berbalik dapat menyebabkan kehilangan sejumlah kecil urine tanpa
disadari atau kebocoran urine dari kandung kemih. Hal tersebut lebih sering terjadi pada
wanita karena kehilangan tonus otot dasar panggul yang dihubungkan dengan melahirkan
anak, prolaps pelvis seperti sistokel, uretra yang lebih pendek secra natomis, dan
kelemahan sfingter. Pada pria, prostatektomi adalah salah satu penyebabnya.
b. Inkontinensia mendesak ( urgensi )
Inkontinensia ini dihubungkan dengan keinginan yang kuat dan mendesak untuk
berkemih dengan kemampuan yang kecil untuk menunda berkemih. Berkemih dapat
dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke toilet. Mereka tidak
merasakan adanya tanda untuk berkemih. Pada inkontinensia urgensi, kandung kemih
hampir penuh sebelum kebutuhan utnuk berkemih dirasakan dan sebagai akibatnya,
sejumlah kecil sampai sedang urine keluar sebelum dapat mencapai toilet. Sensasi
urgensi tersebut disertai dengan frekuensi. Penyebabnya dihubungkan dengan
ketidakstabilan otot trusor ( aktivitas yang berlebihan ) oleh otot itu sendiri atau yang
dihubungkan dengan kondisi seperti sistitis, obstruksi aliran keluar, cedera spinal pada

7
bagian suprasakral, dan stroke. Antara 40 – 70% inkontinensia pada lansia adalah jenis
inkontinensia urgensi.
c. Inkontinensia Overflow
Inkontinensia karena aliran yang berlebihan ( overflow ) adalah hilangnya urine yang
terjadi dengan distensi kandung kemih secara berlebihan yang terjadi pada 7 sampai 11%
pasien inkontinensia. Kapasitas berlebihan, yang menyebabkan tekanan kandung kemih
lebih besar daripada tekanan resistensi sfingter uretra. Karena otot detrusor tidak
berkontraksi, terjadi urine yang menetes dan penurunan pancaran urine saat berkemih.
Inkontinensia karena aliran yang berlebihan disebabkan oleh gangguan transmisi saraf
dan oleh adanya obstruksi pada saluran keluarnya urine seperti yang terjadi pada
pembesaran prostat atau impaksi fekal. Hal ini juga disebut hipnotik atau atonik kandung
kemih. Residu urine setelah berkemih lebih dari 150 sampai 200 ml.
Kondisi ini juga terjadi saat aktivitas kandung kemih tidak ada dan muncul karena adanya
beberapa obstruksi yang menahan urine untuk keluar. MIksi normal tidak mungkin
terjadi. Akhirnya, tekanan dari urine di dalam kandung kemih mengatasi obstruksi dan
terjadi episode inkontinensia. Hal ini biasanya terjadi pada prostatism dan konstipasi
fekal.
d. Inkontinensia reflex
Akibat dari kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti demensia. Dalam hal ini,
pengosongan kandung kemih dipengaruhi reflex yang dirangsang oleh pengisian.
Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.
e. Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional disebabkan oleh factor – factor selain dari disfungsi system
urinaria. Struktur system urinaria utuh dan fungsinya normal, tetapi factor eksternal
mengganggu kontinensia. Demensia, gangguan psikologis lain, kelemahan fisik atau
imobilitas, dan hambatan lingkungan seperti jarak kamar mandi yang jauh adalah salah
satu factor – factor ini. Hal ini terjadi saat terdapat factor yang membatasi individu untuk
kontinensia, bias berupa spinal, psikiatrik, atau musculoskeletal.
8
f. Inkontinensia Fekal
Meskipun biasanya bukan merupakan tanda penyakit mayor, inkontinensia dapat
menyebabkan gangguan yang serius pada kesejahteraan fisik dan psikologis lansia.
Inkontinensia fekal dapat terjadi secara bertahap ( seperti demensia ) atau tiba – tiba (
seperti cedera medulla spinalis ). Inkontinensia fekal biasanya akibat dari statis fekal dan
impaksi yang disertai penurunan aktivitas, diet yang tidak tepat, penyakit anal yang nyeri
yang tidak diobati, atau konstipasi kronis. Inkontinensia fekal juga dapat disebabkan oleh
penggunaan laksatifyang kronis, penurunan asupan cairan, deficit neurologis dan
pembedahan pelvic, prostat, atau rectum serta obat – obatan seperti antihistamin,
psikotropik, dan preparat besi.
Lansia yang mengalami inkontinensia fekal mungkin tidak menyadari kebutuhan untuk
defekasi. Jika ia tidak dapat pergi ke kamar mandi atau menggunakan commode atau
pispot sendiri, pasien dapat kehilangan sensitifitas rectum akibat harus menahan desakan
defekasi sementara menunggu bantuan. Perubahan musculoskeletal dapat juga
mempengaruhi kemampuan lansia untuk mengambil posisi yang nyaman, yang
mempengaruhi frekuensi dan keefektifan defekasi.
g. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine bukan merupakan tanda – tanda normal penuaan. Inkontinensia urine
selalu merupakan suatu gejala dari masalah yang mendasari. Jutaan lansia mengalami
beberapa kehilangan kendali volunteer. Masalah kontinensia urinarius dibagi menjadi
akut atau persisten dan dapat berkisar dari kehilangan control kandung kemih ringan
sampai inkontinensia total. Inkotinensia akut terjadi secara tiba – tiba biasanya akibat dari
penyakit akut. Sering terjadi pada individu yang dirawat di rumah sakit, inkontinensia
akut biasanya hilang setelah penyakit sembuh. Inkontinensia akut juga dapat akibat dari
obat, terapi, dan factor lingkungan . Inkontinensia persisten diklasifikasikan menjadi
inkontinensia urgensi, inkontinensia stress, inkontinensia overflow, dan inkontinensia
fungsional. Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan endokrin,
seperti hiperklasemia dan hiperglikemia. Keterbatasan mobilitas atau penyakit yang
9
menyebabkan retensi urine dapat mencetuskan inkontinensia urine ata dapat akibat
depresi pada lansia
5. Manifestasi Klinis
a. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai kamar
mandi karena telah mulai berkemih.
b. Desakan, frekuensi, dan nokturia.
c. Inkontinensia stress dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika tertawa,
bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
d. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan volume dan aliran urine buruk atau lambat
dan merasa menunda atau mengejan.
e. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang adekuat.
f. Hiegiene buruk atau tanda – tanda infeksi.Kandung kemih terletak di atas sifisis pubis.
6. Pemeriksaan Diagnostic
a. Urinallisis, digunakan untuk melihat apakan ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
c. Cysometri digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuscular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi reflex otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
d. Urografi ekskretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
e. Volding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung
kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, striktur uretra, dan tahap
gangguan uretra prostatic stenosis ( pada pria ).
f. Uretrografi retrograde, digunakan hampir secara ekslusif pada pria, membantu
diagnosis striktur dan obstruksi orifisium uretra.
10
g. Elektromiografi sfingter pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat
atau nyeri, kemungkinan menanndakan hipertrofi prostat jinak atau infeksi.
Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin menyebabkan
inkontinensia.
h. Pemeriksaan vagina dapat memperlihatkan kekeringan vagina atau vaginitis atrofi,
yang menandakan kekuranagn estrogen.
i. Katerisasi residu pescakemih digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan
kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien
berkemih.
7. Penatalaksanaan
Terapi obat disesuaikan dengan penyebab inkontinensia. Antibiotik diresepkan jika
inkontinensia akibat dari inflamasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Obat
antikolinergik digunakan untuk memperbaiki fungsi kandung kemih dan mengobati
spasme kandung kemih jika dicurigai ada ketidakpstabilan pada otot detrusor. Obat
antipasmodik diresepkan untuk hiperrefleksia detrusor untuk menekan aktivitas otot polos
kandung kemih. Estrogen, baik dalam bentuk oral, topical, maupun supositoria,
digunakan jika ada vaginitis atrofik. Inkontinensia stree kadang dapat diterapi dengan
antidepresan.
Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, latihan kebiasaan dan waktu kemih,
penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul ( latihan kegel ). Pendekatan yang dipilih
disesuaikan dengan masalah pasien yang mendasari. Latihan kebiasaan dan latihan
berkemih sangat sesuai untuk pasien yang mengalami inkontinensia urgensi. Latihan otot
panggul sangat baik digunakan oleh pasien dengan fungsi tidak dipilih untuk pasien yang
mengalami inkontinensia sekunder akibat overflow. Teknik tambahan, seperti umpan
balik biologis dan rangsangan listrik, berfungsi sebagai tambahan pada terapi perilaku.
Latihan kebiasaan, bermanfaat bagi pasien yang mengalami demensia atau kerusakan
kognitif, mencakup menjaga jadwal berkemih yang tetap, biasanya setiap 2 sampai 4 jam.
Tujuannya adalah pasien dapat berkemih sebelum secara tidak sengaja berkemih. Latihan
11
kembali berkemih dapat bermanfaat bagi pasien dengan fungsi kognitif yang utuh.
Latihan ini mengajarkan pasien utnuk menahan desakan berkemih, secara bertahap
meningkatkan kapasitas kandung kemih dan interval anatara berkemih. Ketika kapasitas
meningkat, urgensi dan frekuensi akan berkurang.
Spiral dapat direspkan untuk pasien wanita yang mengalami kelainan anatomis seperti
prolaps uterus berat atau relaksasi pelvic. Spiral tersebut dipakai secara internal, seperti
diafregma kontrasepsi, dan menstabilkan dasar kandung kemih serta uretra, yang
mencegah inkontinensia selama ketegangan fisik.
Penggunaan kateter kondom jangka panjang – pendek dapat diresepkan bagi pasien
pria utnuk membantunya mencegah berkemih secara tidak sengaja dengan efektif.
Penggunaan kondom yang terus menerus harus dihindari, karena dapat menyebabkan ISK
dan iritasi kulit.
Sfingter buatan yang terdiri atas sfingter bermanset silicon dengan balon yang
mengatur tekanan dan pompa karet dapat dipasang pada pasien pria setelah prostatektomi
radikal atau pada pasien wanita yang mengalami inkontinensia stress yang tidak berespon
terhadap terapi lain. Manset tersebut diletakkan disekitar leher kandung kemih. Balon
menahan cairan yang biasanya menegmbangkan manset. Pompa karet diimplan ke
skrotum atau labia. Ketika kandung kemih penuh dengan urine, manset yang sensitive
terhadap tekanan mencegah urine bocor disekitar leher kandung kemih. Pasien menekan
pompa untuk memindahkan cairan dari manset kedalam balon yang diberi tekanan yang
memungkinkan berkemih.
Perbaikan dinding vagina anterior atau suspense retropubik kandung kemih dan uretra
dengan pembedahan dapat terjadi pilihan terapi bagi wanita yang emngalami
inkontinensia stress. Suspensi retropubik memperbaiki kandung kemih dan uretra ke
posisi intra-abdomen yang tepat.
Pada pria yang megalami inkontinensia akibat hipertrofi prostat, penanganan dapat
mencakup reseksi transurethral prostat atau protatektomi terbuka. Pembedahan dapat

12
digunakan untuk menghilangkan lesi yang menyumbat yang menyebabkan inkontinensia
urgensi atau overflow.
Pasien inkontinensia overflow akibat retensi urine dapat memanfaatkan kateterisasi
intermiten. Menghilangkan hambatan, memberikan lingkungan dengan pencahayaan yang
baik, dan memberikan orientasi yang sering ke kamar mandi akan membantu pasien yang
emngalami inkontinensia fungsional.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses

yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Sunaryo dkk, 2016 )

a. Identitas: nama, jenis kelamin, umur, agama, status perkawinan, pekerjaan dan

alamat rumah.

b. Keluhan Utama

c. Riwayat Kesehatan

1) Masalah kesehatan yang pernah dialami dan yang dirasakan saat ini.

2) Masalah kesehatan keluarga/keturunan

3) Genogram:

Genogram dibuat berdasarkan tiga generasi ke atas dan generasi ke bawah

menyesuaikan dengan jumlah anggota keluarga.

13
Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Hubungan

: klien/pasien

………… : Tinggal dalam satu rumah

d. Kebiasaan sehari-hari

1) Biologis

a) Pola makan

b) Pola minum

c) Pola tidur

d) Pola eliminasi (BAB/BAK)

e) Aktivitas sehari-hari

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dan

meningkatkanaktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, mandi,

toileting, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, mobilisasi berpindah,

berias, dan ROM.

14
e. Rekreasi

f. Pengetahuan/pendidikan

Menurut (Notoatmojo, 2014) orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih

tinggi akan memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan

dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah.

g. Indeks KATZ

Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas

kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

bergantung dari klien dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK), berpindah,

ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan

disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang

lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini

adalah kemampuan untuk mengukurperubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap

waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi.

Table 2.1
Indeks KATZ
Sumber. Sunaryo, dkk (2016)
Indek Keterangan

A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan


pakaian, toileting, berpindah, dan mandi.

B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.

C Mandiri, kecuali mandi, dan satu fungsi lainnya.

D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi yang lain.

15
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan satu fungsi yang
lain.

F Mandiri,kecuali mandi,berpakaian,ke toilet, berpindah dan satu


fungsi yang lain.

G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut.

Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G.

Keterangan :

Mandiri bersrti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,

seseorang yang menolak untuk melakukan suatu funsi dianggap tidak melakukan

fungsi meskipun ia dianggap mampu.

h. Status mental dan kognitif gerontik (SPMSQ dan MMSE)

1) SPMSQ (short Portable Mental status Questioner)

Digunakan untuk mendeteksi tingkat kerusakan intelektual terdiri 10 hal yang

menilai orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungan dengan

kemampuan perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis atau

perhitungan.Metode penentuan skor sederhana meliputi tingkat fungsi

intelektual, yang membantu dalam membuat keputusan yang khusus mengenai

kapasitas perawatan diri.

16
Tabel 2.2
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Sumber. Sunaryo, dkk(2016)
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)

Skor Pertanyaan

+ _ No

1. Tanggal berapa hari ini?

2. Hari apa sekarang ini?

3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomer telepon anda?

4a.. Dimana alamat anda? Tanyakan hanya klien tidak


mempunyai telepon

5. Berapa umur anda?

6. Kapan anda lahir?

7. Siapa presiden Indonesia sekarang?

8. Siapa presiden sebelumnya?

9. Siapa nama kecil ibu anda?

10. Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap


angka baru, semua acara menurun

Jumlah kesalahan total

Instruktur:

Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar, catat semua jawaban.Ajukan pertanyaan

4A hanya jika klien tidak mempunyai telepon.Catat jumlah kesalahan total

berdasarkan 10 pertanyaan.

17
Penilai SPMSQ:

Kesalahan 8–10 fungsi intelektual berat

Kesalahan 5–7 fungsi intelektual sedang

Kesalahan 3–4 fungsi intelektual ringan

Kesalahan 0–2 fungsi intelektual utuh

2) MMSE (Mini Mental Status Exam)

Merupakan suatu alat yang berguna menguji kemajuan klien dengan menguji

aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, regritasi, perhatian, dan kalkulasi,

mengingat kembali dan bahasa. (Folstein et al 1975 dikutip dalam kushariyadi

2010). Nilai paling tinggi adalah 30, dimana nilai 21 atau kurang biasa indikasi

adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.

Alat pengukur status afektif digunakan untuk membedakan jenis depresi

yang memengaruhi fungsi suasana hati. Depresi adalah hal yang umum terjadi pada

lanjut usia. Keadaan ini sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi

sehingga depresi pada lanjut usia sering disalahartikan dengan demensia.

Pemeriksaan status mental tidak membedakan antara depresi dan demensia dengan

jelas sehingga pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

i. Depresi (IDB & GDS)

Menurut Beck & Beck (1972), Inventaris Depresi Beck(IDB) berisikan 13

hal tentang gejala dan sikap yang berhubungan dengan depresi, yaitu:

18
Table 2.3
Depresi Beck
Sumber. Sunaryo, dkk (2016)
No Uraian Depresi Beck Skore

A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak


dapat menghadapinya

2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak


dapat keluar darimya

1 Saya merasa sedih

0 Saya tidak merasa sedih

B. Pesimis

3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan


sesuatu tidak dapat membaik

2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk


memandang kedepan

1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan

0 Saya tidak begitu pasimis atau kecil hati tentang masa


depan

C. Rasa kegagalan

3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang


(orang tua, suami, istri)

2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang


dapat saya lihat hanya kegagalan

1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada


umumnya

0 Saya tidak merasa gagal

D. Ketidakpatuhan

3 Saya tidak puas dengan segalanya

2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun

1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan

0 Saya tidak merasa tidak puas

E. Rasa Bersalah

19
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak
berbahya

2 Saya merasa sangat bersalah

1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari


waktu yang baik

0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah

F. Tidak Menyukai Diri Sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri

2 Saya muak dengan diri saya sendiri

1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri-sendiri

G. Membahayakan Diri Sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya


mempunyai kesempatan

2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri

1 Saya merasa lebih baik mati

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri sendiri

H. Menarik Diri dan Sosial

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan tidak peduli pada mereka semua

2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan tidak peduli pada mereka semua

1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada


sebelumnya

0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I: Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali

2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat


keputusan

1 Saya berusaha mengambil keputusan

0 Saya membuat keputusan yang baik

J: Perubahan Gambaran Diri

20
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan

2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang


permanen dalam penampilan sayaa dan ini membuat saya
tidak menari

1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menari

0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk


daripada sebelumnya

K. Kesulitan Kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali

2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras


untuk melakukan sesuatu

1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai


melakukan sesuatu

0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya

I. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu

2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu

1 Saya lelah lebih dari yang biasanya

0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya

M. Anoreksia

3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali

2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang

1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya

0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Setiap hal direntang menggunakan skala 4 poin untuk menandakan intensitas

gejala.Alat ini mudah dinilai dan dapat dilakukan sendiri atau diberikan perawat

dalam 5 menit.Penilaian dengan cepat membantu dalam memperkirakan beratnya

depresi (Kushariyadi 2010).

21
Penilaian :

0-4 : Depresi tidak ada atau minimal

5-7 : Depresi ringan

8-15 : Depresi sedang

>15 : depresi berat

Skala Depresi Geriatrik Yesavage atau biasa disebut dengan Geriatric Depression

scale (GDS) merupakan instrument yang disusun secara khusus untuk memeriksa

depresi. Instrumen ini terdiri dari atas 30 atau 15 pertanyaan dengan jawaban YA

atau TIDAK.

Table 2.4
Skala Depresi Geriatrik Yesavage (GDS) Long Version
Sumber. Sunaryo, dkk(2016)
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan


kehidupan anda?

2. Apakah Anda sudah meninggalkan banyak


kegiatan dan minat/kesenangan Anda?

3. Apakah anda merasa kehidupan Anda hampa?

4. Apakah Anda sering merasa bosan?

5. Apakah Anda penuh pengharapan akan masa


depan?

22
6. Apakah Anda diganggu oleh pikiran-pikiran yang
tidak dapat Anda keluarkan/ungkapkan?

7. Apakah Anda mempunyai semangat baik


sepanjang waktu?

8. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan


terjadi pada Anda?

9. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian


besar waktu Anda?

10. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya?

11. Apakah Anda sering merasa gelisah dan


resah/gugup?

12. Apakah Anda lebih senang tinggal di rumah


darupada pergi keluar dan mengerjakan sesuatu
hal yang baru?

13. Apakah Anda seringkali khawatir akan masa


depan?

14. Apakah Anda merasa mempunyai banyak


masalah dengan daya ingat Anda dibandingkan
kebanyakan orang?

15. Apakah Anda pikir hidup Anda sekarang ini


menyenangkan?

16. Apakah Anda merasa murung dan sedih?

17. Apakah Anda merasa tidak berharga seperti


perasaan Anda saat ini?

18. Apakah Anda sangat khawatir tentang kejadian-


kejadian masa lalu?

19. Apakah Anda merasakan bahwa kehidupan ini


sangat menyenangkan/menarik?

20. Apakah Anda merasa berat untuk memulai


proyek/pekerjaan baru?

21. Apakah Anda merasa penuh semangat?

22. Apakah Anda merasa bahwa keadaan Anda tidak


ada harapan?

23
23. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik
keadaannya daripada Anda?

24. Apakah Anda seringkali kesal terhadap hal-hal


sepele?

25. Apakah Anda seringkali merasa ingin menangis?

26. Apakah Anda mempunyai kesulitan dalam


berkonsentrasi?

27. Apakah Anda senang bangun di pagi hari?

28. Apakah Anda lebih senang menghindari kegiatan


sosial?

29. Apakah mudah bagi Anda untuk mengambil


keputusan?

30. Apakah pikiran Anda jernih seperti biasanya?

Interpretasi :

Skor 0–9 : not depressed (tidak depresi/normal)

Skor 10–19 : mild depression (depresi ringan)

Skor 20–30 : severe depression (depresi sedang/berat)

Table 2.5
Skala Depresi Geriatrik Yesavage (GDS) Short Version

Sumber. Sunaryo, dkk (2016)


No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda sebenarnya puas dengan kehidupan


anda ?

2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan


dan minat/kesenangan Anda ?

3. Apakah anda merasa kehidupan Anda kosong ?

24
4. Apakah Anda sering merasa bosan ?

5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik


setiap saat ?

6. Apakah Anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan


terjadi pada Anda ?

7. Apakah Anda merasa bahagia untuk sebagian besar


hidup Anda ?

8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya ?

9. Apakah Anda lebih senang tinggal di rumah


daripada keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru
?

10. Apakah Anda merasa mempunyai banyak masalah


dengan daya ingat Anda disbanding kebanyakan
orang ?

11. Apakah Anda pikir bahwa hidup Anda sekarang ini


menyenangkan

12. Apakah Anda merasa tidak berharga seperti


perasaan Anda saat ini ?

13. Apakah Anda merasa Anda penuh semangat ?

14. Apakah Andamerasa bahwa keadaan Anda tidak


ada harapan ?

15. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik


keadaannya daripada Anda ?

Total

Interpretasi :

Skor 0–9 : not depressed (tidak depresi/normal)

Skor 5–9 : mild depression (depresi ringan)

Skor 10–15 : severe depression (depresi sedang/berat)

j. Keadaan emosi

25
k. Konsep diri

1) Identitas diri :

2) Gambaran diri :

3) Ideal diri :

4) Peran diri :

5) Harga diri :

l. APGAR keluarga

Suatu alat skrining yang digunakan mengkaji fungsi social lanjut usia (Smilkstein et

al. 1982). Adaptasi (adaption), hubungan (partnership), pertumbuhan (growth),

afeksi (affection), dan pemecahan (resolve) [APGAR] adalah aspek fungsi keluarga

yang digunakan oada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan

teman-temannya daripada keluarganya sendiri. Nilai kurang dari 3 menandakan

disfungsi keluarga sangat tinggi.Sedangkan nilai 4-6 disfungsi keluarga

sedang.Instrument skrining ini digunakan oleh klien yang mengalami peristiwa

hidup penuh stress.

Table 2.6
APGAR Keluarga
Sumber. Kushariadi (2010)
APGAR Keluarga

No. Fungsi Uraian Skor

1. Adaptasi Saya puas bahwa dapat kembali pada keluarga


saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga saya


membicarakan sesuatu dengan saya dan

26
mengungkapkan masalah dengan saya

3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan


mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas atau arah baru

4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga saya


mengekspresikan afek dan berespon terhadap
emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau
mencintai

5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan


saya menyedikan waktu bersama-sama

Penilaian:

Pernyataan yang dijawab

Skor 2 jika selalu

Skor 1 jika kadang-kadang

Skor 0 jika hamper tidak pernah

m. Sosial

1) Dukungan keluarga

2) Hubungan dengan keluarga

3) Hubungan dengan orang lain

n. Spiritual

1) Pelaksanaan ibadah

2) Keyakinan tentang kesehatan

o. Pemeriksaan Fisik

1) Keadan umum

a) Tingkat kesadaran :
27
b) GCS :

c) TTV :

Suhu : ……….. ºC

Nadi : ………. x/menit

Tekanan Darah: ………. mmHg

Pernapasan : ………. x/menit

d) BB & TB :

Berat Badan : ………. Kg

Tinggi Badan : ………. Cm

e) Bagaimana postur tulang belakang lansia : Tegap/ Membungkuk/ Kifosis/

Skoliosis/ Lordosis

2) Penilaian Tingkat Kesadaran (Kualitatif)

a) Compos Mentis (kesadaran Penuh)

b) Apatis (acuh tak acuh terhadap keadaan disekitarnya)

c) Somnolen (kesadaran lebih rendah, yang ditandai klien tampak mengantu,

selalu ingin tidur, tidak responsive terhadap rangsangan yang kuat)

d) Sopor (tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masih

sedikit respons terhadap rangsangan yang kuat, reflex pupil terhadap

cahaya tidak ada)

e) Koma (tidak dapar bereaksi terhadap stimulus apapun, reflex pupil

terhadap cahaya tidak ada)

f) Delirium (tingkat kesadaran paling rendah, disorientasi, kacau, dan salah

persepsi terhadap rangsangan)

28
3) Penilaian Kuantitatif

Diukur melalui GCS (Glasgow Coma Scale)

a) Membuka Mata/ Eye Movement (E)

b) Respons Verbal (V)

c) Respons Motorik (M)

4) Head to Toe

a) Kepala (rambut)

Kebersihan : kotor/bersih

Kerontokan rambut : ya/tidak

Keluhan :

Jika ya, jelaskan :

b) Mata

Konjungtiva : anemis/tidak

Sclera : ikhterik/tidak

Strabismus : ya/tidak

Penglihatan : kabur/tidak

Peradangan : ya/tidak

Katarak : ya/tidak

Penggunaan kaca mata : ya/tidak

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

c) Hidung

Bentuk :simetris/tidak

29
Peradangan : ya/tidak

Penciuman : terganggu/tidak

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

d) Mulut, Tenggorokan, dan Telinga

Kebersihan : baik/tidak

Mukosa : kering/lembab

Peradangan/stomatitis : ya/tidak

Gigi : karies/tidak, ompong/tidak

Radang gusi : ya/tidak

Kesulitan mengunyah : ya/tidak

Kesulitan menelan : ya/tidak

Kebersihan : bersih/tidak

Peradangan : ya/tidak

Pendengaran : terganggu/tidak

Jika terganggu, jelaskan :

Keluhan lain : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

e) Leher

Pembesaran kelenjar Thyroid : ya/tidak

JVD : ya/tidak

Kaku kuduk : ya/tidak

Keluhan :

30
f) Dada

Bentuk dada : normal chest/barrel chest/pigeon chest

Retraksi : ya/tidak

Suara napas : vasikuler/tidak

Wheezing : ya/tidak

Ronchi : ya/tidak

Suara jantung tambahan : ada/tidak

Ictus cordis : ICS

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan

g) Abdomen

Bentuk : distended/flat/lainnya

Nyeri tekan : ya/tidak

Kembung : ya/tidak

Supel : ya/tidak

Bising usus : ada/tidak, frekuensi :… x/menit

Massa : ya/tidak, region :

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

h) Genetalia

Kebersihan : baik/tidak

Haemoroid : ya/tidak

Hernia : ya/tidak

31
Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

i) Ekstremitas atas dan bawah

Kekuatan otot (skala 1-5) :

Kekuatan otot

0 : Lumpuh

1 : Ada kontraksi

2 : Melawan gravitasi dengan sokongan

3 : Melawan gravitasi tapi tidak ada tahanan

4 : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit

5 : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

Rentang gerak : maksimal/terbatas

Deformitas : ya/tidak, jelaskan :……..

Tremor : ya/tidak

Edema : ya/tidak, pitting edema/tidak

Penggunaan alat bantu : ya/tidak, jenis :…….

Nyeri persendian : ya/tidak

Paralysis : ya/tidak

Reflex :

Kanan dan atau kiri

Biceps

Triceps

Patelar

32
Achiles

j) Integumen

Kebersihan : baik/tidak

Warna : pucat/tidak

Kelembapan : kering/lembab

Lesi/luka : ya/tidak

Perubahan tekstur : ya/tidak

Gangguan pada kulit : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

5) Informasi penunjang

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra


b. Kekurangan Volum cairan b/d diuresis osmotic
c. Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)
d. Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol dan
bau urine.

3. Intervensi Keperawatan

N DX KEP TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


O HASIL
1. Nyeri Mandiri :
1. Gangguan Setelah terkontrol atau 1. Memberi
rasa dilakukan hilang 1. Kaji kan
2. Klien dapat nyeri, informasi
nyaman tindakan kembali tenang perhatika untuk
dan rileks n lokasi, membantu
nyeri b/d kepeawatan
33
3. Klien intensita dalam
penyebaran selama 2×24 mampu s atau menentukan
infeksi dari jam beristirahat skala pilihan dan
seperti biasanya nyeri keefektifan
uretra diharapakan dan intervensi
lamanya
nyeri dapat
nyeri 2. Membantu
teratasi atau 2. Catat mengevalua
lamanya si tempat
berkurang intensita obstruksi
s (skala dan
0-10) kemajuan
dan gerakan
penyebar kalkulus
an 3. Meningkat
3. Berikan -kan
tindakan relaksasi,
keyaman memfokus-
an. kan kembali
perhatian
Contoh : dan dapat
Membantu pasie meningkat-
memberikan kan kembali
posisi yang kemampuan
nyaman, koping
mendorong 4. Meng-
penggunaan hilangkan
relaksasi atau nyeri,
latihan nafas menentukan
dalam obat yang
4. Kolaborasi Be tepat untuk
rikan obat sesuai mencegah
indikasi. fluktuasi
nyeri ber-
hubungan
dengan
tegangan
5. Digunaka
n untuk me-
ningkatkan
relaksasi,
dan sirkulasi
Kekurangan 1. TTV 1. Dapatka1. Untuk
2. Volum Klien stabil n memperoleh
cairan b/d menunjukkan 2. Membran riwayat data tentang
diuresis e mukosa pasien/ penyakit
34
osmotic bibir orang pasien, agar
hidrasi yang lembab terdekat dapat
adekuat/ 3. Turgor sehubun melakukan
kulit gan tindakan
kekurangan elastic dengan sesuai yang
lamanya dibutuhka
cairan dapat
gejala 2. Indicator
4. Intake dan seperti hidrasi/volu
diatasi
output seimbang muntah m sirkulasi
pengelua dan
ran urine kebutuhan
yang intervensi.
berlebiha3. Membanding
n kan
2. Pantau keluaran
TTV, actual dan
catat yang
adanya diantisipasi
perubaha membantu
n dalam
TD ,war evaluasi
na kulit adanya/
dan derajat
kelemba stasis/
ban-nya kerusakan
ginjal
3. Pantau 4. Peningkatan
masukan dan BB yang
pengeluaran cepat
urine mungkin
4. Timbang BB berhubunga
setiap hari n dengan
5. Pertahankan retensi
untuk 5. Memper-
memberikan tahankan
cairan paling keseimbang
sedikit 2500 an cairan
ml/hari dalam 6. Memenuhi
batas yang dapat kebutuhan
ditoleransi cairan tubuh
jantung 7. Mempertahan
6. Kolaborasi: kan volum
Berikan sirkulasi,
terapi cairan meningkatk
sesuai indikasi an fungsi
ginjal
35
 Berikan
cairan
IV

Mandiri:
3. Resiko Setelah 1. Kebersihan 1.Berikan 1. Untuk
tinggi dilakukan perineal teratasi perawatan mencegah
perineal dengan kontaminasi
infeksi b/d tindakan 2. Menjaga air sabun setiap uretra.
shift. Jika pasien 2.Kateter
glukosa kepeawatan kebersihan
inkontinensia, memberikan
darah yang selama..×24 kateter cuci daerah jalan pada
perineal bakteri
tinggi jam sesegera untuk
(hiperglike diharapakan R mungkin. memasuki
2. Jika di pasang kandung
mia) esiko tinggi kateter kemih dan
indwelling, naik ke
infeksidapat berikan saluran
teratasi dengan perawatan perkemihan
kateter 2x sehari 3.Untuk
kriteria hasil (merupakan mencegah
bagian dari stasis urine.
waktu mandi 4.Mungkin
pagi dan pada diberikan
waktu akan secara
tidur) dan profilaktik
setelah buang sehubungan
air dengan
besar Kecuali peningkatn
dikontraindikasi resiko
kan, ubah posisi infeksi
pasien setiap
2jam dan
anjurkan
masukan
sekurang-
kurangnya 2400
ml / hari. Bantu
melakukan
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan.
3.Berikan terapi
antibiotoik
36
4. isolasi Setelah Dengan kriteria 1. Dorong 1. Memberi
Sosial dilakukantinda hasil : pasien / orang kan
berhubunga kan 1. pasien tidak terdekat untuk kesempatan
n dengan kepeawatan merasa malu mengatakan menerima
keadaan selama..×24 perasaan. Akui isu / salah
yang jam kenormalan konsep.
memalukan diharapakan is perasaan marah, Membantu
akibat olasi sosial depresi, dan pasien /
mengompol dapat teratasi kedudukan orang
dan bau karena terdekat
urine kehilangan. menyadari
bahwa
2. Perhatikan perasaan
perilaku yang
menarik diri, dialami
peningkatan tidak biasa
ketergantungan, dan bahwa
manipulasi atau perasaan
tidak terlibat bersalah
pada asuhan. pada mereka
3. Berikan tidak perlu /
kesempatan membantu.
pada klien untuk Pasien perlu
menerima mengenali
keadaannya perasaan
melalui sebelum
partisipasi mereka
dalam dapat
37
perawatan diri. menerimany
a secara
efektif.
2. Dugaan
masalah
pada
penyesuaian
yang
memerlukan
evaluasi
lanjut dan
terapi lebih
efektif.
3. Kemandir
ian dalam
perawatan
memperbaik
i harga diri.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah


direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana tindakan tersebut
diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan hasil
yang di harapakan.Tindakan keperawatan harus mendetail.Agar semua tenaga keperwatan
dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan
di lakukan sesuai dengan kondisi pasien.

5. Evaluasi Keperawatan
38
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau
kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang
interaktif dan kontinu karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat
dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian
berdasarkan respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang diperlukan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu :
a. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah
perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan.
b. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan klien.

39
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Ny.W berusia 63 tahun datang kerumah sakit Dr,soetomo dengan keluhan ingin BAK terus
menerus dan tidak bisa ditahan hingga sampai ke toilet. Ny.W mengatakan kencing sebanyak
lebih dari 12 kali dalam sehari. Ny.W juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan
kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih pada area perianalnya. Karena sering
mengompol, Ny.W mengaku mengurangi minum dan sering menahan haus. Ny.W merasa malu
apabila keluar rumah karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat sehingga
hanya tinggal di dalam rumah. Saat ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien
mengatakan bahwa klien memiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran.
Anaknya mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang penjahit di
rumahnya, namun beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi bekerja. Setelah dilakukan
pemeriksaan awal pada Ny.W ditemukan membran mukosa kering, turgor kulit kering dan
keriput serta lecet-lecet pada kulitnya. Hasil dari TTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi
90x/menit, RR 19x/menit, dan suhunya 37oC. Setelah dilakukan pemasangan kateter, didapatkan
data jumlah urin klien 1500-1600 mm selama 24 jam.

A. Pengkajian
1. Identitas klien :
Nama : Ny. W
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agam : Muslim
2. Keluhan utama : Klien BAK terus-menerus, tidak bias menahannya sehingga mengompol.

40
3. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi lebih dari
10 kali dalam sehari.Klien tidak bias menahan kencingnya untuk pergi ke toilet sampai klien
mengompol.Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa haus.
4. Riwayat penyakit dahulu : -
5. Riwayat penyakit keluarga :
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
6. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Tinggal serumah

41
: Pasien

Penjelasan :
Ny.W merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ny.W S menikah dengan suaminya
yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara dan mereka dikaruniai dua orang
anak. Dua orang anak laki-laki dan permpuan, anak laki laki sudah menikah, sehingga
Ny. W tinggal dirumah Bersama anak perempuan dan suaminya.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Composmentis, TD : 160/90mmHg, RR : 19x/mnt, Suhu : 37 oC
Nadi : 90 x/mnt.
b. Kepala
1) Kepala : mesosephal.
2) Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.
3) Mata : Sklera : tidak ikterik, Konjungtiva : tidak anemis.
4) Hidung : Bersih, simetris, tidak ada masa.
5) Telinga : Bersih, tidak ada serumen, reflek suara baik.
6) Mulut : membrane mukosa kering, gigi lengkap, tidak ada stomatitis.
7) Leher : Nadi karotis teraba, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Ekremitas : Tidak ada oedema pada kedua eksremitas atas dan bawah.
9) Intrgumen : kulit pasien kering, turgor kulit kurang elastis

c. Dada
a. Paru
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris
RR : 19x/mnt
2) Palpasi : Tidak ada pembengkakan
Tidak ada nyeri tekan.
3) Perksusi : sonor
4) Auskultasi : tidak ada tambahan suara nafas
42
8. Pengkajian pola fungsional menurut Virginia Hendarson
a. Pola Pernafasan
Sebelum Sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak menggunakan
alat bantu pernafasan
Saat dikaji : Pasien tidak ada keluahan saat bernapas
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk.
Saat di kaji : Makan di RS setengah porsi tiap kali jadwal makan.

c. Kebutuhan Eliminasi

Sebelum Sakit : BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna : kuning


BAK lancer, warna : kuning jernih.

Saat di kaji : BAB 1x sehari, feses : lunak , warna : kuning


BAK > 10 x/hari, bau urin menyengat, Jumlah urine lebih dari
1500-1600 mm dalam 24 jam

d. Gerak dan Keseimbangan


Sebelum Sakit : Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan.
Saat dikaji : Kelemahan ekstremitas karena bolak-balik pergi ke toilet, kulit
kering dan lecet-lecet

e. Kebutuhan Istirahat dan tidur


Sebelum Sakit : Pasien biasa tidur 8 jam sehari dan bangun pada pukul 05.00.
Saat di kaji : Pasien tidur kuranglebih 6 jam sehari dan sering terbangun.

f. Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.
Saat di kaji : Pasien tampak di bantu oleh istri.

43
g. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Sebelum Sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan
suaminya.
Saat di kaji : Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering seak nafas dan
batuk.

h. Kebutuhan Berpakaian
Sebelum Sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.
Saat di kaji : Memakai pakaian di bantu oleh anaknya.

i. Kebutuhan Spritual
Sebelum Sakit : Pasien dapat melakukan sholat 5 waktu.
Saat di kaji : Pasien tidak bisa sholat dan berkeyakinan bahwa penyakitnya
dapat sembuh karena pertolongan Tuhan.

j. Temperatur Tubuh
Sebelum Sakit : Pasien biasa memakai pakaian tipis jika begitu panas.
Saat di kaji : Suhu : 37oC

7. ADL (Activity Daily Living)

Aktifitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Mobilisasi berpindah √

44
Berias √
ROM √

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawas orang
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total

8. Indeks KATZ

Indek Keterangan
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB,BAK), menggunakan
A
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang
D
lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi
E
fungsi yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
F
satu lagi fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G

Kesimpulan :

45
Berdasarkan penilaian indeks KATZ, pasien termasuk kedalam indeks kategori F.
Dimana pasien mampu makan secara mandiri dan perlu bantuan saat menggunakan
pakaian, ke toilet dan berpindah.

9. Mental (SPMSQ/MMSE)
Short potable mental status questionnaire (SPMSQ)
Skor
No Pertanyaan
+ -
0 √ 1 Tanggal berapa hari ini?
0√ 2 Hari apa sekarang ini?
√ 3 Apa nama tempat ini?
√1 4 Berapa nomer telepon anda?
0√ 5 Dimana alamat anda? Tanyakan untuk klien tidak punya telepon.
√0 6 Berapa umur anda?
√0 7 Kapan anda lahir?
√0 8 Siapa presiden Indonesia sekarang?
0 √ 9 Siapa nama kecil ibu anda?
1√ Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,
10
semua secara menurun
Jumlah kesalahan total : 4

Penilaian SPMSQ :

 Kesalahan 8-10 fungsi intelektual berat


 Kesalahan 5-7 fungsi intelektual sedang
 Kesalahan 3-4 fungsi intelektual ringan
46
 Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
Kesimpulan :
Berdasarkan penilaian SPMSQ, fungsi intelektual pasien ringan

3.2 Analisa data


No Data Etiologi Masalah
1. DS: Inkontinensia urin Kekurangan volum
- Ny.W mengatakan kencing cairan
sebanyak lebih dari 10 kali Haluaran urine yang sering
dalam sehari
Ny. A mengaku mengurangi
minum dan sering menahan
Pembatasan intake cairan
- haus
DO:
Ketidakseimbangan intake
- membran mukosa kering
output cairan & elektrolit
- turgor kulit kering
- Jumlah urine lebih dari
Kekurangan volume cairan
1500-1600 mm dalam 24 jam

2. DS: Seiring pertambahan usia Perubahan pola


- Klien mengatakan ingin berkemih
BAK terus menerus Kelemahan pada sfingter
- Klien mengatakan externa
kencingnya lebih dari 10x
dalam sehari Inkontinensia urin
- Klian mengatakan tidak bisa
menahan kencingnya Gangguan pola eliminasi

47
DO: Klien sering
mengompol

3. DS: Klien merasa perih di Inkontinensia urin Kerusakan


area perianalnya integritas kulit
DO: lecet-lecet pada kulitnya Urin keluar terus menerus

Meninggalkan sisa di area


perianal

Kelembaban meningkat

Lecet pada area perianal

Kerusakan integritas kulit

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Inkontinensia urin urgensi berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih,
sekunder akibat berkemih sering
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi konstan oleh urine

3.5 Intervensi

Diagnosa 1 : Inkontinensia urin urgensi berhubungan dengan penurunan


kapasitas kandung kemih, sekunder akibat berkemih sering.
Tujuan:

48
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mengontrol pola
berkemih agar dapat berkemih normal
Kriteria evaluasi:
Klien akan menjadi kontinen dan mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens
dan rasional untuk pengobatan
Intervensi Rasional
Tentukan pola berkemih normal klien Memberikan kesempatan menerima isu /
dan tentukan variasi salah konsep. Membantu klien / orang
terdekat menyadari bahwa perasaan yang
dialami tidak biasa dan bahwa perasaan
bersalah pada mereka tidak perlu /
membantu. Klien perlu mengenali
perasaan sebelum mereka dapat
menerimanya secara efektif
Dorong meningkatkan pemasukan Peningkatan hidrasi membilas bakteri,
cairan
Selidiki keluhan kandung kemih Retensi urine dapat terjadi menyebabkan
penuh, palpasi untuk daerah distensi jaringan dan potensial resiko
suprapubik infeksi.
Kolaborasi: Menentukan adanya ISK, yang penyebab
Ambil urine untuk kultur dan atau gejala komplikasi
sensivitas

Diagnosa 2 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan


output yang tidak adekuat
Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu menunjukkan
hidrasi yang adekuat/kekurangan cairan dapat diatasi
Kriteria evaluasi:
- TTV stabil

49
- Membran mukosa bibir lembab
- Turgor kulit elastic
- Intake dan output seimbang
Intervensi Rasional
Dapatkan riwayat klien / orang Memperoleh data tentang penyakit klien,
terdekat sehubungan dengan lamanya agar dapat melakukan tindakan sesuai
gejala seperti pengeluaran urine yang dengan yang dibutuhkan
berlebihan
Pantau TTV, catat adanya perubahan Indikator hidrasi/ volum sirkulasi dan
TD warna kulit dan kelembaban-nya kebutuhan intervensi
Monitor status hidrasi dengan Kondisi turgor kulit, membran mukosa,
mengkaji turgor kulit dan membran dan peningkatan berat jenis urin dapat
mukosa serta memeriksa berat jenis mengindikasikan dehidrasi.
urin setiap 8 jam sekali
Pantau masukan dan pengeluaran Membandingkan keluaran aktual dan yang
setiap hari diantisipasi membantu dalam
mengevaluasi fungsi/ derajat stasis/
kerusakan sistem urinary.
Timbang BB setiap hari Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi
Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan keseimbangan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Kolaborasi: Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Berikan cairan IV Mempertahankan volum sirkulasi,
meningkatkan fungsi ginjal

Diagnosa 3 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi konstan

50
oleh urine

Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu menunjukkan
perbaikan keadaan turgor dan mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria evaluasi:
- Jumlah bakteri < 100.000/ml
- Kulit periostomal tetap utuh
- Urin jernih dengan sedimen minimal
Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit terhadap perubahan
warna, turgor dan adanya kemerahan
Pantau penampilan kulit periostomal Mengidentifikasi kemajuan serta
setiap 8 jam melihat adanya tanda-tanda kerusakan
integritas kulit.
Jaga agar kulit tetap kering Kulit atau daerah lipatan yang lembab
mudah terjadi tumbuhnya kuman
Berikan perawatan kulit termasuk Kulit yang kotor dapat menimbulkan
kebersihan pada kulit rasa gatal sehingga timbul keinginan
untuk menggaruk.
Ubah posisi setiap 2 jam sekali Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah
Berikan pakaian dari bahan yang dapat Mencegah iritasi dermal dan
menyerap air atau anjurkan klien untuk meningkatkan kelembaban pada kulit.
memakai pakaian longgar.

51
BAB 4
Penutup

4.1 Kesimpulan
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence (keluarnya urine secara
tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih melebihi tekanan uretra selama fase pengisian)
yang dihubungkan dengan keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan dengan
overaktif otot detrusor.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat
menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet

52
DAFTAR PUSTAKA

Stockslager, Jaime L. 2007 . Buku Saku Gerontik edisi: 2 . Jakarta : EGC.


Stanley M, Patricia GB. 2006 . Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Jakarta : EGC.
Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC
17 Maret 2014, http://akperku.blogspot.com/2009/06/konsep-dasar-keperawatan-gerontik.html

17 Maret 2014, http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/654-beberapa-masalah-dan-gangguan-


yang-sering-terjadi-pada-lansia.

17Maret 2014, http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3812

53

Anda mungkin juga menyukai