Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI


PATOLOGIS SISTEM PERKEMIHAN
INKONTINENSIA URINE

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah I


Dosen : Ibu Giri Udani, S.Kp.,M.Kes

Oleh Kelompok 4 :
Yuni Purnama Sari 2014401099
Riska Oktaviani 2014401085
Wayan Intan Kartini 2014401097
Emilia Adeline C.S 2014401053
Intan Anggraini 2014401063
Mutiara Adinil Fortuna 2014401069
Putri Naura Sakhi 2014401076
Tara Pebri Dinanti 2014401093
Nena Melinda 2014401071
Lekok Ermawati 2014401066
Rivan Mirando 2014401086
Erlita Saktiyani 2014401056
Mega Melati Sukma 2014401025

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing. Atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada Kedua orang tua
yang selalu memberi semangat serta rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis berharap dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini
dapat menambah wawasan kita mengenai “Makalah Asuhan Keperawatan
Gangguan Kebutuhan Eliminasi Patologis Sistem Perkemihan Inkontinensia
Urine”
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, 6 Oktober 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...............................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Tujuan.......................................................................................................5
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi.....................................................................................................6
2.2 Klasifikasi.................................................................................................6
2.3 Etiologi.....................................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis.....................................................................................7
2.5 Pathway.....................................................................................................9
2.6 Patofisiologi............................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................11
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................12
2.9 Pencegahan.............................................................................................14
2.10 Prognosis...............................................................................................14
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Perubahan Yang Terjadi Lansia dan Upaya Pemenuhan Kebutuhannya........16
B. Faktor-Faktor Resiko.............................................................................21
C. Negative Functional Concequences.......................................................23
D. Analisis Data..........................................................................................28
E. Diagnosa Keperawatan..........................................................................30
F. Rencana Keperawatan...........................................................................30
G. Implementasi.........................................................................................34
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................38

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan
daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh
perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita
inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-
uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total
uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan
diobati. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa
mengalami gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia.
Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan bertambahnya umur dan
paritas. Pada usia 35-65 tahun didapatkan kejadian mencapai 12%. Prevalansi
meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara
didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan
meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.
Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat
proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut
merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi
tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal
proses menua.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres,
artinya keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan
lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan
keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga
sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis
inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih.

4
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan
inkontinensia urin
1.3 Rumusan masalah
a. Menjelaskan pengertian dari inkontinensia urin
b. Menjelaskan klasifikasi dari inkontinensia urin
c. Menjelaskan etiologi dari inkontinensia urin
d. Menjelaskan manifestasi inkontinensia urin
e. Menjelaskan pathway inkontinensia urin
f. Menjelaskan patofisiologi inkontinensia urin
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang inkontinensia urin
h. Menjelaskan penatalaksanaan inkontinensia urin

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya
(FKUI, 2006).
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih (defekasi) di luar kesadaran,
pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah
kebersihan atau social ( Watson, 1991 ).

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)
a. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang
kuat untuk berkemih.
b. Inkontinensia Total
Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
c. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang
dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
d. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin yang
tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
e. Inkontinensia fungsional

6
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan.

2.3 Etiologi
Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono,
2001) :
a. Poliuria, nokturia
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh :
1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot-otot
dasar panggul.
2) Perokok, Minum alkohol.
3) Obesitas
4) Infeksi saluran kemih (ISK)
2.4 Manifestasi klinis
Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)
1) Inkontinensia Dorongan
a) Sering miksi
b) Spasme kandung kemih
2) Inkontinensia total
a) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.
b) Tidak ada distensi kandung kemih.
c) Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3) Inkontinensia stres
a) Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen
b) Adanya dorongan berkemih.
c) Sering miksi.
d) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.

7
4) Inkontinensia refleks
a) Tidak dorongan untuk berkemih.
b) Merasa bahwa kandung kemih penuh.
c) Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.
5) Inkontinensia fungsional
a) Adanya dorongan berkemih.
b) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

8
2.5 Pathway

9
2.6 Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan
tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen
misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil
dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya
inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien
dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut
usia.
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan
rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi
menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi
kebocoran di luar kesadaran. Walaupun kandung kemih penuh atau tekanan
intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk atau meloncat-loncat. Pada
fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan. Orang dewasa
dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara
sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing.
Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian kandung kemih
tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan
di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan
mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka
uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih
meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran
pada uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam
kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase
pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak
boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).

10
Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi
akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,
kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi
vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan
melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses
persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan
otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya
kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra),
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain
adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga
berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urine menurut
(Soeparman&Waspadji S, 2001). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan
tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu
diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada
saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus
dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi
atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat
diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak
adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
a. Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Tes

11
laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,
creatinin, kalsium glukosasitol.
b. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan
ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami
inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan
denga inkontinensia urine. Pencatatan  pola berkemih tersebut
dilakukan selam 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk
memantau respons terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi
terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor
resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin,
modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut
misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar
secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat
pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
b. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat
dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang
interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga
frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan
keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk
berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya
diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara

12
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik
ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).
Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar
panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan
ke belakang ± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita
buang air besar dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar
panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis,
yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat
bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah
pampers, kateter.

13
f. Pemantauan Asupan Cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan
rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi
tidak ada kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi
asupan cairan secara tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian yang
memalukan. Pengurangan asupan cairan sebelum waktu tidur dapat
mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi cairan harus diminum
lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan setiap harinya
tetap sama.
2.9 Pencegahan
a. Menjaga diri agar terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkannya.
b. berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain.
c. Makan tinggi serat agar terhindari dari sembelit.
d. Berhenti mengkonsumsi alkohol.
e. Mengurangi konsumsi caffein dan minuman bersoda.
f. Menjadi pribadi yang aktif secara fisik dan rutin berolah raga.
g. Mengontrol berat badan agar tidak menjadi kegemukan.
h. Jangan menahan-nahan keinginan untuk BAK.
i. Untuk wanita: jangan terlalu sering hamil dan melahirkan.

2.10 Prognosis
Inkontinensia urin tipe stress biasanya dapat diatasi dengan latihan otot
dasar panggul, prognesia cukup baik. Inkontinensia urin tipe urgensi atau
overactive blader umumnya dapat diperbaiki dengan obat – obat golongan
antimuskarinik, prognosis cukup baik. Inkontinensia urin tipe overflow,
tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi sumbatan /
retensi urin).

14
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA


KASUS
Ny M berusia (60) thn beragama islam. Ny.M memiliki 4 anak dan semua sudah
berkeluarga. Ny.M tinggal satu rumah dengan anak bungsunya didaerah
Surakarta. Pada tanggal 10 November 2018 Ny.M dibawa ke RS. B daerah
Surakarta diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny. M sering kencing tanpa
disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika sudah
terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga
mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air
kencing sehingga membuat klien merasa terganggu saat beribadah. Klien
mengatakan merasa tidak nyaman karena setiap hari harus memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.M minumnya tiap
hari sekitar 200 ml. Klien mengaku mengurangi minum dan sering menahan haus.
Klien mengatakan makannya sehari sebanyak 3x mampu menghabiskan 1 porsi
namun terkadang hanya menghabiskan ½ porsi. Sebelumnya Ny. M ada riwayat
hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik. Klien mengatakan
disekitar area genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal. Hasil pemeriksaan
fisik didapatkan data TB&BB Ny M adalah 150cm, 45kg, TD 180/140mmHg,
Nadi 80 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 36,5 0C, output 2300cc. Terdapat
luka dan ruam kemerahan pada sekitar area genitalia, kelembaban bibir kering.
Terdapat distensi kandung kemih. Saat ini klien terpasang infuse RL 2000cc/24
jam, kateter indwelling. Kegiatan sehari-hari Ny. M adalah menjadi guru mengaji,
akan tetapi semenjak ia sering mengompol kegiatan menjadi terganggu.

15
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

NAMA WISMA : Klien tinggal dirumah Tanggal Pengkajian:

1. BIODATA
Nama : Ny. M
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Surakarta
Tanggal datang : 12 Nov 2019 Lama tinggal di panti:
Penganggungjawab : Tn. P (Anak)
Alamat : Surakarta Telp :

A. Perubahan Yang Terjadi Lansia dan Upaya Pemenuhan Kebutuhannya


1. Fungsi Fisiologis
a Kesadaran pasien
1) Pasien mampu membuka mata spontan (4)
2) Pasien mampu berbicara dengan orientasi baik (5)
3) Pasien mampu bergerak sesuai dengan perintah (6)
4) Jumlah scor : 15 ( Normal)

b Tanda – tanda vital


1) TD = 180/140mmHg
2) N = 80 x/menit
3) RR = 18 x/menit
4) Suhu = 36,50C

c Sistem Pernafasan (breathing/B1)


1) Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
2) Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal

16
3) Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama dan
seimbang
4) Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, ataupun krekels basah

b. Sistem Kardiovaskuler (blood/B2)


1) Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea mid klavikula kiri
2) Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus
kordis 1 cm
3) Perkusi:
 batas atas jantung : ICS 3
 batas kanan : linea midsternalis dextra
 batas kiri : mid aksilaris sinistra
4) Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama
jantung teratur

c. System persyarafan (Brain/B3)


1) N.I (Olfaktorius):fungsi penghiduan/penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang
hidung kemudian disuruh untuk menghirup bau kopi, pasien dapat
menyebutkan dengan benar
2) N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 2 meter
3) N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat,bola
mata mampu digerakkan ke segala arah.
4) N.V (Trigeminus)
Sensorik: Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi
dengan mata tertutup setelah dilakukan berulang-ulang
Motorik: Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien
disuruh mengunyah

17
5) N.VII (Fascialis)
Sensorik: Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik: Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
6) N.VIII (Akustikus)
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan
dibelakang telinga
7) N.IX (Glossofaringeus)
Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan-lahan ketika
minum air
8) N.X (Vagus)
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di tengah
9) N.XI ( Assesorius)
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-
lahan
10) N.XII (Hypoglosus)
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar ,dan gerakan lidah mendorong
pipi kiri dan kanan dari arah dalam

d. Sistem Perkemihan (bladder/B4)


1) Inspeksi : saat ini klien terpasang kateter indwelling, output 2300cc
2) Palpasi : terdapat distensi pada kandung kemih
3) Frekuensi : BAK tiap hari 15-18x/hari
4) Warna : kuning jernih
5) Bau : khas urin
6) Masalah perkemihan: sering dengan tiba-tiba mengeluarkan air
kencing sedikit apabila klien saat bersin, membungkuk, batuk.
7) IWL : 15 x BB/ 24 jam
: 15 x 45 / 24 jam
: 675 / 24 jam
: 28, 125 cc

18
e. Sistem Pencernaan (bowel/B5)
1) Mulut dan tenggorokan : kelembaban bibir kering , tidak ada kesulitan
mengunyah dan menelan makanan
2) Abdomen :
a) Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada luka postop
b) Auskultasi :Bising usus normal
c) Palpasi : tidak terjadi asites
d) Perkusi : tidak terjadi hipertympani.
3) Kira-kira Ny.M minumnya tiap hari sekitar 200 ml.
4) Frekuensi makan : 3 x sehari mampu menghabiskan 1 porsi namun
terkadang klien hanya menghabiskan ½ porsi
5) TB&BB Ny M adalah 150cm, 45kg

f. Sistem Muskuloskeletal (bone/B6)


1) ROM klien baik/penuh
2) Ekstremitas atas : Terpasang infuse Rl 2000cc/24 jam pada tangan
kanan, tonus otot baik,kekuatan otot tangan kiri kanan sama yaitu pada
skala 5
3) Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu
pada skala 5
4) Tidak ada nyeri persendian
5) Osteoporosis (-), tidak ada kelainan tulang

g. System ginetalia
1) Klien memakai popok dan menggantinya 2x sehari sehingga terasa
lembab
2) Terdapat luka dan ruam kemerahan pada sekitar area genitalia

h. System integument
1) Turgor kulit : jelek, kulit terlihat kendur, keriput (+)
2) Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia

19
2. Potensi Pertumbuhan Psikososial Dan Spiritual
a. Psikososial
1) Persepsi : persepsi klien terhadap penyakitnya klien merasa wajar
karena sudah tua namun semenjak sering mengompol kegiatan sehari-hari
klien menjadi terganggu seperti saat menjadi guru mengaji dan saat klien
hendak beribadah
2) Interaksi : klien lebih dekat dengan menantunya, karena anak
bungsunya sibuk bekerja sehingga jarang sekali bertemu dan bercerita.
3) Konsepdiri :
a) Citra tubuh : klien mengatakan merasa tidak nyaman karena setiap hari
memakai popok dan menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab
b) Identitas diri : klien mengatakan bahwa klien telah menerima kondisi
tubuhnya yang sudah menua
c) Peran dalam keluarga : peran klien dalam keluarga yaitu ibu dari
anaknya dan nenek dari cucunya
d) Ideal diri : klien berharap klien dapat sehat kembali, dan mampu
melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasanya yaitu menjadi guru
mengaji
e) Harga diri : klien mengatakan tidak ingin merepotkan anaknya maka
dari itu klien ingin segera sembuh
4) Emosi : setelah klien mengalami sering BAK, klien tidak menampakkan
ekspresi wajah yang sedih, murung, marah atau kecewa terhadap
penyakitnya
5) Adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan baik dan mudah, klien
tampak ramah ke semua orang. Klien juga mengatakan meskipun tidak
banyak mengikuti kegiatan dilingkungan rumahnya tetapi klien ikut
berpatisipasi misal ada kerja bakti klien memberikan konsumsi kepada
tetangganya
6) Depresi : Hasil kuesioner = 2, maka sesuai indikasi kuesioner bahwa
Ny.M tidak mengalami depresi karena hasil skore >5.

20
b. Spiritual
1) Aktivitas Ibadah : mampu mengerjakan sholat 5 waktu dan mengaji
Al-qur’an.
2) Hambatan : mengganti popok apabila popok sudah terasa
penuh dan tidak nyaman.

B. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
1. Kondisi Patologi
a) Keluhan Utama : klien tidak bisa menahan jika sudah terasa
ingin BAK Sehingga sering kencing tanpa disadari (ngompol)
b) Riwayat Penyakit : Sebelumnya klien memiliki riwayat
hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik.
2. Stresor
a) Stresor fisiologis : sering kencing tanpa disadari (ngompol)
b) Stresor Psikologis :-
3. Lingkungan
a) Dalam Rumah :
1) Penataan perabot : rapi sesuai dengan tempatnya perabotan
rumah tangga.
2) Lantai Rumah :
 Kebersihan : bersih
 Licin/Tidak : tidak.
 Rata/Tidak : permukaan lantai rumah rata
3) Pencahayaan : bagus dan menyebar disetiap sudut rumahnya
4) Ventilasi : ventilasi menggunakan jendela dan angina-angin
dirumahnya
5) Tangga, Ada/Tidak : tidak ada
b) Kamar :
1) Penataan perabot dalam kamar: rapi, selimut dan bantak
tertata dengan baik

21
2) Lantai kamar :
 Kebersihan : bersih, karena dalam keluarga Ny.M
setiap kamar adalah tanggung jawab masing-masing
pemilik kamar.
 Licin/Tidak : tidak.
3) Pencahayaan siang dan malam : cukup, karna disetiap kamar
terdapat jendela jadi baik digunakan untuk pencahayaan bila
disiang hari dan untuk ventilasi
4) Penataan ventilasi : baik
5) Jenis Perabot yang ada : kasur, bantal, guling, dan lemari
pakaian
6) Jarak kamar dengan kamar mandi : ±5 meter
7) Apakah ada pegangan dalam kamar : tidak ada
c) Kamar mandi
1) Lantai kamar mandi : tidak licin, terdapat lumut dipojok
dinding bagian atas
2) Pencahayaan : cukup baik
3) Jenis Closet : closet leher angsa
4) Jenis bak mandi : tandon
5) Pegangan : tidak ada
6) Adanya keset : ada
d) Luar rumah
1) Halaman rumah : luas dan bersih, terdapat banyak tanaman
2) Permukaan lantai, datar/menanjak : permukaan tanah datar

4. Kebiasaan Lansia
a Hobi/kegemaran : bercocok tanam
b Kebiasaan positif : menjadi guru mengaji
c Kebiasaan negatif : sering lupa meletakkan barang yang sudah
digunakan ke tempatnya.

22
5. Pengetahuan
Pengetahuan lansia tentang kesehatan : klien mengatakan apabila darah
tingginya kambuh
biasanya klien membeli obat di apotik terdekat rumahnya
6. Riwayat Pengobatan dan efek samping
a Jenis pengobatan : pernah mengonsumsi obat diuretik.
b Efek samping obat : BAK dengan jumlah yang banyak.

C. NEGATIVE FUNCTIONAL CONCEQUENCES


1. Kemampuan ADL : pasien mampu memenuhi kebutuhannya sendiri seperti
makan, minum, mandi, keluar masuk toilet (BAB/BAK) dan melakukan
kegiatan sehari – hari lainnya secara mandiri
2. Aspek Kognitif : klien sering lupa meletakkan barang yang sudah
digunakan ke tempatnya. Namun dari hasil skoring berdasarkan kuesioner
SPMSQ berjumlah 3, dimana brarti klien masih memiliki fungsi intelektual
yang utuh
3. Resiko Jatuh dan tes BBT: klien mampu berjalan dengan baik tanpa
bantuan, resiko jatuh kecil
4. Pemenuhan Kebutuhan Tidur : kualitas tidur baik.
5. Kecemasan, : pasien tidak mengalami kecemasan
6. Status Nutrisi lansia : status nutrisi klien baik.
7. Skala nyeri obyektif : dari hasil skoring berdasarkan kuesioner skala nyeri
objektif (PAINIAD) berjumlah 3, yang mana dalam rentang 0-3 merupakan
kategori nyeri ringan
8. Hasil pemeriksaan Diagnostik :

23
Pengkajian Depresi

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan 1 0 0
sesuatu hal
10 Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
.
11 Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
.
12 Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
.
13 Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
.
14 Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
.
15 Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 1
.
Jumlah 2
Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006

Interpretasi :

24
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Hasil kuesioner = 2, maka sesuai indikasi kuesioner bahwa Ny.M tidak
mengalami depresi karena hasil skore >5.

SPMSQ (Short Portable Mental Status Quesioner).

Benar Sala Nomor Pertanyaan


h
√ 1 Tanggal berapa hari ini ?

Klien lupa tanggal berapa sekarang


√ 2 Hari apa sekarang ?

Klien mampu menyebutkan hari sekarang dengan benar


√ 3 Apa nama tempat ini ?

Klien mengatakan di RS B Surakarta


√ 4 Dimana kota klien tinggal ?

Klien mengatakan di Surakarta


√ 5 Berapa umur anda ?

Klien mengucapkan 60 th
√ 6 Kapan anda lahir ?

Klien mengatakan tahun 1960 harusnya 1958


√ 7 Siapa presiden Indonesia ?

Klien mengatakan jokowi


√ 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

Klien mengatakan Susilo Bambang Yudoyono


√ 9 Siapa nama ibu anda ?

Klien mengatakan Ny.P


√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,

25
secara menurun

Klien mengucapkan 3 kali kesalahan saat pengurangan angka


JUMLAH
Interpretasi :

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

Kesimpulan : Hasil skoring berdasarkan kuesioner SPMSQ berjumlah 3, dimana


brarti klien masih memiliki fungsi intelektual yang utuh

26
Skala Nyeri Obyektif
(Diadopsi dari PAINIAD –Pain Assesment in Advanced Demenstia -
Scala)
Item 0 1 2 Skor
Bernafas Normal Kadang sulit bernafas Nafas sulit & berbunyi / 0
Periode hiperventilasi Periode hiperventilasi
seingkat panjang / Pernafasan
Cheyne – Stokes
Vocalisasi Tidak ada Kadang mengerang / Kesulitan memanggil 0
negative pembicaraan terbatas mengaung keras /
pada ketidaksetujuan menangis
Ekspresi Senyum / tidak Sedih / takut / Grimas / meringis 2
fasial ekspresi mengenyit
Bahasa Rileks Tegang/distressed Badan kaku tangan 1
tubuh pacing / fidgeting mengepal / lutut
ditarik / menendang-
nendang
Consolability Tidak perlu Bisa ditenangkan Tidak bisa ditenangkan 0
ditenangkan dengan suara atau
sentuhan
Skore Total 3

Kategori nyeri :
0 = Tidak ada nyeri
1-3 = Nyeri Ringan
4-7 = Nyeri Sedang
8-10 = Nyeri Berat
Kesimpulan : hasil skoring berdasarkan kuesioner skala nyeri objektif (PAINIAD)
berjumlah 3, yang berarti klien mengalami nyeri ringan

27
D. ANALISIS DATA

N DATA MASALAH
O KEPERAWATAN

1 DS : Gangguan eliminasi urin b.d


 Keluarga mengatakan Ny. M Kehilangan kemampuan untuk
sering kencing tanpa disadari menghambat kontraksi kandung
(ngompol). kemih
 Klien sendiri mengatakan tidak
bisa menahan jika sudah terasa
ingin BAK..
 Klien juga mengatakan saat dia
bersin, membungkuk, batuk tiba-
tiba keluar sedikit air kencing
sehingga membuat klien merasa
terganggu saat beribadah.
DO :
 Frekuensi berkemih tiap hari 15-
18x/hari.
 Terdapat distensi pada kandung
kemih
2 DS : Kerusakan integritas kulit b.d
 Klien mengatakan merasa tidak iritasi terhadap popok
nyaman karena setiap hari harus
memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga
terasa lembab
 Klien mengatakan disekitar area

28
genitalia/perineal terasa nyeri,
panas dan gatal.
DO :
 Terdapat luka dan ruam
kemerahan pada sekitar area
genitalia.
 Berdasarkan hasil kuesioner skala
nyeri skor didapatkan dengan
jumlah 3, dimana klien mengalami
nyeri ringan.
3 DS : Resiko kekurangan cairan b.d
 Klien mengatakan kira-kira intake yang tidak adekuat.
minumnya tiap hari sekitar 200 ml
 Klien mengaku mengurangi
minum dan sering menahan haus.
DO :
 Kelembaban bibir kering
 Turgor jelek
 Frekuensi miksi 15-18x/ hari
 Terpasang kateter indwelling,
output 2300cc
 IWL : 15 x BB/ 24 jam
: 15 x 45 / 24 jam
: 675 / 24 jam
: 28, 125 cc
 Klien terpasang infuse RL
2000cc/24 jam
 Balance cairan :
Intake : infus = 2000
minum = 200
output : BAK = 2300 cc

29
IWL = 28,125
Hasil : 2.328 – 2.200 = 128cc

E. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWAT


1. Gangguan eliminasi urin b.d Kehilangan kemampuan untuk menghambat
kontraksi kandung kemih.
2. Kerusakan integritas kulit b.d iritasi terhadap popok
3. Resiko kekurangan cairan b.d intake yang tidak adekuat.

F. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
TGL KEPERAWATAN TUJUAN
RENCANAA TINDAKAN

1. Gangguan Setelah dilakukan Urinary retention care


eliminasi urin b.d tindakan 1. Lakukan penilaian kemih yang
Kehilangan keperawatan selama komprehensif berfokus pada
kemampuan untuk 2x24 jam yang inkontinensia (misalnya output
menghambat bertujuan untuk urin, pola berkemih, fungsi
kontraksi kandung (NOC) : kognitif, dan masalah kencing
kemih.  Urinary praeksisten)
elimination 2. Memantau penggunaan obat
 Urinary dengan sifat antikolinergik atau
continue property alphaagonis
Dengan kriteria 3. Memonitor efek dari obat-
hasil : obatan yang diresepkan, seperti
 Kandung kemih calcium channel blockers dan
kosong secara antikolinergik
penuh 4. Gunakan kekuatan sugesti

 Tidak ada residu dengan menjalankan air atau

urine >100- disiram toilet

30
200cc 5. Pasang kateter yang sesuai
 Intake cairan 6. Anjurkan keluarga untuk
dalam rentang menghitung output urin
normal 7. Memantau tingkat distensi
 Bebas dari ISK kandung kemih
 Tidak ada 8. Membantu toileting secara
spasme bladder berkala

 Balance cairan
seimbang

2. Kerusakan Setelah dilakukan Pressure management


integritas kulit b.d tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
iritasi terhadap keperawatan selama menggunakan pakaian yang
popok 2x24 jam yang longgar

bertujuan untuk : 2. Hindari kerutan pada tempat

 Tissue integrity tidur

: skin and 3. Jaga kebersihan kulit agar

mucous tetap bersih dan kering

 Membranes 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi


pasien setiap 2 jam sekali)
 Hemodyalis
5. Monitor kulit bila adanya
akses
kemerahan
Dengan kriteria
6. Oleskan lotion atau minyak
hasil :
pada daerah yang tertekan
 Integritas kulit
7. Monitor aktivitas dan
yang baik bisa
mobilisasi pasien
dipertahankan
8. Memandikan pasien dengan

31
(sensai, sabun dan air hangat
elastisitas, Insision sie care
temperatue, 1. Membersihkan, memantau dan
hidrasi, meningkatkan proses
pigmentasi) penyembuhan pada luka yang
 Tidak ada ditutup dengan jahitan
luka/lesi pada 2. Monitor proses kesembuhan
kulit area insisi
 Perfusi 3. Monitor tanda dan gejala
jaringan baik infeksi pada area insisi
 Mampu 4. Bersihkan area sekitar jahitan
melindungi menggunakan kapas steril
kulit dan 5. Gunakan preparat antiseptic
mempertahank sesuai program
an kelembapan 6. Ganti balutan pada interval
kulit dan waktu yag sesuai atau biarkan
perawatan luka tetap terbuka (tidak
alami dibalut) sesuai program

3. Resiko Fluid management


Setelah dilakukan
kekurangan 1. Timbang popok jika diperlukan
tindakan
volume cairan b.d 2. Pertahankan catatan intake dan
keperawatan selama
intake yang tidak output yang akurat
2x24 jam yang
adekuat. 3. Monitor status hidrasi
bertujuan untuk :
(kelembaban membrane
 Fluid balance
mukosa, nadi adekuat, tekanan
 Hydration
darah ortostatik) jika
 Nutritional
diperlukan
status : food and
4. Monitor vital sign
fluid
5. Monitor masukan makanan

32
 Intake atau cairan dan hitung intake
Dengan kriteria kalori harian
hasil : 6. Kolaborasi pemberian cairan
 Mempertahanka IV
n urin output 7. Monitor status nutrisi
sesuai dengan 8. Berikan cairan IV pada suhu
usia dan BB, BJ ruangan
urin dan HT 9. Dorong masukan oral
normal 10. Berikan penggantian
 Tekanan darah, nasogastric sesuai output
nadi, suhu 11. Dorong keluarga untuk
tubuh, dalam membantu pasien makan
batas normal 12. Tawarkan snack

 Tidak ada tanda- 13. Kolaborasi dengan dokter

tanda dehidrasi 14. Atur kemungkinan

 Elastisitas turgor transfuse

kulit baik, 15. Persiapan untuk transfuse

membrane Hypovolemia management

mukosa lembab, 1. Monitor status cairan termasuk


tidak ada rasa intake dan output

haus yang 2. Pelihara IV line

berlebih 3. Monitor tingkat Hb dan


hematocrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala

33
kelebihan cairan
9. Monitor tanda gejala gagal
ginjal

G. Implementasi

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP)

S:
 Pasien mengatakan
1. Gangguan 1) Melakukan penilaian
bahwa tidak
eliminasi urin kemih yang
mengeluarkan urin
b.d Kehilangan komprehensif
pada saat bersin dan
kemampuan berfokus pada
tertawa
untuk inkontinensia
O:
menghambat (misalnya output urin,  Kandung kemih
kontraksi pola berkemih, fungsi kosong secara penuh
kandung kognitif, dan masalah  Intake cairan dalam
kemih. kencing praeksisten) rentang normal
2) Memantau tingkat  Tidak ada spasme
distensi kandung bladder
kemih A:
3) Mengajarkan untuk  Masalah teratasi
sebagian
membatasi masukan P :
cairan pada malam  Masalah teratasi
pasien pulang
hari.

4) Memasang kateter
yang sesuai
5) Menganjurkan
keluarga untuk
menghitung output

34
urin
6) Membantu toileting
secara berkala
7) Kolaborasi dengan
dokter dalam
mengkaji efek
medikasi dan tentukan
kemungkinan
perubahan obat,
dosis/jadwal
pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi
inkontinensia.
1) Monitor aktivitas dan
2. Kerusakan mobililasi pasien S:
 pasien mengatakan
integritas kulit
2) Menganjurkan pasien sudah tidak merasakan
b.d iritasi
untuk menggunakan nyeri, panas dan gatal
terhadap popok
pakaian yang longgar lagi disekitar area
3) Menjaga kebersihan genitalia/perineal.
kulit agar tetap bersih O:
 proses penyembuhan
dan kering luka berhasil
 luka mengering
4) Melakukan rawat luka
 ruam kemerahan
berkurang
5) Mengoleskan lotion
 pasien tidak tampak
atau minyak atau baby menahan nyeri
A:
oil pada daerah yang
 masalah teratasi
tertekan P:
 masalah teratasi pasien
6) Menganjurkan pasien pulang
untuk mandi dengan
air hangat

1) Memonitor vital sign

35
3. Resiko 2) Memonitor status S:
 pasien mengatakan
kekurangan hidrasi (kelembaban
tidak mengurangi
volume cairan membrane mukosa, minum dan menahan
haus lagi
b.d intake yang nadi adekuat, tekanan
O:
adekuat darah ortostatik) jika  pasien mampu
diperlukan menghabiskan kira-
kira 8 gelas per hari
3) Memberikan cairan iv  mukosa bibir pasien
lembab
pada suhu ruangan  Tanda-tanda vital :
 TD = 150/80 mmHg
4) Menimbang popok  N = 85/menit
atau pembalut jika  RR = 18/menit
 S = 36,50C
diperlukan A:
 Masalah teratasi
5) Kolaborasi dalam P:
pemberian cairan iv  Masalah teratasi
pasien pulang

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan

36
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (FKUI,
2006).
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)
Inkontinensia Dorongan, Inkontienensia Total, Inkontinensia stress, inkontinensia
fungsional, inkontinensia reflex.
Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono,
2001) :
1) Poliuria, nokturia
2) Gagal jantung
3) Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
4) Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh :
 Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot-otot
dasar panggul.
 Perokok, Minum alkohol.
 Obesitas
 Infeksi saluran kemih (ISK)

37
DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1.


Jakarta: EGC.
Hidayah, a. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan (Edisi 2).
Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Stanley, Mickey dan Patricia G. Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik
Edisi 2. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.

https://id.scribd.com/doc/198771799/Penatalaksanaan-Dan-Pencegahan-
Inkontinensia-Urine

38

Anda mungkin juga menyukai