DOSEN :
Ns. SAKA ADIJAYA PENDIT.,M.Kep
KELAS : IV C KEPERAWATAN
KELOMPOK II:
I GUSTI AGUNG GIRI UTAMI (201801106)
MOH.RIZKY (201801113)
MOH. DUR SULE (201801114)
NOVITA A. BOGOLEMBA (201801120)
NILAM SARI (201801118)
NILUH GABRIELA (201801119)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih yang maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayat, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan “Askep pada lansia dengan gangguan system perkemihan “.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga Askep pada lansia tentang system
perkemihan, untuk pembaca ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
A. Definisi..................................................................................................
B. Klasifikasi.............................................................................................
C. Etiologi.................................................................................................
D. Patofisiologi..........................................................................................
E. Manifestasi Klinis.................................................................................
F. Pencegahan............................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................
H. Penatalaksanaan....................................................................................
I. Komplikasi............................................................................................
J. Konsep Asuhan Keperawatan………………………………………..
K. Asuhan Keperawatan Kasus ………………………………………....
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secra perlahan–lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami
oleh setiap individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah
laku yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai
usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena
yang kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel
dan berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat
kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut
tidak tertandingi.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses
penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya
daya tahan tubuh , lebih mudah terkena konstipasi merupakan ancaman bagi
integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan
kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang
yang dicintai.
Pada lansia mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan
yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya
tahan tubuh, dan adanya inkontinensia baik urine maupun tinja merupakan
ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus
berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan
dengan orang-orang yang dicintai.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai definisi inkontinensia urin pada lanjut
usia.
2. Mengetahui dan memahami mengenai Klasifikasi inkontinensia urin pada
lanjut usia.
3. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi inkontinensia urin pada lanjut
usia.
4. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi inkontinensia urin pada
lanjut usia.
5. Mengetahui dan memahami mengenai tanda dan gejala inkontinensia urin
pada lanjut usia.
6. Mengetahui dan memahami mengenai Pencegahan inkontinensia urin pada
lanjut usia.
7. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan penunjang pada lanjut
usia.
8. Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan inkontinensia urin
pada lanjut usia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang
bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra
eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit
sedikit (Potter dan Perry, 2015). Menurut Hidayat (2010), inkontinensia urin
merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap
untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat
berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran,
dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.
B. Klasifikasi
C. Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul
akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk
kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu,
adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin
berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
D. Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan.
Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang
berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi
mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2010).
E.Manifestasi Klinis
Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis,2015)
1) Inkontinensia Dorongan :
a) Sering miksi
b) Spasme kandung kemih
2) Inkontinensia total
a) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.
b) Tidak ada distensi kandung kemih.
c) Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3) Inkontinensia stres
a) Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.
b) Adanya dorongan berkemih.
c) Sering miksi.
d) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4) Inkontinensia refleks
a) Tidak dorongan untuk berkemih.
b) Merasa bahwa kandung kemih penuh.
c) Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada
interval.
5) Inkontinensia fungsional
a) Adanya dorongan berkemih.
b) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.
F. Pencegahan
1. Dekatkan kamar mandi
2. Jaga lantai tetap bersih dan tidak licin
3. Minum 6-8 gelas air setiap hari kecuali dokter anda telah
menginstruksikan sebaliknya
4. Batasi asupa alkohol dan minuman berkafein
5. Perhatikan gizi dan hindari obes (Ambil diet seimbang yang
mencakup semua kelompok makanan dan tetap dalam kisaran berat
badan yang sehat)
6. Sertakan cukup cairan dan serat dalam diet anda dan berolahraga
secara teratur untuk mencegah sembelit yang dapat menyebabkan
kontrol kandung kemih yang buruk
7. Memakaika pempers
8. Latihan perilaku berkemih
9. Membuat catatan berkemih
10. Lakukan latihan dasar panggul secara teratur untuk memperkuat otot-
otot yang mendukung outlet kandung kemih.
11. Beri pegangan dikamar mandi 12. WC dibuat datar, tidak tinggi
13. Atur pencahayaan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa
dalam urine.
2. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih.
3. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih
dengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan
kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan
panas.
4. Urografi ekskretorik
Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju
aliran ketika pasien berkemih. Disebut juga pielografi intravena,
digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan
kandung kemih.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat
bantu bagi lansia yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya
adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod
dan bedpan
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor
resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin,
modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis,
yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis sepertiBethanecholataualfakolinergik
antagonis sepertiprazosinuntuk stimulasi kontraksi, danterapi diberikan
secara singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress
dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipeoverflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat
bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah
pampers, kateter.
I. Komplikasi
1. Ruam kulit atau iritasi
Diantara komplikasi yang paling jelas dan memanifestasi kita menemukan
masalah dengan kulit, karena mereka yang menderita masalah ini terkait
kandung kemih, memiliki kemungkinan mengembangkan luka, ruam atau
semacam infeksi kulit, karena fakta bahwa kulit mereka overexposed
cairan dan dengan demikian selalu basah. Ruam kulit atau iritasi terjadi
karena kulit yang terus-menerus berhubungan dengan urin akan iritasi,
sakit dan dapat memecah.
3. Prolapse
Proleps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi
pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih,
dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down ke pintu masuk vagina.
Lemahnya otot dasar panggul sering sering menyebabkan masalah.
Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah
ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan,
tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan
dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinensia
b. Pemeriksaan sistem
- B1 (Breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi.
- B2 (Blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
- B3 (Brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
- B4 (Bladder)
Inspeksi: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila
ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi
pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
- B5 (Bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
- B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
4. Data Penunjang
a. Urinalisis
b. Hematuria
c. Poliuria
d. Bakteriuria
5. Pemeriksaan Radiografi
a. IVP (Intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan
ureter
b. VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk,
dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi
prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
6. Kultur Urine
a. Steril
b. Pertumbuhan tak bermakna (100.000 koloni/ml)
c. Organisme
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai
berikut yaitu :
Intervensi :
1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih
sehari.
2. Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang
direncanakan.
3. Observasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat
kandung kemih.
4. Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran,
ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan
klien berdiri jika tidak ada kebocoranyang lebih dulu.
5. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan
cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
6. Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan
kekuatannya dengan latihan
7. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkonteninsia.
2. Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu
yang lama.
Tujuan :
Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam
batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
Intervensi :
8. Diskusikan fungsi seksual dan implan penis, bila ada dan alternatif
cara pemuasan seksual.
R: Pasien mengalami ansietas diantisipasi, takut gagal dalam hubungan
seksual setelah pembedahan, biasanya karena pengabaian, kurang
pengetahuan. Pembedahan yang mengangkat kandung kemih dan
prostat (diangkat dengan kandung kemih) dapat mengganggu syaraf
parasimpatis yang mengontrol ereksi pria, meskipun teknik terbaru ada
yang digunakan pada kasus individu untuk mempertahankan syaraf ini.
B.Analisis Data
Kelembaban meningkat
I. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia urin urgensi berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih, sekunder akibat berkemih sering
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output
yang tidak adekuat
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi konstan oleh
urine
D. Intervensi
sensivitas
Diagnosa 2 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output yang
tidak adekuat
ujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu menunjukkan
hidrasi yang adekuat/kekurangan cairan dapat diatasi
riteria evaluasi:
TTV stabil
Membran mukosa bibir lembab
Turgor kulit elastic
Intake dan output seimbang
Intervensi Rasional
Dapatkan riwayat klien / orang Memperoleh data tentang penyakit klien,
terdekat sehubungan dengan lamanya agar dapat melakukan tindakan sesuai
gejala seperti pengeluaran urine yang dengan yang dibutuhkan
berlebihan
Pantau TTV, catat adanya perubahan Indikator hidrasi/ volum sirkulasi dan
TD warna kulit dan kelembaban-nya kebutuhan intervensi
Monitor status hidrasi dengan Kondisi turgor kulit, membran mukosa,
mengkaji turgor kulit dan membran dan peningkatan berat jenis urin dapat
mukosa serta memeriksa berat jenis mengindikasikan dehidrasi.
urin setiap 8 jam sekali
Pantau masukan dan Membandingkan keluaran aktual dan yang
pengeluaran setiap hari diantisipasi membantu dalam
mengevaluasi fungsi/ derajat stasis/
kerusakan sistem urinary.
Timbang BB setiap hari Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi
Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan keseimbangan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Kolaborasi: Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Berikan cairan IV Mempertahankan volum sirkulasi,
meningkatkan fungsi ginjal
Pada lansia mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan
yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya
tahan tubuh, dan adanya inkontinensia baik urine maupun tinja merupakan
ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus
berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan
dengan orang-orang yang dicintai.
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B. 2010. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.