Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA

PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI


HEMODIALISIS DI RSUD UNDATA PALU

PROPOSAL

MOH.DUR SULE
201801114

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP


PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD UNDATA PALU

PROPOSAL

MOH.DUR SULE
201801114

Tanggal 16 Februari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Tigor H.Situmorang,MH.,M.Kes Ni Nyoman Elfiyunai,S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIK. 20080901001 NIK.

Mengetahui,
Ketua Prodi Ners
STIKes Widya Nusantara Palu

Yuhana Damantalm, S.Kep.,Ns.,.M.Erg


NIK. 20110901019
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Tinjauan Teori 7
B. Kerangka Konsep 26
C. Hipotesis 26

BAB III METODE PENELITIAN 27

A. Desain Penelitian 27
B. Tempat Dan Waktu Penelitian 27
C. Populasi Dan Sampel 27
D. Variabel Penelitian 29
E. Definisi Operasional 30
F. Instrumen Penelitian 31
iv

G. Teknik Pengumpulan Data 32


H. Analisis Data 32
I. Bagan Alur Penelitian 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
v

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tahapan Dalam Analisis Data 33


vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Respons Efikasi Diri 11

Gambar 2.2 Bagian Dan Struktur dari Ginjal Manusia 15

Gambar 2.3 Kerangka Konsep 26

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian 36


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal stadium akhir juga dikenal sebagai gagal ginjal kronik
adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan fungsi ginjal di mana
tubuh kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia. Penyakit
gagal ginjal tersebut biasanya menyerang setiap individu yang bertambah
usia, tetapi tidak menutup kemungkinan individu usia muda juga terserang
penyakit ini akibat dari perubahan gaya hidup yang tidak sehat.
Penatalaksanaan bagi pasien penyakit ginjal kronik stadium akhir adalah
hemodialisis.1
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018
menyebutkan jumlah pertumbuhan penderita penyakit ginjal kronik telah
mengalami peningkatan 50% dari tahun sebelumnya. Lebih dari 2 juta orang
diperkirakan membutuhkan hemodialisis dan terus meningkat setiap
tahunnya. Kemudian di tahun (2015) menyatakan bahwa prevalensi
penyakit ginjal kronik mencapai 10% dari total populasi, Diperkirakan 1,5
juta pasien yang menjalani cuci darah (hemodialisis) dan jumlah ini terus
meningkat sebesar 8% setiap tahunnya.2
Berdasarkan Studi Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018) dipastikan
bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik di indonesia adalah 499.800 jiwa
dalam (2%), di mana Maluku menempati prevalensi kejadian penyakit ginjal
kronis tertinggi dengan jumlah 4.351 jiwa (0,47%). Menurut hasil survei
tahun 2019 oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) Indonesia
merupakan negara dengan kejadian penyakit ginjal kronik yang tinggi
diperkirakan mencapai 12,5% atau sekitar 25% dari total penduduk jutaan
orang Indonesia menderita gangguan fungsi ginjal.3
Berdasarkan Kementerian Kesehatan, kejadian penyakit ginjal kronik
telah mencapai 0,5% di tahun 2018 dan terus meningkat setiap tahunnya.

1
2

Dari diagnosis perhimpunan dokter Indonesia yang menjalani hemodialisis


di provinsi Sulawesi Tengah menempati urutan ke-lima yaitu 0,5% dan juga
terus mengalami peningkatan setiap tahun. Berdasarkan data Rekam Medik
yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu, dan
keterangan dari petugas medis di unit hemodialisis prevalensi penyakit
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis tahun 2019 terdapat 7.512
kunjungan, dan tahun 2020 sebanyak 8.180 kunjungan, terjadi peningkatan
pada tahun 2021 sebanyak 8.928 kunjungan, untuk jumlah kunjungan
dihitung dari jumlah setiap pasien dalam melakukan terapi dalam setahun,
setiap seminggu satu pasien gagal ginjal kronik melakukan terapi
hemodialisis sebanyak 3 kali. Dari data di Unit Hemodialisa RSUD Undata
Palu diperoleh jumlah pasien yang rutin menjalani hemodialisis selama
tahun 2021 sebanyak 62 orang.4
Hemodialisis yang dijalani pasien dapat membantu menggantikan
fungsi ginjal untuk menjaga keseimbangan fungsi dan dapat
mempertahankan kelangsungan hidup. Pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis menghadapi perubahan gaya hidup seperti
pembatasan asupan makanan dan cairan, masalah fisik bisa timbul mual,
muntah, sakit kepala dan hipertensi. Gangguan psikologis seperti ketakutan,
kecemasan, kemarahan, depresi, dan rasa tidak aman atau kurangnya
percaya diri. Dari perspektif sosial dan ekonomi dapat menyebabkan
perubahan peran, perubahan citra tubuh, mengganggu gaya hidup,
kehilangan pekerjaan, serta biaya yang terkait dengan tindakan
hemodialisis.5
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien, karena pasien
tidak hanya dihadapkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan
penyakit ginjal kronik, tetapi juga menerima pengobatan terapi yang
berlangsung seumur hidup. Kualitas hidup adalah dimensi yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi kesehatan yang dapat dievaluasi atas dasar
kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Kualitas hidup
juga dapat diartikan sebagai keadaan di mana seseorang menikmati
kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari.6
3

Penelitian yang dilakukan oleh Arehentari, Gasela, Hasanah, &


Iskandarsyah (2017) menunjukkan bahwa pasien dengan gagal ginjal kronik
lebih rentan terhadap masalah psikologis. Kenyataanya bahwa pasien akan
menjalani terapi hemodialisis yang dilakukan sepanjang taraf kehidupannya,
yang dapat menyebabkan pribadi tersebut merasa putus asa, cemas,
kegelisahan, bahkan depresi karena kesulitan beradaptasi dengan rutinitas
dan kehidupan pasca menjalani kewajiban hemodialisis.7
Efikasi diri adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan
diri ketika menjalani proses pengobatan yang kronis. Ketika seorang pasien
sudah divonis mengalami penyakit kronis seperti penyakit gagal ginjal
kronik dan memerlukan hemodialisis, pasien secara otomatis akan
menerapkan tindakan pengobatan untuk mencegah penyakitnya tidak
bertambah parah, dalam hal ini efikasi diri itu sendiri memainkan peran
penting dalam pengambilan keputusan pasien. Beberapa faktor yang
berperan dalam mengembangkan efikasi diri adalah persepsi diri terhadap
kemampuan diri, pengetahuan diri tentang cara menyelesaikan tugas, dan
adanya dukungan keluarga.8
Berdasarkan hasil penelitian Mineva dan Petrova (2017), telah
menyatakan bahwa optimisme merupakan faktor dalam pembentukan
efikasi diri yang lebih tinggi, di mana pasien yang terlibat langsung dalam
penyelesaian suatu masalah sehingga penderita lebih cenderung memiliki
efikasi diri yang tinggi. Hal ini karena orang dengan efikasi diri yang baik
acuannya lebih tertarik pada masalah dari pada ancaman yang di timbulkan.
Faktor eksternal dari efikasi diri juga dipengaruhi oleh dukungan sosial
seperti hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat, serta pemberian
motivasi diri juga berpengaruh meningkatkan keyakinan, terhadap
kemampuan diri individu dalam menghadapi penyakit ginjal kronik.9
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2019 mengartikan kualitas hidup
ialah cara berpikir atau mempresepsikan individu menganalisis kemampuan,
keterbatasan, gejala, kehidupan psikososial seseorang dalam konteks budaya
dan sistem nilai untuk menjalankan peran dan fungsinya di setiap hari dalam
kehidupan. Salah satu penentu utama kualitas hidup pasien penyakit ginjal
4

kronik adalah efikasi diri yang dapat memberikan keyakinan bahwa pasien
tersebut akan berhasil dalam perawatan diri selama mereka mematuhi terapi
yang mendukung status kesehatannya. Individu dengan tingkat efikasi diri
yang baik akan lebih responsif terhadap perawatan diri dan pengobatan.
Sebaliknya jika efikasi diri rendah dapat mempengaruhi kualitas hidup
mereka, karena beranggapan bahwa perawatan diri merupakan tujuan yang
sangat sulit untuk dicapai. Dengan demikian, tujuan utama dari efikasi diri
yaitu untuk mencapai taraf kesejatraan hidup pasien yang sesuai dalam
menjalani suatu terapi pengobatan. Sehingga efikasi diri dapat
mengoptimalkan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis.10
Menurut penelitian oleh Masoudrayyani (2018) tentang efikasi diri
dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis menunjukkan
bahwa pasien yang menerima hemodialisis, tetapi tidak memiliki efikasi diri
yang cukup baik akan lebih cenderung memiliki kualitas hidup yang cukup
buruk. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
kualitas hidup pasien dengan efikasi diri, atau sebaliknya pasien dengan
efikasi diri tinggi memiliki kualitas hidup yang lebih baik.11
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Welly dan Hidayatul Rahmi
(2020) tentang self efficacy dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik, yang menjalani hemodialisis menunjukkan bahwa dari 33
responsden, dengan self efficacy baik memiliki kualitas hidup yang baik
yaitu 56,5% lebih tinggi dari pada responden dengan self efficacy baik
dengan kualitas hidup buruk yaitu 45,4%. Hasil uji chi-square didapatkan
nilai p=0,000 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara self
efficacy dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis. Kemudian penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hakim
(2018) dari hasil uji chi-square di peroleh nilai p-value =0,001 dengan
artian terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
Dr.Moewardi, r (nilai koefisien korelasi) dengan hitung = 0,765 yang berarti
memiliki korelasi tinggi yang dapat disimpulkan pasien gagal ginjal kronik
5

yang memiliki self efficacy tinggi memiliki kualitas hidup yang baik,
sebaliknya pasien dengan self efficacy rendah memiliki kualitas hidup yang
buruk.12
Hasil wawancara peneliti terkait pengumpulan data awal pada 10
pasien hemodialisis, 7 pasien mengatakan bahwa aktivitas sehari-hari
mereka masih didukung oleh keluarga mereka, mereka merasa cemas,
memiliki harga diri rendah, merasa hidup tidak berarti, stres, tidak rutin
melaksanakan ibadah, tidak bisa mencari nafkah, mereka tidak dapat
berkumpul dengan keluarga seperti biasanya, serta berinteraksi di
lingkungan masyarakat. Sedangkan 3 pasien lainnya mengatakan tidak lagi
merasa cemas dan stres, hal ini dikarenakan sudah menjalani cuci darah
setiap 3-4 tahun sekali, dan pasien hemodialisis sudah berusia lanjut ke atas
mudah menerima keadaan yang dialami karena telah masuk pada fase
penerimaan dari kondisi yang mereka jalani.
Maka dari masalah yang telah diuraikan di atas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Efikasi Diri dengan
Kualitas Hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas telah diuraikan permasalahan dalam


penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:“Apakah ada hubungan
antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup pada pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu ?”.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara efikasi
diri dengan kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Undata palu.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi efikasi diri pasien hemodialisis Rumah Sakit
Umum Daerah Undata Palu
6

b. Untuk mengidentifikasi kualitas hidup pada pasien hemodialisis di


Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu
c. Untuk mengetahui adanya hubungan antara efikasi diri dengan kualitas
hidup pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Palu.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan (STIKes Widya Nusantara Palu)


Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan tambahan referensi di
perpustakaan dan bisa dimanfaatkan oleh rekan-rekan lain jika ingin
melakukan penelitian baik dengan variabel yang sama ataupun variabel
yang berbeda.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini sebagai sumber informasi dan pengetahuan masyarakat
terkait penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit
Umum Daerah Undata palu.
3. Bagi instansi tempat peneliti
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan tentang terapi
hemodialisis, untuk meningkatkan efikasi diri yang akan berpengaruh
terhadap kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik di Rumah Sakit
Umum Daerah Undata Palu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Efikasi Diri


1. Definisi

Efikasi diri adalah penilaian orang tentang kemampuan mereka


untuk mengatur dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan kinerja tertentu. Self-efficacy adalah pusat dari
motivasi manusia, kebahagiaan, dan kesuksesan pribadi. Teori efikasi
diri pertama kali ditemukan oleh (Bandura 2016). Efiaksi diri
merupakan penilaian kemampuan seseorang untuk mengembangkan
dan melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk mencapai efek yang
diharapkan. Efikasi diri ialah langkah awal untuk tekad stabilitas,
ketenangan, dan kesuksesan kepribadian manusia. Karena diyakini
bahwa tindakan ini dapat mencapai hasil yang diharapkan.13
Albert Bandura adalah orang yang mencetuskan konsep efikasi
diri, di dalamnya Albert Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai
keyakinan pada kemampuan seseorang untuk melakukan kewajiban
dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil. Baroon dan Byrne
mengartikan efikasi diri sebagai penilaian seseorang terhadap
kemampuan dan keterampilannya dalam memenuhi kewajiban,
mencapai hasil serta mampu mengatasi hambatan.14
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri

Bandura dalam Rahardjo, menyatakan ada empat faktor utama


yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memahami efikasi diri terdiri
dari pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi
verbal, dan keadaan fisiologi.15
a. Pengalaman tentang Kesuksesan
Sumber efikasi diri seseorang yang paling berpengaruh adalah
rasa berprestasi karena didasarkan pada pengalaman nyata. Dalam
pengalaman sukses efektivitas pribadi seseorang akan meningkat,

7
8

Dan dalam pengalaman gagal efikasi diri akan menurun. Tetapi


setelah menunjukkan diri anda dengan kuat melalui serangkaian
kesuksesan, efek negatif dari kegagalan akan berkurang. Kegagalan
juga dapat diatasi dengan upaya khusus yang dapat memperkuat
motivasi pribadi ketika ditemukan melalui pengalaman bahwa
hambatan betapapun sulitnya dapat diatasi dengan ketekunan.
b. Pengalaman Individu Lain
Sumber efikasi diri seseorang tidak selalu bergantung pada
pengalaman kegagalan atau keberhasilan seseorang, pengalaman
individu lain juga mempengaruhi efikasi diri seseorang.
Mengamati keberhasilan individu lain dapat meningkatkan efikasi
diri individu, di mana seseorang menyakinkannya bahwa jika
orang lain bisa melakukannya, maka dirinya juga bisa melakukan
hal tersebut dengan baik. Namun, jika individu terus menerus
mengamati kegagalan individu lain yang berusaha, maka akan
mempengaruhi kepercayaan individu terhadap kemampuannya
sendiri dan akan mempengaruhi usahanya untuk mencapai
kesuksesan.
c. Persuasi Verbal
Dalam persuasi verbal itu diungkapkan melalui saran,
bimbingan, dan nasihat yang memperkuat keyakinan bahwa tujuan
yang diinginkan dapat dicapai dengan membantu mereka
mencapainya, di mana individu yang percaya diri lebih
berkeinginan untuk mencapai kesuksesan dalam diri sendiri.
d. Keadaan Fisiologis
Status fisiologi mempengaruhi penilaian kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas. Keadaan fisiologis dan luapan emosi
yang dialami oleh seseorang menandakan bahwa sesuatu yang
diinginkan sedang terjadi, sehingga individu cenderung
menghindari situasi yang membuat pribadi menjadi tertekan
bahkan bisa sampai mengalami stres. Di mana kondisi tersebut
9

dapat membuat kondisi fisik terganggu seperti gemetar, jantung


berdebar, berkeringat dingin sampai bisa berada diluar kendali.
3. Dimensi efikasi diri

Menurut Bandura A. Efikasi diri dalam Wira Suciono,


mengatakan bahwa efikasi diri individu dapat dilihat dari tiga dimensi
yakni: magnitude (tingkat kesulitan tugas), generality (cakupan
tingkah laku), dan strenght (tingkat kekuatan).
a. Dimensi tingkat kesulitan tugas (Magnitude)
Aspek magnitude ialah bentuk dimensi yang arahnya pada
tingkat kesulitan. Dimana pengalaman hidup seseorang dalam hal
sulitnya menjalankan kewajiban tergantung pada upaya yang
dilakukan. Sehingga ketika self-efficacy baik maka akan lebih
mudah memecahkan masalah dan kesulitan yang dialami.
b. Dimensi cakupan tingkah laku (Generality)
Aspek generality ialah dimensi yang fokusnya pada harapan,
individu yang ingin memecahkan suatu masalah yang dialaminya
akan mempengaruhi tindakannya untuk menuntaskan masalah yang
dihadapinya.
c. Dimensi tingkat kekuatan (strenght)
Aspek strenght ialah dimensi kekuatan yang menitikberatkan
pada kepercayaan diri dalam melakukan upaya pemecahan
masalah. Mereka yang memiliki keyakinan kuat akan terus
menantang, biarpun kegagalan terus menghampiri. Karena individu
yang mempunyai keyakinan dan harapan tinggi terus menghadapi
persoalan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.16
4. Klasifikasi Efikasi Diri

Menurut Bandura A. dalam Wira Suciono, mengatakan bahwa


efikasi diri diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Efikasi Diri Kurang
Individu yang menganggap masalah merupakan ancaman,
otomatis akan memiliki efikasi diri yang kurang karena selalu
meragukan kemampuannya sendiri. Kemudian individu dengan
10

efikasi diri kurang tidak memikirkan bagaimana menyelesaikan


solusi dari masalah, dan cenderung sibuk dengan kesalahan pada
dirinya sendiri. Sehingga Seseorang dengan efikasi diri yang
rendah memiliki ciri-ciri pemecahan masalahnya pasif,
penghindaran masalah yang tampak sulit, komitmenya rendah,
kegagalan yang mudah membuat frustasi, kecemasan bahkan bisa
stress dengan kondisinya.
b. Efikasi Diri Baik
Individu dengan efikasi diri baik selalu optimis terhadap suatu
masalah tertentu bahkan persoalan cukup rumit mampu diatasi
dengan hati yang tenang, karena individu tersebut tidak
menganggap masalah untuk dihindari. Efikasi diri baik ditandai
dengan mencari peluang untuk menyingkirkan masalah,
menanggapi situasi dengan tenang, merencanakan untuk
menghadapi masalah, bekerja dengan tekun, dan mampu keluar
dari kegagalan dan selalu kurang pengeluhan. 16
5. Skala Respons Efikasi Diri

Menurut Frank dan Utami dalam metodologi, skala diberikan


untuk menilai efikasi diri dengan item yang menggambarkan tingkat
persyaratan untuk tugas yang berbeda dan menilai tingkat efektivitas
dari diri sendiri, yaitu kemampuannya untuk melakukan apa yang
dikehendaki darinya. Kegiatan mereka mencatat kekuatan efikasi diri
mereka sendiri pada skala 100 poin, berkisar antara interval 10 unit
dari 0 (“tidak bisa melakukan”); dengan keyakinan sedang, 50 (“cukup
yakin bisa melakukan”); untuk kepastian yang lengkap jawaban 100
(“sangat pasti bisa melakukan”) format respons yang lebih sederhana
menerapkan struktur skala yang sama dengan deskriptor, tetapi
menggunakan rentan unit tunggal mulai dari 0 sampai 10, petunjuk dan
format respons standar skala efikasi diri seperti gambar dibawah ini.17
11

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tidak bisa Sedang Sangat


Lakukan sama sekali Pasti bisa dilakukan pasti bisa dilakukan
Gambar. 2.1 Skala Respons Efikasi Diri

B. Konsep Kualitas Hidup


1. Definisi

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kualitas hidup


adalah persepsi yang dimiliki orang tentang kehidupan mereka dalam
konteks budaya, sistem nilai yang mereka jalani dengan tujuan
harapan, standar, dan masalah yang berbeda. Kualitas hidup
merupakan perbandingan antara harapan dan kenyataan di mana
mencerminkan kualitas pengobatan karena mencakup proses fisik,
psikologis dan sosial yang perlu dicapai.10
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

a. Usia
Semakin lama usia menandakan semakin baik kualitas hidup,
karena semakin dewasa seseorang terutama secara psikologis
semakin siap menghadapi penyakitnya. Tidak seperti orang dewasa
yang menuntut tanggung jawab sosial seseorang dengan penyakit
kronis pada saat itu menyebabkan stress karena dapat membatasi
produktivitas mereka. Usia dikelompokkan berdasarkan pada
kalangan umur usia menengah antara (40-50tahun) dan untuk usia
lanjut yaitu (diatas 60 tahun).
b. Jenis kelamin
Laki laki lebih rentan terhadap kualitas hidup yang rendah
dibandingkan wanita, ini karena wanita lebih dewasa secara
emosional dalam hal tekanan/kasus. Menurut Theodora dkk,(2017)
persentase pria dengan gagal ginjal kronik akibat hemodialisis lebih
tinggi dari pada wanita karena lebih banyak pria yang memiliki
kebiasaan merokok dan resikonya tujuh kali lebih besar dari pada
12

orang yang tidak merokok. Hal ini karena pada wanita terdapat
hormone yang dapat mencegah penyerapan estrogen yang
berfungsi untuk keseimbangan kadar kalsium sehingga mampu
mencegah penyerapan oksalat yang mengakibatkan batu ginjal
sebagai penyebab dari gagal ginjal kronik.
c. Income (status ekonomi)
Seseorang dengan pemasukan yang rendah lebih berpotensi
mempunyai mutu hidup yang lebih rendah bila dibanding dengan
orang yang berpendapatan besar.
d. Kemampuan Berpikir
Kemampuan berpikir seseorang mempengaruhi tahap
perkembangan emosi. Di mana seseorang yang memiliki
pengetahuan yang lebih tinggi akan dapat mengingat dan
menganalisis peristiwa yang pernah dialami sehingga kesimpulan
yang dibuat lebih jelas dan akurat.18
3. Dimensi Kualitas Hidup

a. Dimensi kesehatan fisik


1) Kegiatan yang dilakukan individu mencakup kesulitan dan
kemudahan dari setiap aktivitasnya sehari-hari.
2) Ketergantungan pada obat dan bantuan medis seseorang dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
3) Energy dan kelelahan yang merupakan kemampuan individu
untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
4) Mobilitas yang merepresentasikan tingkat pergerakan yang
dapat dilakukan oleh seorang individu dengan mudah dan cepat.
5) Rasa sakit dan ketidaknyamanan yang mewakili sejauh mana
individu merasa cemas tentang sesuatu yang membuat mereka
merasa sakit.
6) Istirahat dan tidur yang menjelaskan kualitas tidur dan istirahat
yang dimiliki individu.
7) Kemampuan kerja yang merepresentasikan kemampuan seorang
individu untuk melakukan tugasnya.
13

b. Dimensi kesejatraan psikologis


1) Bodi image dan appearance di mana melihat dan memandang
kondisi dari tubuh serta bentuk penampilannya.
2) Di mana menggambarkan adanya perasaan yang tidak
menyenangkan yang dimiliki oleh individu disebut perasaan
negatif.
3) Emosi positif ialah menggambarkan perasaan menyenangkan
yang dimiliki setiap orang.
4) Harga diri, yang melihat bagaimana individu menilai atau
mendefinisikan dirinya sendiri.
5) Berpikir, belajar, dan konsentrasi yang melihat kondisi
pengetahuan individu yang memungkinkan dia untuk fokus
belajar dan melakukan fungsi pengetahuan lainnya.
c. Dimensi hubungan sosial
1) Hubungan pribadi yang mendefinisikan hubungan individu
dengan orang lain.
2) Dukungan sosial yang mendefinisikan bantuan yang yang
diterima individu dari lingkungan masyarakat.
3) Kegiatan seksual di mana mendefinisikan aktivitas seksual yang
dilakukan individu.
d. Dimensi hubungan dengan lingkungan
1) Sumber financial di mana mengilustrasikan kondisi keuangan
seseorang.
2) Perawatan sosial dan kesehatan di mana saja tersedia untuk
perlindungan masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan.
3) Daerah lingkungan sekitar rumah di mana mengilustrasikan
kondisi tempat tinggal seseorang.
4) Kemungkinan untuk memperoleh informasi dan keterampilan
(skill) di mana membuat ada atau tidaknya kesempatan
seseorang dalam mendapatkan sesuatu yang baru dan memiliki
fungsi bagi individu tersebut.
14

5) Keadaan kondisi jasmani di mana menggambarkan keadaan


sekitar lingkungan pribadi (Keadaan air, saluran udara, cuaca,
dan pencemaran area lingkungan).
6) Transportasi di mana mengilustrasikan sarana dan prasarana
atau kendaraan yang ditempuh oleh setiap individu.19

C. Anatomi Fisiologi Ginjal


1. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ tertutup lemak yang terletak di rongga perut


posterior (posterior abdomen), terutama di daerah retroperitoneum,
yaitu di bagian kanan dan kiri tulang belakang. Setiap ginjal berukuran
panjang 6 sampai 7,5 cm dan ketebalannya 1,5 hingga 2,5 cm.
Beratnya sekitar 140 gram pada orang dewasa. Bentuk ginjal seperti
biji kacang merah. Ginjal bagian kanan lebih panjang karena hati
berada di atas ginjal kanan, kedua ginjal dipisahkan oleh fascisa yang
disebut dengan fascia gerota yang ditutupi oleh dua lapisan lemak
yaitu perirenal dan pararenal. Bagian depan ginjal terdiri dari dua
lapisan ginjal distal ke sinus ginjal yaitu korteks ginjal tua (bagian
luar) dan medula ginjal cokelat muda (dalam). Pelvis ginjal (pelvis
renalis) adalah struktur yang berbentuk corong di sinus ginjal, yang
merupakan sambungan dari ureter. Vaskularisasi ginjal diprakarsai
oleh arteri renalis,yang merupakan cabang dari aorta abdominalis.
Arteri renal bersama dengan vena,ureter, pembuluh, getah bening dan
saraf memasuki hilus ginjal sebelum bercabang menjadi arteri
interlobular (interlobularis). Kemudian arterior aferen membentuk
glomerulus, saat mereka memasuki struktur yang lebih kecil.
Ginjal dibagi menjadi dua bagian yang berbeda yaitu korteks
(bagian luar) dan medula (bagian dalam). Medula dibagi menjadi irisan
segitiga yang disebut piramida. Ada 12 hingga 18 piramida untuk
setiap ginjal. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh bagian korteks
yang disebut kolom bertini. Piramida tampak berpola karena tersusun
oleh segmen-segmen tubulus dan saluran pengumpul nefron. Papila
15

atau aspek dari tiap piramid membentuk papilari belini. Setiap duktus
atau saluran papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis
ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Kemudian
bersatu membentuk cekungan pelvis ginjal, dan Merupakan reservoir
utama sistem pengumpulan urine.20

Gambar. 2.2 Bagian dan Struktur Dari Ginjal Manusia

2. Fisiologi Ginjal

Menurut Brunner & Suddarth (2017), manfaat utama ginjal ialah


menjaga keseimbangan faktor kimia, elektrolit, hormon, kadar gula
darah,membantu mengontrol keseimbangan asam basa, dan
mengeluarkan sampah sisa kimia dari dalam tubuh, serta menghasilkan
hormon dan enzim yang berperan penting bagi tubuh. Berikut ini
adalah fungsi ginjal secara umum :
a. Proses Filtrasi adalah masuknya darah dan zat lain ke dalam
glomerulus dan kapsul Bowman dari Nefron. Proses ini
menghasilkan urine primer, yang mengandung glukosa, kalium,
asam amino, garam, natrium, dan protein.
b. Proses Reabsorpsi di mana sebagian besar natrium, fosfat, klorida,
glukosa, dan ion-ion bikarbonat di reabsorpsi yang tersisa akan
diarahkan ke papilla ginjal.
c. Darah memasuki tubulus kontortus distal selama proses
augmentasi untuk mengisi kembali zat-zat yang tidak lagi di
butuhkan tubuh. Proses ini menghasilkan urine normal, yang terdiri
16

dari 95% air, urea, asam urat, ammonia, garam mineral (NaCl), dan
zat berlebihan (obat-obatan, vitamin, dan zat lainnya.
d. Meningkatkan keseimbangan asam dan basa yang stabil dalam
tubuh manusia.21

D. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik


1. Definisi

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat penurunan struktur fungsi ginjal yang progresif
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) dalam
darah. Sehingga mengakibatkan uremia (retensi urea dan limbah
nitrogen lainnya dalam darah). Gagal ginjal kronik merupakan suatu
penyakit karena adanya ketidakmampuan kedua ginjal
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan
hidup.22
2. Etiologi

Adapun faktor dari penyebab terjadinya gagal ginjal kronis


secara progresif atau terus menerus yaitu:
a. Infeksi Bakteri misalnya Pielonefritis kronik (infeksi saluran
kemih), glomerulonefritis (penyakit peradangan).
b. Penyakit vaskuler hipertensi misalnya nefrosklerosis banigna.
Disebabkan karena terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal
oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.
c. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus).
d. Nefropatik toksik misalnya penyalahgunaan analgesic (anti nyeri)
di mana bila di komsumsi dalam batas normal menyebabkan
terganggunya fungsi ginjal.
e. Nefropati diabetik ialah gula darah yang tidak terkontrol pada
penderita diabetes yang dapat menyebabkan kerusakan pada
glomerulus (pembuluh darah tipis yang mengalami kerusakan
17

tempat penyaringan darah di ginjal). Jika kondisi ini berlangsung


lama, dapat menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya untuk
menyaring darah, yang menyebabkan gagal ginjal.
f. Satu penyebabnya ialah hipertensi yang tidak terkendali.
g. Trauma langsung pada ginjal contohnya tusukan dan keracunan.23
3. Patofisiologi

Awal mula proses timbulnya penyakit gagal ginjal kronik


bergantung dari penyakit yang dideritanya, namun dalam alur terjadi
kurang lebih serupa atau sama. Keseimbangan air dan elektrolit adalah
dua penyesuaian penting yang dibuat oleh organ fungsi ginjal.
Penurunan massa ginjal menentukan hipertrofi struktural sehingga
nefron fungsional yang masih bertahan sebagai kompensasi ginjal
untuk melaksanakan semua beban kerja ginjal, yang dimediasi oleh
molekul vasoaktif seperti sitokinin dan hormon pertumbuhan (grow
factor). Hal ini menyebabkan peningkatan hiperfiltrasi, yang disertai
dengan kecepatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini sangat efektif dalam menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh, sehingga fungsi ginjal berada pada tahap yang
sangat rendah. Di mana jika terdapat 75% massa nefron rusak, laju
filtrasi glomerulus di tubulus tidak dapat dipertahankan lagi. Beberapa
hal yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresivitas
(peningkatan sensitivitas ginjal) pada penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.
Stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadangan ginjal, pada keadaan laju penyaringan glomerulus basal
masih normal atau meningkat. Kemudian secara perlahan, tapi pasti
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang di tandai
dengan peningkatan urea dan serum kreatinin dalam darah sampai pada
tahap laju glomerulus 60%, pasien masih belum merasakan keluhan.
Hingga sampai pada laju penyaringan glomerulus 30% mulai muncul
anemia, tekanan darah dibatas normal, fosfor, kalsium tergangu, gatal-
gatal, hingga mual dan muntah yang merupakan tanda dari uremia.
18

Sampai beban kerja ginjal berlebihan pada akhirnya harus diambil oleh
glomerulus yang sehat, kondisi ini dapat menyebabkan nekrosis
menjadi kaku bahkan sklerosis. Zat-zat beracun menumpuk dan
perubahan potensial akan menyebabkan kematian seluruh organ vital
di ginjal.23
4. Manifestasi Klinis

Penderita dengan gagal ginjal kronis pada dasarnya tanda dan


gejalanya tidak terlihat adanya penurunan fungsi ginjal secara jelas,
namun tanda munculnya dimulai saat fungsi dari nefron mengalami
penurunan secara bertahap. Sehinga menyebabkan terganggunya organ
tubuh lainnya yang di mana jika penatalaksanaan tidak dilakukan
secara baik dapat berakibat terjadinya komplikasi penyakit lainnya,
bahkan bisa berujung kematian. Keluhan umum penderita gagal ginjal
kronis yaitu:
a. Dalam urine terdapat darah, sehingga warna urine terlihat gelap
ibarat teh (hematuria).
b. Albuminuria (urine berbusa).
c. Infeksi saluran kemih di mana urine terlihat keruh.
d. Dirasakan nyeri pada saat berkemih, serta susah pada saat buang air
kecil .
e. Ditemukannya batu/pasir saat berkemih dalam urine.
f. Terjadinya Penambahan atau pengurangan produksi urine secara
signifikan.
g. Waktu tidur malam hari sering berkemih.
h. Nyeri dirasakan pada bagian pinggang dan perut.
i. Terlihat edema (bengkak) pada area pergelangan kaki, kelopak
mata, dan wajah.
j. Terjadinya peningkatan tekanan darah dari batas normal.24
5. Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita penyakit ginjal


kronik antara lain:
19

a. Anemia, hal ini terjadi karena produksi hormon eritropoietin


(pengatur sel darah merah di sum-sum tulang belakang) terganggu,
dan hormone eritropoietin, sehingga tubuh memproduksi energi
yang diperlukan penunjang aktivitas dalam sehari-hari. Penyebab
penyakit ini adalah tubuh manusia kehilangan energi akibat
kurangnya eritrosit yang membawa oksigen ke dalam tubuh dan sel
jaringan manusia.
b. Osteodistofi ginjal, gangguan tulang akibat penipisan tulang yang
disebabkan akibat metabolisme mineral. Jika kandungan kalsium
dan fosfat dalam darah terlalu tinggi, maka bisa terjadi
penggumpalan garam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak
yang dapat berujung pada nyeri sendi, batu ginjal, tersumbatnya
pembuluh darah, aritmia dan kelainan pada indra penglihatan.
c. Tekanan Darah Tinggi, diakibatkan karena di dalam tubuh terjadi
penumpukan air dan natrium. Hal ini menyebabkan volume darah
berlebihan dan menurunkan aksi dari angiotensin dan aldosteron
dalam menormalkan tekanan darah.
d. Penimbunan kadar kalsium fosfat di jaringan menyebabkan kulit
terasa gatal.
e. Gangguan pola pikir pada komplikasi saraf akibat dari penumpukan
uremia dalam darah.25
6. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan apakah seseorang positif terkena penyakit


ginjal kronis perlu dilakukan tes pemeriksaan berikut ini :
a. Pemeriksaan urine
Tes pemeriksaan urine memiliki fungsi untuk melihat dan
mengetahui volume, warna, sedimen, berat jenis, kadar kreatinin,
serta kadar protein dalam urine.
b. Pemeriksaan darah
Tes pemeriksaan darah ini yaitu (Blood Urea Nitrogen) BUN
/kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah, natrium serum,
kalium, magnesium fosfat, protein, dan osmolaritas serum.
20

c. Pemeriksaan pielografi intravena


Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi kelainan
pelvis ginjal dan ureter serta nefrografi, Pemeriksaan dilakukan bila
dicurigai ada obstruksi yang reversible. Selain itu, tes ini juga
digunakan untuk mengidentifikasi arteri ginjal, mengevaluasi dan
mendeteksi sirkulasi ginjal serta melihat jika adanya massa
ekstravaskuler dalam ginjal.
d. Ultrasonografi ginjal
Pemeriksaan ini menunjukkan ukuran dari kandung kemih,
melihat adanya massa, kista, dan obstruksi pada saluran kemih
bagian atas.
e. Biopsi ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan secara endoskopi untuk
menentukan sel jaringan dari diagnosis histologi.
f. Endoskopi ginjal nefroskopi
Endoskopi ginjal nefroskopi adalah pemeriksaan untuk
menentukan letak pelvis ginjal, di mana terdapat batu ginjal, dan
pengangkatan tumor selektif.
g. EKG
Penunjang pemeriksaan EKG dalam keadaan abnormal
menunjukkan tanda ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
gangguan irama jantung, hipertrofi vertikel, dan adanya tanda
gejala dari perikarditis.25
7. Pengkajian Diagnostik Laboratorium

a. Tes Kreatinin
Dikenal dengan tes serum kreatinin bertujuan untuk
mengetahui kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah zat sisa
hasil pemecahan otot, produksi kreatinin di pengaruhi massa otot,
dan berat badan, kemudian pengeluaran harian juga di pengaruhi
oleh diet rendah protein misalnya daging merah.
b. Tes Glomerulo Filtration Rate (GFR)
21

Tes GFR untuk mengetahui kemampuan ginjal dalam


menyaring darah atau memfilter zat sisa metabolisme tubuh
sehingga dapat menunjukkan seberapa optimal dan baik laju
filtrasi yang dilakukan ginjal. Laju filtrasi glomerulus digunakan
sebagai tafsiran untuk menentukan tingkat kerusakan ginjal, laju
filtrasi sama dengan klirens suatu zat yang disaring secara bebas
oleh glomerulus, yaitu volume darah atau plasma yang di
keluarkan oleh ginjal dari beberapa zat per satuan waktu. Ginjal
yang memiliki nilai GFR yakni <60mg/dl dalam ≥ 3 bulan
dikategorikan sebagai penyakit ginjal kronis.
c. Tes Kadar Urea
Senyawa nitrogen non protein dengan konsentrasi tinggi
dalam darah adalah urea. Urea adalah hasil ekskresi metabolisme
protein terbesar konsentrasi urea dalam plasma darah ditentukan
oleh sintesis di hati dan pengeluarannya melalui urine. Kadar
uremia meningkat di pengaruhi pada diet tinggi protein
menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
d. Elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan pada gagal ginjal kronik
yaitu hiponatremi umumnya terjadi karena kelebihan volume
cairan dalam tubuh.
e. Asam Urat
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin.
Asam urat bersifat kurang larut air, berada nilai kadarnya berkisar
7,36-7,44 mg/dl, dikatakan asam urat berada dibatas normal
dalam darah. Penyakit ginjal kronik menyebabkan kadar asam
urat meningkat karena adanya gangguan fungsi filtrasi, sekresi
ginjal dan pengeluaran asam urat melalui urine yang menurun.
Metode kimia asam fosfotungsat dan metode enzimatik
spektrofotomatriks.
22

f. Keseimbangan Asam dan Basa


Gangguan keseimbangan asam dan basa pada gagal ginjal
kronik merupakan asidosis metabolik yang diakibatkan mual,
muntah, dan lemas. Asidosis metabolik disebabkan oleh
penurunan ekskresi asam di mana jumlah asam yang masuk dari
luar dan diproduksi di dalam tubuh lebih besar dari jumlah total
yang dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini menyebabkan penurunan
amonia dan ion hidrogen dan kehilangan natrium disertai dengan
retensi asam di glomerulus, sehingga terjadi kegagalan dari fungsi
ginjal.
g. Tes Konsentrasi Urine
Tes penyaring mengukur osmolalitas sampel urine 24 jam
dengan aktivitas minimal. Jika osmolalitas >800 mol/kg atau
berat jenis urine > 1,020 maka aktivitas konsentrasi baik dari
fungsi tubulus ginjal.
h. Sedimen Urine
Partikel di dalam urine yang dapat berasal dari darah, ginjal
dan saluran kemih atau merupakan kontaminasi yang berasal dari
luar saluran kemih. Pemeriksaan sedimen urine dilakukan secara
manual dan hasilnya dilaporkan secara kuantitatif.26
8. Penatalaksanaan

Dalam pengobatan penyakit ginjal kronik ada dua tahap yaitu


penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal. Penanganan
konservatif adalah memperlambat keparahan penyakit ginjal kronik,
kondisi klien menjadi stabil, dan mengobati faktor-faktor reversible.
Sementara penanganan pengganti ginjal dilaksanakan pada klien yang
menderita penyakit ginjal kronik stadium 5 ialah hemodialisis, dan
transplantasi ginjal. Bentuk terapi pengobatan asuhan keperawatan
pasien dengan gagal ginjal kronik menurut Smeltzer (2018)
diklasifikasikan menjadi empat tindakan:
a. Penanganan Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urine
23

2) Observasi balance cairan


3) Observasi adanya edema
4) Batasi cairan yang masuk.
b. Hemodialisis, yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan
invasi di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodialisis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan fistula arteriovenosa (Av Fistule)
di mana menggabungkan vena dan arteri dan Double Lumen
langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung).
c. Operasi yang dilakukan seperti pengambilan batu dan
transplantasi ginjal.27

E. Konsep Hemodialisis
1. Definisi

Hemodialisis merupakan pengobatan yang digunakan sebagai


pengganti ginjal yang memakai membran semipermeable yang
bertindak sebagai nefron sehingga menghasilkan produk hasil
metabolisme dan memperbaiki masalah keseimbangan elektrolit pasien
penyakit ginjal. Hemodialisis yang dijalani pasien gagal ginjal kronis
dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam seminggu, tergantung tingkat
keparahan dari kerusakan ginjal.
Dapat dikatakan bahwa hemodialisis adalah suatu terapi
pengeluaran darah dari tubuh pasien oleh mesin dialisis dengan dua
kompartemen darah yaitu satu sisi ialah cairan dialisis, sisi lainnya
berisi darah, sehingga terjadi proses difusi dan ultrafiltrasi dalam
mesin dialisis, setelah itu darah kembali lagi ke tubuh pasien.28
2. Tujuan Hemodialisis

Manfaat utama hemodialisis adalah meminimalkan akumulasi


sisa metabolisme dan cairan elektrolit atau zat toksik dalam darah pada
pasien gagal ginjal kronik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
pada penderita. 29
24

3. Prinsip Dan Proses Hemodialisis

Prinsip dari hemodialisis dibagi menjadi 3 tahap yaitu antara


lain difusi, osmosis, serta ultrafiltrasi:
a. Difusi
Difusi adalah pemindahan partikel dari tempat yang
memiliki konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasinya cukup
rendah. Hal ini ditemukan di membran semipermeabel tubuh
manusia, difusi menyebabkan kreatinin, urea, dan asam urat dari
darah masuk ke dalam dialisat. Namun, protein dan sel darah
merah tidak dapat melewati membran semipermeable karena
molekulnya yang sangat besar.
b. Osmosis
Proses Osmosis yaitu berpindahnya partikel dari tempat
yang konsentrasinya rendah ke konsentrasi tinggi melalui energi
kimiawi terjadi perbandingan osmolalitas dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah pergerakan cairan melintasi
membran semipermeabel karena gradient tekanan buatan
(biasanya tekanan positif/dorongan dan negatif/tarikan) juga
terjadi akibat perbandingan dari hidrostatik dalam darah serta
dialisat.30
4. Komplikasi Tindakan Hemodialisis Kronis

Adapun komplikasi yang sering dijumpai dari tindakan


hemodialisis itu sendiri, yaitu:
a. Kram otot
Kram otot biasanya ditemui saat proses hemodialisis
berlangsung sampai akhir terapi dialisis. Kram otot sering juga
terjadi pada saat volume besar dalam ultrafiltrasi atau penarikan
cairan dari dalam tubuh pasien.
b. Aritmia
Pada pasien hemodialisis hipoksia, hipotensi,
pemberhentian obat anti aritmia sepanjang dialisis, penipisan
25

kalsium, kalium, dan bikarbonat serum berlangsung cepat


merupakan penyebab dari gangguan irama jantung (aritmia).
c. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisis diperkirakan
penyebabnya oleh zat osmotik lain dari otak dan kurang cepatnya
pembersihan urea dari darah, menyebabkan terjadinya gradient
osmotik antara kompartemen lainnya.
d. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisis dapat dilakukan secara
monitoring pada klien yang terjangkit keterbatasan fungsi paru.
e. Perdarahan
Uremia mengakibatkan masalah dalam menggunakan
keping darah. Pemanfaatan keping darah (trombosit) dapat dilihat
saat mengukur waktu perdarahan, penggunaan heparin selama
hemodialisis juga merupakan aspek dari efek samping perdarahan.
f. Gangguan pencernaan
Hipoglikemia adalah gangguan pencernaan yang terjadi
pada pasien yang menjalani hemodialisis gejalanya seperti mual
dan muntah. Gangguan pencernaan ini juga disertai dengan sakit
kepala pada penderita tersebut.31
5. Penatalaksanaan Pasien Hemodialisis Kronis

a. Penatalaksanaan diet ketat rendah kalori konsultasi dengan ahli gizi


terkait asupan makanan yang tepat (protein,sodium,dan potassium)
pembatasan cairan masuk.
b. Kepatuhan diet cairan mengatur jumlah air yang diminum setiap
harinya yaitu 500 ml atau setara 2 gelas perhari ,di mana tujuannya
untuk menurunkan beban kerja dari jantung dan paru-paru sehingga
pasien tidak merasa sesak dan leleh.
c. Pantau kesehatan secara terus menerus meliputi penatalaksanaan
terapi hingga ekskresi ginjal normal.
d. Olahraga ringan secukupnya dan atur pola hidup agar terhindar dari
stress.
26

e. Dan rutin pelaksanaan terapi hemodialisis sesuai jadwal dari rumah


sakit tempat menjalani terapi ter sebut.32

F. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah turunan dari kerangka teori yang


disusun sebelumnya pada tinjauan literatur ilmiah. Kerangka konseptual
adalah penggambaran hubungan antara setiap variabel yang dirumuskan
oleh penulis setelah membaca berbagai literatur baik laporan ilmiah atau
jurnal penelitian yang digunakan sebagai dasar penelitian. Adapun
diagram dalam kerangka konsep dibawah ini harus menunjukkan
hubungan antara setiap variabel yang akan diteliti.

Variabel Independen Variabel Dependen

Kualitas Hidup
Efikasi Diri
Pasien Penyakit Ginjal
Kronik

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


Keterangan:
: Variabel Independen yang diteliti
: Mencari Hubungan
: Variabel Dependen yang diteliti

G. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu:


Ha : Ada hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Undata
Palu
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif.


Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang dilakukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini juga sifatnya lebih
sistematis, terencana, dan terstruktur dari awal hingga pelaksanaan desain
penelitian. Di mana proses pengukurannya harus akurat, karena hasil
pengukuran secara empiris akan menunjukkan adanya hubungan
kuantitatif antara setiap variable dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan desain analitik artinya dapat
mengetahui suatu fenomena terjadi melalui analisis statistik seperti
korelasi antara resiko dengan sebab akibat, dengan metode cross sectional
di mana peneliti melakukan pengukuran variabel pada saat yang
bersamaan antara variabel bebas yaitu Efikasi Diri dan variabel terkait
yaitu Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik.33

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di unit ruang hemodialisa RSUD
Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan di
unit hemodialisa RSUD Undata karena ruang hemodialisa merupakan
bangsal khusus perawatan pasien yang menjalankan tindakan
hemodialisis.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan april 2022.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

27
28

Populasi diartikan sebagai semua item keseluruhan sumber data


atau elemen yang menjadi objek penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua pasien yang menjalani hemodialisa dan menderita
Gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu pada
saat dilakukan penelitian.34 Adapun jumlah populasi dalam penelitian
ini berjumlah 62 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi, karena dengan menggunakan sampel lebih
menghemat biaya, waktu, dan tenaga.34 Sampel dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan rumus slovin. Sebagai berikut:
Rumus:
N
n=
1+(Ne¿¿ 2)¿
62
n=
1+62 ×(0.05¿¿ 2)¿
62
n=
1+(62× 0,0025)
62
n=
1+0,155
62
n=
1,155
n=53,67dibulatkan menjadi 54
Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel sebanyak 54
responden.
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Jumlah Seluruh populasi
e = Kelonggaran ketidaktelitian atau derajat toleransi (0,05)
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan Sampel pada penelitian ini yaitu non probability
sampling artinya pengambilan sampel dengan semua unsur elemen
dalam populasi yang tidak memiliki kriteria sama dijadikan sebagai
sampel. Adapun cara yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu
29

purposive sampling, di mana metode pengambilan sampel yang


dilakukan secara sengaja dengan memilih sampel itu sendiri karena
beberapa pertimbangan tertentu.34 Adapun Kriteria Sampel dalam
penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inklusi dalam penelitian yaitu :
1) Semua pasien penyakit gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu.
2) Pasien yang menjalani hemodialisis 2 sampai 3 kali dalam
seminngu.
3) Pasien yang bersedia menjadi responden yang menandatangani
lebar persetujuan Informed consent.
b. Kriteria Eksklusi dalam penelitian yaitu:
1) Pasien hemodialisis yang tidak berada di tempat saat penelitian
berlangsung.
2) Pasien yang tidak sadarkan diri pada saat hemodialisis.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah segala bentuk yang ditentukan


oleh penelitian untuk diteliti guna menjadi pembeda antara yang satu
dengan yang lain dan memperoleh informasi mengenai hasil tersebut,
adapun variabel dalam penelitian ini yaitu:34
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai variabel bebas. Di mana merupakan variabel yang berpengaruh
dan menjadi penyebab berubahnya dan munculnya variabel dependen.
Adapun variabel Independen dalam penelitian ini adalah Efikasi Diri.
2. Variabel Dependen
Dalam bahasa Indonesia variabel dependen dinyatakan sebagai
variabel terkait. Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas disebut variable dependen. Variabel
terkait yang digunakan pada penelitian ini ialah Kualitas Hidup pada
pasien yang menjalani hemodialisis.
30

E. Definisi Operasional

Definisi operasional ialah bentuk variabel yang dipelajari secara


individual dan bisa dioperasikan ditempat penelitian. Definisi operasional
dibuat atas dasar kemudahan implementasi pengumpulan data, pengerjaan
data dan analisis data. Sehingga memungkinkan peneliti melaksanakan
observasi atau pengukuran berdasarkan parameter yang dijadikan dalam
penelitian. Definisi operasional ditentukan cara pengukuran yaitu cara di
mana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya.35
1. Tingkat Efikasi Diri
Defenisi : Efikasi diri adalah keyakinan utuh individu/seseorang
dilihat dari tingkatan (level), keluasan (generality),
dan kekuatan (strength) bahwa dirinya mampu
mengatur dan melakukan perawatan diri untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Seperti rutin
melakukan terapi hemodialisis dari penyakit ginjal
kronik.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1. Tingkat Efikasi Diri tinggi jika skor nilainya > 50
2. Tingkat Efikasi Diri rendah jika skor nilainya <50
2. Kualitas Hidup Pasien yang menjalani Hemodialisis
Definisi : Kualitas Hidup merupakan persepsi individu tentang
kesehatan fisik, ketentraman psikologis, tingkat
kemandirian, hubungan sosial, tingkat ekonomi
terpenuhi, hubungan terhadap lingkungan dalam
masyarakat dan tingkat kedekatan dengan tuhan yang
maha kuasa (spiritual).
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur :1. Kualitas hidup buruk jika skornya < 50
31

2. Kualitas hidup baik jika skornya > 50


F. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data atau instrumen yang digunakan dalam


penelitian ini adalah lembar kuesioner. Pertanyaan tertulis yang berguna
untuk mendapatkan informasi dari responden adalah kuesioner. Alat ukur
yang digunakan pada penelitian ini disusun secara sistematis dan berisikan
pertanyaan yang dijawab oleh responden. Tujuan dari Alat ukur sebagai
alat memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian dan penjabaran
dari hipotesis. Adapun kueisoner dalam penelitian ini adalah:36
1. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner merupakan lembar data demografi yang terdiri dari 6
pertanyaan meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan dan lama menderita penyakit.
2. Kuesioner Efikasi Diri
Kuesioner Efikasi Diri diadopsi dari penelitian Findasari (2019).
kuesioner ini juga sebelumnya sudah pernah digunakan dalam
penelitian Wakhid (2018) tentang efikasi diri dengan kualitas hidup
pasien gagal ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis, di mana
terdiri dari 20 item pertanyaan dengan indikator tingkat kesulitan
(magnitude) sebanyak 6 pertanyaan, kekuatan (strength) 8 pertanyaan,
dan cakupan tingkah laku (generality), sebanyak 6 pertanyaan.
Pembuatan kuesioner ini dikelompokkan dalam cakupan item
(favorable) yang artinya memuat nilai-nilai positif dan nilai yang
diberikan adalah tidak pernah = 0, kadang-kadang = 1, sering = 2 dan
selalu = 3. Kuesioner untuk Efikasi Diri pada pasien gagal ginjal
kronik telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti
sebelumnya.
3. Kuesioner Kualitas Hidup
Kuisioner kualitas hidup diadopsi dari penelitian Niluh Putu Ayu
(2021) yang terdiri 36 item pertanyaan.Instrumen WHOQOL-BREF
ini merupakan rangkuman dari world Health Organization Quality of
Life (WHOQOL)-100 yang terdiri dari 26 pertanyaan. WHOQOL-
32

BREF menggunakan skala likert yang terdiri dari dua bagian


bersumber dari kualitas hidup secara inklusif dan kesehatan secara
umum dan satu bagian yang terdiri dari 24 pertanyaan yang berasal
dari WHOQOL - 100.
Di mana pertanyaan dalam instrumen didasarkan pada skala likert
yaitu skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau kelompok tentang suatu kejadian dalam
penelitian. Berdasarkan Uji validitas dilakukan oleh Wardhani (2006),
terhadap kuesioner WHOQOL-BREF hasilnya ialah kuesioner yang
valid untuk mengukur kualitas hidup.37

G. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan cara atau metode yang


digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam pengumpulan data
penelitian, data diperoleh dari dua jenis meliputi data primer dan data
sekunder.38
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden dengan
menggunakan kuesioner yang telah dibagikan kepada klien gagal
ginjal kronik dalam menjalankan hemodialisis di RSUD Undata Palu.
Terdiri dari kuesioner data demografi, kuesioner Efikasi Diri, dan
kuesioner Kualitas Hidup.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data yang dipakai untuk
membantu data primer. Dalam penelitian ini data sekunder yaitu data
yang berkaitan dengan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RSUD Undata Palu.

H. Analisa data

Setelah data terkumpul, kemudian data akan diolah dengan


beberapa tahap antara lain :34
Tabel 3.1 Tahapan dalam analisis data
33

NO Nama kode Keterangan


1. Editing Dilakukan dengan cara mengamati kembali data
yang telah dikumpulkan agar diketahui apakah
ada kekeliruan atau tidak.
2. Coding dilakukan dengan cara memberikan kode atau
nilai pada jawaban yang bersifat kategori
sehingga memudahkan peneliti untuk
memasukkan data pada komputer.
3. Tabulating Dilakukan setelah pemeriksaan dan pemberian
kode. Dalam tahap ini data disusun dalam bentuk
tabel agar lebih mempermudah dalam
menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Entry Memasukkan data kedalam program komputer
untuk mempermudah proses perhitungan dalam
analisis.
5. Cleaning Untuk melihat variabel yang digunakan apakah
datanya sudah benar atau belum, oleh karena itu
dilakukan pembersihan data.
6. Describing Setelah data diolah maka data ditampilkan dan
diberi keterangan.

Setelah itu, akan dilakukan analisis data untuk mencapai tujuan


yang diharapkan oleh peneliti. Tujuan utama dalam penelitian ini ialah
menjawab pertanyaan peneliti dalam mengungkapkan fenomena. Terdapat
dua jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu secara
univariate dan bivariat menggunakan program computer.
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat yaitu analisis dipakai untuk menganalisis setiap
variabel dari hasil penelitian yang mewujudkan suatu distribusi
frekuensi dan presentasi dari masing-masing variabel. Variabel bebas
yaitu (Efikasi Diri) dan variabel terkait yaitu (Kualitas Hidup pasien
34

yang menjalani hemodialisis). Pada umumnya analisis ini diperoleh


dalam bentuk presentasi, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
f
Rumus : P= x 100 %=… %
n
Keterangan:

P : Persentase

f : Jumlah subjek yang ada pada kategori tertentu

N : Jumlah atau Keseluruhan responden

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ialah analisis untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terkait yang diduga berhubungan atau
berkorelasi. Analisis bivariate dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Undata
Palu. Adapun uji yang digunakan dalam pada penelitian ini adalah uji
chi square, dimana Nilai signifikansi 0,05 dan tingkat kepercayaan
95%. Ambang signifikan 5% atau 0,05 artinya peneliti mengambil
resiko salah dalam mengambil keputusan dengan menolak hipotesis
yang benar sebanyak 5%. Benar saat mengambil keputusan minimal
95% (tingkat kepercayaan). Dikatakan ada hubungan, jika p-value
<0,05 sedangkan jika p-value> 0,05 tidak ada hubungan.Adapun
rumus uji chi-square sebagai berikut:
n

X 2= ∑ 2
(Oi−E )
i−1 i

Ei

Keterangan:
X2 : Distribusi chi-square
Oi : Nilai observasi (pengamatan) ke-i
Ei : Nilai ekspektasi ke-i
Uji chi-square merupakan uji non parametris yang paling banyak
digunakan. Namun perlu diketahui syarat-syarat dari uji ini adalah
frekuensi atau responden yang digunakan besar, berikut ini
35

Persyaratan penggunaan Uji Chi-Square yaitu:


a. Tidak terdapat sel dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut
juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol)
b. Jika bentuk tabel kontigensi 2 x 2, maka tidak boleh ada 1 sel saja
yang mempunyai frekuensi harapan atau disebut juga expected
count (“Fh”) kurang dari 5.
c. Jika bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misalnya 2 x 3, maka jumlah sel
dengan frekuensi harapan yang ≤5 tidak boleh ≥20%.
Apabila tabel kontigensi 2 x 2, tetapi tidak memenuhi syarat
dalam uji Chi-Square maka rumus yang digunakan adalah Fisher’s
Exact Test. Sedangkan apabila tabel kontigensi lebih dari 2 x 2 misal 2
x 3 maka rumus yang digunakan adalah Pearson Chi-Square.
36

I. Bagan Alur Penelitian

Identifikasi Masalah

Pengambilan Data Awal


Awal
Menentukan Lokasi Penelitian

Melakukan Uji Turnitin

Ujian Proposal

Mengurus Surat Izin Penelitian di Ruang Tata Usaha STIKes WN Palu

Mengajukan Surat Izin Penelitian di RSUD Undata Palu

Populasi Berjumlah 62 Orang


Pengambilan Sampel Menggunakan Tekhnik Proposive Sampling

Melakukan Penelitian dengan Menggunakan APD di RSUD Undata Palu

Informed Consent
Menjelaskan untuk Meminta Persetujuan Responden

Pengumpulan Data
Dengan Menggunakan Data Primer dan Data Sekunder

Variabel Dependen (Terikat)


Variabel Independen (Bebas)
Kualitas hidup pasien penyakit ginjal
Efikasi Diri
kronik

Analisi Data Menggunakan Uji Chi-Square

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


37

Gambar 3.1 Bagan alur penelitin


DAFTAR PUSTAKA

1. Wakhid A, Linda Wijayanti E, Liyanovitasari L, Utami N, Anisa, Wati NL,


et al. Hubungan Efikasi Diri Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. J Holist Nurs Sci [Internet].
2020;5(1):56–63. Available from: http://jurnal.stikes-aisyiyah-
palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/368

2. WHO, RI KK. Situasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Indonesia. 2018;


(November):1–18.

3. Putri E, Alini, Indrawati. Hubungan Dukungan Keluarga dan Kebutuhan


Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Dalam
Menjalani Terapi Hemodialisis Di RSUD Bangkinang. J NERS Res Learn
Nurs Sci. 2020;4(23):47–55.

4. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian


Kesehat RI. 2018;53(9):1689–99.

5. Utami N, Anisa, Wati NL. “Efikasi Diri Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSAU Dr. M.
Salamun.” J Kesehat Aeromedika [Internet]. 2017;III(1):56–61. Available
from: https://jurnal.poltekestniau.ac.id/jka/article/view/75/62

6. Asnaniar WOS, Bakhtiar SZ, Safrudin. Hubungan Efikasi Diri Dengan


Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisisfile:///C:/Users/LENOVO IDEAPAD/Downloads/COVER-
ABSTRAK .pdf. J Holist Nurs Sci. 2018;5(2):56–63.

7. Firmansyah MR. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Mekanisme Koping Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Babul Ilmi J Ilm Multi Sci Kesehat [Internet]. 2020;12(1).
Available from:
http://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/
368
8. Wakhid A, Linda Wijayanti E, Liyanovitasari L. Hubungan Efikasi Diri
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. J Holist Nurs Sci. 2018;5(2):56–63.

9. Lilik NIS, Budiono I. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition


Article Info. Indones J Public Heal Nutr [Internet]. 2021;1(1):101–13.
Available from: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

10. Karimah N, Hartanti RD. Gambaran Self Efficacy dan Kualitas Hidup pada
Pasien yang Menjalani Hemodialisa. Keperawatan dan Pendidik profesi
Ners. 2021;258–65.

11. Lenggogeni DP, Malini H, Fatmadona R, Roza ES. Gambaran Efikasi Diri
Pasien yang Menjalani Hemodialisis. J Ilm Univ Batanghari Jambi.
2021;21(1):434.

12. Welly W, Rahmi H. Self Efficacy Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. J Keperawatan Abdurrab.
2021;5(1):38–44.

13. Hidayat DR. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling.
Naufal ZA, editor. Bogor: Ghalia Indonesa; 2015. 188 p.

14. Ghufron MN SR. Teori-Teori Psikologi. AR-RUZZ MEDIA. 2010.

15. Rahardjo W. Konstribusi Hardiness dan self efficacy terhadap stress kerja
(study pada perawat RSUP DR.Soeradji Tirtonegoro Klaten).Keperawatan.
2018. ;2.

16. Suciono W. Berfikir Kritis Tinjauan Kemandirian Belajar Dan Efikasi Diri.
Kodri, editor. Jawa Barat; 2021. 130 p.

17. Frank P, Tim U. Keyakinan Kemanjuran Diri Remaja, Skala Respon


Efikasi. Bandung; 2015. 307 p.

18. Sunarianto A.G Wulandari N.A .& Darmawan A. Penurunan Hemoglobin


pada penyakit Ginjal Kronik setelah Hemodialisa. J Ners dan Kebidanan
(Journal Ners Midwifery). 2019;6:211–7.

19. Ekasari MF, Riasmini NM, Hartini T. Meningkatkan Kualitas Hidup


Lansia. Malang: Wineka Media; 2019. 26 p.

20. Wiwit Dwi Nurbadriyah. Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis.


2021. 5–7 p.

21. Suddarth, & Brunner. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8


Volume 2. Jakarta : EGC. 2017.

22. Supriyadi, Susanto H, Ediati A. Kadar Hemoglobin Berhubungan Dengan


Tingkat Kelelahan Pasien Penyakit Ginjal Kronis Di Kota Semarang.
2021;13:889–94.

23. Muttaqin A, Sari K. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika. 2018. 166–168 p.

24. Seregar CT. Menejemen Komplikasi Pasien Hemodialisa. Reni AA,


editor.Yogyakarta. 2020. 5–6 p.

25. Krisbyanto, R., Donsu, J.D.T & Mendri , N K. Gambaran Kepatuhan Diet
pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialis Rsud Penembahan
Senopati Bantul. Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2019;

26. Rahmawati F. Laboratory Aspect Of Chronic Kidney Disease. J Ilm Kedokt


Wijaya Kusuma. 2018;6(1):14–22.

27. Smeltzer, S & B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2 Edisi
8.Jakarta : EGC. 2018.

28. Ilmiah J, Imelda K, Damanik H, Medan UI. Tingkat Kecemasan Pasien


Gagal Ginjal Kronik Dalam Menjalani Hemodialisa. 2020;6(1):80–5.

29. Sitanggang TW, Anggraini D, Utami WM. Hubungan Antara Kepatuhan


Pasien Menjalani Terapi Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Krinis di Ruang Hemodialisa RS.Medika BSD Tahun 2020.
2021;8:129–36.
30. Widyawati R. Lama Waktu Menahan Rasa Haus Setelah Berkumur Dengan
Obat Kumur pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Di Rs Roemani
Muhammadiyah Semarang,. 2017;52.

31. Juliardi F, Dewi J, Hasibuan MA, Tiarnida. Peningkatan IDWG


Berhubungan Dengan Kejadian Hipotensi Pada Pasien Hemodialisis.
2020;2:235–42.

32. Yuniardi AP, Isro’in L, Maghfirah S. Studi Literatur: Edukasi Nutrisi


Metode Konseling Intensif Dengan Follow Up Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dengan Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi. Heal Sci J.
2020;4(2):1.

33. Asra A, Irawan PB, Purwoto A. Metodelogi Penelitian Survei. Asra A,


Irawan PB, editors. Bogor; 2018. 69–78 p.

34. Masturoh I, Angggita N. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta; 2018.


164–188 p.

35. Findasari. Hubungan Efikasi Diri dengan Stres Pasien Gagal Ginjal Kronik
(GGK) yang Menjalani Hemodialisa di Poli Hemodialisa Rumah Sakit
Daerah DR. Soebandi Jember. Skripsi Fak Keperawatan Univ Jember.
2019;1–100.

36. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan [Internet]. Surabaya:


Salemba Medika; 2016. p. 415. Available from:
http://eprints.ners.unair.ac.id/982/1/METODOLOGI
PENELITIAN09162019.pdf

37. Ch Salim O, Sudharma NI, Kusumaratna RK, Hidayat A. Validity and


reliability of World Health Organization Quality of Life-BREF to assess
the quality of life in the elderly. 2018;26(1):27–38.

38. Sugiyono. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung; 2018.


LAMPIRAN

1. Surat Pengambilan Data Awal


2. Surat Balasan Pengambilan Data Awal
3. Permohonan Menjadi Responden
4. Kuesioner
5. Lembar Bimbingan Proposal

Anda mungkin juga menyukai