Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN STROKE HEMORAGIK

DAN IMPLEMENTASI MEMBANTU ADL (Activity of Daily Living)

PADA LANJUT USIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu

Eki Pratidina, S.Kp., MM

Disusun oleh :

Dara Nurafriani 191FK01027


Imam Maulana 191FK01056
Jihan Nabila 191FK01062
Marisa Nur Meliani 191FK01071
Mutia Maudina 191FK01078
Kelompok 8

3C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSTAS BHAKTI KENCANA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah
“Keperawatan Gerontik” mengenai ADL (Activity of Daily Living)

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
rekan-rekan yang telah membantu dalam menulis makalah ini.

Bandung, 12 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ADL 5

2.2 Klasifikasi ADL 5

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi ADL 6

2.4 Penilaian ADL 6

2.5 Stroke Hemoragik 7

2.5.1 Definisi Stroke Hemoragik 8

2.5.2 Klasifikasi Stroke Hemoragik 8

2.5.3 Etiologi Stroke Hemoragik 8

2.5.4 Faktor resiko Stroke Hemoragik 8

2.5.5 Manisfestasi Klinis 9

2.5.6 Patofisiologi 16

2.5.7 Pemeriksaan Penunjang 17

2.5.8 Penatalaksanaan 19
2.5.9 Komplikasi 20

2.5.10 Pencegahan 25

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan 32

2.7 Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik 32

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 36

3.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh

berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh trombosis,

embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini

menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan hampir semua pelayanan

rawat inap penderita penyakit saraf.

Angka kejadian stroke di dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk

dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan

hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif.

Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, maka sangatlah penting

bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga

mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit

stroke.

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

serangan stroke dan 25% atau 125.000 meninggal dan sisanya mengalami cacat

ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit

mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di Indonesia stroke

menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit.

Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan masalah

utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi

masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke yang mencakup

aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.


Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi

sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus

meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat,

tepat, dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah

penulis tertarik untuk menulis laporan untuk memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien dengan stroke khususnya stroke dengan perdarahan atau stroke

hemoragik.

Salah satu indikator dari suatu keberhasilan pembangunan nasional

dilihat dari segi kesehatan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup

penduduk. Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami

peningkatan, populasi lansia di Dunia pada tahun 2013 mencapai 13,4% dan

akan meningkat pada tahun 2050 menjadi 25,3%. Jumlah lansia di Amerika

pada tahun 2000 adalah 18,4 juta orang berusia 65-74 tahun, 12,4 juta berusia

75-85 tahun, dan 4,2 juta berusia di atas 85 tahun. Diperkirakan pada tahun

2030 populasi lansia akan mencapai 70 juta orang. Peningkatan ini disebabkan

bertambahnya usia harapan hidup (Potter dan Perry, 2010)

Sejak tahun 2004-2015 memperlihatkan adanya peningkatan usia

harapan hidup di Indonesia dari 68,6 tahun menjadi 70,8 tahun dan proyeksi

tahun 2030- 2035 mencapai 72,2 tahun. Berdasarkan sumber dari World

Population Prospects populasi lansia di Indonesia pada tahun 2013 menurut

mencapai 8,9% dan diperkirakan meningkat menjadi 21,4% pada tahun

2050.Menurut Kemeskes RI 2015, populasi lansia di provinsi Sumatera Utara

pada tahun 2015 adalah 6,8%. Angka Beban Tanggungan menurut provinsi,

tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur (66,74) dan Sumatera Utara merupakan

tertinggi ke 5 yaitu 56,37%.


Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan membawa berbagai

dampak, terutama pada peningkatan angka ketergantungan. Ketergantungan

lanjut usiadisebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran

fisik maupun psikis. Kurang imobilitas fisik merupakan masalah yang sering

dijumpai pada pasien lanjut usia akibat berbagai masalah fisik, psikologis,

dan lingkungan yang dialami oleh lansia (Malida,2011). Hasil Riskesdas

2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak Menular

(PTM) antara lain hipertensi, artritis, stroke, penyakit paru obstruktif kronik,

dan diabetes miletus.

Hasil dari penelitian yang dilakukan Rina, Agus dan Anastasia (2016)

di Posyandu Lansia binaan Puskesmas Banguntapan III Bantul menyatakan

bahwa jumlah lansia yang mengalami ketergantungan sedang dan ringan

masing masing sebanyak 11 orang (50%). Untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesehatan lanjut usia, maka harus dihilangkan atau diminimalisir

masalah-masalah yang kerap terjadi pada lanjut usia yaitu dengan

peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia (Maryam, 2008).

Pengkajian tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas

sehari- hari atau ADL (Activity of Daily Living) penting untuk mengetahui

tingkat ketergantungan lanjut usia dalam rangka menetapkan level bantuan

bagi lansiadan perencanaaan perawatan jangka panjang (Tamher dan

Noorkasiani,2011). ADL (Activity of Daily Living) didefinisikan sebagai

kemandirian seseorang dalam melakukan aktivitas dan fungsi-fungsi

kehidupan sehari-hari yang dilakukan manusia secara rutin dan universal

(Ediwati,2013). Berdasarkan penelitian Afifah (2016) di Panti Sosial

Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin menyatakan bahwa gambaran


tingkat kemandirian lansia dalam melakukan ADL (Activity of Daily Living)

memiliki selisih yang besar yaitu 45,5% berada pada tingkat mandiri dan

54,5% berada pada tingkat tidak mandiri. Penelitian ini menunjukan jumlah

lansia yang tidak mandiri lebih besar dari pada lansia yang mandiri.

ADL (Activity of Daily Living) adalah aktivitas pokok bagi perawatan

diri. ADL(Activity of Daily Living) meliputi antara lain ke toilet, makan,

berpakaian, berpindah tempat dan mandi(Ediwati, 2013). Salah satu kriteria

yang dapat dipakai untuk menilai ADL (Activity of Daily Living) adalah

Indeks Katz, penilaian didasarkan pada kemampuan lansia untuk melakukan

ke 6 hal yang dikriteriakan untuk memastikan status fungsional usia lanjut

(Dien GA Nursal, 2009).

Menurut Zulaekah dan Widowati pada tahun 2009, tingkat

kemandirian penderita geriatri yang diukur dengan indekskatz di Rumah

Sakit Dr. Kariadi Semarang hanya 17,91% yang memiliki kemandirian pada

semua hal yang dinilai pada indeks katz. Penelitian ini menggambarkan

bahwa tingkat kemandirian lanjut usia pada semua aspek yang dinilai pada

indekskatz masih sangat rendah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah dari laporan Makalah ini antara lain :
a) Apa yang dimaksud dengan ADL (Activity of Daily Living)
b) Bagaimana Klasifikasi ADL (Activity of Daily Living)
c) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ADL (Activity of Daily Living)
d) Apa saja penilaian ADL (Activity of Daily Living)
e) Apa definisi dari Stroke Hemoragik.
f) a\bagaimana klasifikasi dari Stroke Hemoragik
g) Bagaimana etiologi dari Stroke Hemoragik.
h) Bagaimana Faktor Resiko dari Stroke Hemoragik
i) Bagaimana manifestasi klinik dariStroke Hemoragik.
j) Bagaimana patofisiologi dari Stroke Hemoragik
k) Apa saja pemeriksaan penunjang dari Stroke Hemoragik.
l) Apa saja penatalaksanaan dari Stroke Hemoragik
m)Apa saja komplikasi dari Stroke Hemoragik.
n) Bagaimana Pencegahan dari Stroke Hemoragik
o) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Stroke
Hemoragik.
p) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan Stroke
Hemoragik
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan Makalah ini antara lain :
a) Mampu mengetahui definisi ADL (Activity of Daily Living)
b) Mampu mengetahui Klasifikasi ADL (Activity of Daily Living)
c) Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ADL (Activity of
Daily Living)
d) Mampu mengetahui penilaian ADL (Activity of Daily Living)
e) Mampu mengetahui definisi dari Stroke Hemoragik.
f) Mampu mengetahui klasifikasi dari Stroke Hemoragik
g) Mampu mengetahui etiologi dari Stroke Hemoragik.
h) Mampu mengetahui Faktor Resiko dari Stroke Hemoragik
i) Mampu mengetahui manifestasi klinik dariStroke Hemoragik.
j) Mampu mengetahui patofisiologi dari Stroke Hemoragik
k) Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari Stroke Hemoragik.
l) Mampu mengetahui penatalaksanaan dari Stroke Hemoragik
m)Mampu mengetahui komplikasi dari Stroke Hemoragik.
n) Mampu mengetahui Pencegahan dari Stroke Hemoragik
o) Mampu mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Stroke Hemoragik.
p) Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan Stroke
Hemoragik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ADL (Activity of Daily Living)

ADL (Activity of Daily Living) adalah suatu kemampuan seseorang untuk

melakukan kegiatan sehari-harinya secara mandiri. Penentu kemandirian

fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan keterbatasan klien sehingga

memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008).

ADL (Activity of Daily Living) didefinisikan sebagai kemandirian

seseorang dalam melakukan aktivitas dan fungsi-fungsi kehidupan sehari-

hari yang dilakukan oleh manusia secara rutin dan universal (Ediawati,

2013).Untuk menilai ADL (Activity of Daily Living) digunakan berbagai

skala seperti Katz Index,Barthel yang dimodifikasi dan Functional Activities

Questioner (FAQ) (Ediawati, 2013). Sedangkan pengertian ADL (Activity

of Daily Living) dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan lansia, ADL

(Activity of Daily Living) merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun

mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi.Termasuk di sini

kegiatan belanja, masak, pekerjaan rumah tangga, mencuci, telepon,

menggunakan sarana transportasi, mampu menggunakan obat secara benar,

serta manajemen keuangan(Tamher dan Noorkasiani, 2011).

2.2 Klasifikasi ADL (Activity of Daily Living)

ADL (Activity of Daily Living) dasar yaitu keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya, meliputi berpakaian, makan dan

minum, toileting, mandi dan berhias. Ada juga yang memasukan kontinensi

buang air besar dan buang air kecil dalam katagori ADL (Activity of Daily
Living) ini.

ADL (Activity of Daily Living) instrumental yaitu ADL (Activity of Daily Living) yang

berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari

seperti menyiapkan makanan, menggunakan telepon, mengelola uang kertas serta hal-

hal yang ada pada ADL (Activity of Daily Living) dasar.

ADL (Activity of Daily Living) vokasional yaitu ADL (Activity of Daily

Living) yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah. ADL (Activity of

Daily Living) non vokasional yaitu ADL (Activity of Daily Living) yang bersifat

rekreasional, hobi dan mengisi waktu luang.

2.3 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi ADL (Activity of Daily Living)

Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan untuk

melakukan activity of daily living tergantung pada beberapa faktor yaitu :

a. Umur Dan Status Perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda

kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakanactivity of daily living. Saat

perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan-

lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan

activity of daily living.

b. Kesehatan Fisiologis

Kesehatan Fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous

mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari

lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem


nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan cara

melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena

penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of

daily living(Hardywinoto, 2007).

c. Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

melakukan activity of daily living.Fungsi kognitif menunjukkan proses

menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus

untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental

memberikankontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam

berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan

activity of daily living (Hardywinoto, 2007).

d. Fungsi Psikososial

Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat

sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang

realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku

intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal

contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi

dapat mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan.

Gangguan interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan

interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan peran juga dapat

mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily living(Hardywinoto,

2007).

e. Tingkat Stress

Tingkat stress Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap


berbagaimacam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress

(stressor), dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat

mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa

fisiologis seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.

f. Ritme Biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur

lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi

yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama

sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur

tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama

sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap,

seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.

g. Status Mental

Status Mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan

status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar

individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari

Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian individu

dalam memenuhi kebutuhannya adalah keterbatasan status mental.

Seperti halnya lansia yang memorinya mulai menurun atau mengalami

gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan mengalami

gangguan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya

(Hardywinoto, 2007).

h. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang


tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang

berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis

pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya adalah pemeliharan

activity of daily living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan

ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik dari pada lansia yang

tidak aktif ke posyandu (Pujiono, 2009).

2.4 Penilaian Activity Of Daily Living(ADL)

Penilaian ADL(Activity Of Daily Living) penting dalam rangka

menetapkan level bantuan bagi lansia dengan tingkat ketergantungan penuh

atau sedang. Bila lansia tidak dapat melakukan ADL (Activity Of Daily

Living) instrumen secara mandiri diperlukan peran perawat pembantu (care-

giver).Dengan demikian, lansia diharapkan dapat terus bersosialisasi

(Tamher dan Noorkasiani, 2011).

Terdapat sejumlah alat atau instrument ukur yang telah teruji

validitasnya untuk mengukur ADL (Activity Of Daily Living) dasar salah

satunya adalah indeks Katz. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi

defisit status fungsional dasar dan mencoba memperoleh cara mengatasi dan

memperbaiki status fungsional dasar tersebut.

Menurut Maryam (2008) dengan menggunakan indeks kemandirian

Katz untuk ADL(Activity Of Daily Living) yang berdasarkan pada evaluasi

fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal makan,

mandi,toileting,kontinen (BAB/BAK), berpindah ke kamar mandi dan

berpakaian. Penilaian dalam melakukan activity of daily living sebagai

berikut:

1. Mandi
Mandiri (1) : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung

atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri

sepenuhnya;Bergantung (0): bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,

bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.

2. Berpakaian

Mandiri (1): mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan

pakaian, mengancing/mengikat pakaian; Bergantung (0): tidak dapat

memakai baju sendiri atau hanya sebagian.

3. Toileting

Mandiri (1): masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan

genitalia sendiri; Bergantung (0): menerima bantuan untuk masuk ke

kamar kecil dan menggunakan pispot.

4. Berpindah

Mandiri (1): berpindah dari tempat tidur, bangkit darikursi sendiri;

Bergantung (0): bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau

kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.

5. Kontinen

Mandiri (1): BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.; Bergantung

(0): inkontinesia persial atau total yaitu menggunakan kateter dan

pispot, enema dan pembalut/pampers.

6. Makanan

Mandiri (1): mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri;

Bergantung (0): bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan

menyuapinya, tidak makan sama sekali dan makan parenteral atau

melalui Naso Gastrointestinal Tube (NGT)


Adapun penilaian hasil dari pelaksanaan Activity of Daily Living

seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 1 Pembacaan hasil penilaian Activity of Daily Living

No Penilaian Kriteria

6 Mandiri total Mandiri dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet,

berpindah, kontinen dan makan.

5 Tergantung Mandiri dari semua fungsi di atas, kecuali salah satu dari

paling ringan fungsi di atas.

4 Tergantung Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi dan

ringan satu fungsi lainnya

3 Tergantung Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,

sedang berpakaian, dan satu fungsi lainnya.

2 Tergantung Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,

berat berpakaian, pergi ke toilet, dan satu fungsi lainnya

1 Tergantung Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,

paling berat berpakaian, berpindah tempat, pergi ke toilet dan satu

fungsi lainnya.

0 Tergantung Tergantung pada 6 fungsi di atas.

Total

2.5 Stroke Hemragik

2.5.1 Definisi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal

yang akut dan disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak

yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,

akibat pecahnya pembuluh arteri dan pembuluh kapiler (Price,

2006).Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua

stroke.Stroke jenis ini diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro

aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan atas: perdarahan

intraserebral, subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007).

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah

perdarahan yang tidak terkontrol di otak.Perdarahan tersebut

dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke

adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009).Jenis perdarahan (stroke

hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik

intrakranial maupun subarakhnoid.Pada perdarahan intrakranial,

pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm

akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol

otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan

kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan

subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital

pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach dkk.,

2007).

Jadi stroke hemoragik adalah sekitar 15% sampai 20%

dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular

intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke

dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.


2.5.2 Klasifikasi

Menurut Pudiastuti (2011) dan Misbach dkk., (2007)

stroke hemoragikdigolongkan menjadi 2 jenis yaitu :

1. Hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam

jaringan otak) yaitu pecahnya pembuluh darah otak dapat

karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang

mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh

darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah

otak tersebut.

2. Hemoragik subaraknoid yaitu perdarahan yang terjadi pada

ruang subaraknoid atau ruang sempit antara permukaan otak

dan lapisan yang menutupi otak atau pecahnya aneurysma

congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal.

2.5.3 Etiologi

Menurut Price dan Wilson (2006) dan Muttaqin (2008),

ada beberapa penyebab stroke hemoragik yaitu sebagai berikut:

1. Hipertensi yang tidak terkontrol

2. Malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal)

3. Aneurisma berry, biasanya efek kongenital

4. Aneurisma fusiformis dari arteriosklerosis

5. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis

6. Malformasi arteriovena (AVM), terjadi hubungan

persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri

langsung masuk vena


7. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan

penebalan dan degenerasi pembuluh darah

2.5.4 Faktor Resiko

National Stroke Association (2009) dalam Pudiastuti

(2011) menjelaskan bahwa setiap orang dapat menderita stroke

tanpa mengenal usia, ras dan jenis kelamin. Namun kemungkinan

terserang stroke dapat diminimalisir jika seseorang mengetahui

faktor resikonya. Terdapat 2 tipe dari faktor resiko stroke yaitu:

1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Ras

d. Riwayat keluarga

e. Kejadian stroke sebelumnya atau TIA (transient ischemic

attack)

f. Fibromuscular dysplasia.

2. Faktor yang dapat dikendalikan

a. Merokok

b. Konsumsi alkohol

c. Obesitas

d. Kurang berolahraga

e. Hipertensi

f. Kolestrol tinggi

g. Diabetes mellitus

h. Aterosklerosis
2.5.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut (Price, 2005)

A. Infark pada Sistem Saraf Pusat. Tanda dan gejala infark arteri

tergantung dari area vaskular yang terkena.

1. Infark total sirkulasi anterior (karotis):

- Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus

kortikospinal),

- Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),

- Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan),

hilangnya fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).

2. Infark parsial sirkulasi anterior:

- Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

3. Infark lakunar :

Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda

menyebabkan sindrom yang karakteristik.

4. Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

- Tanda-tanda lesi batang otak,

- Hemianopia homonim.

5. Infark medulla spinalis (Price, 2005).

B. Serangan Iskemik Transien

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP

secara mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing

tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.TIA umumnya

berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam.


Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang

terjadi 1) Karotis (paling sering):

1. Hemiparesis,

2. Hilangnya sensasi hemisensorik,

3. Disfasia,

4. Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang

disebabkan oleh iskemia retina.

2) Vertebrobasilar:

1. Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,

2. Kebutaan mendadak bilateral (pada klien usia lanjut),

3. Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari

tiga gejala ini terjadi secara bersamaan (Price, 2005).

C. Perdarahan Subarakhnoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka klien

menunjukkan gejala nyeri kepala mendadak (dalam hitungan

detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan

tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda

Kernig).Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi

peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan

kesadaran.Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan

perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi

sebagai akibat dari:

1. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,

2. intraserebral yang terjadi bersamaan,

3. Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah,


bersamaan dengan iskemia.

D. Perdarahan Intraserebral Spontan

Klien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal

yang tergantung dari lokasi perdarahan, kejang, dan gambaran

peningkatan tekanan intrakranial.Diagnosis biasanya jelas dari

CT scan.

2.5.6 Patofisiologis

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim

otak dan perdarahan subaraknoid.Insiden perdarahan intrakranial

kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-

masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan perdarahan

intraserebral (Caplan, 2009).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna.Hal

ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan

batang otak.Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola

berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi

pada dinding pembuluh darah tersebut berupa degenerasi

lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma

Charcot Bouchard.Pada kebanyakan klien, peningkatan tekanan

darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating

arteri.Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek

penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya


membuat pembuluh ini pecah juga.Hal ini mengakibatkan volume

perdarahan semakin besar (Caplan, 2009).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan

neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih

tertekan lagi.Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah

ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan,

2009).Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh

darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi

ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid.Perdarahan subaraknoid

umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau

perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM) (Caplan,

2009).

2.5.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Biasanya, tidak ada penemuan diagnostik laboratorium pada

infark serebral. Tetapi pada semua klien, dapat dinilai dengan

pemeriksaan darah lengkap, prothrombin time (PT), partial

thromboplastin time (PTT), basic metabolic panel (Chem-7),

kadar gula darah, dan ezim jantung (Fitzsimmons, 2007).

2. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk mendeteksi

anemia, leukositosis, jumlah platelet yang abnormal.Anemia

mungkin terjadi akibat adanya perdarahan gastrointestinal,

dimana dapat meningkatkan resiko trombolisis, antikoagulasi,


dan kejadian terapi antiplatelet.Anemia dapat juga

berhubungan dengan keganasan, dimana dapat menghasilkan

hiperkoagulasi, atau menghasilkan gejala neurologis sebagai

hasil metastasis.Inflamasi dan kelainan kolagen pembuluh

darah, dimana menyebabkan anemia, juga sebagai penyebab

jarang dari stroke iskemik.Platelet jurang dari 100.000/mm3

merupakan kontraindikasi pengobatan stroke dengan

intravenous recombinant tissue plasminogen activator (IV rt-

PA).

3. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time

(PTT)

Pemeriksaan PT dan aPTT diperlukan dalam penentuan

penatalaksanaan stroke.Peningkatan yang signifikan pada

PT atau aPTT merupakan kontraindikasi absolut dalam

terpai IV rt-PA.Peningkatan PT dapat terjadi pada

pengobatan menggunakan warfarin jangka panjang, indikasi

dari itu mungkin berhubungan dengan etiologi stroke

iskemik.

4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya diperiksa pada

semua klien dengan gejala stroke akut, karena keadaan

hipoglikemia kadang dapat memberikan gejala defisit

neurologik fokal tanpa iskemik serebral akut (Fitzsimmons,

2007).
5. Pemeriksaan Enzim Jantung

Pemeriksaan enzim jantung, seperti troponin jantung, enzim

CK-MB menilai adanya iskemik miokard.Diperkirakan 20-

30% klien dengan stroke iskemik akut memiliki riwayat

gejala penyakit jantung koroner (Fitzsimmons, 2007).

6. Pemeriksaan Radiologi

a. CT Scan

Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke

infark dan stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan

kepala merupakan gold standar untuk menegakan

diagnosis stroke (Rahmawati, 2009). Kemajuan teknologi

meningkatkan penilaian klinis pada klien stroke,

pencitraan ini dapat memperlihatkan lesi serebral dan

pembuluh darah yang terkena. CT memperlihatkan secara

akurat lokasi perdarahan kecil, darah subaraknoid, clots

dan aneurisma, kelainan bentuk arterivena, dan

memperlihatkan area infark (Adams dan Victor, 2009).

b. MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) punya keuntungan

dapat memperlihatkan lesi yang dalam pada lakunar

kecil di hemisfer dan abnormalitas pada batang

otak.Tetapi, keuntungan utama memulai teknik

diffusion-weighted magnetic resonance, dimana dapat

mendeteksi lesi infark dengan waktu beberapa menit


setelah stroke, lebih cepat dibandingkan CT scan dan

sekuens MRI lainnya (Adams dan Victor, 2009).

c. Angiografi

Angiografi digunakan dengan proses pencitraan digital,

secara akurat menperlihatkan stenosis dan penyumbatan

pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial seperti

aneurisma, malformasi pembuluh darah, dan penyakit

pembuluh darah lainnya seperti arteritis dan vasospasme

(Adams dan Victor, 2009).

2.5.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Non Farmakologi

1. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan

peningkatan aktivitas fisik merupakan perubahan gaya hidup

terapeutik yang penting untuk semua pasien yang berisiko

aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat

untuk hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus

diberikan, bukannya digantikan oleh modifikasi diet dan

perubahan gaya hidup lainnya (Goldszmidt et al., 2011).

Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga

terbukti memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik

pada studi Framingham (JAMA 1995;273:1113) dan studi

Nurses Health (JAMA 1999;282:1233), setiap peningkatan

konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik

sebesar 6%. Diet rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi
lemak omega-3 juga direkomendasikan.

2. Aktivitas fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan

stroke setara dengan merokok, dan lebih dari 70% orang

dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan

tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk

melakukan aktivitas aerobik sekitar 30-45 menit setiap hari

(Goldszmidt et al., 2011).

Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan

metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi

kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen

yang berguna dalam memaksimalkan program penurunan

berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif

dalam menurunkan berat badan dan pengendalian

metabolisme (Sweetman, 2009).

b. Penatalaksanaan Farmakologi

Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut,

antara lain: (1) mengurangi progesivitas kerusakan

neurologi dan mengurangi angka kematian, (2) mencegah

komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan

imobilitas permanen, (3) mencegah stroke ulangan.

Terapi yang diberikan tergantung pada jenis stroke yang

dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada

rentang waktu terapi (terapi pada fase akut dan terapi

pencegahan sekunder atau rehabilitasi).


Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang

pertama reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak

yang bertujuan untuk memperbaiki iskemik dengan obat-

obat antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet,

trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu

pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang lebih

berat akibat adanya area iskemik (Fagan and Hess, 2008).

Berdasarkan guidelines American Stroke

Association (ASA), untuk pengurangan stroke iskemik

secara umum ada dua terapi farmakologi yang

direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan

onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam (Fagan and

Hess, 2008).

 Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen

Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah

yang menyumbat pembuluh darah, melalui enzim

plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan

darah). Akan tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu

perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan terlarut

tidak hanya fibrin yang menyumba pembuluh darah,

tetapi juga fibrin cadangan yang ada dalam pembuluh

darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika diberikan

sebelum 3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga

harus menjalani pemeriksaan lain, seperti CT scan,


MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang minum obat

pembekuan darah (Wiwit S., 2010).

 Antiplatelet

The American Heart Association/ American

Stroke Association (AHA/ASA) merekomendasikan

pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai

terapi pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin,

klopidogrel maupun extended-release dipiridamol-

aspirin (ERDP-ASA) merupakan antiplatelet yang

direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008).

Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal,

sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel

telah dicoba untuk mencegah stroke iskemik. Agen ini

umumnya bekerja baik dengan mencegah

pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan

konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat membangun

kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat,

sehingga mencegah adesi dan agregasi trombosit.

Belum ada data penelitian yang merekomendasikan

obat golongan antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin

merupakan antiplatelet yang lebih murah, sehingga

akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan jangka

panjang. Bagi pasien yang tidak tahan terhadap aspirin

karena alergi atau efek samping pada saluran cerna

yaitu mengiritasi lambung, dapat direkomendasikan


dengan penggunaan klopidogrel.

Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan

asetosal dengan penurunan resiko serangan berulang

7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

asetosal. Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak

dianjurkan karena dapat meningkatkan resiko

perdarahan dan tidak menunjukkan hasil yang

signifikan dengan pemberian tunggal klopidogrel

(Tatro, 2008).

 Pemberian Neuroprotektan

Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas

waktu tertentu sebagian besar jaringan neuron dapat

dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan

adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi

neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah

menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja

kebutuhan oksigen sel–sel neuron. Dengan

demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih

lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau

eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang

glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel

neuron. Suatu obat neuroprotektif yang

menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki efek

pada metabolisme kalsium neuron dan juga

memperlihatkan efek neurotrofik (Sylvia A.P. &


Lorraine M.W., 2006).

Beberapa diantaranya adalah golongan

penghambat kanal kalsium (nimodipin, flunarisin),

antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel,

selfotel), agonis GABA (klokmethiazol),

penghambat peroksidasi lipid (tirilazad), antibody

anti-ICAM-1 (enlimobab), dan aktivator metabolik

(sitikolin). Pemberian obat golongan

neuroprotektan sangat diharapkan dapat

menurunkan angka kecacatan dan kematian

(McEvoy, 2008).

 Pemberian Antikoagulan

Warfarin merupakan pengobatan yang

paling efektif untuk pencegahan stroke pada pasien

dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi

atrial dan sejarah stroke atau TIA, resiko

kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko

tertinggi yang diketahui. Pada percobaan yang

dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi Trial (EAFT),

dengan sampel sebanyak 669 pasien yang

mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan

sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA.

Pasien pada kelompok plasebo, mengalami stroke,

infark miokardium atau kematian vaskular sebesar

17% per tahun, 8% per tahun pada kelompok


warfarin dan 15% per tahun pada kelompok

asetosal. Ini menunjukan pengurangan sebesar 53%

risiko pada penggunaan antikoagulan (Fagan &

Hess, 2008).

Secara umum pemberian heparin, LMWH

atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak

direkomendasikan karena pemberian antikoagulan

(heparin, LMWH, atau heparinoid) secara

parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan

yang serius. Penggunaan warfarin

direkomendasikan baik untuk pencegahan primer

maupun sekunder pada pasien dengan atrial

fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati

karena dapat meningkatkan risiko perdarahan.

Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien

stroke iskemik akut dengan tujuan untuk

memperbaiki outcome neurologic atau sebagai

pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak

direkomendasi (PERDOSSI, 2007).

Adapun beberapa cara penatalaksanaan medis yang dapat

dilakukan pada klien stroke menurut Brunner dan Suddarth (2002) adalah

sebagai berikut:Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna

mencari lesi dan aneurisme.

a. Bedah syaraf (kraniotomi)


b. Obat-obatan, karena biasanya klien dalam keadaan koma, maka

obat-obatan yang diberikan yaitu :

 Kortikosteroid , gliserol, valium manitol untuk mancegah

terjadi edema dan timbulnya kejang

 Asam traneksamat 1gr/4 jam IV pelan-pelan selama tiga

minggu, serta berangsur-angsur diturunkan untuk mencegah

terjadinya Lisis bekuan darah atau perdarahan ulang.

 Deuretik : untuk menurunkan edema serebral

 Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosis atau emboli dari tempat lain dalam sistem

kardiovaskuler

 Medikasi anti trombosit : Dapat disebabkan karena trombosit

berperan penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi

2.5.9 Komplikasi

Menurut Pudiastuti (2011) pada klien stroke yang berbaring lama

dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:

1. Bekuan Darah (Trombosis)

Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan

penimbunan cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat

menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang

terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.

2. Dekubitus

Bagian tubuh yang sering mengalami memar atau

kemerahan adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila


memar atau kemerahan ini tidak dirawat dengan baik maka akan

terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.

3. Pneumonia

Klien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan

sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan

selanjutnya menimbulkan pneumoni.

4. Atrofi Dan Kekakuan Sendi (Kontraktur)

Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi

5. Depresi dan Kecemasan

Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan

menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan

karena terjadi perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

2.5.10 Pencegahan

Pencegahan stroke diikuti tiga cara utama, yaitu kontrol faktor

resiko, terpai farmakologi, dan intervensi bedah. Pengetahuan dan

mengendalikan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah hal utama

dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. Faktor resiko yang dapat

dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus, merokok,

hiperlipidemia, konsumsi alkohol yang berlebihan, obesitas, dan aktivitas

fisik. Faktor resiko lain termasuk umur dan jenis kelamin, penyakit

jantung, riwayat stroke terdahulu, tingginya level hemoglobin dan

hematokrit, tinggi fibrinogen, penggunaan kontrasepsi oral (Biller, 2009).


Hipertensi merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi

paling penting pada stroke, meningkatkan 3-4 kali faktor resiko stroke.

Penurunan tekanan darah juga menurunkan resiko stroke pada individu

dengan isolated systolic hypertension dan pada orang usia lanjut.

Pengendalian tekanan darah menghasilkan penurunan 5 mmHg selama 2-

3 tahun berhubungan dengan penurunana 40% resiko stroke (Biller,

2009).

Diabetes Melitus meningkatkan resiko iskemik serebrovaskular 2-

4 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak menderita

diabetes.Banyak orang dengan diabetes meninggal akibat komplikasi

atrosklerosis (lebih dari 80% dari semua penderita diabetes) (Biller,

2009).

Merokok merupakan faktor resiko stroke iskemik pada laki-laki

maupun perempuan di semua umur. Dibutuhkan lebih dari lima tahun

berhenti merokok untuk menurunkan resiko stroke (Biller, 2009).

Ada korelasi positif anatara serum kolesterol dan resiko stroke

iskemik. Klien dengan TIA atau stroke iskemik dengan peninggian

kolesterol, riwayat penyakit jantung koroner, atau riwayat lesi

aterosklerosis harus ditatalaksana dengan mengunakan statin. Pada Stroke

Preventionby Aggressive Reduction in Cholesterol Levels (SPARCL),

pengobatan dengan atorvastatin 80 mg per hari, menurunkan resiko

nonfatal atau stroke fatal, dan resiko stroke atau TIA jika dibandingkan

dengan plasebo (Biller, 2009).

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan
tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama,
umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan,
alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV
meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps,
penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada
klien dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya
tidak ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus
seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
likasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalian kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonojol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah
beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks
patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
8) Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami penurunan kesadaran, yaitu stupor. Klien hanya
berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila
dibangunkan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mucul pada pasien dengan penyakit stroke yaitu:


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi,berpakaian, toileting berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler

4. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan serebral

3. Intervensi
No Diangnosa NOC NIC Rasional
keperawatan
1 Ketidakefektifan Goal : Pasien 1) Lakukan 1) untuk
perfusi jaringan akan pengkajian menskrining
serebral mempertahankan neurologis penurunan
aliran daraha ke setiap 1-2 tingkatan
b.d penurunan
otak yang efektif jam pada kesadaran dan
aliran darah ke
selama dalam awalnya status
otak
perawatan Objektif 2) Ukur ttv neurologis
: Dalam jangka pasien 2) untuk
waktu 3x24 jam setiap 1-2 mendeteksi
pasien akan jam pada secara dini
1). Tekanan awalnya. tanda-tanda
systole dan 3) Atur penurunan
posisi
diastole dalam tekanan
pasien 15-
rentang yang perfusi
30°c.
diharapkan serebral
4) Pertahanka
(120/80 3)untuk
n
mmHg) menurunkan
lingkungan
2).Tidak ada tekananarteri
dan
tanda- tanda dengan
pasien tetap
peningkatan meningkatkan
tenang
tekanan drainase dan
5) Pertahanka
intrakranial meningkatkan
n tirah
(tidak lebih dari sirkulasi
baring
15 mmHg) 4)untuk
6) Anjurkan
3). Pasien tidak mengurangi
pasien
pusing peningkatan
untuk
4. Tidak TIK
mengurangi
mengalami 5)istirahat total
kecemasan
nyeri kepala dan
7) Ajarkan
ketenangan
terapi
mungkin
relaksasi
diperlukan
dan
6)untuk
napas
mengurangi
dalam
8) Kolaborasi tingkatan stres
pemberian yang membuat
analgetik tekanan darah
Beri meningkat.
kesempatan
7)untuk
pasien
untuk mengurangi
beristirahat
2 Hambatan 1) Mampu
Goal:Pasien mengenai
1) Bantu fungsiona;
1)untuk

mobilitas fisik akanmempertahan defisit


pasien tertinggi
membantu
Untuk membersi
b.d kerusakan ka n mobilitas fisik perawata
untuk kemampuan
mencegah
hkan tubuh
neuromuskular yang efektif 9)n diri.
Kolaborasi 3) kerusakan
merubah ketergantunga
Untuk
sendiri secara
pemberian n terhadap
selama dalam 3)posis
Berikan
setiap integritas kulit
mandiri dengan analgetik meningkatkan
analgetik
perawatan privasi.
210)
jam Beri dengan
8)untuk
atau tanpa harga diri
kesempatan
Objektive : Dalam 4)sekali.
Bantu mengurangi
mengurangi
bantuan. pasien 4) Untuk
untuk rasa nyeri
jangka waktu 1x24 sebagian
2) Bantu beristirahat tekanan
2) Kulit pasien 9)untuk
meningkatkan
jam pasien akan : atau
pasien 2) untukmengurangi
tampak bersih
perasaan
1) Mengatakan sepenuhn
unTuk keletihan
mencegah
3) Rambut tampak
mandiri
kepuasan ya
latihan saat konstaksi
rapih
5) Untuk
2) Pasien dapat mandi
ROM. sendi dan
menghindari
melakukan setiap
3) Beri atrofil otot
keletihan
3) latihan ROM hari 3) untuk
dukungan
secara perlahan 5) Beri membantu
dan
kesempat pasien
dorongan
an pasien membangun
pada
untuk kemandirian
pasien.
beristirah 4)untuk
4) Observasi
at. mengetahui
TTV
4. Gangguan Goal: pasien akan 1) Kaji 1) Untuk
tingkat
komunikasi komunikasi yang kemamp
(tekanan perubahan
verbal efektif selama dalam uan dalam
kekurangan
darah, nadi,
b.d kerusaksn perawatan. komunik kognitif dan
kandungan
suhu, RR).
serebral Objektif: dalam waktu asi bicara
Hb, albumin
2) Berikan
3x24 jam, pasien akan 5) Beri merupakan
: metode indkator
dalam tubuhdari
kesempatan
1) Tampak alternatif derajat
5)untuk
peningkatan komunik
pasien gangguan
kemampuan asi: menghindari
verbal
untuk (
berkomunikasi gunakan 2) keletihan
Untuk S
beristirahat. u
2) Tidak frutasi kertas membantu isi
3 Defisit perawatan Goal : Pasien akan 1) Jalin 1) Untuk
dan pesan yang di
diri meningkatkan
pensil
hubungan maksud
mendapatkan
: perawatan diri 3) Minta 3) Melakukan
mber: NIC & NOC edisi 2015-2017)

3 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari sebuah rencana intervensi

dalam mencapai tujuan yang spesifik. Tahapan implementasi dilakukan

setelah rencana intervensi ditunjukan dan disusun pada nursing orders dalam

membantu klien dalam mencapai tujuannya. Karena itu rencana intervensi

yang baik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor yang mempengaruhi

masalah kesehatan. Serta tujuan dalam implementasi agar membantu klien

mencakup peningkatan kesehatan yang telah ditetapkan, pencegahan

penyakit dan pemulihan kesehatan klien. Adapun prinsip-prinsip dalam

implementasi menurut Hidayat, 2007 antara lain:

1. Mempertahankan keamanan klien

Keamanan adalah fokus utama perawat dalam melakukan suatu

tindakan. Dalam hal ini, jika seorang perawat dalam melakukan suatu

tindakan membahayakan pasien maka hal tersebut akan dianggap

sebagai pelanggaran etika standar keperawatan profesional, tetapi itu

juga merupakan tindakan hukum yang dapat menuntut perawat

tersebut.

2. Memberikan asuhan yang efektif

Asuhan yang efektif merupakan asuhan yang harus sesuai dengan apa

yang dilakukan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seorang

perawat maka akan semakin efektif asuhan yang diberikan kepada

pasien.

3. Memberikan asuhan seefisien mungkin

Asuhan yang efisien merupakan asuhan yang diberikan perawat


menggunakan waktu yang sebaik mungkin sehingga dapat

menyelesaikan masalah.

4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan yang intelektual dalam melengkapi

sebuah proses keperawatan yang menandakan dalam keberhasilan dari

diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Dalam

tahap evaluasi memungkinkan bagi seorang perawat untuk memonitor

kealpaan yang terjadi selama pengkajian, analisis, perencanaan dan

implementasi evaluasi (Nursalam, 2008).

2.7 Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik


A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada hari selasa 30 Juni 2015 Pukul 14.30 WIB di
ruang unti stroke RSUD TIDAR Magelang dengan allanamnesa dan
autoanamesa.
4.1.1.1 Identitas
1. Identitas klien

Nama : Ny. Y
Umur : 60 th
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Jetis Menoreh Salaman
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa medis : SH (ICH)
Tanggal masuk : 28-6-2015
BB sebelum sakit : 65 kg
BB sesudah sakit : 61 kg
2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. R
Umur : 65 th
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Indonesia
Hub. dengan klien : Suami
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jetis Menoreh Salaman
4.1.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama

Pasien mengatakan pusing kepala dan lemas badannya


GCS : E:4, M:6, V: 2.
2. Riwayat kesehatan saat ini
Keluarga pasien mengatakan pasien pagi-pagi pergi naik sepeda,
sesudah dijalan pasien gemeteran tangannya lalu lemas kemudian
pasien jatuh dan tidak sadarkan diri lalu pasien di tolong warga
sekitar dibawa ke puskesmas salaman lalu puskesmas salaman
merujuk pasien ke RSUD Tidar magelang untuk mendapatkan
perawatan yang lebih intensif. Lalu pasien datang ke IGD RSUD
Tidar, dari IGD pasien dipindahkan keruang unit stroke untuk
mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat hipertensi, keluarga
pasien juga mengatakan Ny. Y tidak pernah mengalami kecelakaan
dan tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Suami pasien mengatakan di dalam keluarga tidak mempunyai
riwayat penyakit keturunan dan menurun seperti (TBC, HIV/AIDS).
hipertensi, DM genogram dan lingkungan tempat tinggal.

Genogram

Keterangan :

= Perempuan

= Laki-Laki

= Pasien

= Meninggal
= Tinggal dalam satu rumah

= Menikah

Tipe tempat tinggal

Keluarga mengatakan lingkungan tempat tinggalnya berada di


perkampungan dengan rumah sederhana dengan jumlah kamar 4 dan
penghuni 4 orang kondisi tempat tinggal bersih dan nyaman, ventilasi ada
dan baik.

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. Tensi : 110/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/mnt
c. RR : 24 x/ mnt
d. Suhu : 36° C
e. BB : 61 Kg
f. TB : 160 cm
g. IMT :
h. Borbowith klien termasuk: (Kurus/Ideal/Gemuk)
2. Keadaan umum : klien tampak lemah
3. Pemeriksaan fisik persistem
- Sistem Pernafasan

Setelah diinspeksi bentuk hidung simetris, dada simetris, frekuensi nafas


24x/menit, irama nafas tidak teratur, adanya sesak nafas, batuk produktif (-),
terdapat secret, tidak terdapat pernapasan cuping hidung.
Setelah dipalpasi tidak ada nyeri tekan
Setelah diperkusi terdapat suara redup pada bagian dada
Setelah diauskultasi tidak terdapat suara wheezing.
- Sistem Cardiovaskuler
Setelah diinspeksi conjungtiva anemis, mukosa bibir lembab, leher berbentuk
simetris, ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak ada clubbing finger
Setelah dipalpasi leher tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat distensi
vena jugularis, tidak ada nyeri tekan pada bagian, kulit teraba hangat, tidak ada
edema, TD: 110/80 frekuensi nadi 80x/menit, CRT <2 detik, tidak terdapat nyeri
dada
Setelah diperkusi suara jantung pekak
Setelah diauskultasi bunyi jantung lup dup, tidak ada bunyi jantung tambahan
gallop dan murmur, sirkulasi jantung yaitu Heart Rate 100x/menit.
- Sistem Pencernaan
Saat diinspeksi keadaan mulut yaitu gigi bersih, tidak ada caries gigi, tidak
menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah bersih, saliva normal, mulut
tidak berbau, adanya pembesaran pada tonsil , pasien sulit menelan.
Saat diauskultasi bising usus normal 10x/menit
Saat dipalpasi mulut tidak ada pembengkakan, dan tidak terdapat nyeri tekan di
daerah leher
Saat diperkusi lambung bunyi tympani, hati pekak
- Sistem Genitourinaria

Saat diinspeksi tidak ada pembengkakan ginjal dan kandung kemih, kebersihan
saluran kencing terjaga, tidak ada lesi dan benjolan, BAK 6-8x/ hari, warna
kuning jernih
Saat dipalpasi tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
Saat diperkusi kandung kemih kosong
Meliputi : Genitalia eksterna : Pria/ Wanita
Tidak terkaji karena pasien menolak untuk dikaji pada bagian genitalia
- Sistem Endokrin

Saat diinspeksi tidak ada pembesaran kelenjar tiroid


Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat pembengkakan kelenjar
thyroid.
- Sistem Persyarafan
Pasien nampak sadar fungsi saraf kranial ( Nervus cranial NC)

NC I : (Pembauan) = Pasien sadar pembauan baik


NC II : (Penglihatan) = Pasien sadar tetapi penglihatan sedikit lemah
NC III : (Gerakan bola mata keatas) : +
NC IV : (Gerakan bola mata kebawah) : +
NC V : (Ofalmik, maksila, mandibula) : +
NC VI : (Gerakan bola mata kalatenal) : +
NC VI : (Wajah simetris) wajah pasien simetris
NC VIII : (Pendengaran dan keseimbangan) Pendengaran baik dan
keseimbangan kurang
NC IX : (Arkus faring, suara serak/ lemah menelan) Pasien mengalami
lemah menelan
NC X : (Arkus faring, epiglotis, reflek muntah, fungsi menelan,suara
sengau) terganggu
NC XI : (Mengalihkan kepala kearah berlawanan dan ditahan otot bahu)
pasien belum mampu mengalihkan kepala kearah berlawanan
NC XII : (Kekuatan lidah) kekuatan lidah pasien lemah.

- Sistem Integumen
Saat diinspeksi kebersihan kulit terjaga, warna kulit sawo matang, kulit kering ,
tidak ada lesi, tidak ada luka
Saat dipalpasi turgor kulit elastis, kulit pasien lembab
- Sistem Muskuloskeletal
a. Ekstremitas Atas
Saat diinspeksi pasien mudah dalam pergerakan, tidak ada pembengkakan,
tidak ada kemerahan, tidak ada fraktur dan dislokasi, keadaan otot anggota
badan bagian kanan lemah, tidak ada hipotoni, atoni, dan hipertoni. Pada
bagian tangan sebelah kiri terpasang infus

4 2

4 2

b. Ektermitas Bawah
Saat diinspeksi tidak terdepat luka pada kaki , tidak ada kesulitan dalam
pergerakan, tidak terdapat edema, tidak ada kemerahan, tidak ada fraktur
dan dislokasi, keadaan otot normal tidak ada hipotoni, atoni, dan hipertoni.
4 2

4 2

- Sistem Penglihatan
Saat diinspeksi bentuk mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola
mata normal, sclera tidak ikterik, pupil isohor, kornea jernih, tidak ada
strabismus, tidak memakai kacamata, tidak ada lesi, tidak ada secret. Fungsi
penglihatan baik, pasien mampu melihat papan nama perawat. Reaksi terhadap
cahaya mata kanan dan kiri positif.
Saat dipalpasi tidak terdapat nyeri tekan.
- Wicara dan THT
Saat diinspeksi bentuk telinga, hidung dan tenggorokan simetris, tidak ada secret
dan lesi, kebersihan telinga dan hidung terjaga.
Saat dipalpasi tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
Fungsi pendengaran baik, terbukti pada saat test pendengaran dengan teknik
rine, weber, swabah menggunakan garputala
1. Riwayat Psikologis
a. Status emosi
Klien memiliki perasaan hati yang sedih karena riwayat penyakit yang di
derita klien memiliki tingkah laku yang aktif menjadi pendiam karena
aktifitas yang terbatas.
Suasana yang membahagiakan Klien ketika klien berkumpul dan diberi
dukungan oleh keluarga
b. Gaya komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara dengan pola komunikasi yang
lambat. klien tidak menolak untuk diajak berkomunikasi , klien
berkomunikasi dengan jelas,dan tidak menggunakan bahasa isyarat.

c. Pola interaksi
Klien berespon hanya kepada orang terdekat seperti teman,keluarga dan
orang yang dipercaya seperti perawat, Klien berinteraksi dengan aktif dan
kepribadian terbuka
d. Pola pertahanan
e. Keluarga selalu memberikan dukungan kepada pasien agar mengurangi stress
f. Dampak dirawat di rumah sakit
Secara fisik klien tidak mengalami perubahan tetapi secara psikologisnya
klien dirumah mempunyai perasaan khawatir dan sedih ketika dirumah sakit
g. Kondisi emosi/perasaan klien
1) Apa suasana hati yang menonjol pada klien (sedih)
2) Apakah emosinya sesuai dengan ekspresi wajahnya (ya)
h. Kebutuhan Spiritual Klien :
1) Kebutuhan untuk beribadah (terpenuhi)
2) Masalah – masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual : Tidak
memiliki masalah kebutuhan spiritual
3) Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan spritual : Tidak
ada upaya untuk mengatasi masalah
i. Konsep Diri Klien
a. Identitas diri : Klien masih belum bisa menerima/memahami
dirinya dan mengerti mengenai keadaannya
b. Ideal diri : Pasien berharap semoga penyakit yang
dideritanya bisa cepat sembuh dan pulih agar pasien dapat pulang
c. Gambaran diri : Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang
di benci dan pasien bersyukur mempunyai tubuh seperti ini walaupun
dalam keadaan sakit
d. Harga diri : Pasien mengatakan merasa tidak malu dengan
keadaan saat ini
e. Peran : Peran pasien sebagai seorang istri berperan baik
dikeluarganya

ANALISA DATA

No Data Fokus Kemungkinan Penyebab Masalah Keperawatan


1 Ds : Pasien mengangguk Stroke Hemaragik Gangguan perfusi
saat ditanya pusing serebral
Do :
- Pasien Tekanan Sistemik
mngalami
penurunan
kesadaran Pendarahan
- Tekakan darah Arachnoid/ventrikal
179/96 mmhg
- Pasien
mengalami PTIK/Herniaris serebral
kesulitan
berbicara
dengan bibir Suplai darah kejaringan serebral tidak
- Pasien adekuat
mengalami
penurunan
ketajaman
penglihatan
- Hasil CT – scan
ICH ganglia
basalis sinistra
- GSC = E4 M6V2
2 Ds : - Stroke Hemoragik Gangguan mobilitas fisik
Do :
- Pasien
mengalami Tekanan Sistemik
kelemahan
pada
ekstrimitas Pendarahan
kanan Arachnoid/ventrikel
- Hanya bisa
beraktifitas
ditempat tidur Hematama serebral
- Kemampuan
pergerakan
sendi terbatas Vasopasme arteri serebral/saraf
- serebral
- Kekuatan otot
- 0 5
3 5 Iskemik/infark

Defisit neurologi

Hemister kiri

Hemiparase/plegi kanan
3 Ds : - Stroke Hemoragik Defisit perawatan diri
Do :
- Pasien tampak
lemah Peningkatan Tekanan Sistemik
- Pasien tampak
mengalami
penurunan Pendarahan
kesadaran Arachnoid/ventrikel
- Pasien tidak
dapat
melakukan Hematama serebral
personal
hygiene sendiri
karena Vasoparhe anteri serebral/saraf
mengalami serebral
kelemahan
anggota gerak
- seluruh Iskemik/infark
aktifitas pasien
dibantu
perawat Defisit neurologi

Hemistes kiri

hemiparase/plegi kanan

B. Diagnosa Keperwatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
3. Defisit perawatan diri b/d imobilitas fisik
C. Rencana Keperawatan
No Tujuan No Rencana tindakan Rasional TTD
pp px
1 30 Juni 2015 Jam I 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui Rengga
15.00 WIB setelah kesadaran pasien keadaan umum
dilakukan tindakan 2. Monitor TTV pasien
keperawatan 2 x 24 pasien 2. TTV dalam batas
jam diharapkan refusi 08.00 3. Posisikan klien normal
jaringan otak dapat
Supinasi menunjukan
efektif kembali
4. Monitor adanya perbaikan kondisi
dengan KH
tanda-tanda PTIK 3. Mengurangi
- TTV dalam 5. Berikan obat terjadinya PTIK
batas normal sesuai dengan 4. Mengetahui
- Tingkat advis dokter keadaan umum
kesadaran pasien
membaik 09.00 5. Dapat digunakan
- Tidak ada untuk mencegah
tanda-tanda pendarahan serta
PTIK memperbaiki
aliran darah
serebral
2 30 Juni 2015 jam II 1. Monitor TTV 1. TTV menunjukan Rengga
15.00 WIB setelah 2. Kaji kemampuan perubahan kondisi
dilakukan tindakan pasien dalam 2. Mengetahui
keperawatan 2 x 24 Mobilisasi kemampuan
jam diharapkan pasien 09.00 3. Kaji kekuatan otot mobilisasi pasien
tidak mengalami
pasien 3. Mengetahui
gangguan mobilitas
4. Latih rentang kekuatan otot
fisik dengan KH
gerak rom pasien
- Nilai 5. Ubah posisi klien 4. Melatih
kekuatan otot pergerakan otot
meningkat 09.00 agar tidak kaku
- Dapat 5. Mencegah
menggerakan kekakuan
Ekstremitar
tangan kanan
dan kaki
kanan
3 30 Juni 2015 jam III 1. Kaji kemampuan 1. Melihat Rengga
15.00 WIB setelah klien dalam kemampuan klien
dilakukan tindakan perawatan diri dalam perawatan
keperawatan 2 x 24 2. Bantu klien dalam diri
jam diharapkan personal hygie 2. Membantu
kebutuhan perawatan
3. Rapihkan tempat memenuhi
diri pasien terpenuhi
tidur klien jika kebutuhan
dengan KH
kotor / personal hygie
- Klien bersih berantakan klien
rapi dan tidak 4. Libatkan keluarga 3. Menjaga
bau dalam melakukan kerapiahn klien
- Dapat perawatan diri 4. Mengajarkan
melakukan pasien keluarga
personal melakukan
hygiene perwatan diri
sendiri ketika dirumah
D. Implementasi Keperawatan
CATATAN KEPERAWATAN
No Hari/tgl/jam No Tindakan Respon / hasil TTD
pp px
1 1 Juli 2016 I - Mengkaji tingkat Ds : - Rengga
kesadaran pasien
07. 30 Do : Tingkat kesadaran
pasien Komposmentis

GCS : E4 M6 V5

- Memonitor TTV Ds : -
Pasien
Do : TD = 163/92 mmhg

N = 64 x / menit

RR = 24 x / menit

S = 362 0C
- Memposisikan
klien supinasi
Ds : -
- Inj. piracetam 1gr
Do : pasien dalam posisi
supinasi
- Memonitor
- Obat masuk
adanya tanda-
tanda PTIK

Ds : -

Do : Pasien mengalami
penurunan kesadaran

- Pasien
mengalami
kesulitan bicara
- Kelemahan
ekstremitas
tangan kanan
2 1 Juli 2016 II - Memonitor TIV Ds : - Rengga

07.30 Do : Pasien mengalami


- Mengkaji kelemahan ekstreminitas
kemampuan tangan kanan

pasien dalam - Aktivitas hanya


mobilisasi ditempat tidur

- Mengkaji
Ds : -
kekuatan otot
pasien Do : Kekuatan otot

0 5
- Melatih gerak
3 5
rom

Ds : -

- Mengubah posisi Do : Ekstremitas tangan


klien kanan mengalami
kelemahan

Ds : -

Do : Pasien posisi
supinasi pada tepi bed
3 1 Juli 2016 III - Mengkaji Ds : - Rengga
kemampuan
07.30 WIB Do : Pasien tampak
klien dalam lemah
perawatan diri
- Pasien
mengalami
penurunan
kesadaran
- Pasien tidak
dapat
melakukan PH

Ds : -

- Membantu klien Do : Pasien tampak


bersih dan rajin
dalam personal
hygiene

Ds : -
- Merapikan
Do : Tempat tidur
tempat tidur tampak rapih dan bersih

CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/tgl/jam Perkembangan TTD


1 Rabu 1 Juli S= Rengga
2015
O=
Jam 09.30
- Tingkat kesadaran compasmetis
- GCS = E4 M6 V5
- TD = 164/100
N = 60
RR = 15
S = 366
A = Masalah teratasi sebagian

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
2 Rabu 1 Juli S=- Rengga
2015
O=
Jam 09.30 - Pasien mengalami kelemahan ekstremitas
tangan sebelah kanan
- Gerakan terbatas, hanya tidur ditempat tidur
- Kekuatan otot 0 5
- 3 5
A = Masalah belum teratasi

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
3 Rabu 1 Juli S= Rengga
2015
O = Pasien tampak lemah, mengalami penurunan
Jam 09.30 kesadaran, tidak melakukan PH sendiri. Seluruh
aktivitas bergantung pada perawat. Lemah ekstremitas
kanan

A = Masalah belum teratasi

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada

penderita hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2013)

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu

daerah di otak dan kemudian merusaknya. (Adib, M, 2009)

Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:

a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.

b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid

(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi

otak). (Nurarif & kusuma,2013)

3.2 Saran

Untuk para pembaca disarankan menjaga kesehatan dengan pola hidup

yang sehat, rutin memeriksakan tekanan darah, rajin berolahraga untuk

menghindari terjadinya serangan stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Andra&Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa


Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
Bulechek, dkk. 2017. Nursing Intervention Classification (NIC). Jakarta :
Elesevier

KEMENKES RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.

Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius.

Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai penyakit. Bandung : Alfabeta Purwani,

R. D. 2017. Stroke Home Care. Yogyakarta : Healthy.

Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :


EGC.

Randy, M, C & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan


Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

NANDA International. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi


& Klasifikasi Edisi 10. Jakarta : EGC.

Moorhead, dkk. 2017. Nursing Outcome Classification. Jakarta : Elsevier.

Taylor, C. 2013. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana

Asuhan
PKeperawatan. Jakarta : EGC.
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung,

dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan.

Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4.

Jakarta: Interna Publishing.

Sylvia, A. Price &Lorraine, M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan

Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis

Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2001). Proses dan dokumentasi keperawatan .Jakarta:Salemba

Medika Potter & Perry. (2006). Fundamental keperawatan. Edisi 4 volume 1.

Jakart:EGC. Potter & Perry. (2005). Fundamental keperawatan. Edisi 4 volume 2.

Jakarta:EGC

Riyadi,S. (2015). Kebutuhan dasar manusia aktivitas istirahat diagnose

NANDA 2015 Jakarta:Gosyen publishing.

Wilkonsolom,M.J. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan.

Edisi9.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai