Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ANALISIS SITUASI KESEHATAN


PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2012

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan

Dosen Pengampu : dr. Fitri Indrawati, M.Kes

Oleh

1. Nur Siti Desy Rianingsih (6411414153)


2. Kurotul Ayuni (6411414155)
3. Anggit Aprindrian Prehamukti (6411414157)
4. Nela Kusuma Sari (6411414160)
5. Yolanda Pramudita (6411414162)
6. Alivia Salma Lihayati (6411414164)

Rombel 6

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

Kata Pengantar

1
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga makalah Analisis Situasi Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2012 ini dapat tersusun.
Sebagai salah satu penugasan mengenai Sistem Informasi Kesehatan DIY, maka
makalah ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada para pembaca mengenai kondisi dan
situasi kesehatan di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012. Kondisi
kesehatan yang digambarkan dalam makalah Analisis Situasi Kesehatan Provinsi Daerah
Istemewa Yogyakarta Tahun 2012 ini disusun berdasarkan data-data yang dihimpun dari Profil
Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam penyelesaian laporan ini. Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik sehingga kami dapat
memperbaiki makalah Analisis Situasi Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2012 ini.

Semarang, Oktober 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II. PEMBAHASAN


2. Analisis Situasi
1 Analisa status kesehatan
2 Analisa aspek kependudukan
3 Analisa pelayanan/upaya kesehatan

2.3.1 SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Analisis Situasi Kesehatan merupakan kegiatan mengumpulkan dan memahami


informasi tentang suatu situasi yang berguna untuk menetapkan masalah kesehatan. Tujuan
dari analisis situasi kesehatan ini adalah untuk memahami masalah kesehatan secara jelas dan
spesifik, mempermudah penentuan prioritas, dan mempermudah penentuan alternatif
pemecahan masalah. Cara menganalisis situasi kesehatan tersebut adalah menggunakan
informasi dari sistem informasi yang sudah ada. misalnya laporan-laporan kegiatan dari
program-program kesehatan yang ada, Survailans epidemiologi atau pemantauan penyebaran
penyakit. Memanfaatkan data-data diperkirakan sudah cukup representatif untuk suatu daerah,
menggunakan berbagai Pendekatan dan Model terdiri atas sistem, supply-demand, HL Blum,
Milton Roemer, dll serta Memperhatikan berbagai faktor yg mempengaruhi kesehatan

Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gambaran situasi dan keadaan
kesehatan masyarakat di DIY dan diterbitkan setiap tahun. Maksud dan tujuan diterbitkannya
buku profil tersebut adalah untuk menampilkan berbagai data dan informasi kesehatan serta
data pendukung lainnya yang didiskripsikan dengan analisis dan ditampilkan dalam bentuk
tabel dan grafik. Selain itu juga disampaikan pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah
DIY pada tahun 2012. Profil tersebut disusun secara sistematis dengan mengikuti pedoman
penyusunan profil kesehatan yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2012,
penulis dapat mengetahui situasi kesehatan di Provinsi DIY pada tahun tersebut.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana situasi derajat kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2012?
2. Bagaimana situasi upaya kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2012?
3. Bagaimana peran sumber daya kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan di
Provinsi DIY Tahun 2012?

3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui situasi derajat kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2012
2. Untuk mengetahui situasi upaya kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2012
3. Untuk mengetahui peran sumber daya kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan
di Provinsi DIY Tahun 2012

BAB II

PEMBAHASAN

4
2. Analisis Situasi
2.1 Analisa status kesehatan

2.1.1 MORTALITAS

Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) di D.I. Yogyakarta dari tahun 2010 sesuai hasil sensus
penduduk tahun 2010 yang telah dihitung oleh BPS Provinsi DIY adalah : laki-laki sebesar 20
bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan perempuan sebesar 14 per 1000 kelahiran hidup.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka
Kematian Bayi di DIY mempunyai angka yang relatif lebih tinggi, yaitu sebesar 25 per 1.000
kelahiran hidup (taget MDGs sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015). Apabila
melihat angka hasil SDKI 2012 tersebut, maka masalah kematian bayi merupakan hal yang
serius yang harus diupayakan penurunannya agar target MDGs dapat dicapai. Angka
kematian bayi menurut SDKI 2012 seperti pada gambar berikut :

2.2.2 MORBIDITAS

Pola penyakit

Penyakit menular yang selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas selama
beberapa tahun terakhir adalah ISPA, penyakit saluran nafas (Bronchitis, Asma, Pneumonia),
dan diare. Sementara untuk Balita, pola penyakit masih didominasi oleh penyakit-penyakit
infeksi. Hasil pengolahan untuk laporan Survailans Terpadu Penyakit di tingkat Puskesmas
adalah sebagai berikut:

5
Penyakit Tidak Menular

Data pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa pola penyakit pada semua golongan umur telah
mulai didominasi oleh penyakit-penyakit degeneratif, terutama penyakit yang disebabkan oleh
kecelakaan, neoplasma, kardiovaskuler dan Diabetes Mellitus (DM). Laporan Survailans
Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di DIY pada tahun 2012 penyakit Hipetensi (29.546
kasus) dan Diabetes Militus (7.434 kasus) masuk dalam urutan ketiga dan kelima dari
distribusi 10 besar penyakit berbasis STP Puskesmas.

1. Asma
Penyakit yang berhubungan dengan organ paru juga menjadi penyakit yang perlu
diwaspadai di DIY. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit paru termasuk asma selalu masuk 10 penyebab langsung dan tidak
langsung kesakitan dan kematian utama di Indonesia termasuk DIY.
2. Hipertensi
Hasil Riset kesehatan daerah (Riskesdas 2007) menunjukkan bahwa propinsi DIY
masuk dalam lima besar provinsi dengan kasus hipertensi terbanyak.

Suhu udara yang panas dan meningkatnya asap kendaraan bermotor di Yogyakarta
mengakibatkan beberapa parameter pencemaran udara sudah memasuki taraf waspada.
Hasil pantauan kualitas udara oleh Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota
Yogyakarta menunjukkan beberapa kadar zat berbahaya di udara melebihi batas baku
mutu udara. Selain itu juga jumlah perokok di Yogyakarta pada hasil berbagai survey
termasuk Susenas, telah mencapai lebih dari 30%.Hasil survey Dinas Kesehatan DIY
tahun 2006 dan 2008 memperlihatkan bahwa antara 56% rumah tangga di DIY tidak
bebas asap rokok. Sedngkan pada hasil Riskesdas tahun 2010 kasus hipertensi di
Provinsi DIY mencapai 35,8 % diatas rata-rata seluruh Indonesia yang mencapai
31,7%.

6
3. Kecelakaan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, intra cranial injury (kecelakaan) telah
menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian dan menunjukkan
kecenderungan peningkatan. Kecelakaan lalu lintas di DIY mulai mengalami
peningkatan yang cukup besar. Data dari Polda DIY menunjukkan jumlah kecelakaan
lalu lintas di wilayah DIY tahun 2012 adalah sebagai berikut
a. kejadian kecelakaan lalu lintas di wilayah Kabupaten Sleman tertinggi yaitu
sebanyak 1.548 kejadian
b. Bantul 1.420 kejadian
c. Yogyakarta 678 kejadian
d. Gunung Kidul sebanyak 453 kejadian
e. Kulon Progo berjumlah 323 kejadian

Pola Kematian Akibat Penyakit

Melalui mekanisme SIRS dapat diperoleh gambaran pola penyebab kematian di Rumah Sakit,
meskipun belum seluruh Rumah Sakit menyampaikan laporannya. Penyakit jantung dan
stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian
tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan,
penyakit-penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai
penyakit CVD (cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian.

Kematian akibat cedera intracranial (kecelakaan) yang selama ini kurang mendapat perhatian
ternyata telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian bahkan
menunjukkan kecenderungan peningkatan tajam dalam tiga tahun terakhir. Dalam enam tahun
terakhir, peristiwa kecelakaan lalu lintas di provinsi DI Yogyakarta terbilang cukup tinggi.
Data Kepolisian menunjukkan, kasus kecelakaan di DIY, meningkat tiga kali lipat dan setiap
tahun sedikitnya 130 meninggal (12%) akibat kecelakaan lalu lintas di DIY. Laporan
Kepolisian menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala.

2.2 Analisa aspek kependudukan


1. Jumlah penduduk

Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah peduduk DIY mencapai


3.457.497 jiwa. Jumlah penduduk DIY tahun 2012estimasi dari hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 sesuai dengan Badan Pusat Satistik Istimewa
Yogyakarta sebanyak 3.514.762 jiwa, sedangkan dari Profil Kesehatan
Kabupaten/Kota se DIY yang dimana data kependudukan diperoleh dari BPS
tiap Kab/Kota, jumlah penduduk DIY sebesar 3.630.720.Jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 1.735.514 jiwa sedangkan perempuan 1.777.557 jiwa.

7
2. Pertumbuhan dan mobilitas penduduk

Rerata kepadatan penduduk DIY pada tahun 2009 sekitar 1.078,08 jiwa per
km2. Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.085 jiwa per km2
dengan kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta (11.958 jiwa/km2) terendah di
Kabupaten Gunungkidul (455 jiwa/km2). DIY merupakan provinsi terpadat
ketiga setelah DKI Jakarta (14.469 jiwa/km2) dan Jawa Barat (1.217
jiwa/km2).Permasalahan ketimpangan kepadatan tersebut diperkuat dengan
ketimpangan potensi sumber daya dimana Gunungkidul adalah salah satu
kabupaten di DIY yang memiliki kesuburan lahan kurang dan keterbatasan
suplai air.

3. pekerjaan

Industri Pariwisata memiliki sumbangan paling besar terhadap PDRB melalui


subsektor perdagangan, perhotelan, restoran, dan jasa-jasa lainnya. Jasa
perhotelan adalah yang paling dominan.

Jumlah rumah tangga pertanian selama sepuluh tahun terakhir menurun


9,32% menjadi 47,17% dimana 80,29% diantaranya merupakan petani
gurem.

t
2.3.1.1 Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
membagi tenaga kesehatan menjadi 7 (tujuh) jenis tenaga yaitu:
Tenaga medis
Tenaga keperawatan
Tenaga kefarmasian
Tenaga kesehatan masyarakat
Tenaga gizi
Tenaga keterapian fisik
Tenaga keteknisian medis
Ketersediaan tenaga sarana kesehatan baik di puskesmas maupun rumah
sakit pada umumnya sudah baik. Jumlah tenaga kesehatan yang ada di
seluruh D.I. Yogyakarta yang terdiri dari RSU Pemerintah dan Swasta,
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan DIY tahun 2012
adalah sebagai berikut :

8
2.3.1.2 Tenaga Medis

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32


Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga medis
meliputi Dokter dan Dokter gigi, termasuk didalamnya tenaga dokter
spesialis.

Dari gambaran data perkembangan jumlah tenaga medis di


Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa persebaran tenaga medis masih belum
merata terlihat masih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman,

9
sementara di kabupaten yang lain tenaga medis masih jauh lebih kecil
jumlahnya.

5.1. 2 Tenaga Keperawatan

Dari gambaran data yang ada menunjukkan bahwa persebaran tenaga


perawat masih belum merata, hal ini juga berkaitan dengan jumlah sarana
yang ada di masing masing wilayah yang ikut mempengaruhi komposisi
distribusi tenaga perawat, terutama berkaitan dengan banyaknya rumah sakit
di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Adapun untuk tenaga
bidan sebarannya di masing masing wilayah terdistribusi secara merata.

5.1.3Tenaga Kefarmasian

Dari gambaran data yang ada untuk tenaga apoteker persebarannya


masih belum merata, hal ini juga berkaitan dengan jumlah sarana yang ada di
masing masing wilayah yang ikut mempengaruhi komposisi distribusi
tenaga apoteker, terutama berkaitan dengan banyaknya rumah sakit dan
apotek di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Begitupun dengan

10
tenaga teknis kefarmasian juga tidak merata sesuai dengan banyaknya
sarana rumah sakit dan apotek yang ada di wilayah masing masing.

5.1.4Tenaga Kesehatan Masyarakat

Dari gambaran data yang ada untuk tenaga kesehatan masyarakat


sebarannya sudah merata, namun demikian hal itu masih didominasi oleh
tenaga kesehatan masyarakat dengan status tenaga pemerintah.

5.1.5Tenaga Gizi

Berdasarkan data yang tertera diatas jumlah tenaga gizi yaitu sejumlah
399 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah tenaga gizi
sebanyak 142 orang, di Kabupaten Bantul sebanyak 70 orang, dengan tenaga
gizi paling sedikit terdapat di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 34 orang.

5.1.6Tenaga Keterapian Fisik dan Tenaga Keteknisian Medis

11
Berdasarkan data yang tertera diatas jumlah fisioterapis yaitu sejumlah
169 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah
tenagafisioterapis sebanyak 65 orang dengan tenaga fisioterapis paling
sedikit terdapat di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 2 orang. Adapun untuk
tenaga teknik elektromedik dan radiografer dari sejumlah 214 orang yang
terbanyak bekerja di Kota Yogyakarta dengan jumlah 88 orang disusul di
Kabupaten Sleman dengan jumlah 83 orang, adapun yang paling sedikit
jumlah fisioterapis yang bekerja di wilayah Kabupaten Gunungkidul sebanyak
3 orang. Untuk tenaga analis kesehatan yang bekerja di wilayah DIY sejumlah
718 orang dengan yang terbanyak bekerja di Kota Yogyakarta yaitu sejumlah
271 orang, disusul Kabupaten Sleman dengan jumlah 239 orang serta di
kabupaten/kota lainnya terdistribusi merata dengan tenaga analis kesehatan
yang berjumlah paling sedikit bekerja di Daerah DIY sejumlah 23 orang.

5.2 Sarana Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan rujukan di DIY juga relatif telah memadai


dengan berbagai jenis pelayannya.

12
Sarana pelayanan kesehatan pendukung seperti laboratorium
kesehatan juga berkembang baik dengan semakin besarnya peran
swasta.Sementara untuk UPT jaminan kesehatan baru berkembang di tingkat
provinsi, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.

Unit Pelayanan Teknis juga berkembang baik di tingkat provinsi dan


Kabupaten / Kota. UPT laboratorium tersedia di setiap wilayah. Sementara
untuk UPT jaminan kesehatan baru berkembang di tingkat provinsi,
Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.

2.3 Analisa perilaku kesehatan

Perilaku Hidup Sehat Masyarakat DIY

Merokok merupakan salah satu perilaku yang menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskuler. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi perokok
di DIY sebesar 31,6%, dan sebanyak 66,1% masih merokok di dalam rumah.
Hal tersebut terlihat pada grafik di bawah.

Persentase rumah tangga bebas asap rokok di DIY baru mencapai 44,6%,
tertinggi di Kota Yogyakarta (52,1%) dan terendah di Gunungkidul (40,2%).
Dari hasil tersebut, tidak mengherankan jika persentase perokok pasif cukup
tinggi karena perokok biasa merokok di dalam rumah.Sedangkan jika dilihat
dari statusnya, perokok rumah tangga didominasi suami / kepala rumah
tangga.

2.4 Analisa lingkungan

Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat
karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang
memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Laju kerusakan
lingkungan dan pencemaran lingkungan yang terjadi baik di perkotaan
maupun pedesaan terus terjadi. Hal ini menyebabkan munculnya ancaman
global seperti perubahan iklim global, rusaknya keanekaragaman hayati,
serta meningkatnya produksi gas rumah kaca.

13
Penyandang masalah kesejahteraan sosial cenderung meningkat yang
ditunjukkan oleh besarnya jumlah pengangguran dan kelompok marginal
seperti anak terlantar/ jalanan, tuna susila, pengemis, gelandangan, korban
bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain sebagainya.

Pembinaan Kesehatan Lingkungan

Pada tahun 2012 kondisi perumahan di wilayah DIY dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh
kabupaten/kota menunjukkan bahwa dua Kabupaten yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Gunung
Kidul masih dibawah 59%. Kota Yogyakarta dan Bantul atara 59 sampai 68,99% dan di
kabupaten Sleman sudah lebih dari 79%.

Dari peta cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan
menurut Kabupaten/Kota di DIY masih rendah, cakupan kualitas air minum
yang terendah ada di 3 Kabupaten, yang masih kurang dari 60%, yaitu di
Kabupaten Sleman, Gunungkidul dan Kulonprogo. Sedangkan Kota Yogyakarta
telah mencapai lebih dari 95%. Masih perlu upaya untuk peningkatan
cakupan kualitas sir minum yang memenuhi syarat kesehatan, terutama di
tiga kabupaten yang masih rendah dengan meningkatkan kerjasama dan
kemitraan dengan lintas sektor, peningkatan penyuluhan dan pemeriksaan
kualitas air serta peningkatan upaya penyehatan lingkungan lainnya.

3. Cara Penentuan Prioritas Masalah

Penetapan prioritas masalah menjadi bagian penting dalam proses pemecahan masalah
dikarenakan dua alasan. Pertama, karena terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena
itu tidak mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu
masalah dengan masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan
(Azwar, 1996).
Ada beberap teknik atau metode yang dapat digunakan untuk menetapkan prioritas masalah
baik dengan menggunakan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif sebagai berikut.

3.1 Kuantitatif

3.1.1 Teknik Kriteria Matriks (Criteria Matrix Technique)

Kriteria yang dipergunakan banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas
tiga macam:

14
a. Pentingnya masalah
Makin penting (importancy) masalah tersebut, makin diprioritaskan penyelesaiannya.
Beberapa ukuran pentingnya masalah sebagai berikut:
- Besarnya masalah (prevalence)
- Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)
- Kenaikan besarnya masalah (rate of increase)
- Derajat keinginan masyarakat yang tidak dipenuhi (degree of unmeet
need)
- Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)
- Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)
- Suasana plitik (political climate)
b. Kelayakan teknologi
Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah
(technical feasibility), makin diprioritaskan masalah tersebut.
c. Sumber daya yang tersedia
Makin tersedia sumberdaya yang dapat dipakai seperti tenaga, dana dan sarana untuk
mengatasi masalah (resource ability) makin diprioritaskan masalah tersebut.

Nilai skor antara 1 (tidak penting) sampai 5 (sangat penting) untuk setiap kriteria yang
sesuai. Prioritas masalah adalah yang jumlah nilainya paling besar. Contoh sederhana
adalah sebagai berikut :

3.1.2 Hanlon

Metode ini hampir sama dengan metode Delbeq, dilakukan dengan memberikan skor atas
serangkaian kriteria A, B, C dan D PEARL.

A = Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok penduduk yang terkena masalah serta
keterlibatan masyarakat dan instansi terkait. Skor 010 kecilbesar.

B = Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas, kecenderungannya


dari waktu ke waktu. Skor 010 tidak gawat sangat gawat.

C = Efaktifitas atau kemudahan penanggulangan masalah, dilihat dari perbandingan antara


perkiraan hasil atau manfaat penyelesaian masalah yang akan diperoleh dengan sumber daya
biaya, sarana dan cara untuk menyelesaikan masalah. Skor 010 sulit mudah.

D = PEARL

Berbagai pertimbangan dalam kemungkinan pemecahan masalah. Skor 0 = tidak dan 1 = ya

15
P = Propriatness yaitu kesesuaian masalah dengan prioritas berbagai
kebijaksanaan/program/kegiatan instansi/organisasi terkait.

E = Economic feasibility yaitu kelayakan dari segi pembiayaan.

A = Acceptability yaitu situasi penerimaan masyarakat dan instansi terkait/instansi lainnya.

R = Resource availability yaitu ketersediaan sumber daya untuk memecahkan masalah


tenaga, sarana/peralatan, waktu

L = Legality yaitu dukungan aspek hukum/perundanganundangan/peraturan terkait seperti


peraturan pemerintah/juklak/juknis/protap.

Setelah kriteria tersebut berhasil diisi, maka selanjutnya menghitung nilai NPD dan NPT
dengan

rumus sebagai berikut:

NPD = Nilai Prioritas dasar = A + B x C

NPT = Nilai Prioritas Total = A + B x C x D

Prioritas pertama adalah masalah dengan skor NPT tertinggi. Metode Hanlon Kuantitatif ini
lebih efektif bila digunakan untuk masalah yang bersifat kuantitatif. Contoh sederhana adalah
sebagai berikut :

3.1.3 Delbeg

Pada metode ini diprioritaskan masalah dilakukan dengan memberikan bobot (yang
merupakan nilai maksimum dan berkisar antara 0 sampai 100 dengan kriteria:
a. Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok penduduk yang ada kemungkinan
terkena masalah serta keterlibatan masyarakat dan instansi terkait.
b. Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas, kecenderungannya
dari waktu ke waktu.
c. Biaya/dana yaitu besar atau jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah baik
dari segi instansi yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah atau dari
masyarakat yang terkena masalah.
d. Kemudahan yaitu tersediannya tenaga, sarana/peralatan, waktu serta cara atau metode dan
teknologi penyelesaian masalah seperti tersediannya kebijakan/peraturan, petunjuk
pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) dan sebagainnya.

16
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Tentukan dahulu bobot masing-masing kriteria (nilai 0-10)
b. Isi setiap kolom dengan hasil perkalian antara bobot dengan skor masing-masing masalah.
Besarnya skor tidak boleh melebihi bobot yang telah disepakati. Bila ada perbedaan pendapat
dalam menentukan besarnya bobot dan skor yang dipilih reratanya.
c. Jumlahkan nilai masing-masing kolom dan tentukan prioritasnya berdasarkan jumlah skor
yang tertinggi sampai terendah.

3.1.4 CARL

Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di kesehatan. Metode CARL juga
didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi skor 0-10. Kriteria CARL tersebut
mempunyai arti:
C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)
A = Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau
tidak. Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan
metode/cara/teknoloi serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau
juklak.
R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan
sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang
lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi, kemudian dibuat tabel
kriteria CARL dan diisi skornya. Bila ada beberapa pendapat tentang nilai skor yang diambil
adalah rerata.
Nilai total merupakan hasil perkalian: C x A x R x L
Contoh pemakain metode CARL adalah sebagai berikut:

3.2 Kualitatif

3.2.1 Delphi

Teknik Delphi adalah metode yang banyak digunakan dan diterima untuk mengumpulkan data
dari responden dalam domain penelitian mereka. Teknik ini dirancang sebagai proses
komunikasi kelompok yang bertujuan untuk mencapai konvergensi pendapat tentang isu isu
nyata. Proses Delphi telah digunakan di berbagai bidang studi seperti perencanaan program,
penilaian assesment, penetuan kebijakan, dan pemanfaatan sumber daya untuk
mengembangkan berbagai alternatif, menjelajahi atau mengekspos yang mendasari asumsi,
serta berkorelasi penilaian pada suatu topik yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Teknik
Delphi cocok sebagai metode untuk pembangunan konsensus dengan menggunakan

17
serangkaian kuesioner dikirimkan menggunakan beberapa iterasi untuk mengumpulkan data
panel dari subyek yang dipilih.

Kelebihan Metode Delphi


Hasil berdasarkan dari para ahli.
Anonimitas dan isolasi memungkinkan kebebasan yang maksimal dari aspek-aspek
negative dari interaksi sosial.
Opini yang diungkapkan para ahli luas, karena dari pendapat masing-masing ahli.
Kekurangan Metode Delphi
Biaya yang besar untuk mengundang para ahli.
Hasil berdasarkan anggapan-anggapan (asumsi).
Tidak semua hasil berjalan sesuai prediksi.
Memakan waktu yang lama
Metode ini mengumpulkan pendapat dari para ahli yang paling berkualitas dan pada saat yang
sama mengeliminasi masalah (mendesak, rasa malu, pemikiran-kelompok) pada kelompok.

3.2.2 Brainstorming

METODE BRAINSTROMING

Pengertian Metode Brainstroming

Metode Brainstroming dikenal juga dengan metode curah pendapat atau sumbang
saran. Menurut M. Sobry Sutikno (2007:98), metode Brainstroming adalah suatu
bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan,
dan pengalaman dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari
seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati)
oleh peserta lain, pada penggunaan metode Brainstroming pendapat orang lain tidak
untuk ditanggapi. Metode ini berdasarkan pendapat bahwa sekelompok manusia dapat
mengajukan usul lebih banyak dari anggotanya masing-masing. Dalam metode ini
disajikan sebuah soal. Lalu para peserta diajak untuk mengajukan ide apapun
mengenai soal itu, tidak peduli seaneh apapun ide itu. Ide-ide yang aneh itu ditolak
secara apriori, tetapi dianalisis, disintesis, dan dievaluasi juga. Boleh jadi pemecahan
yang tidak terduga yang akhirnya muncul.
Menurut Morgan (Suprijanto, 2009:122), Brainstroming dalah salah satu bentuk
berpikir kreatif sehingga pertimbangan memberikan jalan untuk berinisiatif kreatif.
Peserta didorong untuk mencurahkan semua ide yang timbul dari pikirannya dalam
jangka waktu tertentu berkenaan dengan beberapa masalah, dan tidak diminta untuk
menilainya selama curah pendapat berlangsung. Penilaian akan dilakukan pada
periode berikutnya dimana semua ide dipilih, dievaluasi, dan mungkin diterapkan.
Sejalan dengan itu, Kang dan Song (2009:122) berpendapat bahwa metode

18
Brainstroming adalah teknik diskusi kelompok dimana anggotanya menyatakan
sebanyak mungkin ide-idenya atas topik tertentu tanpa hambatan dan pertimbangan
aplikasi praktisnya. Spontanitas dan kreativitas merupakan bagian penting dalam
curah pendapat penilaian terhadap ide-ide dilakukan pada sesi berikutnya.
Menurut Barbara Allman dan Sara Freeman (2010:37), Brainstroming adalah suatu
teknik yang digunakan untuk menghasilkan suatu daftar panjang yang berisi berbagai
respon berbeda tanpa membuat penilaian terhadap ide-ide individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode Brainstroming dalah suatu bentuk
diskusi dimana peserta didorong untuk menyatakan gagasan, pendapat, informasi,
pengetahuan, pengalaman, serta ide-ide mengenai suatu masalah tanpa adanya
penilaian dari peserta lain.

1. Tujuan Metode Brainstroming

Tujuan penggunaan metode Brainstroming menurut M. Subana (2009:106) ialah


menguras habis segala sesuatu yang dipikirkan oleh siswa dalam menanggapi masalah
yang dilontarkan guru kepadanya, agar tujuan dalam penerapan metode Brainstroming
dapat tercapai maka perlu adanya aturan yang diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar
metode Brainstroming dapat berjalan dengan efektif dan efisien sehingga tujuan yang
diharapkan dapat terealisasi. Menurut Utami Munandar (1985:104), beberapa aturan
yang harus diperhatikan pada metode Brainstroming adalah:
a. Kebebasan dalam memberikan gagasan.
b. Penekanan pada kuantitas
c. Kritik ditangguhkan
d. Kombinasi dan peningkatan gagasan
e. Menulang gagasan

2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Brainstroming

Pada dasarnya tiap metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran memiliki
kelebihan maupun kekurangan masing-masing. Kelebihan dapat digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan metode pembelajaran tersebut sedangkan kekurangan dapat
dujadikan acuan agar metode pembelajaran itu berjalan dengan lebih baik lagi.
Acep Yonny dan Sri Rahayu Yunus (2011:127) menyatakan beberapa kelebihan dari
penerapan metode Brainstroming sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan siswa untuk berpendapat
b. Melatih daya kritis dan analisis siswa
c. Mendorong siswa agar dapat menghargai pendapat orang lain
d. Menstimulasi siswa agar dapat berpikir secara holistik.

Walaupun teknik ini baik dan memiliki kelebihan tapi juga mempunyai kelemahan.
Menurut Suprijanto (2009:125) mengungkapkan beberapa kelemahan dari
penggunaan metode Brainstroming:
a. Proses ini memerlukan banyak waktu, khususnya apabila kurang dari 10% ide
yang akhirnya digunakan.

19
b. Seperti kelompok diskusi yang lain, produktivitas sesi curah pendapat tergantung
pada kemampuan dan kualitas orientasi peserta.
c. Manfaat akhirnya mungkin lebih berupa apa yang dilakukan terhadap peserta
daripada produktivitas apa yang segera diperoleh dalam sesi curah pendapat, dan
sulit diukur dengan tingkat keakuratan apapun.

3.2.3 Brainwriting

Merupakan teknik curah pendapat dengan menyampaikan ide/pendapat melalui tulisan di atas
sepotong kertas.

Caranya :

Ide/pendapat ditulis pada potongan kertas, kemudian ditempel dipapan yang telah disediakan .
proses selanjutnya mengidentifikasi ide yang sama sehingga diperoleh butir-butir yang
penting untuk pemecahan masalah .

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pembangunan Kesehatan di wilayah DIY telah berjalan sesuai dengan


pedoman dan kewenangan yang telah ditetapkan melalui dasar hukum yang

20
berlaku. Tetapi masih ada beberapa masalah kesehatan yang perlu diperbaiki
di Provinsi DIY.

Gambaran penyakit TB Paru di DIY : prevalensi TB paru 76,88 per 100.000


penduduk, jumlah kasus TB tahun 2012 di DIY 2.858 kasus. Jumlah kasus
HIV/AIDS di DIY sebanyak 1.941 kasus dengan perincian HIV 1.110 dan AIDS
831 kasus pada tahun 2012. Sepuluh besar penyakit yang didiagnosa pada
pasien rawat jalan di Puskesmas sesuai laporan sistem survailans terpadu
adalah : influensa, diare, hipertensi, DM, pneumonia, tiphus, diare berdarah,
tersangka TB paru, campak dan TB BTA positif. Sedangkan di Rumah Sakit
adalah : infeksi saluran nafas atas, demam, diare, dispepsia, hipertensi,
dermatosis, cedera, penyakit pulpa, faringitis dan gangguan mental.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. _________, 2013. Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012.


Yogyakarta.
2.

22

Anda mungkin juga menyukai