Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia,

baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Untuk menjamin tercapainya tujuan

pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang

tangguh. Di Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan pada tahun

1982. SKN tersebut telah berperanan besar sebagai acuan dalam penyusunan Garis-

garis Besar Haluan Negara (GBHN) bidang Kesehatan, penyusunan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan juga sebagai acuan dalam penyusunan

berbagai kebijakan, pedoman dan arah pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Memasuki milenium ke tiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan

tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal, yang perlu

dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan

kesehatan. Dalam konteks eksternal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi

adalah berlangsungnya era globalisasi, perkembangan teknologi, transportasi, dan

telekomunikasi-informasi yang mengarah pada terbentuknya dunia tanpa batas.

Globalisasi yang ditandai oleh meningkatnya persaingan bebas, mengharuskan setiap

komponen bangsa meningkatkan daya saing. Sejalan dengan itu demokratisasi, hak

asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup telah menjadi tuntutan dunia yang

semakin mendesak. Keterikatan Indonesia dengan berbagai komitmen internasional

seperti Millennium Development Golds, Sustainable Development Principles, World

1
Fit for Children dan agenda-agenda internasional lainnya di bidang kesehatan, perlu

dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan dan penyelenggaraan pembangunan

kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, kita bisa merumuskan beberapa masalah yang hendak

diangkat dalam makalah ini

1. Bagaimana Analisis situasi dan kecenderungan sistem kesehatan ?

2. Bagaimana peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan yang berkualitas ?


3. Apa Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Analisis situasi dan kecenderungan sistem kesehatan

2. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan

yang berkualitas

4. Untuk mengetahui startegi dan sasaran utama pembagunan kesehatan

D. Manfaat

1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada pembaca akan

pentingnya Pembagunan Kesehatan

2. Makalah ini diharapkan mampu merangsang pemikiran pembaca untuk lebih

kreatif dan inovatif dalam mengetahui strategi Paradigma kesehatan dan

Konsekwensi / Implikasi dari Perubahan Paradigma serta mengetahui

bagaimana konsep dan apa yang menjadi kendala dalam upaya

pembangunan kesehatan di Indonesia”.

3. Makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa untuk pembuatan makalah

selanjutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN SISTEM KESEHATAN

NASIONAL

Sekalipun SKN 1982 secara nyata telah berhasil digunakan sebagai acuan dalam

menetapkan berbagai kebijakan kesehatan di Indonesia, namun jika ditinjau dari

pencapaian dan kinerjanya, SKN 1982 tersebut masih belum begitu menggembirakan.

Sesuai dengan laporan WHO tahun 2000 (the World Health Report 2000) tentang

“Health Systems Improving Performance”, tercatat indikator pencapaian dan indikator

kinerja Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia masih terhitung rendah. Indikator

pencapaian SKN ditentukan oleh dua determinan. Pertama, status kesehatan yakni yang

menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai oleh SKN yang dihitung

dengan menggunakan disability adjusted life expectancy (DALE). Kedua, tingkat

ketanggapan (responsiveness) sistem kesehatan yakni yang menunjuk pada kemampuan

SKN dalam memenuhi harapan masyarakat tentang bagaimana mereka ingin

diperlakukan dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hasil yang diperoleh untuk

indikator ini menempatkan Indonesia pada urutan ke 106 dari 191 negara anggota

WHO yang dinilai. Indikator kinerja SKN ditentukan oleh tiga determinan. Pertama,

distribusi tingkat kesehatan di suatu negara ditinjau dari kematian Balita. Kedua,

distribusi ketanggapan (responsiveness) sistem kesehatan ditinjau dari harapan

masyarakat. Ketiga, distribusi pembiayaan kesehatan ditinjau dari penghasilan

keluarga. Hasil yang diperoleh untuk indikator ini menempatkan Indonesia pada urutan

ke 92 dari 191 negara anggota WHO yang dinilai. Karena indikator pencapaian SKN

menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai dan tingkat ketanggapan SKN,

maka indikator ini terutama dipengaruhi oleh upaya kesehatan yang diselenggarakan di

3
suatu negara. Jika upaya kesehatan tersebut tidak tersedia dan tidak dapat dijangkau

oleh masyarakat, maka sulit diharapkan meningkatnya taraf kesehatan masyarakat.

Analisis situasi dan kecenderungan perkembangan kelima aspek yang mempengaruhi

pencapaian dan kinerja sistem kesehatan nasional di Indonesia secara singkat dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Upaya kesehatan

Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan

(promotif) dan pencegahan (preventif) masih dirasakan kurang.

Meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah seperti Puskesmas telah

terdapat di semua kecamatan dan ditunjang paling sedikit oleh tiga Puskesmas

Pembantu, namun upaya kesehatan belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Indonesia memang masih menghadapi permasalahan pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk yang memanfaatkan

pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Selanjutnya meskipun rumah sakit

telah terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan

kesehatan perorangan juga belum dapat berjalan dengan semestinya.

Potensi pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis masyarakat yang

semakin meningkat, belum didayagunakan sebagaimana mestinya. Sementara itu

keterlibatan dinas kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan

keterkaitannya dengan pelayanan rumah sakit sebagai sarana pelayanan rujukan masih

dirasakan sangat kurang.

Dengan keadaan seperti ini tidak mengherankan bila derajat kesehatan masyarakat di

Indonesia belum memuaskan. Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu masih

tinggi, yakni masing-masing 50/1000 kelahiran hidup (Susenas 2001) dan 373/100.000

4
kelahiran hidup (SKRT 1995). Sedangkan umur harapan hidup masih rendah, yakni

rata-rata 66,2 tahun (tahun 1999). Kondisi ini berakibat pada masih rendahnya Indeks

Pembangunan Manusia (HDI), yang menduduki urutan ke 112 dari 175 negara (UNDP,

2003).

2. Pembiayaan kesehatan

Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu hanya rata-rata 2,2% dari

Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita per tahun.

Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling

sedikit 5% dari PDB per tahun. Tiga puluh persen dari pembiayaan tersebut bersumber

dari pemerintah dan sisanya sebesar 70% bersumber dari masyarakat termasuk swasta,

yang sebagian besar masih digunakan untuk pelayanan kuratif.

Pengalokasian dana bersumber pemerintah belum efektif. Dana pemerintah lebih

banyak dialokasikan pada upaya kuratif dan sementara itu besarnya dana yang

dialokasikan untuk upaya promotif dan preventif sangat terbatas. Pembelanjaan dana

pemerintah belum cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan

bantuan untuk keluarga miskin.

Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas serta

bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang memiliki jaminan

kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk. Metoda pembayaran

kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh pembayaran tunai sehingga

mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan secara berlebihan

serta meningkatnya biaya kesehatan. Demikian pula penerapan teknologi canggih dan

perubahan pola penyakit sebagai akibat meningkatnya umur harapan hidup akan

mendorong meningkatnya biaya kesehatan tidak dapat dihindari. Tingginya angka

kesakitan juga berdampak terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan

5
memperberat beban ekonomi. Hal ini terkait dengan besarnya dana yang harus

dikeluarkan untuk berobat, serta hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja. Sebagai

contoh beban dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia

diperkirakan tidak kurang dari Rp 2,5 triliun per tahun.

3. Sumberdaya Kesehatan

Jumlah sumberdaya manusia (SDM) kesehatan belum memadai. Rasio tenaga

kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar

2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1:5000.

Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap

jumlah penduduk adalah 1:2.850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600

bidan baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk adalah 1:2.600. Namun daya serap

tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas. Penyebaran SDM

Kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan

kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio

dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan wilayah bagian timur.

Rasio tenaga dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84

dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26 dan Provinsi Papua = 0,12. Mutu SDM

Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari kepuasan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum optimal. Menurut SUSENAS

2001, ditemukan 23,2% masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali

menyatakan tidak/kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan yang diselenggarakan

oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau tersebut. Sistem penghargaan dan sanksi,

peningkatan karier, pendidikan dan pelatihan berjenjang dan berkelanjutan, akreditasi

pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi, registrasi dan lisensi SDM kesehatan belum

6
mantap. Sampai saat ini sistem sertifikasi, registrasi dan lisensi SDM di Indonesia

belum mencakup aspek profesionalisme.

Sistem yang dipergunakan pada saat ini, karena hanya dilakukan oleh Departemen

Kesehatan masih bersifat administratif. Kerja sama lintas program, lintas sektor dan

dengan organisasi profesi serta lembaga swadaya masyarakat dalam pengembangan

tenaga kesehatan masih terbatas.

4. Sumberdaya Obat dan Perbekalan Kesehatan

Industri farmasi di Indonesia telah sejak lama berhasil dikembangkan. Tercatat

jumlah industri farmasi di Indonesia sebanyak 198 buah, terdiri dari 34 PMA, 4 BUMN

dan 160 PMDN/Swasta Nasional. Jumlah perusahaan yang bergerak dalam distribusi

obat (PBF) tercatat sebanyak 1.473 buah. Sedangkan jumlah apotik tercatat sebanyak

6.058 buah serta toko obat sebanyak 4.743 buah. Mutu industri farmasi juga telah

berhasil distandarisasi yakni dengan ditetapkannya cara pembuatan obat yang baik

(CPOB).

Untuk menunjang upaya kesehatan, terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah,

telah ditetapkan kebijakan obat generic yang mencakup 220 jenis obat. Hal yang masih

menjadi masalah di bidang pelayanan kefarmasian, obat, sediaan farmasi, alat

kesehatan, vaksin, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT), insektisida

dan reagensia adalah yang menyangkut ketersediaan, keamanan, manfaat, serta mutu

dengan jumlah dan jenis yang cukup serta terjangkau, merata dan mudah diakses oleh

masyarakat.

Pengawasan perbekalan dan alat kesehatan sejak dari produksi, distribusi sampai

dengan pemanfaatannya belum dilakukan dengan optimal. Sedangkan pengadaannya

untuk sarana kesehatan pemerintah belum sesuai dengan kebutuhan. Jumlah sarana dan

7
prasarana kesehatan masih belum memadai. Tercatat jumlah Puskesmas untuk seluruh

Indonesia sebanyak 7.237 unit,

Puskesmas Pembantu sebanyak 21.267 unit dan Puskesmas Keliling 6.392 unit. Untuk

rumah sakit terdapat sebanyak 1.215 RS, terdiri dari 420 RS milik pemerintah, 605 RS

milik swasta, 78 RS milik BUMN dan 112 RS milik TNI & Polri, dengan jumlah

seluruh tempat tidur sebanyak 130.214 buah. Penyebaran sarana dan prasarana

kesehatan belum merata. Rasio sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah

penduduk di luar pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Hanya

saja keadaan transportasi di luar Pulau Jawa jauh lebih buruk dibandingkan dengan

Pulau Jawa.

5. Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan

masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat banyak

didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu yang berjumlah sekitar 240.000 buah,

33.083 Polindes, 12.414 Pos Obat Desa, serta 4.049 Pos Upaya Kesehatan Kerja.

Sedangkan dalam bidang pembiayaan kesehatan pemberdayaan masyarakat diwujudkan

melalui bentuk dana sehat yang berjumlah 23.316 serta berbagai yayasan peduli dan

penyandang dana kesehatan seperti yayasan kanker Indonesia, yayasan jantung

Indonesia, yayasan thalasemia Indonesia, serta yayasan ginjal Indonesia. Dalam rangka

mempercepat tercapainya Indonesia Sehat 2010, pemberdayaan masyarakat

dilaksanakan pula dalam bentuk berbagai gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat,

Gebrak Malaria, Gerdunas TB, Gerakan Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan

pita putih (kesehatan ibu) dan gerakan pita merah (HIV/AIDS).

Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang

lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan

8
tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup

pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan

pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta

pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan

Jaringan kemitraan dengan berbagai pihak termasuk sektor pemerintahan dan swasta

belum dikembangkan secara optimal. Program-program kemitraan pemerintah dan

swasta (Public and private mix) masih dalam tahap perintisan. Kemitraan yang telah

dibangun belum menampakkan kepekaan, kepedulian dan rasa memiliki terhadap

permasalahan dan upaya kesehatan.

6. Manajemen Kesehatan

Keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya

data dan informasi kesehatan, dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta administrasi kesehatan.

Selama ini sistem informasi manajemen kesehatan telah berhasil dikembangkan.

Sistem tersebut mencakup antara lain sistem informasi manajemen Puskesmas

(SIMPUS), sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS), sistem informasi

manajemen kepegawaian (SIMKA), sistem survailans penyakit menular, sistem

survailans penyakit tidak menular serta sistem jaringan penelitian dan pengembangan

kesehatan nasional (JPPKN). Dengan berlakunya asas desentralisasi berbagai sistem

informasi ini perlu ditinjau dan ditata ulang. Penyerapan kemajuan Ilmu pengetahuan

dan teknologi kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Penerapan

tersebut diutamakan pada IPTEK tepat guna untuk pelayanan kesehatan tingkat pertama

(Puskesmas) serta IPTEK canggih untuk pelayanan kesehatan rujukan. Pada saat ini

banyak rumah sakit di Indonesia, terutama rumah sakit klas A dan klas B pendidikan

telah dilengkapi dengan berbagai peralatan kedokteran mutakhir. Mengingat tantangan

9
yang besar pada era globalisasi, maka untuk hasil yang optimal, berbagai kemajuan

IPTEK ini perlu dikembangkan secara lebih terarah dan sistematis.

Hukum kesehatan, terutama yang menyangkut upaya kesehatan masyarakat, secara

bertahap telah dikembangkan. Hukum tersebut antara lain tertuang dalam Undang-

undang nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-undang nomor

1 tahun 1962 tentang Karantina Laut, Undang-undang nomor 2 tahun 1962 tentang

Karantina Udara, Undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-

undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Undangundang nomor 23 tahun 1992

tentang Kesehatan serta Undang-undang nomor 8 tahun 1998 tentang Perlindungan

Konsumen. Mengingat kesadaran hukum masyarakat makin meningkat, maka pada

masa mendatang hukum kesehatan tersebut perlu lebih dikembangkan, sehingga dapat

dijamin adanya kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait dengan SKN.

Administrasi kesehatan, yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian

serta pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan di berbagai tingkat

dan bidang, sudah dikembangkan. Pada saat ini telah disusun berbagai panduan

administrasi kesehatan, termasuk didalamnya Rencana Pembangunan Kesehatan

Menuju Indonesia Sehat 2010, Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan 2001-2004

serta sistem perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT). Pada masa yang

akan datang berbagai panduan ini perlu disempurnakan, seperti sistem penganggaran

yang berbasis kinerja, untuk selanjutnya dilengkapi dengan panduan tentang

Kewenangan Wajib serta Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalamrangka

desentralisasi.

10
B. PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN
YANG BERKUALITAS

Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan

kualitas sumber daya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama

selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk

mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya

penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan

perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan

dengan visi Indonesia Sehat 2010.

dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, beberapa

masalah dan tantangan baru muncul sebagai akibat dari perubahan sosial ekonomi serta

perubahan lingkungan strategis global dan nasional. Tantangan global antara lain

adalah pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs), sedangkan pada

lingkup nasional adalah penerapan desentralisasi bidang kesehatan.

A. PERMASALAHAN

Disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat

telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi,

antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian

bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi

dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu

melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, serta pada penduduk dengan tingkat

11
pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di

daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan terlatih dan cakupan imunisasi pada golongan miskin lebih

rendah dibanding dengan golongan kaya.

Beban ganda penyakit. Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar

adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA), malaria, diare, dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang

bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan

pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Terjadinya beban ganda ini disertai

dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang

ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif dan usia lanjut, akan

berpengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat di masa datang. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup

bersih dan sehat, perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu

faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku

masyarakat yang tidak sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok, rendahnya

pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih

pada anak balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS,

penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA) dan kematian

akibat kecelakaan.

Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Salah satu faktor penting lainnya yang

berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang

tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar.

B. SASARAN

Sasaran yang akan dicapai adalah :

12
1. Seluruh anggota masyarakat dan korban di daerah bencana memperoleh pelayanan

kesekatan sesuai dengan kebutuhan

2. Seluruh sarana dan prasarana kesehatan di daerah bencana dapat berfungsi kembali

3. Seluruh lingkungan fisik dan non fisik tidak menjadi reservoir dan bebas dari resiko

yang dapat menimbulkan penyakit.

C. ARAH KEBIJAKAN

Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan terutama

diarahkan pada :

1. Pelayanan kesehatan tanggap darurat bagi masyarakat korban bencana

2. Mobilisasi, penyaluran dan distribusi sumber daya kesehatan dilakukan dalam waktu

sangat segera dan dengan prosedur khusus

3. Penerimaan dan penyaluran bantuan dikoordinasikan oleh instansi teknis

4. Kerjasama lintas program dan lintas sektor serta dengan seluruh pihak terkait baik di

dalam maupun luar negeri di bawah koordinasi instansi teknis

5. Pelaksanaan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana diprioritaskan pada

program yang mempunyai daya ungkit tinggi, kelompok resiko tinggi dan di lokasi

yang bersifat strategis

6. Pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan akibat

bencana, diselenggarakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada tanpa

meninggalkan standar dan kode etik profesi.

D. PROGRAM PEMBANGUNAN

Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

tersebut dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut.

13
1. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku

hidup bersih dan sehat; meningkatnya upaya kesehatan yang bersumber dari

masyarakat dan gerakan generasi muda pembangunan kesehatan; serta terbangunnya

jalinan kemitraan dan peran serta dalam promosi kesehatan. Kegiatan pokok yang

dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan

edukasi (KIE);

b. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, (seperti pos pelayanan

terpadu, pondok bersalin desa, dan usaha kesehatan sekolah) dan generasi muda;

dan

c. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

2. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses

terhadap sanitasi dasar; meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap

air bersih; menurunnya faktor resiko lingkungan penyebab penyakit dan gangguan

kesehatan; serta meningkatnya jumlah kawasan/wilayah sehat.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar;

b. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan;

c. Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan; dan

d. Pengembangan wilayah sehat.

3. PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate)

penduduk miskin ke Puskesmas; terlaksananya pembangunan, perbaikan dan

14
peningkatan Puskesmas dan jaringannya; terlaksananya pengadaan peralatan medis dan

nonmedis Puskesmas dan jaringannya; meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong

oleh tenaga kesehatan terlatih; dan meningkatnya cakupan pelayanan antenatal,

postnatal dan neonatal. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara

lain meliputi:

a. Pelayanan Kesehatan dasar bagi masyarakat

b. Rehabilitasi dan pembangunan kembali puskesmas dan jaringgannya, termasuk

polindes, posyandu, rumah dokter, dan paramedis

c. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya;

d. Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas

dan jaringannya;

e. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik

esensial;

f. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya

promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan

gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan

pengobatan dasar; dan

g. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

4. PROGRAM UPAYA KESEHATAN PERORANGAN

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate)

penduduk miskin ke rumah sakit; terlaksananya pembangunan dan perbaikan rumah

sakit; terlaksananya pengadaan peralatan medis dan nonmedis rumah sakit; dan

terlaksananya uji coba pelayanan dokter keluarga. Kegiatan pokok yang dilakukan

dalam program ini antara lain meliputi:

a. Pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat dan korban di daerah bencana,

15
termasuk pelayanan kesehatan traumatik

b. Rehabilitasi rumah sakit yang rusak

c. Pembangunan sarana prasarana kesehatan

d. Pengadaan perlengkapan kesehataan

e. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk rumah sakit

f. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit;

g. Pembangunan sarana dan prasarana rumah sakit di daerah bencana dan

tertinggal secara selektif;

h. Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit;

i. Pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit;

j. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan;

k. Pengembangan pelayanan dokter keluarga;

l. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan; dan

m. Peningkatan peran serta sektor swasta dalam upaya kesehatan perorangan.

5. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya cakupan imunisasi; menurunnya angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD),

tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS; dan terlaksananya surveillance epidemiologi

dan penanggulangan wabah. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini

antara lain meliputi:

a. Surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah

b. Imunisasi, vector kontrol, desinfeksi, dan purifikasi air minum

c. Perbaikan sarana sanitasi lingkungan

d. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;

e. Peningkatan imunisasi;

16
f. Penemuan dan tatalaksana penderita;

g. Peningkatan surveillance epidemiologi dan penanggulangan wabah; dan

h. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan

pemberantasan penyakit.

6. PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Sasaran dari program ini adalah : menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;

terlaksananya penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi,

gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi

mikro lainnya; dan meningkatnya jumlah keluarga sadar gizi. Kegiatan pokok yang

dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), tablet besi, vitamin A, syrup

besi, biskuit susu, dan makanan lain

b. Surveilans gizi

c. Peningkatan pendidikan gizi;

d. Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan

akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi

mikro lainnya;

e. Penanggulangan gizi-lebih;

f. Peningkatan surveillance gizi; dan

g. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.

7. PROGRAM SUMBER DAYA KESEHATAN

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya proporsi puskesmas yang memiliki

tenaga dokter; meningkatnya proporsi rumah sakit kabupaten/kota yang memiliki

tenaga dokter spesialis dasar; meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;

17
meningkatnya mutu pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; dan tersusunnya

standar profesi tenaga kesehatan.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Penugasan khusus tenaga kesehatan dan Brigade Siaga Bencana (BSB)

b. Pengadaan peralatan pendidikan

c. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;

d. Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan

dan pelatihan tenaga kesehatan;

e. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di

puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit kabupaten/kota terutama di daerah

terpencil dan bencana;

f. Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan.

8. PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya ketersediaan dan pemerataan obat

esensial nasional; meningkatnya penggunaan obat generik; terlaksananya pelayanan

kefarmasian yang bermutu di farmasi komunitas dan rumah sakit; dan tersusunnya

kebijakan harga obat yang dapat terjangkau masyarakat terutama oleh penduduk

miskin. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Rehabilitasi/pembangunan gudang farmasi

b. Penyediaan buffer stock obat dan perbekalan kesehatan

c. Penyediaan peralatan dan operasional

d. Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan;

e. Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan;

f. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan;

g. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama

18
untuk penduduk miskin; dan

h. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit.

9. PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

Sasaran dari program ini adalah : meningkatnya pengawasan keamanan pangan dan

bahan berbahaya; meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan disitribusi

produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga,

produk komplemen dan produk pangan; meningkatnya pengawasan penyalahgunaan

narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA); dan meningkatnya kapasistas

laboratorium pengawasan obat dan makanan.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Pengawasan obat dan makanan

b. Rehabilitasi sarana dan prasarana Balai Besar POM

c. Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

d. Peningkatan pengawasan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif

(NAPZA);

e. Peningkatan pengawasan mutu, khasiat dan keamanan produk terapetik/obat,

perbekalan kesehatan rumah tangga, obat tradisional, suplemen makanan

dan produk kosmetika; dan

f. Penguatan kapasitas laboratorium pengawasan obat dan makanan.

10. PROGRAM KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN

KESEHATAN

Sasaran dari program ini adalah : tersusunnya sistem perencanaan dan penganggaran;

terlaksananya pengawasan, pelaporan dan penyempurnaan administrasi keuangan;

meningkatnya jumlah peraturan dan perundangundangan di bidang pembangunan

kesehatan; terlaksananya pengembangan sistem informasi kesehatan; tersusunnya

19
sistem kesehatan daerah; dan tersusunnya kebijakan jaminan kesehatan untuk

masyarakat miskin. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain

meliputi:

a. Revitalisasi fungsi Dinas Kesehatan Provinsi/kab./Kota

b. Peningkatan sarana dan prasarana

c. Pengkajian dan penyusunan kebijakan;

d. Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan

pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta

hukum kesehatan;

e. Pengembangan sistem informasi kesehatan;

f. Pengembangan sistem kesehatan daerah; dan

g. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat secara kapitasi dan

praupaya terutama bagi penduduk miskin yang berkelanjutan.

11. PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

Sasaran dari program ini adalah: meningkatnya jumlah penelitian dan

pengembangan di bidang pembangunan kesehatan; meningkatnya jumlah dan mutu

sumber daya manusia penelitian dan pengembangan kesehatan di pusat dan daerah;

terlaksananya publikasi hasil penelitian dan pengembangan kesehatan; dan

meningkatnya sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan kesehatan. Kegiatan

pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi:

a. Penelitian dan pengembangan;

b. Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian; dan

c. Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan

20
C. Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan

pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin

pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya.

Dalam mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan beberapa strategi utama, antara

lain:

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh

masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.

2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan

kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi

terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di

setiap desa

3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.

Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara

cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat;

setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat

dan tepat

4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh

prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan

pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan

terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin

21
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah :

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Semua kebijakan pembangunan

nasional yang sedang dan atu akan diselenggarakan harus memiliki wawasan

kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan

kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal.

Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap

pembentukkan peilaku sehat. Adalah amat diharapkan setiap program

pembangunan yang diselenggarakan di Indonesia dapat memberikan kontribusi

yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut.

Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang

dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya

derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn

melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka

seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama tersebut dapat lebih diutamakan.

Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan kesehatan perlu

dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga

semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan

pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan

kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar benar

menjadi operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang dihasilkan.

2. Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu

dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk

terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung oleh penerapan

pelbagaikemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untukterwujudnya pelayanan

22
kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia

kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan

kesehatan profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga

pelaksana, yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan

ilmu dan teknologi. Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan

kesehatanyang bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan

etika profesi yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti

ini, semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan

kode etik profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti

diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan pelbagai organisasi

profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan

penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan

kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan

kualitas lainnya.

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Untuk memantapkan

kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta

masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM

yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam

bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta

masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan

yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan Dalam konteks penataan sub sistem pelayanan kesehatan,

strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, yang

apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih efektif dan efisien dalam memelihara

dan meningkatkan derajat kesehatan di samping berpengaruh positif pula dalam

23
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya strategi tersebut

akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan untuk semua

pihak yang terkait sehingga mereka memahami konsep dan program JKPM.

Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan perundang-undangan, pelatihan

Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit pembina JPKM agar strategi

JPKM dapat terlaksana dengan baik.

4. Desentralisasi Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan

pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik

masing-masing daerah. Desentralisasi yang inti pokoknya adalah pendelegasian

wewenang yang lebihbesar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem

pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai untuk

pengelolaan pelbagai pembangunan nasional pada masa mendatang. Tentu saja

untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan, termasuk

yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya

manusianya. Untuk terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa

dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan,

penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa

kemampuan daerah, pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan,

penempatan kembali tenaga dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi

dapat terlaksana secara nyata.Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir

tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan

masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin,

terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator

sebagai berikut:

24
1. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;

2. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air

bersih;

3. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih;

4. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;

5. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;

6. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;

7. Meningkatnya cakupan imunisasi;

8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam

berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;

9. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;

10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;11. Meningkatnya ketersediaan

obat esensial nasional;

12. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk

terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga,

produk komplemen dan produk pangan;

13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;

14. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang

pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan

15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan

kesehatan.Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah

ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009

adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses

25
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian

sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan,

yaitu :

1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun

2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000

kelahiran hidup

3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per

100.000 kelahiran hidup

4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 %

menjadi 20%.

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah bertekad

untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut :

1. Berpihak pada Rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan akan

selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa

membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi.

2. Bertindak cepat dan tepat.

Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat harus

dilakukan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan

pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan intervensi

yang tepat.

26
3. Kerjasama tim

Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim

yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi,

sinkronisasi dan sinergisme

4. Integritas tinggi.

Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen Kesehatan harus

memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh, dan bermroral

tinggi.

5. Transparan dan akuntabilitas

Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan oleh

Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan secara transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik.

27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

 SKN dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan,

pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta pembangunan

berwawasan kesehatan. SKN merupakan sistem terbuka yang berinteraksi dengan

berbagai sistem nasional lainnya dalam suatu suprasistem, bersifat dinamis dan selalu

mengikuti perkembangan. Oleh karena itu tidak tertutup terhadap penyesuaian dan

penyempurnaan.

 Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan

kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik,

dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya

 kebijakan pembangunan kesehatan terutama

diarahkan pada :

1. Pelayanan kesehatan tanggap darurat bagi masyarakat korban bencana

2. Mobilisasi, penyaluran dan distribusi sumber daya kesehatan dilakukan dalam waktu

sangat segera dan dengan prosedur khusus

3. Penerimaan dan penyaluran bantuan dikoordinasikan oleh instansi teknis

4. Kerjasama lintas program dan lintas sektor serta dengan seluruh pihak terkait baik di

dalam maupun luar negeri di bawah koordinasi instansi teknis

5. Pelaksanaan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana diprioritaskan pada

program yang mempunyai daya ungkit tinggi, kelompok resiko tinggi dan di lokasi

yang bersifat strategis

28
6. Pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan akibat

bencana, diselenggarakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada tanpa

meninggalkan standar dan kode etik profesi.

SARAN
1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara maju untuk

mencapai MDG.

3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan salah satu faktor

penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya

pembangunan kesehatan khususnya di indonesia.

4. Peningkatan pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku

pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan

Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang administrasi pemerintahan

dalam pembangunan kesehatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

 Penulis adalah aktivis di Pusat Pengkajian Kesehatan Surabaya

http://www.suarapembaruan.com

 Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis S2, Deskripsi

Dokumenhttp://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71470&lokasi=l

okaL

 “Paradigma Sehat” dan “Paradigma Sakit”, Written by Ostaf Al Mustafa,

Wednesday, 21 January 2009

 Konsep baru paradigma kesehatan ( Bab 3; epid perencanaan; edited)

Posted on May 5, 2007. Filed under: epid perencanaan

 Jakarta, 16 Desember 1998, Prof Dr. Does Sampoerno, MPH,

http://www.egroups.com/list/public-health/

 Charles Surjadi , Jumat, 5 Februari 1999,

http://www.geocities.com/Vienna/Strasse/2994 Digest artikel :

http://www.findmail.com/list/dokter/date.html NOTE: please turn off the MIME

format and any formatting tags

 Rabu, 25/06/2008 13:46:39, Depkes Harus Ubah Paradigma

30

Anda mungkin juga menyukai