Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dosen Pengampu : Novita Wulandari SKM, M.K.M

OLEH :

NAMA : CAESAR ANUGERAH KRISTA

NIM : 202222005

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

STIKES PANTI WILASA

TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta


memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan
harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu
komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan
gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan
umur angka harapan hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000
kelahiran hidup (2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997)
menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan hidup meningkat dari 65,8
tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun
(Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak
balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004).

Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10
provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di
provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk
miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah
perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat. Angka kesakitan
yang tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat morbiditas lebih
tinggi pada wanita dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit
gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA),
gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran cerna,
penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia juga
menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS,
Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti
malaria dan TBC.

Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas
Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan
kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan

2
keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya
dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua
kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat berjalan
dengan optimal.

Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat
generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat
nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat
kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan
masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu
Obat Asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi
yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan telah
dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat tradisional, kosmetika,
produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal
tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah inefisiensi dan
inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio SDM kesehatan
telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah
masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi pendidikan saat ini, target tersebut
sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter spesialis 5.2, Perawat
108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000 penduduk.

Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya


desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan
antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan,
peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta
struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas
permasalahan :
1)      Bagaimana gambaran kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia saat ini ?
2)      Bagaimana strategi paradigma kesehatan ?
3)      Bagaimana mengetahui sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan ?
4) Bagaimana konsep determinan kesehatan masyarakat ?
5) Bagaimana indikator kesehatan dan contohnya ?
6) Bagaimana metode pengkajian masalah menurut para ahli ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu
mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu
hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic,
kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah,
serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan
tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi
kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi
kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku.
Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden) masalah
kesehatan.
1.    Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan
proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.
2.    Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus
ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3.    Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4.    Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang
cenderung membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan
kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.
Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan
15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini
nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan
mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu,
dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85% seharusnya
diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan
paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang
dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain :
1.    Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial
ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.
2.    Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.

4
3.    Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit
infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular,
sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4.    Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5.    Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6.    Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7.    Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8.    Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga
berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan
kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9.    Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia,
standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk
terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.

Strategi Paradigma Kesehatan


Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia terhadap
informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era
reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar strategis
pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan
kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya
pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah
kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan penekanan
program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan
mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan
agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan
pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan yang
sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma
atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan
meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar
masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.

1.      Paradigma Baru Kesehatan


Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna
tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda
dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi
intensif yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

5
Setelah deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama
(1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari orientasi sakit
ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh :
a.    Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh
penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b.    Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana.
c. Makin jelasnya pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.
Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya secara jelas
mengatakan bahwa “status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata”.
Akan tetapi faktor-faktor lain seperti lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan
terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang
determinan kesehatan tersebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya
pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan perundang-undangan yang
penting dalam Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan
upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN.

2.      Upaya Kesehatan
Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka
panjang dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk
menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih
“efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan (Health
Development Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang diharapkan mampu
menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan
dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun
mendatang.
b.    Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.
c.    Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan
pendekatan pro-aktif.
d.    Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
e.    Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara
penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap
penyakit.
f.    Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak, dan juga melindungi
masyarakat dari pencemaran.
g.    Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungan
masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)
h.    Penggerakan peran serta masyarakat.
i.     Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.
j.     Pendekatan multi sektor dan inter disipliner.
k.    Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan
masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l.     Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

6
Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.

3.      Kebijakan Kesehatan Baru


Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-
preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik
kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang
menitikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit.
Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru perlu didahului dengan
perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan
di masa dating harus mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat
produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap penduduk
memiliki status kesehatan yang cukup.

4.      Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma


Perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak yang
cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehatan yang ada, fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit,
maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya
promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat,
maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau
bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan.

5.      Indikator Kesehatan
Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah indikator positif,
bukan hanya indikator negatif (sakit, mati) yang saat ini masih dipakai. WHO menyarankan agar
indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut :
a.    Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b.    Mengukur kemampuan fisik
c.    Penilaian atas kesehatan sendiri
d.    Indeks massa tubuh

6.      Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan
penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan
bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan
terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual.

7
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotivasi dan memberdayakan
masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system pelayanan
kesehatan yang efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinaan dan teladan
hidup sehat.

7.      Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah
bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan
bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada
pada mereka.

8.      Kesehatan dan Komitmen Politik


Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk
memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa ini masih terasa adanya
anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap pembangunan
sosial ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sektor kesehatan lebih merupakan sektor
konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas,
sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini
tidak akan meningkat.

B.     Determinan Kesehatan Masyarakat

Determinan kesehatan adalah faktor yang menentukan  kesehatan individu atau


masyarakat. Ada beberapa faktor yang menentukan kesehatan menurut Dahlgren dan
Whitehead (1991) dalam policy rainbow (kebijakan pelangi) yang menggambarkan lapisan
pengaruh potensi individu untuk kesehatan.

Faktor tetap :
1. Usia 
2. Jenis kelamin 
3. genetik/keturunan

 Faktor yang berpotensi dimodifikasi


1. faktor  gaya hidup individu
2. sosial dan jaringan komunitas
3. umum sosial-ekonomi
4. budaya dan keadaan lingkungan

8
THE POLICY RAINBOW, DAHLGREN DAN WHITEHEAD (1991)

Policy rainbow menggambarkan individu yang berada di pusat yang dipengaruhi oleh
berbagai lapisan faktor yang menentukan/mempengaruhi kesehatan. ada faktor yang tetap yaitu
usia, jenis kelamin dan keturunan. Usia mempengaruhi kesehatan karena rentang usia yang
berbeda memiliki pemahaman dan respon yang berdeda terhadap perubahan kesehatan yang
terjadi. Begitupula dengan jenis kelamin, jenis kelamin yang berbeda akan memberikan respon
yang berbeda terhadap perubahan kesehatan. Faktor keturunan berpengaruh terhadap
kesehatan karena jika seseorang memiliki penyakit keturunan maka akan terus diturunkan
kepada penerusnya yang akan mempengaruhi kesehatan dan Menunjukan
bahwa pengalaman dalam rahim berhubungan dengan risiko pengembangan penyakit di
kemudian hari.

1.  Lapisan pertama  adalah gaya hidup individu (individual lifestlye factors)


 Gaya hidup dapat mempengaruhi Kesehatan karena keputusan pribadi dan kebiasaan
yang buruk dari sudut pandang kesehatan dapat mengakibatkan penyakit atau kematian, contoh
kebiasaan yang buruk misalnya merokok, minum alkohol, menggunakan narkoba, dan lain-lain.

2.  Lapisan kedua adalah sosial dan jaringan komunitas (social and community networks)
pengaruh faktor sosial dan komunitas dapat memberikan keuntungan terhadap
kesehatan namun juga dapat memberikan efek yang negatif terhadap kesehatan. Keadaan
sosial dan komunitas akan mempengaruhi kesehatan misalnya ada tekanan atau kebiasaan
untuk mulai merokok dari remaja, sehingga timbul anggapan bahwa kebiasaan itu benar. Tetapi
sebenarnya kebisaan itu dapat mengganggu kesehatan.

3.  Lapisan ketiga adalah kehidupan dan kondisi pekerjaan (living and working conditions)
Ada beberapa faktor yang termasuk yaitu pemukiman/perumahan, pelayanan kesehatan,
air bersih dan sanitasi, pengangguran, kondisi di tempat kerja, pendidikan, dan pertanian dan
produksi makanan. Semua itu dapat mempengaruhi kesehatan.
 Dengan pemukiman/perumahan yang baik maka derajat kesehatan orang yang berada di
dalamnya pasti akan baik, sebaliknya jika pemukimannya buruk maka derajat kesehatan orang
yang berada didalamnya akan buruk.

9
 Pelayanan kesehatan,pelayanan kesehatan akan mempengaruhi derajat kesehatan
karena dengan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas maka orang yang dirawat akan
mendapatkan perawatan yang maksimal dan mendapatkan kesembuhan secara total.
 Air dan sanitasi, faktor ini mempengaruhi kesehatan karena jika air dan sanitasi yang
tersedia di lingkungan buruk maka akan menggangu kesehatan.
 Pengangguran, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan mengakibatkan banyak
orang menjadi pengangguran, hal itu menyebabkan banyak orang yang tidak terlayani secara
medis dan mengakibatkan kesehatan mereka terganggu. 
  Kondisi tempat kerja, kondisi tempat kerja mempengaruhi kesehatan, jika tempat kerja
mempertimbangkan kebersihan dan kondisi kesehatan pekerjanya, maka sudah pasti kesehatan
pekerjanya akan baik. 
 Pendidikan, dengan pendidikan yang rendah maka pengetahuan tentang penyakit dan
kesehatan akan rendah, semua itu dapat mempengaruhi kesehatan.
 Pertanian dan produksi makanan, ketersediaan pangan yang baik memberikan pengaruh
terhadap kesehatan karena seperti yang sudah kita tahu bahwa asupan makanan sangatlah
penting bagi tubuh, dengan makanan yang baik maka kesehatan akan terjamin.

4. Lapisan keempat/terakhir adalah sosial-ekonomi, budaya dan keadaan lingkungan.


 Faktor sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan, pekerjaan, dan
keadaan pangan, semua itu menentukan derajat kesehatan seseorang. Contohnya, masyarakat
dengan tingkat ekonomi dan berpendapatan rendah biasanya lebih rentan menderita gizi buruk. 
 Faktor budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu, termasuk sistem
pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan pelayanan kesehatan itu. Yang dapat
mempengaruhi kesehatan individu, misalnya karena keyakinan seseorang terhadap sesuatu hal
yang mengakibatkan tidak tersalurkannya cara pelayanan kesehatan yang baik yang akan
menyebabkan kesehatan orang tersebut terganggu.
 Faktor keadaan lingkungan mencakup semua hal yang berkaitan dengan kesehatan
diluar tubuh manusia. Misalnya makanan, obat-obatan, kosmetik, peralatan, pasokan air,
udara, yang aman dan tidak tercemar. Semua itu harus terjamin karena jika tidak maka akan
mengganggu kesehatan individu.

C.     Indikator Kesehatan dan Contohnya

1. PENGERTIAN INDIKATOR KESEHATAN


Indikator adalah variabel-variabel yang mengindikasi atau memberi petunjuk
kepada kita tentang keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuik mengukur
perubahan. Bentuk-bentuk indikator taitu angka absolute, angka rata-rata (mean,
median, modus), presentase/proporsi, rasio, rate, angka komposit atau indeks.

2. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN INDIKATOR KESEHATAN


Indikator kesehatan harus memenuhi persyaratan indikator secara umum yaitu :
 simple(sederhana), Measurable(dapat diukur), Attributable(bermanfaat), Reliable(dapat
dipercaya), dan Timely(Tepat waktu).

10
Hal lain yang harus diperhatikan dalam penentuan indikator adalah:

1. Indikator yang dihasilkan dari data yang tersedia dan berkualitas


2. Dipilih dengan memperhatikan masukan dari para ahli (expert input judgement) dan
melalui proses yang partisipatif
3. Dirancang untuk dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak yang bervariasi (yang
terkait)
4. Menggambarkan kondisi pada berbagai wilayah geografis

Hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan indikator baru yaitu :

 Penetapan indikator kesehatan nasional mengacu pada indikator kesehatan global


 Penetapan indikator kesehatan provinsi/kabupaten/kota mengacu pada indikator
kesehatan nasional
 Penetapan indikator kesehatan nasional melalui pertimbangan Tim SIK Nasional
 Penetapan indikator kesehatan provinsi/kabupaten/kota melalui Tim SIKDA

Contoh indikator kesehatan ada 4, yaitu :

1. AKI (Angka kematian ibu)

Bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi,


terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi
(making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang
dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam
menyongsong kelahiran yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka
Kematian Ibu dan meningkatkan derajat Kesehatan reproduksi
 
2. AKB (angka kematian bayi)
Manfaatnya untuk mengetahui gambaran tingkat permasalah kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan
antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta
kondisi lingkungan dan sosial ekonomi".
 
3. AKABA (angka kematian balita)
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan
merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak$anak bertempat tinggal
termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akaba kerap dipakai untuk mengidentikasi
kesulitan ekonomi penduduk.
 
4. UHH (usia harapan hidup)
Manfaat mengetahui angka harapan hidup adalah untuk menentukan tingkat
kemakmuran penduduk dalam suatu daerah atau negara.

11
D.     Metode Pengkajian Masalah Menurut Para Ahli

 H.L. Blum

Menurut Hendrik L. Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat kesehatan


masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas
kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan
dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan,
pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.

2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh
kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-
perilaku lain yang melekat pada dirinya.

3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan
pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas
dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas
dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.

4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa
sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan asma
bronehial.

Hendrik L. Blum juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan derajat


kesehatan, yaitu:
1. Life spam: yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau dapat juga
dipandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.
2. Disease or infirmity: yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari
masyarakat.
3. Discomfort or ilness: yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik, kejiwaan
maupun sosial dari dirinya.
4. Disability or incapacity: yaitu ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk
melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.
5. Participation in health care: yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat.
6. Health behaviour: yaitu perilaku manusia yang nyata dari anggota masyarakat secara
langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
7. Ecologic behaviour: yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain, sumber
daya alam, dan ekosistem.

12
8. Social behaviour: yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya, keluarga,
komunitas dan bangsanya.
9. Interpersonal relationship: yaitu kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap
sesamanya.
10. Reserve or positive health: yaitu daya tahan anggota masyarakat terhadap penyakit atau
kapasitas anggota masyarakat dalam menghadapi tekanan-tekanan somatik, kejiwaan, dan
sosial.
11. External satisfaction: yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan
sosialnya meliputi rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi.
12. Internal satisfaction: yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan
dirinya sendiri.

 Lawrence Green

Teori Lawrence Green menggambarkan pola perubahan perilaku kesehatan. Teori


tersebut menyingkat PROCEED dan PRECEDE.

PRECEDE merupakan singkatan dari Predisposing, Enabling, Reinforcing Causes in


Educational Diagnosis and Evaluation. Yaitu arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan
evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Sedangkan untuk PROCEED
merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and
Environmantal Development). PROCEED ini adalah arahan dalam perencanaan, implementasi,
dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan.

Jadi jika Anda ingin menilai suatu perilaku maka gunakanlah PRECEDE. Sedangkan jika
ingin menilai suatu program intervensi baik dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasinya
maka gunakanlah skema PROCEED.

Bagaimanakah Kerangka Teori Lawrence Green?

13
Pada kerangka teori diatas terdapat 8 fase, dimana fase 1 sampai 4 adalah bagian
asesmen atau penilaian, sementara fase 5 sampai dengan fase 8 merupakan implementasi
program hingga penilaian keberhasilan program tersebut.

Menurut Teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor
diluar perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

 Predisposing factors, faktor dari dalam diri yang mencakup pengetahuan, sikap,
kepercayaan, nilai-nilai dan persepsi.
 Enabling factor, atau disebut faktor pemungkin yaitu faktor dari luar yang mencakup
ketersediaan sumber daya, aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, dana dll.
 Reinforcing factor, disebut juga faktor penguat dan pendorong. Mencakup dukungan dari
pihak luar seperti perilaku keluarga, petugas kesehatan, kerabat dll.
Secara umum, kerangka teori Lawrence Green yang digunakan dalam penelitian kesehatan
fokus kepada bagian PRECEDE yaitu Predisposing, Reinforcing dan Enablic Factors.

 Trias Epidemiologi

Epidemiologi (studi tentang penyebaran penyakit) memiliki teori segitiga epidemiologi


dalam melihat suatu kasus penyakit, dalam hal ini kasus COVID-19. Teori ini adalah alat yang
digunakan para ilmuwan untuk mempelajari tiga faktor yang berkontribusi terhadap penyebaran
penyakit: agent eksternal, host yang rentan, dan lingkungan yang mengintegrasikan agent dan
host. Dikarenakan penyakit akibat COVID-19 memerlukan keseimbangan dan interaksi yang
berbeda dengan ketiga faktor ini sehingga masing-masing faktor cukup untuk mengembangkan
manajemen dan tindakan pencegahan yang efektif. Berikut tiga faktor yang memengaruhi
adanya virus yang menyebabkan orang sakit, yaitu:
1. Host (Manusia)
Host tersebut merupakan kita sebagai manusia. Sebagai host, kita juga berbeda dalam
banyak hal. Ada perbedaan genetik dan usia. Akan ada perbedaan hormonal berdasarkan
apakah kita pria, wanita, transgender, atau nonbiner. Kita makan-makanan yang berbeda dan
menjalani gaya hidup yang berbeda juga. Beberapa dari kita minum-minuman beralkohol atau
merokok. Beberapa dari kita memiliki masalah kesehatan yang mendasarinya. Kita menjalani
kehidupan yang berbeda, memiliki pekerjaan yang berbeda, dan mendapatkan penghasilan yang
berbeda. Salah satu dari hal-hal ini dapat memengaruhi apakah kita rentan terpapar COVID-19
dan jika kita terpapar, bagaimana penyakit itu muncul di dalam diri kita.
Faktanya, para ahli awalnya percaya bahwa inang utama virus corona ini berasal dari
hewan, tetapi pada saat di Wuhan tahun 2019, terjadi infeksi pada manusia yang menyebabkan
pandemi. Bagaimanapun, COVID-19 adalah penyakit dari manusia ke manusia. Berbagai faktor
spesifik keadaan manusia, kadang-kadang disebut faktor risiko, yaitu dapat memengaruhi
paparan, kerentanan, atau respons seseorang terhadap patogen. Peluang untuk terjadinya
paparan dipengaruhi oleh kontak antarmanusia. Sedangkan kerentanan dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti komposisi genetik, status gizi dan imunologi, struktur anatomi, adanya penyakit
atau obat-obatan, dan susunan psikologis.

14
2. Agent (Virus)
Agent penyebab awalnya disebut mikroorganisme menular atau patogen: virus, bakteri,
parasit, atau mikroorganisme lainnya. Agent penyebab utama COVID-19 adalah virus corona,
juga dikenal sebagai SARS-CoV-2. Virus ini tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia,
terutama jika terkena panas matahari, dan mati karena panas di atas 65 derajat Celsius. Virus ini
memiliki patogenisitas yang sangat kuat dan sangat virulen. Masa inkubasi virus ini adalah 2
sampai 14 hari. Artinya jika menyerang tubuh manusia selama periode ini, virus akan
menyebabkan gejala penyakit COVID-19.
3. Environment (Lingkungan)
Faktor terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah lingkungan. Ini mencakup aktivitas
apa yang dilakukan orang atau lingkungan tempat mereka berada yang mengekspos mereka
pada virus. Lingkungan juga membentang lebih jauh. Dibutuhkan dalam skala lokal dan nasional
juga.
Lingkungan mengacu pada faktor eksternal yang memengaruhi paparan. Faktor
lingkungan meliputi faktor fisik seperti geologi dan iklim, faktor biologis seperti hewan yang
mentransmisikan agent (virus), dan faktor sosial ekonomi seperti berkerumun, sanitasi, dan
ketersediaan layanan medis. Lingkungan fisik seperti permukiman kumuh mempercepat
penularan virus karena tingginya kontak antarmanusia. Jumlah sarana dan alat kesehatan
(laboratorium) juga menjadi faktor yang berpengaruh. Lingkungan sosial budaya yang dimaksud
adalah adanya peristiwa dan kegiatan yang menghubungkan banyak orang.

15
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan yang
memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu
system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk
mengentaskan kesehatan masyarakat, oleh tenaga kesehatan profesional bersama masyarakat
yang partisipatif.
Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak
semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indikator negatif),
tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indikator
Positif). Nilai indikator positif ini diperoleh sebagai dampak dari upaya kesehatan promotif yang
telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan
biaya upaya promotif yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat
dititik beratkan pada :
1.    Promosi kesehatan, peningkatan vitalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan
terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.
2.    Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.
3.    Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan
masyarakat terhadap pengaruh buruk (melalui perubahan perilaku).
4.    Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua sehat di
tahun 2010, dimana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan
produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya
menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.

B.     Saran
1.    Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
2.    Komitmen dan kerjasama antara negara berkembang dengan negara maju.
3.    Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karena merupakan salah satu faktor penting dalam
upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan
khususnya di Indonesia.
4.    Peningkatan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan
kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-
PKK) di semua jenjang administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Teori Segitiga Epidemiologi: COVID-19 | kumparan.com


Teori HL Bloom dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat - CatatanSehat
Teori Lawrence Green | PDF (scribd.com)
5 Contoh Indikator Kesehatan | PDF (scribd.com)
(99+) Makalah Ilmu Kesehatan Masyarakat | m rs - Academia.edu
INDIKATOR KESEHATAN – FanficYamara (wordpress.com)
Determinan Kesehatan Masyarakat | PDF (scribd.com)

17

Anda mungkin juga menyukai