Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomiserta memiliki peran penting

dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan

adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992

tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan secara

umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan,

prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per

1.000 kelahiran hidup (20022003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per

100.000 kelahiran hidup (2002-2003).

Umur harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan hidup

meningkat dari dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight)

pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi

antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan

bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa

penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan

cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak

dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sepuluh penyakit

dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, ISPA, gangguan

pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit,

sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah

dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit

reemerging diseases seperti malaria dan TBC.

Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan,

perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan

dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas

Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas

di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit.
Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh

masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah

Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan

perorangan belum dapat berjalan dengan optimal.Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat.

Penggunaan obat generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan

obat nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan. Walaupun

demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat

dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan

dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan

makanan telah dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat tradisional, kosmetika,

produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal tenaga kesehatan,

Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar

tentang SDM adalah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio

SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah

masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai.

Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter spesialis 5.2, Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000

penduduk Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan,

permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan

kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman

terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Indikator Kesehatan

Indikator-indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu IMR,CDR, One Expectancy, masih cocok disebut

sebagai indicator kesehatan penduduk. Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah

indicator positif, bukan hanya indicator negatif (sakit,mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar

sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut:

a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang.

b. Mengukur kemampuan fisik

c. Penilaian atas kesehatan sendiri

d. Indeks massa tubuh BMI

INDIKTOR NEGATIF INDIKATOR POSITIF

Kurang sesuai dengan paradigma sehat Lebih mudah Angka kesehatan Angka kesehatan ibu Child survival

diukur Angka kesakitan Angka kematian Angka rate Angka hari produktif Rasio

kematian bayi Angka aborsi Rasio penyuluh/pendudukYears of disability-free life Fat

dokter/pendudukYears of disable life Berat/tinggi badan kevel comsumtion Smoking related health Jumlah

Smoking related diseases Banyaknya air terkontaminasi penyediaan air bersih.

Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan

derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap

pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:

1. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;

2. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;

3. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;

4. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;

5. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;

6. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;

7. Meningkatnya cakupan imunisasi;

8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD),

tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;

9. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;

10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;


11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;

12. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat

tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan;

13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;

14. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang

ditetapkan; dan

15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan.Berdasarkan

Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah

meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan

kesehatan, yaitu :

a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun

b. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup

c. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup

d. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 % menjadi 20%.

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah bertekad untuk menjunjung tinggi nilai-

nilai sebagai berikut

1. Berpihak pada Rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat.

Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa

membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi.

2. Bertindak cepat dan tepat.

Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat harus dilakukan secara cepat. Tindakan yang

cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan intervensi yang

tepat.

3. Kerjasama tim

Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan

menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme

4. Integritas tinggi.

Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran,

berkepribadian yang teguh, dan bermroral tinggi.


5. Transparan dan akuntabilitas

Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan oleh Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan

secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik.

B. Masalah Kesehatan

Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian

secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada

bayi dan anak-anak, GAKY terutama didaerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok

mahasisiwa, anak-anak usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana mempertahankan dan

meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secarasungguh-sungguh karena

dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia

Indonesia di masa yang akan datang.

Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi

demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini padadasarnya telah

menciptakan bebab ganda (double burden) masalah kesehatan.

1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi

kelompok usia lanjut sermentara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.

2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah

dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.

3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.

4. Tansisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung

membawa risiko.

Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai

dengan adanya perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah

kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit . Di negara kita mereka yang mempunyai

penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini

nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di

antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran,

peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu

mendapatkan upaya promosi kesehatan.Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu

perubahan paradigma dan konsep pembagunan kesehatan.

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain:
1) Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah

meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar

perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi.

2) Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.

3) Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi

menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia

menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)

4) Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.

5) Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.

6) Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.

7) Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.

8) Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga

berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas

sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.

9) Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi,

penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli

Indonesia, dan sistem informasi.

C. Era Kebangkitan Kesehatan

Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang

diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari penelitian. Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan

kesehatan maka memasuki era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar

sdtrategis pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung

menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat

Indonesia.

Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah kesehatan di waktu yang lalu,

memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan

penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.

Untuk membentuk manusia Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus

berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan

pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak biasa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.

Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula

menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah
upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi

dalam pembangunan.

Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan

dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai virtue,

sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata

yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan

urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga

berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab

penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU

kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsure hidup produktif social dan ekonomi.Definisi terkini yang

dianut di beberapa negara maju seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana

atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif

D. Paradigma Baru Kesehatan

Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para

ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan

masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang

karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Setelah deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama (1991) para ahli kesehatan

dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain

disebabkan oleh:

a. Transisi epidemiology pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh penyakit

infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.

b. Perubahan konsep dari Cartesian ke holistic fiosofi.

c. Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana

d. Makin jelasnya pemahaman kita tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.

Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya secara jelas mengatakan bahwa

status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata. Akan tetapi factor-faktor lain seperti

lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan

pemahaman dan pengetahuan tentang determinan kesehatan trsebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan

dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan perundang-undangan yang penting
dalam Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif

sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN

E. Model Pembinaan Kesehatan

Upaya Kesehatan Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang

dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II program

kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih efektif yaitu program kesehatan yang mempunyai

model-model pembinaan kesehatan (Health Developmenn Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang

sdiharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan

dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.

b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.

c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan

pendekatan pro-aktif.

d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh

(Peningkatan vitalitas). Pendusuk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.

f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari

pencemaran.

g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat

terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)

h. Penggerakan peran serta masyarakat.

i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.

j. Pendekatan multi sector dan inter disipliner.

k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas

(tidak merokok di tempat umum).

l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit.

Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dbandingkan dengn

upaua kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dalaam menangani kesehatan

penduduk yang berarti program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar

penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampur setiap terobosan baru perlu didahului dengan

perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa datang harus
mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus

dapat mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.

Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma Perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan

dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehaan yang ada,

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung

terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered,

partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu

dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan

kesehatan.

Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi

pada upaya pencegahan.

Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan

penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan

pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak

individual.

Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotifasi dan memberdayakan masyarakat, mampu

melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif,

mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinan dan teladan hidup sehat. Dalam pembinaan dan pemberdayaan

mayarkat yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan

bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan yang memandang masalah

kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan

pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh tenaga kesehatan

professional bersama masyarakat yang partisipatif Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat

kesehatan masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indicator

negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indicator Positif).
Nilai indicator positif ini diperoleh sebagai dampakdari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan

oleh tenaga kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai.

Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik beratkan pada:

1. Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap

penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.

2. Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.

3. Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat

terhadap penganruh buruk (melalui perubahan perilaku).

4. Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.

Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010, diamana

mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif

dan preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.

B. Saran

1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia.

2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara maju untuk mencapai MDG.

3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya

peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di Indonesia.

4. Peningkatan pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan,

khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang

administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.

5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus diarahkan pada upaya bagaimana

membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.

Anda mungkin juga menyukai