Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat bertahan
hidup dan melakukan aktivitas. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah
untuk mendirikan layanan kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses
kebutuhan kesehatan. Layanan kesehatan salah satu jenis layanan publik
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Pemerintah
mendirikan lembaga kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah
dan Rumah Sakit Umum Pusat. Lembaga kesehatan yang sering diakses oleh
masyarakat adalah Puskesmas. Keterbatasan fasilitas yang ada pada puskesmas,
membuat masyarakat memilih rumah sakit umum daerah menjadi rujukan untuk
mengakses layanan kesehatan. Rumah sakit adalah tempat untuk melakukan
upaya meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki keunikan
tersendiri karena selain sebagai unit bisnis, usaha rumah sakit juga memiliki misi
sosial yang berperan penting dalam hal kesehatan masyarakat.
Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220
obat. Penggunaan obat generik dan obat tradisional cenderung mengalami
kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional telah dipenuhi dalam negeri.
Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan. Walaupun
demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih
belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat .
Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir
semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM
adalah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah
kesehatan. Dan dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan
diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah
kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas
SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi,
terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi
kesehatan yang tidak konsisten.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana belanja pemerintah untuk kesehatan di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi kesehatan di Indonesia?
3. Bagaimana jaminan kesehatan di Indonesia?

1
4. Bagaimana kasus yang berkaitan dengan BPJS?
5. Apakah yang dimaksud dengan Obama Care?
6. Bagaimana Perbandingan Jaminan Kesehatan di Indonesia dengan Negara
Lain?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui belanja pemerintah untuk kesehatan di Indonesia
2. Untuk mengetahui kondisi kesehatan di Indonesia
3. Untuk mengetahui jaminan kesehatan di Indonesia
4. Untuk mengetahui kasus yang berkaitan dengan BPJS
5. Untuk mengetahui Obama Care
6. Untuk mengetahui Perbandingan Jaminan Kesehatan di Indonesia dengan
Negara Lain

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Belanja Pemerintah Untuk Kesehatan di Indonesia

Struktur besar APBN terdiri dari penerimaan, belanja dan pembiayaan.


Pendapatan negara di tahun 2019 dirancang dengan target yang optimal namun
tetap realistis sehingga dapat mendorong redistribusi pendapatan serta menjaga
iklim investasi yang sehat. Pada tahun 2019, total penerimaan negara ditargetkan
sebesar Rp 2.165,1 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.786,4 triliun,
penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 208,8 triliun serta Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditargetkan Rp 378,3 triliun. Kontribusi
penerimaan negara terbesar dari penerimaan perpajakan yaitu sebesar 82,5 persen.
Walaupun dijadikan sebagai sumber utama penerimaan negara, pajak akan
dijadikan instrumen untuk mendorong peningkatan iklim investasi dan daya
saing.Total belanja negara pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 2.461,1 triliun. Dari
total tersebut, tercatat belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.634,3 triliun. Jumlah
tersebut terdiri atas belanja Kementerian /Lembaga (K/L) sebesar Rp 855,4 triliun
dan belanja non K/L sebesar Rp 778,9 triliun.Belanja pemerintah pusat tersebut
akan dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui peningkatan
kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), penguatan infrastruktur, peningkatan
efektivitas program perlindungan sosial, pelaksanaan agenda demokrasi,
penguatan birokrasi yang efisien dan efektif, serta antisipasi ketidakpastian
termasuk mitigasi risiko bencana.
Pemerintah menjaga pemenuhan anggaran kesehatan 5 persen dari APBN
atau sebesar Rp 123,1 triliun Ini sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang diarahkan untuk meningkatkan
akses dan kualitas layanan kesehatan. Pemerintah melakukan perbaikan

3
pembangunan bidang kesehatan, antara lain dengan melakukan peningkatan
kualitas dan ketersediaan tenaga kesehatan, penguatan program promotif dan
preventif dengan mendorong pola hidup sehat. Untuk menjaga stabilitas kesehatan
nasional, dilakukan perluasan Penerima Bantuan Iuran dalam rangka Jaminan
Kesehatan Nasional yang akan diberikan kepada 96,8 juta jiwa. Di bidang
infrastruktur kesehatan, akan dilakukan pembangunan rumah sakit di daerah yang
dibiayai melalui skema kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha.Sementara itu,
dari total belanja negara, akan dilakukan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) sebesar Rp 826,8 triliun. Pengalokasian TKDD tersebut
diharmonisasikan dengan kebijakan belanja kementerian/lembaga, dan diarahkan
untuk dikelola berdasarkan prinsip value for money. Hal ini dilaksanakan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, sekaligus mengurangi
kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah.Dalam TKDD juga
termasuk alokasi Dana Alokasi Umum tambahan untuk pendanaan kelurahan
sebesar Rp 3,0 triliun yang ditujukan bagi 8.212 kelurahan di seluruh
kabupaten/kota untuk pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan
pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, APBN juga semakin adil karena
akan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

2.2 Kondisi Kesehatan di Indonesia


Sehat merupakan hak asasi setiap warga negara yang diatur dalam
konstitusi Indonesia. Tidak hanya sebagai hak, "sehat" menjadi kewajiban negara
karena sejatinya komponen tersebut merupakan investasi penting bagi suatu
bangsa. Kini rakyat Indonesia mengalami empat transisi masalah kesehatan yang
memberikan dampak "double burden" alias beban ganda. Keempat transisi
tersebut adalah transisi demografi, epidemiologi, gizi, dan transisi perilaku.
Transisi demografi ditandai dengan usia harapan hidup yang meningkat,
berakibat penduduk usia lanjut bertambah dan menjadi tantangan tersendiri bagi
sektor kesehatan karena meningkatnya kasus-kasus geriatri. Sementara itu,
masalah kesehatan klasik dari populasi penduduk yang bayi, balita, remaja, dan
ibu hamil tetap saja belum berkurang.
Transisi epidemiologi datang dengan dua kelompok kasus penyakit, yaitu
penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular seperti
tuberkulosis, malaria, demam berdarah, diare, cacingan, hepatitis virus, dan HIV
tetap eksis dari tahun ke tahun. Di sisi lain, penyakit tidak menular yang
berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, gagal
ginjal, stroke dan kanker, kasusnya makin banyak dan menyerap dana kesehatan
dalam jumlah yang tidak sedikit.
Transisi ketiga terjadi pada sektor gizi. Di satu sisi kita berhadapan dengan
kasus penduduk gizi lebih (kegemukan/ obesitas), sementara kasus gizi kurang
masih tetap terjadi. Transisi keempat adalah pada pola perilaku (gaya hidup).
Perilaku hidup "modern", atau lebih tepatnya "sedentary" mulai menjadi

4
kebiasaan baru bagi masyarakat. Gaya hidup serba instan, termasuk dalam
memilih bahan pangan, dan kurang peduli aspek kesehatan, sementara sebagian
yang lain masih percaya mitos-mitos yang diwariskan berkaitan dengan sakit-
sehatnya seseorang.
Dari keempat transisi tersebut, yang paling berat membebani kita saat ini
adalah peningkatan prevalensi penyakit tidak menular. Dulu, penyakit jantung,
pembuluh darah, gagal ginjal, stroke, hipertensi, kencing manis, kanker, dan
lainlain penyakit kronis akrab dengan populasi penduduk kaya. Kini, penduduk
dengan penghasilan menengah ke bawah juga sudah banyak yang mengalami sakit
serupa.Guru besar administrasi kesehatan dari Universitas Berkeley Henrik L
Blum menyatakan bahwa ada empat faktor yang memengaruhi status kesehatan
manusia/rakyat, yaitu lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan
genetik/keturunan.
Secara sederhana, Hodgetts dan Cascio membagi dua pelayanan
kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan
perorangan. Pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh ahli kesehatan
masyarakat, dengan perhatian utama pada upaya memelihara kesehatan rakyat dan
mencegah penyakit. Pelayanan kesehatan berikutnya adalah layanan kesehatan
perorangan yang tenaga pelaksana utamanya adalah dokter, dengan perhatian
utama pada penyembuhan dan pemulihan penyakit. Sasaran utama adalah
perorangan dan keluarga. Jenis layanan ini menurut Hodgetts dan Cascio kurang
memperhatikan aspek efisiensi. Beberapa penyakit seperti insfeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), turbekulosis, dan diare kini sudah digantikan oleh
penyakit, seperti diabetes, stroke, penyakit jantung, dan penyakit kardiovaskular
lainnya.Penyakit-penyakit tersebut diidap bukan berasal dari penularan, melainkan
pola hidup tidak sehat dari masyarakat itu sendiri.
Beberapa tahun terakhir, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan pun membayarkan klaim rumah sakit sebesar 30 persen dari total
anggaran keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular. Penyakit tidak menular
tersebut bisa dibilang disebabkan oleh masyarakat yang “menyakiti dirinya
sendiri” dan tidak peduli dengan kesehatan diri yang akan berdampak pada masa
depan. Sebut saja merokok yang tiada henti, makan terlalu banyak dan asal
makan, ditambah malas berolahraga atau berkegiatan fisik.Jika pola hidup seperti
itu dilakukan terus menerus setiap hari, tinggal tunggu waktu saja akumulasi
penyakit menumpuk dan berdampak pada tubuh.
Pada Forum Pangan Asia Pasifik yang diadakan beberapa waktu lalu,
beberapa pemangku kepentingan yang hadir sepakat bahwa sebagian besar
masyarakat di Indonesia dan juga dalam skala global, tidak memahami makanan
apa yang dimakannya. Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan masalah gizi
di Indonesia, baik itu kelebihan gizi yang menyebabkan obsesitas maupun
kekurangan gizi yang menyebabkan kekerdilan pada anak atau “stunting”, bukan
hanya karena keterbatasan pangan melainkan juga pengetahuan terhadap

5
kandungan gizi dalam makanan. Prevalensi anak dengan kekerdilan di Indonesia
saat ini 27,5 persen. Memang menurun dari tahun-tahun sebelumnya, namun
masih jauh dari standar minimum Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang
menetapkan di angka 20 persen.Anak yang mengalami “stunting” tidak hanya
terhambat pertumbuhan fisiknya, tetapi juga terhambat perkembangan otaknya
yang menyebabkan kecerdasan intelektualnya rendah.Sebanyak 27,5 persen balita
di Indonesia mengalami pertumbuhan fisik yang terhambat dan IQ rendah.Menkes
Nila menyebut masalah obesitas dan kekerdilan di Indonesia ini sebagai beban
ganda. Balita dengan kekerdilan, masalahnya pada ketahanan pangan suatu
daerah. Turbekulosis dan diare, penyebabnya karena lingkungan rumah yang tidak
sehat dan akses terhadap air bersih.
Dalam indeks kesehatan global terakhir, Indonesia berada di posis ke 101
dari 149 negara menurut laporan The Legatum Prosperity Index 2017.
Dibandingkan negara ASEAN lainnya pun posisi Indonesia masih keteteran.
Thailand menempati posisi 35. Sedang Malaysia menempel Thailand di posisi 38.
Indonesia bahkan kalah dari Vietnam yang berada di posisi 69 atau Laos di posisi
94.
2.3 Jaminan Kesehatan di Indonesia
2.3.1 Pengertian BPJS
Pengertian BPJS Kesehatan ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan ) adalah badan hokum publik yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden dan bertugas sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan
Nasional ( JKN ) bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS Kesehatan
sendiri sebelumnya bernama Askes( Asuransi Kesehatan ) yang dikelola
oleh PT Askes Indonesia ( Persero ). Perubahan nama ini sejak tanggal 1
januari 2014 sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.Yang
wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah setiap warga negara
Indonesia dan warga asing yang bekerja di Indonesia minimal selama 6
bulan. Aturan ini tertuang dalam pasal 14 UU tentang BPJS.
Bagi Perusahaan wajib mendaftarkan pekerja atau karyawannya
sebagai peserta BPJS Kesehatan. Sedangkan masyarakat yang bukan
pekerja atau karyawan sebuah Perusahaan wajib mendaftarkan diri beserta
anggota keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan. BPJS kesehatan
juga memiliki landasan hukum yang mengaturnya antara lain UUD 1945,
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, dan UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 5 ( Ayat 1 ) danPasal 52.
2.3.2 Kelebihan BPJS
 Murah
Kelebihan pertama dari BPJS Kesehatan adalah biaya atau iuran yang
murah meriah. Meskipun murah, layanan yang bias didapat peserta
dianggap tidak murahan. Biaya atau iuran pada BPJS Kesehatan ini

6
memang terbilang murah. Bagaimana tidak, hanya dengan premi per-
bulan, untuk kelas 1 sebesar Rp 59.000, kelas 2 sebesar Rp49.500, dan
kelas 3 sebesar Rp25.000, seseorang sudah bias mendapatkan layanan
atau perlindungan kesehatan dari pemeriksaan, rawat inap,
pembedahan, obat dan lain sebagainya secara cuma-cuma. Dari berita
dan kabar yang ada, bahkan cuci darah dan biaya persalinan bias
didapat oleh peserta dengan gratis.
 Wajib
BPJS Kesehatan yang diselenggarakan langsung dari pemerintah atau
Negara ini memang sebuah program yang diwajibkan kepada seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan ada Undang-Undang dan
peraturan pemerintah
 Tanpa Medical Check Up
Apabila Anda mendaftar pada asuransi kesehatan swasta, maka Anda
akan dikenai medical check up terlebih dahulu. Dan bila Anda terkena
penyakit kritis dan sudah berumur di atas 40 tahun, maka premi Anda
akan menjadi semakin mahal. Kemungkinan terburuk seperti
pengajuan polis yang ditolak juga sangat mungkin terjadi. Namun,
bila Anda mendaftar BPJS, di umur berapa pun Anda boleh mendaftar
dan tanpa adanya medical check up bahkan bayi yang masih dalam
kandungan saja bisa di daftarkan.
 Dijamin Seumur Hidup
Sepertinya hanya BPJS yang berani menanggung proteksi peserta
hingga seumur hidup. Dalam pengamatansejauh ini, diketahui asuransi
swasta hanya bias melindungi pesertanya maksimal pada usia 100
tahun, itupun belum ada orang yang memberikan testimony atau kabar
ada asuransi yang berani menanggung hingga umur 100 tahun
tersebut.
 Tidak Ada Pengecualian
Terakhir, kelebihan BPJS Kesehatan adalah tidak adanya
pengecualian. Dalam pendaftaran asuransi swasta, seseorang yang
sudah terkena penyakit kronis memang bias saja akan mengalami
penolakan. Kalaupun diterima, premi yang dibebankan akan mahal
atau bahkan polis bias ditolak kalau muncul kebohongan. Klaim dana
juga bias jadi sangat sulit ketika Anda dianggap melakukan
pembohongan saat mendaftar. Nah, di BPJS Anda bias mendaftar
tanpa ada ditanyakan penyakit yang telah diderita oleh peserta.

2.3.3 Kekurangan atau kelemahan BPJS


 Metode Berjenjang
Kekurangan pertama dari BPJS Kesehatan adalah adanya metode
berjenjang saat melakukan klaim. Di BPJS, di luar keadaan darurat,

7
peserta memang diharuskan memeriksakan penyakitnya ke faskes 1
terlebih dahulu. Faskes 1 ini sendiri berupa puskesmas atau klinik.
Setelah dari di faskes 1 dan pasien memang dirasa harus kerumah
sakit, maka pasien atau peserta BPJS baru bisa kerumah sakit yang
bekerjasama dengan BPJS. Namun di asuransi lain, Anda bisa
langsung memeriksakan sakit ke rumah sakit yang sudah
bekerjasama.
 Hanya Indonesia
Layanan kesehatan BPJS memang hanya bisa melindungi diri di
wilayah Indonesia saja. Berbeda dengan asuransi swasta yang bisa
memproteksi kesehatan pesertanya di rumah sakit yang bekerjasama
hingga di seluruh dunia.
 Antri Sana sini
Ketika akan mendaftar atau akan melakukan pengubahan data di
kantor BPJS, maka kita harus bersiap dengan antrian yang panjang.
Tidak hanya itu, ketika peserta BPJS akan berobat ke rumah sakit
pun, peserta harus menghadapi antrian panjang juga.
 Jarang Mendapatkan Kelas 1
Kekurangan BPJS Kesehatan adalah tidak adanya kesempatan untuk
mendapat fasilitas kelas 1. Meskipun peserta telah mendaftar pada
kelas 1 dan 2 namun pada kenyataan di lapangan memang terjadi hal
yang tidak sesuai. Mereka para peserta BPJS Kesehatan ini sering
mendapat fasilitas kelas 3.
2.3.4 Permasalahan BPJS
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan
Rachmayanti (2018) terkait Identifikasi penyebab rendahnya kepesertaan
jkn pada Pekerja sektor informal di kawasan pedesaan bahwa penyebab
rendahnya kepemilikan kartu JKN dibedakan menjadi penyebab yang
dapat ditangani (manageable) yang terdiri dari rendahnya pengetahuan
masyarakat, kurangnya sosialisasi, kurangnya media promosi kesehatan
dan kepala keluarga kurang menyadaripentingnya JKN. Sedangkan
penyebab yang tidak dapat ditangani (unmanageable) yakni pendidikan
masyarakat yang rendah. Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk
menangani akarpermasalahan tersebut antara lain Memberikan edukasi
kepada masyarakat terkait kepemilikan JKN bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, perangkat desa, puskesmas, dan bidan desa. Meningkatkan
ketersediaan media sosialisasi yang sesuai dengan masyarakat dengan
masyarakat lebih mudah dalam memahami JKN. Selain itu bisa secara
aktif membentuk kader JKN di Desa Payaman untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terkait JKN.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi dan Nurcahyanto
(2016) terkait EFEKTIVITAS PROGRAM BPJS KESEHATAN DI

8
KOTA SEMARANG (Studi Kasus pada Pasien Pengguna Jasa BPJS
Kesehatan di Puskesmas Srondol) bahwa :
1. Efektivitas Program BPJS Kesehatan di Kota Semarang
Untuk indikator pemahaman program dan indikator tujuan program
BPJS Kesehatan termasuk dalam indikator efektif atau dapat dikatakan
efektif. Nilai rata-rata untuk indikator pemahaman program yaitu 3,06 dan
indikator tujuan program 2,87. Untuk indikator ketepatan sasaran dan
perubahan nyata diperoleh hasil sangat efektif. Nilai ratata untuk indikator
ketepatan sasaran yaitu 3,45 dan indikator perubahan nyata sebesar 3,51.
Sedangkan untuk indikator sosialisasi program, berdasarkan analisis data
termasuk dalam indikator kurang efektif dengan nilai rata-rata 1,83.
Berdasarkan hasil dari kelima indikator (sosialisasi program, pemahaman
program, ketepatan sasaran, tujuan program dan perubahan nyata) dapat
disimpulkan bahwa efektivitas program BPJS Kesehatan di Kota
Semarang (studi kasus pada pasien pengguna jasa BPJS Kesehatan di
Puskesmas Srondol) adalah efektif dengan nilai 2,88.
2. Faktor Penghambat dalam efektivitas program BPJS Kesehatan di
Kota Semarang.
Kesesuaian antara tiga unsur pelaksanaan program (program,
pemanfaat, dan organisasi) belum berjalan dengan baik dan output yang
belum sesuai dengan harapan menjadi salah satu faktor yang penghambat
dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kota Semarang.Selian itu
menurut pendapat responden yang menjadi faktor penghambat efektivitas
program BPJS Kesehatan adalah sosialisasi program, kualiatas pelayanan
dan tarif iuran BPJS Kesehatan.

2.4 Kasus yang Berkaitan dengan BPJS


Sopiah warga Kecamatan Beji, Kota Depok tumpah seketika saat mendatangi
Kantor BPJS Kesehatan kota Depok. Kedatangannya untuk meminta pelayanan
kesehatan bagi sang suami, seolah tak berbuah hasil. Bersama puluhan warga
Depok lainnya yang mengatasnamakan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota
Depok, Sopiah meminta keadilan, kebijaksanaan yang memihak bagi sang suami.
Sopiah punya alasan tersendiri mengapa berunjuk rasa ke kantor BPJS Depok.
Sejak suaminya sakit jantung dan dirawat di RSUD Kota Depok beberapa waktu
lalu, pelayanannya terpaksa harus dihentikan pihak rumah sakit. Pasalnya, sang
suami, sudah dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS Kesehatan gara-gara
menunggak bayar iuran selama setahun.
Slamet memang sempat terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan Mandiri
kelas III. Namun, di tengah jalan dia tak mampu membayar iuran jaminan
kesehatan tersebut. Alasannya sederhana. Boro-boro untuk membayar iuran,
untuk makan sehari-hari saja dia dan keluarganya merasa kesulitan.Unjuk rasa
Sopiah dan puluhan warga yang peduli terhadap kasus kesehatan di Depok ini

9
merupakan kali kedua. Sebelumnya, pada Senin Sopiah dan massa DKR lainnya
menggelar aksi serupa. Namun, aksi terpaksa harus dihentikan karena koordinator
DKR yakni Roy Pangharapan harus diamankan aparat kepolisian atas dugaan
mengganggu keamanan.
Pada unjuk rasa kedua ini, Sopiah masih menuntut hal yang sama. Dia ingin
suaminya diberikan pelayanan kesehatan dan memperoleh fasilitas BPJS
meskipun kepesertaannya nonaktif. Dia berdalih, prinsip gotong royong yang
digaungkan pihak BPJS belum menyentuh secara langsung pada masyarakat yang
membutuhkan.Selaku warga tidak mampu, Slamet yang turut dalam unjuk rasa
tanpa daksa dan datang dengan dipapah mengaku tidak bisa membayar tunggakan
BPJS yang mencapai Rp1,3 juta. Keluarganya bersikukuh agar pemerintah dapat
memberikan kebijaksanaan memutihkan tunggakan tersebut.Roy mengatakan
pembayaran tunggakan Rp1,3 juta yang harus dibayarkan oleh Slamet bisa saja
menggunakan uang iuran atau penggalangan dana dari masyarakat.
Namun, kata dia, pihaknya ingin pemerintah mencermati bahwa masih
banyak warga miskin yang perlu pelayanan kesehatan tanpa harus menanggung
beban.Pada kesempatan yang sama, Kepala BPJS Kesehatan Kota Depok Betsy
Roeroe mengungkapkan peserta yang menunggak pembayaran iuran tidak bisa
diputihkan dari tunggakan begitu saja karena ada regulasi yang mengatur hal
tersebut.Dia memberikan contoh kasus yang menimpa Slamet Riyadi.  Slamet
yang saat ini dinyatakan sebagai peserta nonaktif tidak bisa memperoleh layanan
BPJS Kesehatan. Suami dari Sopiah ini harus melunasi tunggakan terlebih dahulu
untuk mengaktifkan kembali kepesertaannya. Betsy sadar betul bahwa Slamet dan
masih banyak warga lainnya yang merupakan peserta mandiri tidak mampu
membayar tunggakan. Dengan begitu, kepesertaannya bisa digantikan menjadi
peserta penerima bantuan iuran yang ditanggung pemerintah. Menurutnya, apabila
warga memang tidak mampu atau tergolong sebagai warga miskin, pihaknya akan
berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencarikan solusi kasus
tersebut. Bagaimanapun, kewajiban pemutihan tunggakan peserta bukan
wewenang BPJS. Saat ini, jumlah peserta BPJS Kesehatan di Depok mencapai
sekitar 950.000 orang.
Berdasarkan catatan Bisnis, pada akhir 2015 terdapat sekitar 112.842 warga
Depok yang sebelumnya tercatat sebagai peserta Jamkesda sudah resmi menjadi
peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran secara terintegrasi. Anggota
Jamkes Watch Iwan Kusmawan menyesalkan perlakuan BPJS Kesehatan Kota
Depok yang dinilai tidak memihak masyarakat miskin. Tindakan pejabat BPJS
tersebut, baik berupa aksi represif terhadap pengunjuk rasa maupun pasien, tidak
patut dilakukan. Menurut dia, pelayanan kesehatan harus dinomor satukan. Baru
setelah itu, persoalan administrasi bisa diselesaikan seadil dan sebijak mungkin.
Bagaimanapun, diselenggarakannya layanan BPJS tak lain adalah untuk
membantu masyarakat kecil mendapatkan hak kesehatan yang layak.

10
2.5 Obama Care
Obama care adalah Undang Undang Layanan Kesehatan yang dicetuskan oleh
Presiden Obama tahun 2010 dan disahkan tahun 2012. Resminya bernama The
Patient Protection and Affordable Care Act of 2010 (ACA atau Undang Undang
Perlindungan Pasien dan Layanan Kesehatan yang terjangkau). Nama Obamacare
diciptakan oleh pengkritik Presiden Obama dalam usahanya mereformasi sistem
layanan kesehatan di Amerika.
ACA itu sendiri memiliki beberapa tujuan antara lain.

1. Memperluas perlindungan pasien.


2. Membuat asuransi kesehatan lebih terjangkau.
3. Meingkatkan kualitas asuransi dan perawatan kesehatan.
4. Menekan biaya perawatan kesehatan.

ACA berupaya untuk mencapai hal ini dengan memperluas keterjangkauan,


kualitas, dan ketersediaan asuransi kesehatan swasta dan publik melalui
perlindungan konsumen, peraturan, subsidi, pajak, pertukaran asuransi, dan
reformasi lainnya. Sayangnya di lapangan, UU ini mendapati banyak
permasalahan. Beberapa di antaranya yakni tidak terjadinya transisi yang baik dari
mereka yang sebelumnya baru bergabung pada Medicaid menuju pembeli umum
perlindungan kesehatan pada Obamacare, dan mahalnya rencana perlindungan
kesehatan Obamacare bagi masyarakat kelas menengah. Untuk masalah Medicaid,
awalnya diharapkan orang yang bergabung di Medicaid seiring dengan kenaikan
pendapatan mereka, dapat beralih pada rencana umun perlindungan kesehatan di
Obamacare. Tetapi tidak berjalan dengan baik karena pendaftar Medicaid
membludak yang membuat anggaran negara Amerika menjadi terancam.
Di lain sisi, premi yang mahal yang harus dibayar oleh masyarakat kelas
menengah membuat program ini jauh dari proyeksi awal. Pada tahun 2016,
berdasarkan keterangan Congressional Budget Office (CBO), hanya sekitar 12
juta keluarga yang ikut dalam program ini dan diproyeksikan akan mencapai 19
juta keluarga di 2020 dan akan menurun pada 2025. Bandingkan dengan proyeksi
mereka yang ikut dalam Medicaid di bawah ACA yang akan mencapai 15 juta
keluarga. Proses subsidi silang yang diharapkan kemudian menjadi tidak berjalan
di program ini.
Masih ditambah dengan denda untuk mereka yang tidak memiliki
perlindungan asuransi terlalu sedikit untuk mendorong masyarakat kelas
menengah AS bergabung dalam program ini. Seiring dengan sedikitnya pendaftar,
hal itu kemudian membuat perusahaan asuransi secara perlahan mundur dari
partisipasi mereka di program Obamacare.
Terlepas dari kekurangan yang ada, Obamacare menjadi populer karena UU
ini melarang perusahaan asuransi untuk menolak perlindungan kesehatan pada
orang-orang dengan kondisi kesehatan yang sudah mereka miliki seperti diabetes,
kehamilan, atau bahkan kanker.

11
Polemik Obama Care
Obamacare sesungguhnya memiliki tujuan yang mulia. UU ACA ingin
menjangkau sekitar 15 persen dari masyarakat AS yang belum tersentuh oleh
asuransi kesehatan, mereka yang tidak mendapat asuransi dari para pemberi kerja
dan tidak dilindungi oleh program kesehatan AS untuk lansia dan mereka yang
miskin (Medicare dan Medicaid).
UU ACA mewajibkan semua masyarakat AS untuk memiliki asuransi
kesehatan. Dan untuk mencapai hal itu, UU ini menawarkan subsidi guna
perlindungan kesehatan yang lebih murah dan mengurangi biaya asuransi dengan
membawa orang-orang muda dan lebih sehat bergabung ke dalam sistem
perlindungan medis. Pada akhirnya, UU ini bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan pengeluaran perawatan kesehatan di Negeri Paman Sam tersebut,
sebab saat ini tingkat pengeluarannya merupakan yang tertinggi di dunia.

2.6 Perbandingan Jaminan Kesehatan di Indonesia dengan Negara Lain


Sistem pembiyaan kesehatan sangat bervariasi di tiap negara, tergantung
pada pemerintahan tiap negara dalam menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
dan asuransi kesehatan. Sistem pembiayaan kesehatan tiap negara ini berbeda
karena adanya perbedaan karakteristik penduduk, pemasukan negara, ekonomi
dan geografis.
Perbandingan jasa pelayanan kesehatan di Indonesia dengan negara lain:
1. Inggris
Sistem kesehatan di Inggris dikenal dengan istilah National Health
Service (NHS), yaitu suatu sistem kesehatan yang didanai dan di kelola
oleh pemerintah secara nasional yang sebagian besar bersumber dari pajak
umum (tax-funded). Efisiensi biaya adalah tema utama NHS yang
bertujuan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan yang sudah ada seperti
meningkatkan jumlah dokter yang bekerja di Inggris untuk menjamin lebih
banyak pasien yang dilayani, daftar tunggu akan menjadi lebih pendek,
dan peningkatan pelayanan secara keseluruhan (Rahmawati, 2010). Inggris
juga memberi kesempatan pada warganya untuk membeli pelayanan
kesehatan tambahan melalui asuransi swasta. NHS yang diterapkan di
Inggris merupakan sebuah sistem jaminan kesehatan berbasis pajak.
Pembiayaan untuk NHS didanai oleh pajak yang diberikan kepada
Departemen Kesehatan oleh parlemen. NHS memberikan secara gratis
hampir semua jenis pelayanan kesehatan, seperti pemeriksaan kehamilan,
perawatan gawat darurat, dan lain-lain, kecuali yang memerlukan
pembayaran hanya sedikit, seperti obat yang diresepkan, pengobatan gigi,
dan mata.
Sumber pendanaan dari NHS sebagian besar besar dibiayai oleh
pemerintah sebanyak 85% dari pendapatan pemerintah yang berasal dari
pajak. Pendanaan untuk NHS datang dari Kementerian Keuangan melalui

12
Departemen Kesehatan selanjutnya Sekretaris Negara memutuskan
bagaimana dana tersebut akan dihabiskan dan bertanggungjawab kepada
parlemen untuk kinerja keseluruhan dari NHS di Inggris. Anggaran yang
ditetapkan pada tahun 2015/2016 adalah sebanyak £ 115.400.000.000.
NHS menerpakan sistem pembayaran prospektif dimana pembayaran
dilakukan sebelum seseorang sakit atau sebelum mendapat pelayanan
kesehatan
Model pelayanan kesehatan dilaksanakan dalam NHS ini adalah
model sistem pembiayaan nasional. NHS menggunakan sistem pendanaan
yang bersifat sentralistik dengan prinsip ekuitas berdasarkan kebutuhan
serta status kesehatan setempat, sedangkan pelayanan yang diberikan
bersifat desentralistis dengan dokter umum sebagai gate keeper yang
bukan pegawai negeri. Selain itu, penggunaan dana NHS sebagian besar
dialokasikan untuk program-program yang memiliki hasil baik yang
tinggi, misalnya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Sistem NHS ini tidak
sepenuhnya sistem asuransi karena tidak ada premi yang dikumpulkan,
biaya tidak dibebankan pada tingkat pasien dan biaya tidak dibayarkan
dari a pool (Comparasion Health Insurance).
2. Amerika Serikat
Amerika Serikat selama ini menerapkan sistem pembiayaan
kesehatan yang liberal melalui pasar swasta. Kurang lebih sepertiga dari
pembiayaan kesehatan langsung dibayar oleh pasien (out of pocket).
Sumber dana sisanya berasal dari organisasi asuransi swasta yang profit,
organisasi asuransi not for profit seperti Blue Cross dan Blue Shield serta
Health Maintenance Organization (HMO). HMO merupakan praktek
kelompok pelayanan kesehatan yang dibayar dimuka berdasarkan kapitasi
dan pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat komprehensif.
Pada sistem pembiayaan kesehatan tersebut, pemerintah federal
dan negara bagian memberikan skema asuransi kesehatan bagi warga
miskin, dan usia lanjut, veteran, dan berpenyakit kronis. Namun kontribusi
pemerintah jauh dari memadai bagi warga Amerika Serikat umumnya.
Amerika Serikat menggunakan itegrated risk pool dikarenakan badan
pengelola berbentuk multirisk pool dan berdasarkan sistem kapitasi.
Di Amerika Serikat sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) dilakukan di muka (pre-payment) hal ini dilakukan
sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Disisi lain HMO yang
dilaksanakan oleh Amerika Serikat menggunakan prinsip Managed Care
yang dapat dikelola oleh pihak swasta maupun pemerintah. HMO
memadukan badan asuransi dengan penyedia pelayanan kesehatan yang
dibayar di muka dengan sistem kaptasi dimana sistem pembayarannya
dilakukan oleh pengelola dana (resources management) kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) untuk pelayanan

13
yang diselenggarakan dengan biaya dihitung berdasarkan jumlah pasien
yang ada yang menjadi tanggungannya.
3. Thailand
Thailand merupakan salah satu negara yang sudah mencapai sistem
pelayanan kesehatan dengan universal health coverage. Saat ini asuransi
kesehatan di Thailand terdiri atas sistem jaminan kesehatan pegawai negeri
yang paket jaminannya amat liberal dan menjamin tidak saja anggota
keluarga pegawai, tetapi juga mencakup orang tua dan mertua pegawai.
Seluruh pegawai swasta mendapat jaminan kesehatan komprehensif
melalui Badan Jaminan Sosial yang dikelola oleh Depnakernya Thailand.
Sedangkan pekerja informal memperoleh jaminan melalui National Health
Security Office, sebuah lembaga independen yang mengelola sistem 30
Bath. Dengan sistem 30 Bath, seluruh penduduk diluar pegawai swasta
dan pegawai negeri berhak mendapat pelayanan kesehatan komprehensif
dengan hanya membayar 30 Bath (kurang lebih Rp. 6000) sekali berobat
atau dirawat, termasuk perawatan intensif dan pembedahan.
Sistem pelayanan kesehatan di Thailand menggunakan sistem
rujukan berjenjang, mulai dari Primary Care Unit ( PCU) yang berjumlah
kurang lebih 8000 PCU seluruh Thailand, 800 Rumah Sakit Distrik
sebagai rumah sakit sekunder dan rumah sakit tersier yang biasanya di
level provinsi dan atau rumah sakit pendidikan. PCU disebut sebagai
rumah sakit promotif dan preventif. Tiap PCU dan rumah sakit memiliki
standar minimum layanan yang ditetapkan secara nasional.
Thailand menggunakan sistem pembayaran kepada provider
kesehatan dengan dua model yaitu model kapitasi dan DRG dengan global
budget. Pembayaran dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang
dilakukan oleh suatu lembaga kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan
(PPK) atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggota
lembaga tersebut, yaitu dengan membayar di muka sejumlah dana sebesar
perkaitan anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Kapitasi
digunakan untuk meng-cover pasien rawat jalan dan DRG plus global
budget digunakan untuk meng-cover pasien rawat inap. DRG adalah suatu
sistem atau cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
(health provider) untuk pelayanan yang diselenggarakannya tanpa
memperhatikan jumlah tindakan atau pelayanan yang diberikan, melainkan
pengelompokan pelayanan medis kedalam suatu besaran pembiayaan
menurut kelompok penyakit dimana pasien yang sedang ditangani tersebut
berada.
4. Taiwan
Di Taiwan sistem pembiayaan kesehatannya disebut dengan
National Health Insurance (NHI). NHI adalah asuransi sosial wajib yang
bersifat nasional bagi setiap warga negara Taiwan termasuk warga negara

14
asing yang menjadi residen di Taiwan. Asuransi sosial nasional di Taiwan
ini memiliki sistem pembayar tunggal yang dijalankan oleh pemerintah,
yang memusatkan semua dana pelayanan kesehatan. Dana NHI ini
sebagian besar berasal dari premi yang berbasis pajak gaji (payroll tax)
dan dana pemerintah (Bhisma Murti, 2010).
Administrasi NHI memiliki kontrak dengan semua rumah sakit dan
sebagian besar provider swasta sehingga memungkinkan masyarakat yang
tercover NHI memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang sama (Bhisma Murti, 2010). Administrasi NHI
menetapkan biaya nasional yang seragam untuk semua provider.
Sistem NHI Taiwan merupakan suatu program jaminan sosial yang
bersifat mandatory dengan sistem single-payer yang diatur oleh
pemerintah dan dijalankan oleh The Bureau of National Healt Insurance.
Dimana pada sistem NHI ini konsumen dapat secara bebas memilih
penyedia pelayanan kesehatan dan institusi medis yang sesuai tanpa ada
perbedaan pelayanan kesehatan dan batasan. Jika terdapat perbedaan akses
lebih disebabkan sisi penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya daerah
terpencil, perbatasan) bukan pembiayaan pelayanan kesehatan. Dalam
aspek efisiensi, sistem ini dapat mengurangi masalah “adverse selection”
kondisi yang tidak menguntungkan dalam pengelolaan asuransi dimana
warga yang lebih sehat memilih untuk tidak mengikuti asuransi. Sistem
pembayar tunggal juga mengurangi kemungkinan tumpang tindih
(overlap) atau kesenjangan paket pelayanan kesehatan antar skema
asuransi kesehatan.

BAB 3

15
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam
transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi
dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan
beban ganda (double burden) masalah kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan
hokum publik yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan bertugas
sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) bagi seluruh rakyat
Indonesia. Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk menangani
akarpermasalahan kesehatan antara lain Memberikan edukasi kepada masyarakat
terkait kepemilikan JKN bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Meningkatkan
ketersediaan media sosialisasi yang sesuai dengan masyarakat dengan masyarakat
lebih mudah dalam memahami JKN. Selain itu bisa secara aktif membentuk kader
JKN di Desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait JKN.
Obamacare adalah Undang Undang Layanan Kesehatan yang dicetuskan
oleh Presiden Obama tahun 2010 dan disahkan tahun 2012. Nama Obamacare
diciptakan oleh pengkritik Presiden Obama dalam usahanya mereformasi sistem
layanan kesehatan di Amerika. Sistem pembiyaan kesehatan sangat bervariasi di
tiap negara, tergantung pada pemerintahan tiap negara dalam menyediakan
fasilitas pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan. Sistem pembiayaan
kesehatan tiap negara ini berbeda karena adanya perbedaan karakteristik
penduduk, pemasukan negara, ekonomi dan geografis.

3.2 Saran
1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara
maju.
3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karena merupakan salah satu
factor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk
dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di Indonesia.

16
4. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus
diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan
bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.

17
Daftar Pustaka
Cermati.com. ( 2016, Januari 20). BPJS Kesehatan, Apa Kelebihan dan kekurangannya?
Dipetik Mei 20, 2019, dari Cermati.com: https://www.cermati.com/artikel/bpjs-
kesehatan-apa-kelebihan-dan-kekurangannya

Debora, Y. ( 2017, Desember 17 ). Indeks Kesehatan Indonesia Masih Sangat Rendah.


Dipetik Mei 20, 2019, dari tirto.id: https://tirto.id/indeks-kesehatan-indonesia-masih-
sangat-rendah-cBRn

Kemenkes Terus Tingkatkan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan. (2017, Januari 3 ).
Dipetik Mei 20, 2019, dari Depkes.go.id:
http://www.depkes.go.id/article/view/17010500003/kemenkes-terus-tingkatkan-akses-
dan-mutu-pelayanan-kesehatan.html

Khoer, M. (2016, Maret 18 ). BPJS Kesehatan, Ketika si Miskin Sulit Memperoleh


Layanan. Dipetik Mei 20, 2019, dari Bisnis.com:
https://finansial.bisnis.com/read/20160318/215/529465/bpjs-kesehatan-ketika-si-
miskin-sulit-memperoleh-layanan

Kurniawati, W. &. (2018). Identifikasi Penyebab Rendahnya Kepersertaan JKN Pada


Pekerja Sektor Informal di Kawasan Pedesaan. Administras Kesehatan Indonesia , 33-39.

Memotret Kondisi Kesehatan Indonesia. (t.thn.). Dipetik Mei 20, 2019, dari kebijakan
kesehatan indonesia: https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/2576-
memotret-kondisi-kesehatan-indonesia

Pratiwi, M. &. (2016). EFEKTIVITAS PROGRAM BPJS KESEHATAN DI KOTA SEMARANG


(Studi Kasus pada Pasien Pengguna Jasa BPJS Kesehatan di Puskesmas Srondol). 1-14.

Tamburian, E. (2017, November 21). Masalah Kesehatan di Indonesia. Berikut


Penjelasannya. Dipetik Mei 20, 2019, dari Indepedensi:
https://independensi.com/2017/11/21/masalah-kesehatan-di-indonesia-berikut-
penjelasannya/

18

Anda mungkin juga menyukai