Anda di halaman 1dari 7

UAS

PEMBIAYAAN DAN PENGANGGARAN


KESEHATAN

Disusun oleh :
ELSANIA FITRI AYU 21012025

Dosen Pengampu :
Jihan Natasya, M.Kes

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
TAHUN 2022
UAS
PEMBIAYAAN DAN PENGANGGARAN KESEHATAN

1. Jelaskan pembiayaan pembangunan kesehatan yang ada di Indonesia :


Indonesia termasuk salah satu negara dari sedikit negara-negara di dunia yang
belum memiliki system pembiayaan yang cukup bagus, padahal kita telah merdeka
lebih dari 50 tahun, banyak negara yang berusia lebih muda yang merdeka setelah
Indonesia justru telah memiliki system pembiayaan kesehatan yang lebih bagus serta
menjadi roll model dan berlaku secara Nasional. Dampaknya jelas terkait dengan
kemampuan menyediakan dana kesehatan bagi seluruh rakyat, ini terlepas status
kesehatan rakyat tidak semata-mata tergantung besarnya biaya yang dikeluarkan.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, berbagai hal bisa dianggap
sebagai pemicunya, seperti rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan
pembangunan kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan belum
menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi
demokrasi ini.
Banyaknya kegagalan dalam berbagai kebijakan ekonomi yang terjadi pada
masa ini juga diperparah karena pemerintah tidak mampu melakukan penghematan
dalam belanja negara, banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan
pemerintah. Pengaruh politik sangat kentara sekali karena pada masa ini pemerintah
Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat. Hal ini
merupakan imbas dari sistem demokrasi terpimpin yang digunakan oleh pemerintahan
Presiden Soekarno yang lebih berkiblat kearah sosialis baik dalam bidang politik,
sosial dan ekonomi.
Pada masa sekarang, pemerintah Indonesia telah mengatakan system
pembiayaan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam memperkuat system
kesehatan, system pembiayaan ini harus mampu memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat tanpa harus membebani mereka.
Jadi harusnya di Indonesia ini tujuan system pembiayaan kesehatan yang baik
itu harus mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat terlepas dari
kemampuan bayar masyarakat itu sendiri, dan mampu melindungi masyarakat dari
pengeluaran katastrofik akibat sakit. Pembiayaan kesehatan harus bisa efektif dan
efisien, serta memenuhi prinsip keadilan (ekuiti).
Salah satu bentuk dari sistem pembiayaan kesehatan, pemerintah Indonesia
telah mengembangkan sistem asuransi kesehatan sosial. Bahkan sejak tahun 2014,
pemerintah telah menyatukan sistem asuransi pemerintah menjadi “single payer”, yakni
BPJS. Meskipun dalam praktiknya Jamkesda masih diperkenankan sebagai
pendamping atau pelengkap BPJS. Selain itu, dalam upaya melakukan efisiensi dan
efektivitas pembiayaan kesehatan, banyak negara termasuk Indonesia menerapkan
sistem DRGs dengan tarif INA CBGs. Sistem tersebut berupa pembayaran menurut
kelompok penyakit pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) dan sistem
kapitasi untuk pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Sayangnya, pada pelayanan kesehatan di FKRTL, semisal rumah sakit, banyak
manajemen rumah sakit mengeluhkan sistem DRGs dengan tarif INA CBGs. Sistem
tersebut dianggap tidak sesuai dengan biaya riil. Tentu isu ini harus dibuktikan dengan
hasil penelitian. Sementara itu, pemerintah telah mendorong rumah sakit pemerintah
untuk mandiri dalam pembiayaan operasional dengan mengenalkan model Badan
Layanan Umum (BLU). Diharapkan rumah sakit dapat menjadi lebih inovatif dalam
mengelola semua aset rumah sakit untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit.
Secara prinsip, BLU adalah mewirausahakan institusi pelayanan milik
pemerintah, sehingga lebih mandiri secara finansial. Untuk itu, hasil kajian keuangan
rumah sakit menjadi penting dalam rangka melihat potret kemandirian keuangan rumah
sakit BLU.

2. Jelaskan bagaimana pembiayaan untuk program pengawasan penyakit menular


di Indoneisa :
Pembiayaan Untuk Program Pengawasan Penyakit Menular Di Indonesia →
Dalam reancana pembangunan Lima Tahun V ( Revelita V) yang dimulai bulan april
1989 akan diberikan penekanan yang khusus kepada IMR yang tinggi, dan MMR (
Maternal Mortality Rate ). Penyakit diare termasuk 24 % dari kematian bayi. Diikuti
oleh radang pernapasan yang akut (23 %) dan tetanus neonatal (22%). Bagian ini
merupakan contoh pembiayaan program pemberantasan penyakit menular di
Indonesia yang merupakan bagian dari program pembelanjaan perawatan kesehatan
secara keseluruhan.
1. Pembiayaan Pengawasan Penyakit Menular
Perluasan program pengawasan penyakit diare, malaria dan imunisasi
diberikan prioritas utama. Hampir seluruh pengeluaran program pengawasan
penyakit memperoleh sumber dana dari pemerintah pusat yang dialokasikan
melalalui saluran yang berbeda dan beberapa dari sulmbangan pemerintah
provinsi dan kabupaten.
2. Pembiayaan Program Pemberantasan Penyakit Diare (CDD)
Tren penurunan anggaran program pemberantasan penyakit menular dalam
lima tahun terakhir mengharuskan menyusun prioritas yang lebih baik dalam
program pengawasan penyakit menular untuk menvapai satu tujuan program
kesehatan nasional yaitu menurunkan Infant Mortality Rate (IMR)
3. Efisiensi Biaya Pengobatan Penyakit Diare Melalui Penggunaan Obat-Obatan
Secara Rasional
Studi yang dilakukan oleh departemen kesehatan dengan sponsor dari
USAID yang berkenan dengan obat-obatan untuk kelangsungan hidup anak
dalam system kesehatan masyarakat Indonesia menyatakan bahwa sebagian
besar perawatan yang dilakun dalam menyediakan fasilitas umum masih tidak
rasional termasuk pengobatan penyakit diare. Pengeluaran untuk pembelian
antibiotic sekitar 40 % dari seluruh anggatan obat-obatan sedangkan
penggunaannya tidak rasional. Di Jawa Barat kampanye tentang Oral
Rehidration Therapy (ORT) sekaranag sedang berlangsung. Membantu
penggunaan secara rasional obat-obatan dari garam oralit terutama cairan untuk
pengobatan diare di rumah.
4. Masalah Dalam Pembiayaan Pengawasan Penyakit Diare (CDD)
Masalah – masalah dalam pembiayaan pengawasan penyakit diare diantaranya :
a. Pendidikan Masyarakat
Pendidikan masyarakat memberikan peranan yang sangat penting.
Pengetahuan serta perilaku yang lebih baik sangat diperlukan jika masyarakat
meminta untuk meningkatkan sumbangan pembiayaan pengawasan penyakit
diare.
b. Peran Sektor Swasta
Peranan swasta adalah kemauannya untuk berpartisipasi dalam
penyebarluasan garam oralit sampai ke level paling bawah untuk memenuhi
permintaan . jika ini dapat dicapai makan beban pemerintah akan menjadi ringan
dan yang paling utama adalah bagaimana membangkitkan permintaan
masyrakat terhadap oralit secara tepat.
c. Training profesi medis dan paramedis
Kasus manajemen yang tidak rasional hanya dapat berkurang dengan
reorientasi medis seperti pendidikan paramedic. Usaha menambah penggunaan
oralit dari 15,5 % menjadi 68,1 % sesudah kampanye dimulai. Jika semua pasien
dirawat ideal dimana hanya 20 % yang mendapat antibiotik dan 100 % oralit
maka biaya akan menurun 51 %. Hal itu mengubah perhitungan dalam skala
besar bila penduduk yang dilayani oleh pusat kesehatan adalah 80000 orang.
Dimana penduduk dibawah lima tahun adalah 14 % atau sekitar 4.200 jelas
merupakan penghematan obat-obatan yang lebih rasional.
d. Pembelian Obat-obatan untuk Pusat Kesehatan dan Rumah Sakit
Dalam kasus ini berdasarkan perjanjian yang bertanggung jawab secara
resmi terutama dalam usaha memperolehj obat-obatan sesuai dengan pola
penyakit dan juga aspek kasus menajemen yang rasional.
5. Integrasi pengawasan penyakit diare dan radang tenggorokan akut
Mengingat kesamaan dalam perawatan penyakit diare dan radang
tenggorokan akut khususnya dalam manajemennya. Usaha yang dalam aspek ini
di beberapa lembaga menunjukan hasil yang dapat diharapkan.

➢ Program Pemberantas Penyakit Menular :


1. Surveilans KLB, Gizi Buruk
2. PP Polio
3. PP TB Paru
4. PP ISPA
5. PP HIV/ AIDS
6. PP BDB
7. PP Filariasis
8. PP Kusta
9. PP Malaria
10. PP Diare

Kebijakan Pembiayaan/Penganggaran Untuk Pencegahan & Pemberantasan


Penyakit Menular Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 pasal 30
tentang Pembiayaan Penanggulangan Wabah :
1. Semua biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan wabah dibebankan
pada anggaran instansi masing-masing yang terkait.
2. Biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan sepertinya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, dibebankan pada anggaran Pemerintah Daerah.

Akibat Otonomi daerah, sumber dana bagi penanggulangan penyakit menular


yang berasal dari PAD tidak/belum mencukupi kebutuhan alokasi dana lebih banyak
dipergunakan untuk pengadaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan.
Setelah adanya desentralisasi, daerah (Kabupaten/kota) mendapat dana dari
beberapa sumber, yaitu dari pusat (DAU, DAK) dan dana dari PAD (Pendapatan Asli
Daerah). Dari sumber-sumber tersebut hanya DAU yang sudah diserahkan kepada
daerah untuk mengalokasikan penggunaannya sedangkan demikian maka dana untuk
pelaksanaan program PPM otomatis bersumber dari PAD dan ditambah sebagian DAU.

6. Bagaimana menurut anda pembiayaan kesehatan di Indonesia dibandingkan


dengan luar negeri? Jelaskan :

Pembiayaan kesehatan di Indonesia dibandingkan dengan luar negeri sangatlah


jauh berbeda, di luar negeri rata-rata pembiayaan kesehatan nya sudah sangat bagus
dibandingkan dengan negara Indonesia, diluar negeri seperti di Amerika Serikat setiap
keluarga memiliki asuransi kesehatan dengan penjaminan yang sangat bagus serta
diluar negeri pelayanan kesehatan memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta
tenaga kesehatan yang juga sangat kompeten, menurut saya khusus untuk di negara
kita peningkatan anggaran kesehatan masih sangat diperlukan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, karena selama ini alasan yang sering
kita dengar dari pemerintah justru adanya keterbatasan anggaran dalam pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Seandainya peningkatan anggaran kesehatan
dilakukan dan digunakan tepat pada sasaran semisalnya untuk pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para tenaga kesehatan kita yang sudah
ada, subsidi pendidikan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang baru, pengadaan
sarana dan prasarana kesehatan, subsidi pembiayaan kesehatan bagi masyarakat yang
tidak mampu dll, maka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia seperti
yang diharapkan oleh kita semua tentu dapat terwujud. Namun tentu saja peningkatan
anggaran kesehatan tersebut perlu didukung dengan alokasi anggaran yang tepat dan
harus terbebas dari segala bentuk penyalahgunaan dan korupsi, tapi justru itulah yang
tampaknya sulit diwujudkan. Namun tetap saja tak ada salahnya kita berharap semoga
saja impian kita bersama ini dapat terwujud. Walau mungkin tidak dalam kehidupan
kita yang sekarang.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai