Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kesehatan di Indonesia masih sangat banyak dan sulit untuk dibenahi,


yang utama adalah masalah pembiayaan. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil
dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk 
 penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting
dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
 pelayanan kesehatan dan akses dan pelayanan yang berkualitas.
Di Indonesia, masalah pembiayaan kesehatan masih menjadi topik aktual dalam
 permasalahan di bidang kesehatan. Biaya perawatan masih menjadi priotitas utama di
 beberapa rumah sakit dan tidak mengindahkan kondisi pasien yang datang berobat.
Masalah pembiayaan ini sangat rumit dan sulit dicari penyelesaiannya.
Dalam hal ini yang menjadi korban adalah masyarakat yang kurang mampu yang
membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi tidak memiliki biaya. Semakin banyak 
 pasien yang tidak mampu yang terpaksa tidak dapat menerima pengobatan hanya karena
tidak memiliki uang muka untuk pengobatan.
Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan
  pemecahan masalah ini, seperti dengan mengeluarkan beberapa peraturan
 perundangan. Salah satunya telah disebutkan pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan telah mewajibkan fasilitas layanan kesehatan agar mendahulukan upaya
 penyelamatan pasien.
Meskipun sudah banyak aturan dan anjuran agar fasilitas kesehatan
mendahulukan pertolongan kepada pasien, namun penolakan layanan kepada pasien
dengan alasan ekonomi masih kerap terjadi. Telah dijelaslkan pula dalam undang-
undang bahwa rumah sakit memiliki fungsi sosial yang tidak dapat dilepaskan dengan
fungsi rumah sakit lainnya.

Page 1
Alasan klasik yang sering di utarakan rumah sakit adalah masalah biaya
operasional rumah sakit. Inilah salah satu dilema yang dihadapi rumah sakit dalam
melakukan layanan kesehatan bagi warga tidak mampu. Jika melayani warga yang
tak mampu membayar, tentu rumah sakit akan kehilangan penghasilan. Dan, ini akan
 berdampak buruk terhadap keberlangsungan operasional RS itu sendiri. Ini merupakan
dilema yang berat bagi rumah sakit.
Program pemerintah yang dibuatpun harus dibuat sebijaksana dan seefektif mungkin
agar tercipta rasa adil bagi rumah sakit dan tentunya masyarakat. Sehingga
tujuan pembiayaan kesehatan yang adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
 jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna
dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat tercapai.
Dari pemaparan di atas, kami mencoba menelaah sebuah kasus yang bisa
dijadikan contoh kasus yang terjadi di Indonesia yang berhubungan dengan
 pembiayaan Rumah Sakit. Berikut ini adalah kasusnya :

Pasien Miskin dan Jaminan Sosial

Senin, 7 Juni 2010

Meski sudah banyak aturan dan anjuran agar fasilitas kesehatan


mendahulukan pertolongan kepada pasien, namun penolakan layanan
kepada pasien dengan alasan ekonomi masih kerap terjadi. Kasus
  penolakan terhadap Elsa Ainurohmah, bayi berusia enam bulan, putri
 pasangan Paidi (34) dan Septi Nuraini (30) oleh RS Sari Asih, Karawaci
Tangerang, beberapa waktu lalu, misalnya, menambah panjang catatan
hitam kasus serupa di Tanah Air.

Bayi mungil itu tidak mendapatkan layanan medis semestinya karena


orangtuanya tak mampu menyanggupi uang muka Rp 10 juta yang diminta
  pihak rumah sakit. Akhirnya, orangtuanya memutuskan
untuk memindahkan Elsa ke RSU Tangerang. Namun, akibat
terlambat mendapatkan layanan medis, Elsa meninggal sebelum tiba di
RSU Tangerang.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari paparan latar belakang diatas, kami mencoba mengidentifikasi beberapa
masalah, diantaranya :
1. Bagaimanakah seharusnya pembiayaan pelayanan kesehatan?

2. Bagaimanakah standart mekanisme pembiayaan rumah sakit di Indonesia?

3. Adakah undang-undang atau aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang


 pembiayaan rumah sakit?

4. Bagaimanakah peranan asuransi dalam pembiayaan rumah sakit?

5. Bagaimana tinjauan medikolegal, bioetika dan pandangan agama Islam dalam


 pembiayaan rumah sakit?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok dari mata kuliah BHP 6
2. Untuk menjawab Identifikasi masalah yang ada.
3. Salah satu sarana menambah wawasan bagi mahasiswa Kedokteran Unisba
khususnya dan diharapkan dapat juga membantu masyarakat yang
membutuhkan informasi mengenai Pembiayaan Rumah Sakit ini.

1.4 Metode Pembahasan


Metode pembahasan yang digunakan dalam pembentukan makalah ini yaitu dengan
menjabarkan secara rinci mengenai masalah Pembiayaan Rumah Sakit. Dalam
 pembahasannya diawali dengan mencari data yang mendukung tentang Pembiayaan
Rumah Sakit melalui kajian pustaka dan pencarian data di internet, kemudian setelah itu
merumuskan data yang sudah didapat dan membahasnya sesuai dengan rumusan masalah
yang ada.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.Pembiayaan Pelayanan Kesehatan ( Health Care Financing) 

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti
  biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai
sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa
“siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak orang
menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.
Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat
dipandang sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya bidang kesehatan sebagai
elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang
 justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang
muncul karena kesalahan kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya menyiratkan pendekatan
sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang
nyatanya cukup bertentangan dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah
menjadi otonom untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa
harus terikat jauh dari pusat.
2.1.1. Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1. Upaya Kesehatan
2.Pembiayaan Kesehatan
3.Sumber Daya Manusia Kesehatan
4.Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan
5. Pemberdayaan Masyarakat
6.Manajemen Kesehatan

Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan,


terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan.
Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan
 pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi
 penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa
alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya
kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector 
 prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri
yang sedang mengalami transisi demokrasi ini.
Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang
efektif dan efisien akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program
kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi. Relatif ketatnya
birokrasi di lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya, dapat
disangka sebagai biang sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas anggaran di
wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi anggaran
kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau disebut tidak ada sama sekali.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang
  peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka
mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara
diantaranya adalah pemerataan pelayanankesehatan dan akses (equitable access to health
care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi
kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada
kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan
(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari
 pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sendiri memberi fokus
strategi pembiayaan kesehatan yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama
kebijakan dan program aksi itu pada umumnya adalah dalam area sebagai berikut:
1.Meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan
2.Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan
kesehatan masyarakat miskin
3.Pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi
kesehatan sosial (SHI)
4.Penggalian dukungan nasional dan internasional
5.Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional
6.Pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan
fakta ilmiah
7.Pemantauan dan evaluasi.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada


  beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas,
reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan ( out of pocket funding)  ,
menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan
dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya
(resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
 jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2.1.2. Strategi Pembiayaan Kesehatan


Mekanisme pembayaran ( payment mechanism), yang dilakukan selama ini adalah
 provider payment melalui sistem budget, kecuali untuk pelayanan persalinan yang oleh
  bidan di klaim ke Puskesmas atau Kantor Pos terdekat. Alternatif lain adalah
empowerment melalui sistem kupon. Kekuatan dan kelemahan alternatif-alternatif tersebut
perlu ditelaah dengan melibatkan para pelaku di tingkat pelayanan.
Informasi tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing cara tersebut juga
merupakan masukan penting untuk melengkapi kebijakan perencanaan dan pembiayaan
 pelayanan kesehatan penduduk miskin. Alternatif Sumber Pembiayaan: Prospek Asuransi
Kesehatan Dalam penyaluran dana JPS-BK tahun 2001, dicoba dikembangkan JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) sebagai wadah penyaluran dana JPS-BK.
Upaya tersebut umumnya tidak berhasil, karena dalam praktik yang dilakukan hanyalah
  pemberian jasa administrasi keuangan yang dikenal sebagai TPA T( hird
Party
 Administration). Berdasarkan pengalaman tersebut diketahui bahwa salah satu prinsip
 pokok asuransi tidak bisa diterapkan, yaitu “  pooling of risk”  . Dalam prinsip ini
risiko ditanggung peserta dari berbagai tingkatan, tidak hanya oleh penduduk miskin.
Selain itu, 4 pemberian ”premi” sebesar Rp 10.000/Gakin (dan dipotong 8% oleh Badan
Pelaksana JPKM) tidak didasarkan pada perhitungan risiko finansial mengikuti prinsip-
prinsip aktuarial yang profesional.

2.1.3. Curative vs Preventive Care


1.Sebagian besar dana (pemerintah & swasta) dialokasikan ke program kuratif.
2.Pengalaman empiris menunjang bahwa kegiatan preventif lebih
efektif meningkatkan status kesehatan ketimbang curative care
3.Persepsi preventive, bisa ditunda karena tidak immediate needs- sering
salah Beberapa Alasan mengapa Preventif tidak menjadi Prioritas:
1.Negara berkembang cenderung alokasi lebih besar ke kuratif dibanding
 preventif – immediate needs
2.Tenaga kesehatan lebih terlatih untuk memberi pelayanan kuratif dari pada
 preventif 
3.Ukuran preventif tidak selalu berkaitan langsung dengan kesehatan, seperti
diet, exercise, dll.
4.Pendapatan perkapita negara yang tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi ,
sadar untuk alokasi preventif 

2.1.4. Pendidikan dan Pelatihan


1.Pendidikan untuk tenaga kesehatan : dokter, spesialis, dokter gigi, apoteker,
 public health, ada di bawah diknas
2.Pendidikan untuk tenaga kesehatan: perawat, tenaga analis, bidan, ada di bawah
depkes
3.Pendidikan dan kesehatan militer: Pendidikan untuk pengobatan alternatif 
2.1.5. Pembiayaan Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
  berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan
untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya
 pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan
termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya
 pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

2.1.6. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan


a. Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain
terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan
untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus
mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.
 b. Sumber daya
Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi
dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya
  penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan
yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan
kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang
mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.

2.1.7. Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan


a. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama
 pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya
kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat
maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran
 pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan
tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah.
Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan
untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola
secara adil, transparan, akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan
subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
  b. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya
diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
  perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah
terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.
Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkittinggi terhadap
 peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka
sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk 
  pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui
kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen
  perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan
 pembangunan kesehatan.
c.Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan
masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat
menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan.
Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip
  pengelolaan kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu
 pada peraturan perundangan yang berlaku.
d.Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
  penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan)
untuk kepentingan kesehatan.
e.Pada dasarnya penggalian, pengalikasian, dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk 
 pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching
grant) bagi daerah yang kurang mampu.

2.1.8. Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan


Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus
dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan,
 bersumber dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan
  pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan
 berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan
kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, menggunakannya secara efisien dan
efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang
 bersumber dari iuran wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme
antara sumber dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan
sumber lainnya.
a. Penggalian dana
Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber dari
 pemerintah dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang
tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya; dana yang bersumber dari swasta
dihimpun dengan menerapkan prinsip  public-private partnership yang didukung dengan
 pemberian insentif; penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara
aktif oleh masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai
dana yang sudah terkumpul di masyarakat.
Penggalian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara
  penggalian dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan
kesehatan.
 b. Pengalokasian Dana
Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan
mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan jumlah
 pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong-
royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan pengalokasian dana untuk 
  pelayanan kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan
kesehatan.
c. Pembelanjaan
Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis
maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya
  pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan, akuntabel serta penyelenggaraan
 pemerintahan yang baik (Good Governance).
Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan,
 baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program bantuan sosial dari
 pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu , yaitu
Jamkesmas.

2.2. Analysis Biaya Rumah Sakit

Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan


kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Rumah Sakit milik pemerintah dihadapkan
  pada masalah pembiayaan dalam arti alokasi anggaran yang tidak memadai sedang
 penerimaan masih rendah dan tidak boleh digunakan secara langsung. Kondisi ini akan
memberikan dampak yang serius bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai
organisasi yang beroperasi setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Berbagai permasalahan-
  permasalahan tersebut di atas merupakan tantangan bagi pengelola rumah sakit
  pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menggali sumber dana yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan pengembangan
rumah sakit.

Terobosan itu dapat dilakukan antara lain dengan mengoptimalkan penerimaan


dari unit-unit pelayanan medis dan penunjang medis melalui penentuan tarif berdasarkan
  perhitungan biaya satuan ( unit cost  ). Tarif merupakan suatu sistem atau model
 pembiayaan yang paling utama dalam pembiayaan rumah sakit. Pola tarif rumah sakit di
Indonesia umumnya masih sangat lemah terutama rumah sakit pemerintah. Tarif yang
diberlakukan belum unit cost based  dan tanpa pertimbangan yang cermat terhadap
 berbagai dimensi yang mempengaruhi tarif, bahkan rumah sakit pemerintah belum ada
  penyesuaian tarif selama bertahun-tahun meskipun telah terjadi inflasi pelayanan
kesehatan ( obat, bahan habis pakai, dll).Selama ini penetapan tarif rawat inap rumah
sakit berdasarkan Kepmenkes, No 582/1997 yang menjadikan perawatan kelas II sebagai
setara unit cost  (UC) terhitung dengan metode double distribusi, maka dapatlah diketahui
 besarnya tarif Kelas III (1/3 kali UC Kelas II), kisaran tarif Kelas I (2-9 Kali UC Kelas II)
dan VIP/Super VIP (10-20 kali UC Kelas II). (Razak A. 2004). Dengan adanya jaminan
 pemerintah pada pelayanan rawat inap kelas III yang diasumsi sesuai dengan Unit cost  ,
maka rumah sakit memerlukan penataan kembali pola tarif rawat inap yang ada dengan
menjadikan kelas III setara dengan unit cost  terhitung dengan metode double distribusi dan
untuk kelas II, Kelas I, dan VIP dijadikan kelas profit rumah sakit sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.

2.2.1. Konsep Biaya

Biaya (cost  ) adalah nilai sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai
untuk menghasilkan suatu produk (output  ). Biaya juga sering diartikan sebagai nilai
suatu
 pengorbanan/pengeluaran untuk memperoleh suatu harapah (target)/output tertentu

2.2.2. Pembagian Biaya Berdasarkan Hubungan dengan Volume Produksi

1)Biaya tetap (   fixed cost  ) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah
 produksi/jasa dan waktu pengeluarannya, biasanya lebih dari satu tahun.
2)Biaya variabel (variable cost)  adalah biaya yang jumlahnya tergantung dari
 jumlah produksi / jasa. Biaya tidak tetap biasanya berupa biaya operasional yang
habis dikeluarkan selama satu tahun.

3) Semi Variabel Cost adalah biaya yang memiliki sifat antara   fixed cost  dan
variabel cost  (Gani,1996)

2.2.3. Biaya Berdasarkan Biaya Satuan (Unit cost )

Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk setiap satu satuan produk 
 pelayanan. Biaya satuan didapatkan dari pembagian antara biaya total (Total Cost =
TC  ) dengan jumlah produk (Quantity = Q). Dengan demikian tinggi rendahnya biaya
satuan suatu produksi tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya biaya total, tetapi juga
dipengaruhi oleh besarnya biaya produk 

2.2.4. Analisis Biaya Rumah Sakit

Analisis biaya rumah sakit adalah suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit
untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan baik secara total maupun per unit atau
  perpasien dengan cara menghitung seluruh biaya pada seluruh unit pusat biaya serta
mendistribusikannya ke unit-unit produksi yang kemudian dibayar oleh pasien (Depkes,
1977).Menurut Gani (1996), analisis biaya dilakukan dalam perencanaan kesehatan
untuk menjawab pertanyaan berapa rupiah satuan program atau proyek atau unit
pelayanan kesehatan agar dapat dihitung total anggaran yang diperlukan untuk program
atau
 pelayanan kesehatan.Dalam perhitungan tarif dirumah sakit seluruh biaya dirumah sakit
dihitung mulai dari :

1. Fixed Cost
Fixed cost atau biaya tetap ini terdiri dari :- Biaya Investasi gedung rumah
sakit- Biaya peralatan Medis- Biaya peralatan Medis- Biaya Kendaraan
(Ambulance, Mobil Dinas, Motor, dll)
2.Semi Variabel cost
Gaji Pegawai- Biaya Pemeliharaan- Insentif- SPPD- Biaya Pakaian Dinas- dll
3.Variabel Cost
Biaya BHP Medis / Obat- Biaya BHP Non Medis- Biaya Air- Biaya Listrik-
Biaya Makan Minum Pegawai dan pasien- Biaya Telepon- dll

2.2.5 Manfaat Analisis Biaya

Manfaat utama dari analisis biaya ada empat yaitu (Gani,A.2000):

a.  Pricing 

Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan kebijaksanaan


tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan (Unit cost), dapat
diketahui apakah tarif sekarang merugi, break even, atau menguntungkan. Dan
  juga dapat diketahui berapa besar subsidi yang dapat diberikan pada unit
 pelayanan tersebut misalnya subsidi pada pelayanan kelas III rumah sakit.

 b.  Budgeting /Planning 

Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan biaya
satuan (Unit cost) dari tiap-tiap output  rumah sakit, sangat penting
untuk alokasi anggaran dan untuk perencanaan anggaran.

c.  Budgetary control 

Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk memonitor dan


mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit. Misalnya mengidentifikasi
  pusat-pusat biaya (cost center) yang strategis dalam upaya efisiensi rumah
sakit

d. Evaluasi dan Pertanggung Jawaban

Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performance keuangan RS secara


keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggungan jawaban kepada pihak-pihak 
 berkepentingan.
2.3. Aspek Bioetika
Sebagai fasilitas yang padat modal, padat karya, dan padat teknologi, fasilitas
layanan kesehatan, khususnya rumah sakit, dihadapkan pada tuntutan akan adanya
  jaminan pembiayaan yang memadai. Tanpa hal tersebut, rumah sakit tidak dapat
menjalankan fungsinya. Terutama rumah sakit swasta yang dituntut menjadi revenue
center  (pusat penghasilan) yang harus membawa keuntungan bagi pemilik dan
 pengelolanya.
Inilah salah satu dilema yang dihadapi rumah sakit dalam melakukan layanan
kesehatan bagi warga tidak mampu. Jika melayani warga yang tidak mampu membayar,
tentu rumah sakit akan kehilangan penghasilan. Hal ini tentu akan berdampak buruk terhadap
keberlangsungan operasional RS itu sendiri.
Di sisi lain, program terobosan pemerintah belum sepenuhnya efektif. Pemberian
SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dan program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan
Masyarakat) yang merupakan jaminan pembiayaan kesehatan bagi warga miskin belum
sepenuhnya menjadi solusi. Cakupan yang terbatas, birokrasi yang lambat dan bertele- tele,
dan informasi yang tidak tersebar dengan baik, menjadi titik lemah program yang
menyebabkan warga tidak mampu menjadi korban.
Tidak sedikit warga miskin peserta Jamkesmas yang seharusnya mendapat
  jaminan pembiayaan dari negara, tetap tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.
Terbatasnya fasilitas layanan untuk pasien Jamkesmas adalah alasannya. Jamkesmas
memang hanya menjamin fasilitas layanan untuk kelas III rumah sakit. Sedangkan
untuk mengejar keuntungan, rumah sakit lebih banyak menyediakan kelas I, II, VIP, dan
 bahkan VVIP ketimbang kelas III yang minim keuntungan.
Dalam UU No 44 Tahun 2009 disebutkan, rumah sakit diselenggarakan
 berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,
manfaat, keadilan, persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (pasal 2). Jika melihat penjelasan dari
  pasal tersebut, prinsip-prinsip yang tertuang dalam pasal itu mengarahkan pada
 pengutamaan layanan kesehatan dan penghilangan diskriminasi baik karena perbedaan,
agama, ras, maupun strata ekonomi. Misalnya, nilai kemanusiaan dalam penjelasan ayat
tersebut dikatakan bahwa penyelenggaraan rumah sakit dilakukan dengan memberikan
 perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status
sosial, dan ras.
Adapun yang dimaksud dengan nilai keadilan adalah bahwa penyelenggaraan
rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang
dengan biaya terjangkau oleh masyarakat dan pelayanan yang bermutu. Sedangkan fungsi
sosial rumah sakit, dijelaskan sebagai bagian dari tanggung jawab yang melekat pada
setiap rumah sakit, yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam
membantu pasien, khususnya yang kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
akan pelayanan kesehatan.
UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengatur tentang
perlindungan sosial bagi masyarakat Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan
dasarnya. Di dalamnya termasuk jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian berdasarkan prinsip asuransi. Khusus
untuk masyarakat miskin, preminya dibayar oleh pemerintah.
Apabila UU ini berhasil dijalankan sepenuhnya, maka pembiayaan kesehatan-
seperti yang sekarang ini sering dikeluhkan-bukan lagi masalah. Sebab, setiap warga
negara Indonesia memiliki jaminan pembiayaan kesehatan.
2.4. Aspek Agama
2.4.1. Surah Al-Isra ayat : 26

Artinya :

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada


orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros.”

Tafsir Surah Al-Isra ayat : 26


Berikanlah olehmu wahai muallaf, kepada kasihmu segala haknya, yaitu
menghubungi kasih sayang, menjiarahinya dan bergaul baik dengan mereka itu. Jika ia
 berhajat kepada harta maka, berilah sekedar menutup kebutuhannya.

Demikian pula beri olehmu pertolongan-prtolonganmu dan bantuan-bantuanmu


kepada orang miskin dan kepada musafir yang berjalan untuk sesuatu kepentingannya
yang dibenarkan agama, agar ia memperoleh maksudnya itu. Dan janganlah kamu
memboros-boroskan harta dan jangan kamu mengeluarkan harta-hartamu pada jalan
maksiat atau kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Hadits yang Berkaitan dengan Surah Al-isra’ ayat 26

Artinya :

“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata jika ada hamba Allah yang berada di waktu pagi,
kecuali di waktu Malaikat turun, lalu salah satunya berdoa “Ya Allah berikanlah
orang yang mendermakan hartanya pengganti harta-harta itu” sedang lainnya
berdoa “Ya Allah berilah orang yang kikir (tidak mau mendermakan harta) itu
kehancuran (rusak harta bendanya) (HR. Al-Bukhari).

Pelajaran yang dapat Diambil

Surah Al-Isra’ ayat 26 memerintahkan kewajiban memenuhi hak keluarga dekat,


orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan. Ayat tersebut menyuruh
agar menyantuni, membantu dan memenuhi kebutuhan pokok mereka, dan ayat tersebut
melarang menghambur-hamburkan harta dengan secara boros

Kesimpulan

Dalam ayat ini Allah menengatakan memberi pertolongan kepada sesama terutama
orang miskin sebagaimasyarakat yang mempunyai jiwa sosial.

2.4.2. Surah Ali Imran ayat : 159


Artinya :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap
mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
 Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Tafsir Surah Ali Imran ayat : 159

  Nabi Muhammad SAW berbudi pekerti yang halus, berhati lunak lembut dan
 penyanyang kepada umatnya.

Oleh sebab itu berduyun-duyun manusia masuk agama Islam yang dibawanya. Pada
itu ia tidak lupa bermusyawarah dengan mereka tenteng pekerjaan yang bersangkut paut
dengan urusan negeri, seperti peperangan. Setelah nabi Muhammad bermusyawarah
dengan mereka barulah mengerjakan tugas itu, menyerahkan diri kepada Allah.

Maka agama Islam telah lebih 1000 tahun lamanya menyuruh bermusyawarah
dengan orang-orang cerdik (pandai) tentang urusan dalam negeri

Pelajaran yang dapat Diambil

• Q.S. Ali Imran ayat : 159 menjelaskan tentang masyarakat agar berlaku
lemah lembut.
• Jangan bersifat keras dan kasar sehingga mereka menjauhkan diri darimu.
• Mudah memaafkan dan memohon ampun untuk mereka.
• Bermusyawarah dengan mereka dalam segala urusan.
• Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.
Kesimpulan

Allah menerangkan bahwa semua manusia adalah dari satu keturunan dari seorang
ayat dan seorang Ibu. Karna itu tidaklah pantas seorang saudara menghinakan saudara
nya sendiri.

Allah menjadikan mereka berbanga, bersuku, dan menyatu Agar timbul rasa tolong-
menolong dan kesempurnaan jiwa. Itulah bahan kelebihan seorang atas yang lainnya.

2.4.3. Surah Al-Maidah ayat : 2

Artinya :

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Tafsir Surah Al-Maidah ayat : 2

Dan tolong-menolonglah kamu kepada kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong-menolong pada dosa dan permusuhan, kebaikan daripada berbuat aniaya setelah di
larang menganiaya, diperintahkan untuk melakukan (K‫ﺭ‬K‫ﺑ‬K‫ﻟ‬K‫ )ﺍ‬birr   berarti segala kebaikan
yang ada kalanya berhubungan perbuatan wajib maupun perbuatan sunnah, sedangkan
arti taqwa hanya pekerjaan kebaikan yang wajib saja, sedangkan menurut Mawardi, birr  itu
berarti keridhoan orang banyak, sedangkan taqwa berarti keridhoan Allah. Dari
 pengertian tersebut, bertolong-tolonglah kamu yang menyenangkan hati orang banyak 
dan meridhokan Allah, jika seorang manusia dapat melakukan itu, maka sempurnakanlah
kebahagiaannya.

Hadits yang Berkenaan Surah Al-Maidah ayat : 2

yang artinya :

Tolonglah saudaramu yang dzalim (menganiaya) atau di aniaya, ditanya


 Rasulullah, “Ya Rasulullah aku dapat menolongnya jika ia dianiaya dan bagaimana
aku akan menolongnya jika ia menganiaya? Jawab Nabi, “Anda cegah dan
menahannya dari
 pada menganiaya, itulah arti menolong padanya. (HR. Ahmad Bukhari).

2.5. Aspek Medikolegal / Hukum

2.5.1. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban
yang perlu diketahui oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit agar dapat menyesuaikan dengan hak dan kewajiban di bidang profesi masing-
masing. Karena hak dan tanggung jawab ini berkaitan erat dengan pasien sebagai
 penerima jasa, maka masyarakatpun harus mengetahui dan memahaminya.

Hak Rumah Sakit

Hak rumah sakit adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu yaitu:

• Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi atau


keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).
• Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.
• Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan
dokter kepadanya.
• Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia kredential.
• Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien,
pihak ketiga, dll).
• Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
• Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
 pasien.

Kewajiban Rumah Sakit

• Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah


• Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan dan status
 pasien.
• Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty
of Care).
• Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan (Quality of Care).
• Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa meminta
 jaminan materi terlebih dahulu.
• Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
• Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku.
• Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
• Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana, peralatan dan
tenaga yang diperlukan.
• Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan
 penanggulangan bencana.
• Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana
dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan perlakuan tidak wajar atau
tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.
• Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit
tersebut.
• Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik, penunjang medik,
maupun non medik.
• Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit
Pasal 17

(1) Direktur RS dapat memberikan keringanan atau pembebasan pembayaran kepada


  pasien yg kurang mampu, pasien miskin dan pasien terlantar sesuai dengan data dan
ketentuan yang berlaku
(2) Tata cara pemberian keringanan atau pembebasan pembayaran yang dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Direktur RSUN atas persetujuan Bupati

Pasal 18

(1) Penderita yang meninggal di RSUN dapat dibawa pulang oleh keluarga atau
 penjaminnya secepat-cepatnya 2 (dua) jam dan selambat-lambatnya 3x24 jam sejak tanggal
pemberitahuan dinyatakan meninggal oleh petugas.
(2) Apabila dalam jangka waktu 3x24 jam jenazah belum/tidak diambil/diurus
keluarganya, maka RSUN berhak melakukan penguburan dan segala biaya penguburan
dibebankan kepada pihak keluarga/penjaminnya, kecuali untuk jenazah pasien terlantar akan
di koordinasikan dengan instansi/unit terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB III
PEMBAHASAN

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen penting dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti
  biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai
sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang
kompetent dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Dan setiap warga Negara
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar minimal pelayanan kesehatan.
Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pelayanan kesehatan mebutuhkan
  pembiayaan untuk memenuhi standar pelayanan kesehatan yang dilaksanakan.
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah,
masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya
kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat
maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran
 pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan
tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah.
Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan
untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola
secara adil, transparan, akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan
subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.
Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan
untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan
mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan,
 pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-
  program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat
kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.
Dalam pelaksanaannya, prosedur pelayanan kesehatan diatur dalam prosedur tertentu,
pada beberapa instansi pelayanan kesehatan , dimana pelayanan kesehatan dapat
diberikan bila telah melakukan pembayaran. Mekanisme ini diberlakukan
untuk membiayai pelayanan yang akan diberikan. Namun tentu saja hal ini bukanlah hal
mutlak yang harus dilaksanakan sesuai urutannya. Hal ini berlaku pada saat emergency,
dimana yang perlu diperhatikan adalah penyelamatan jiwa pasien, tidak mendahulukan
 pembayaran. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana dinyatakan
  bahwa dalam keadaan yang mengancam jiwa maka hal yang diutamakan adalah
mencegah terjadinya kecacatan dan hal-hal yang mengancam jiwa. Dan juga diatur 
  bahwa fungsi rumah sakit adalah medahulukan pelaksanaan fungsi sosial, antara lain
dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar 
 biasa, atau bakti sosial bagi kemanusiaan.
Dalam kasus ini terjadi penolakan pada pasien dikarenakan pasien tidak dapat
melakukan pembayaran uang muka yang menyebabkan pasien tidak mendapatkan
  pelayanan kesehatan dan menyebabkan pasien meninggal dunia. Hal ini tentu saja
 bertentangan dengan tujuan dan fungsi pelayanan kesehatan. Dimana tujuan pelayanan
kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan atas dasar kemanusiaan, meskipun
dalam prakteknya pembiayaan diperlukan. Penolakan pasien dengan alasan
tidak dapatnya orang tua pasien membayar uang muka perawatan tentu saja
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku , dimana dalam
keadaan darurat maka yang harus didahulukan adalah menyelamatkan nyawa pasien dan
atau mencegah kecacatan lebih lanjut dari pasien.
Asuransi atau jaminan kesehatan terhadap warga Negara atau masyarakat yang
tidak mampu adalah tanggung jawab pemerintah,dimana setiap rumah sakit baik swasta
maupun rumah sakit pemerintah tidak boleh menolak pasien yang melakukan
  pembayaran menggunakan asuransi. Dalam kasus ini penolakan yang dilakukan oleh
rumah sakit terhadap pasien sehingga menyebabkan terlambatnya penolongan terhadap
 pasien dan menyebabkan pasien meninggal metupakan pelanggaran terhadap perundang-
undangan yang berlaku.
Selain itu dari segi bioetika dinyatakan dalam adanya  justice, dimana setiap orang
  berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil tanpa membedakan status sosial. Dan
pasien juga berhak mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya, dan tidak dirugikan atas
tindakan kesehata tersebut. Dalam hal ini terjadi ketidak adilan terhadap
 pasien karena pasien ditolak rumah sakit karena tidak dapat membayar uang muka, tentu
saja hal ini bertentangan dengan etika yang berlaku.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan seharusnya menerima semua
 pasien yang datang, memberi layanan yang dibutuhkan, dan kemudian mengurus biaya
yang dibutuhkan, bukan meminta pembayaran dimuka tanpa adanya tindakan medis yang
dilakukan terlebih dahulu, terutama apabila pasien yang datang dengan keadaan kritis.
Rumah Sakit seharusnya mengutamakan keselamatan pasien terlebih dahulu, bukan
mengutamakan biaya.

4.2. Saran
Harus dilakukan standarisasi tentang biaya rumah sakit. Meskipun sudah ada
undang-undang yang mengatur, tetapi kenyataannya di lapangan tidak seperti yang di
tuliskan oleh undang undang yang ada. Hal ini dapat merugikan orang yang tidak mampu
untuk mengakses layanan kesehatan di karenakan tidak adanya biaya.

Anda mungkin juga menyukai