Anda di halaman 1dari 81

TOPIK 1

BAB I
PEMBAHASAN
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan
promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke
arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar
terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada
pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya
pencegahan
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan
hanya puskesmas atau balkesmas saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang
langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak
langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.
(Juanita, 2002).
A. PEMBIAYAAN KESEHATAN DI TINJAU DARI PENYEDIA PELAYANAN
Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini bahwa biaya
kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak
swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi
penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost)
serta seluruh biaya operasional (operational cost).
Pelayanan kesehatan memiliki beberapa ciri yang tidak memungkinkan setiap individu untuk
menanggung pembiayaan pelayanan kesehatan pada saat diperlukan:
1) Kebutuhan pelayanan kesehatan muncul secara sporadik dan tidak dapat diprediksikan,
sehingga tidak mudah untuk memastikan bahwa setiap individu mempunyai cukup uang
ketika memerlukan pelayanan kesehatan.
2) Biaya pelayanan kesehatan pada kondisi tertentu juga sangat mahal, misalnya pelayanan di
rumah sakit maupun pelayanan kesehatan canggih (operasi dan tindakan khusus lain), kondisi
emergensi dan keadaan sakit jangka panjang yang tidak akan mampu ditanggung
pembiayaannya oleh masyarakat umum.
3) Orang miskin tidak saja lebih sulit menjangkau pelayanan kesehatan, tetapi juga lebih
membutuhkan pelayanan kesehatan karena rentan terjangkit berbagai permasalahan kesehatan
karena buruknya kondisi gizi, perumahan.
4) Apabila individu menderita sakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berfungsi termasuk
bekerja, sehingga mengurangi kemampuan membiayai. (Departemen
Kesehatan RI, 2004).
Berdasarkan karakteristik tersebut, sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah
bertujuan untuk:
1. Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko biaya
sepanjang waktu sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap rumah tangga.
Artinya sebuah sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan resiko kesakitan
individu dan besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun).
Kemudian besaran tersebut diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi
premi (iuran, tabungan) bulanan yang terjangkau.
2. Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan tidak
merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis (jantung koroner)
yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk spreading). Sistem pembiayaan
harus mampu menghitung dengan mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan
biaya yang mahal antar individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat
dengan tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan
kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem pembiayaan akan menghitung resiko terjadinya
masalah kesehatan dengan biaya mahal dalam satu komunitas, dan menghitung besaran
biaya tersebut kemudian membaginya kepada setiap individu anggota komunitas.
Sehingga sesuai dengan prinsip solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang
mahal tidak ditanggung dari tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.
3. Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan antara kemiskinan
dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus mampu memastikan bahwa orang
miskin juga mampu pelayanan kesehatan yang layak sesuai standar dan kebutuhan
sehingga tidak harus mengeluarkan pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan
pendapatan. Pada umumnya di negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi.
Orang miskin harus membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh
penghasilan mereka dan juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar.
4. Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan dasar dimana
individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status kesehatan yang baik.

B. PEMBIAYAAN KESEHATAAN DITINJAU DARI PEMAKAI JASA


Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan
utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut
serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih
menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat
memanfaatkan suatu upaya kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk
menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy) , pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan
RI, 2004).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing)
akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber
pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara
efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta
berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong
tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan
kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan
kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara maju maupun
pada negara berkembang. Penggunaan yang berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan
teknologi tinggi adalah salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi
pembiayaan pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan
lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri
(poor management of resources and services). (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Tingginya biaya kesehatan disebabkan oleh beberapa hal, beberapa yang terpenting
diantaranya sebagai berikut:
1. Tingkat inflasi
Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan juga
biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula, yang tentu saja akan dibebankan
kepada pengguna jasa.
2. Tingkat permintaan
Pada bidang kesehatan, tingkat permintaan dipengaruhi sedikitnya oleh dua faktor, yaitu
meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena
jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya yang harus disediakan meningkat pula.
Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan
penghasilan yang lebih baik, mereka akan menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik
pula dan hal ini membutuhkan biaya pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih besar.
3. Kemajuan ilmu dan teknologi Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern dan
canggih) memberikan konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan
dalam berinvestasi. Hal ini membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan operasional
tersebut pada pemakai jasa pelayanan kesehatan.
4. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola penyakit, yang
bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang bersifat kronis.
Dibandingkan dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ternyata
lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit
ini akan lebih besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.
5. Perubahan pola pelayanan kesehatan Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi akibat
perkembangan keilmuan dalam bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan
subspesialisasi yang menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak (fragmented
health service) dan satu sama lain seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi
tumpang tindih atau pengulangan metoda pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan
yang dilakukan pada seorang pasien, yang tentu berdampak pada semakin meningkatnya
beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini.
Selain itu, dengan adanya pembagian spesialisasi dan subspesialisasi tenaga pelayanan
kesehatan, menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat.
6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari
hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan adanya perkembangan spesialisasi dan
subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan yang ditunjang dengan kemajuan ilmu
dan teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, hal
ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya kepastian pengobatan dan penyembuhan dari
penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pasien selaku
pengguna jasa layanan kesehatan, yang mendorong semakin kritisnya pemikiran dan
pengetahuan mereka tentang masalah kesehatan. Hal tersebut diatas mendorong para dokter
sering melakukan pemeriksaan yang berlebihan (over utilization) , demi kepastian akan
tindakan mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan juga dengan tujuan
mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit yang
diderita pasiennya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya biaya yang
dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
7. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya Kurangnya peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan
menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang akhirnya akan membebani
penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara keseluruhan.
8. Penyalahgunaan asuransi kesehatan Asuransi kesehatan (health insurance) sebenamya
merupakan salah satu mekanisme pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang
diterapkan oleh pemerintah. Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim
ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party sistem) dengan sistem mengganti
biaya (reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan. (Medis
Online, 2009).
C. MACAM- MACAM SISTEM PEMBIAYAAN
Biaya kesehatan banyak macamnya, karena kesemuanya tergantung dari jenis dan
kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau yang dimanfaatkan. Hanya
saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam yaitu:
1. Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yaitu yang tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem
pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak
yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar
masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan
secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006
sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada system Fee for
Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship,
dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang
diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin
banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat
dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK
didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh
pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem
health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group
(DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk
pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan
system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas
jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian
anggota dengan satuan biaya (unicost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah
Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Sistem
kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi di
atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang
dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis
tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana
yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa
dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari system Health Insurance
adalah dapat terjadinya underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan
fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko
kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan
system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat
kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga
mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK
lebih kearah preventif dan promotif kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai,
pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien
menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan
( Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya
oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya
adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh
rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih
banyak memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan
atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.

Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh
beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:
1. Direct Payments by Patients
Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara langsung besaran
biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya. Pada umumnya sistem ini
akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-hati, serta adanya
kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk menarik konsumen atau free
market. Meskipun tampaknya sehat, namun transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak
seimbang dimana pasien sebagai konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan
kebutuhannya, sehingga tingkat kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh
provider. Sehingga free market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan
peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi yang
berlebihan.
2. User payments
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan kesehatan baik
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya dengan model informal
adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga kelompok yang menjadi pengecualian telah
diatur secara formal oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang paling kompleks adalah
besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan (biasanya terjadi untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang
umum digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.
3. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak terjadi risk
pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan ditanggung oleh individu
sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu tersebut mendapatkan bantuan dalam
mengelola pengumpulan dana (saving) dan penggunaannya bilamana membutuhkan
pelayanan kesehatan. Biasanya model ini hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan
primer dan akut, bukan pelayanan kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya
tidak bisa ditanggung oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga
model ini tidak dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain
yang menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.
4. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu pada provider
kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider kesehatan lain misalnya:
mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara formal atau tidak diatur besaran,
jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau
banyak diatur oleh provider dan juga dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini
biasanya muncul pada negara berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan
kesehatan dan pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis
pelayanan.
5. Insurance Based
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan utama dimana
individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan. Konsep asuransi memiliki
dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko kesakitan pada satu individu pada satu
kelompok serta adanya sharing looses secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan
bahwa satu kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis,
frekuensi dan besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan
dibagi antar anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota
kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan
ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis pelayanan
yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi pengelola dana
asuransi.
BAB II
PENUTUP

Kesimpulan
Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang disediakan untuk menyelenggarakan
atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan,keluarga,kelompok dan masyarakat.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
2. Health Insurance
Beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:
1. Direct Payments by Patients
2. .User payments
3. Saving Based
4. Informal
5. Insurance Based

DAFTAR PUSTAKA
2004, Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Sekertaris Negara Republik Indonesia, Jakarta.
TOIK 2
BAB I
PEMBAHASAN

Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan


promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke
arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar
terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada
pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya
pencegahan
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan
hanya puskesmas atau balkesmas saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang
langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak
langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.
(Juanita, 2002).
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN DI TINJAU DARI PENYEDIA PELAYANAN
Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini bahwa biaya
kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak
swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi
penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost)
serta seluruh biaya operasional (operational cost).
Pelayanan kesehatan memiliki beberapa ciri yang tidak memungkinkan setiap individu untuk
menanggung pembiayaan pelayanan kesehatan pada saat diperlukan:
5) Kebutuhan pelayanan kesehatan muncul secara sporadik dan tidak dapat diprediksikan,
sehingga tidak mudah untuk memastikan bahwa setiap individu mempunyai cukup uang
ketika memerlukan pelayanan kesehatan.
6) Biaya pelayanan kesehatan pada kondisi tertentu juga sangat mahal, misalnya pelayanan di
rumah sakit maupun pelayanan kesehatan canggih (operasi dan tindakan khusus lain), kondisi
emergensi dan keadaan sakit jangka panjang yang tidak akan mampu ditanggung
pembiayaannya oleh masyarakat umum.
7) Orang miskin tidak saja lebih sulit menjangkau pelayanan kesehatan, tetapi juga lebih
membutuhkan pelayanan kesehatan karena rentan terjangkit berbagai permasalahan kesehatan
karena buruknya kondisi gizi, perumahan.
8) Apabila individu menderita sakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berfungsi termasuk
bekerja, sehingga mengurangi kemampuan membiayai. (Departemen
Kesehatan RI, 2004).
Berdasarkan karakteristik tersebut, sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah
bertujuan untuk:
5. Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko biaya
sepanjang waktu sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap rumah tangga.
Artinya sebuah sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan resiko kesakitan
individu dan besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun).
Kemudian besaran tersebut diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi
premi (iuran, tabungan) bulanan yang terjangkau.
6. Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan tidak
merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis (jantung koroner)
yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk spreading). Sistem pembiayaan
harus mampu menghitung dengan mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan
biaya yang mahal antar individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat
dengan tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan
kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem pembiayaan akan menghitung resiko terjadinya
masalah kesehatan dengan biaya mahal dalam satu komunitas, dan menghitung besaran
biaya tersebut kemudian membaginya kepada setiap individu anggota komunitas.
Sehingga sesuai dengan prinsip solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang
mahal tidak ditanggung dari tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.
7. Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan antara kemiskinan
dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus mampu memastikan bahwa orang
miskin juga mampu pelayanan kesehatan yang layak sesuai standar dan kebutuhan
sehingga tidak harus mengeluarkan pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan
pendapatan. Pada umumnya di negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi.
Orang miskin harus membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh
penghasilan mereka dan juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar.
8. Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan dasar dimana
individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status kesehatan yang baik.

D. PEMBIAYAAN KESEHATAAN DITINJAU DARI PEMAKAI JASA


Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer), adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan
utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut
serta, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih
menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat
memanfaatkan suatu upaya kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk
menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy) , pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan
RI, 2004).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing)
akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber
pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara
efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta
berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong
tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan
kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan
kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara maju maupun
pada negara berkembang. Penggunaan yang berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan
teknologi tinggi adalah salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi
pembiayaan pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan
lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri
(poor management of resources and services). (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Tingginya biaya kesehatan disebabkan oleh beberapa hal, beberapa yang terpenting
diantaranya sebagai berikut:
9. Tingkat inflasi
Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan juga
biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula, yang tentu saja akan dibebankan
kepada pengguna jasa.
10. Tingkat permintaan
Pada bidang kesehatan, tingkat permintaan dipengaruhi sedikitnya oleh dua faktor, yaitu
meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena
jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya yang harus disediakan meningkat pula.
Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan
penghasilan yang lebih baik, mereka akan menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik
pula dan hal ini membutuhkan biaya pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih besar.
11. Kemajuan ilmu dan teknologi Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern
dan canggih) memberikan konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus
dikeluarkan dalam berinvestasi. Hal ini membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan
operasional tersebut pada pemakai jasa pelayanan kesehatan.
12. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola penyakit, yang
bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang bersifat kronis.
Dibandingkan dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ternyata
lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit
ini akan lebih besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.
13. Perubahan pola pelayanan kesehatan Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi
akibat perkembangan keilmuan dalam bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan
subspesialisasi yang menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak (fragmented
health service) dan satu sama lain seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi
tumpang tindih atau pengulangan metoda pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan
yang dilakukan pada seorang pasien, yang tentu berdampak pada semakin meningkatnya
beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini.
Selain itu, dengan adanya pembagian spesialisasi dan subspesialisasi tenaga pelayanan
kesehatan, menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat.
14. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari
hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan adanya perkembangan spesialisasi dan
subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan yang ditunjang dengan kemajuan ilmu
dan teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, hal
ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya kepastian pengobatan dan penyembuhan dari
penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pasien selaku
pengguna jasa layanan kesehatan, yang mendorong semakin kritisnya pemikiran dan
pengetahuan mereka tentang masalah kesehatan. Hal tersebut diatas mendorong para dokter
sering melakukan pemeriksaan yang berlebihan (over utilization) , demi kepastian akan
tindakan mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan juga dengan tujuan
mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit yang
diderita pasiennya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya biaya yang
dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
15. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya Kurangnya peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan
menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang akhirnya akan membebani
penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara keseluruhan.
16. Penyalahgunaan asuransi kesehatan Asuransi kesehatan (health insurance) sebenamya
merupakan salah satu mekanisme pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang
diterapkan oleh pemerintah. Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim
ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party sistem) dengan sistem mengganti
biaya (reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan. (Medis
Online, 2009).
C. MACAM- MACAM SISTEM PEMBIAYAAN
Biaya kesehatan banyak macamnya, karena kesemuanya tergantung dari jenis dan
kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau yang dimanfaatkan. Hanya
saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam yaitu:
3. Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
4. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yaitu yang tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:
3. Fee for Service ( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem
pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak
yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar
masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan
secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006
sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada system Fee for
Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship,
dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang
diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin
banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat
dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK
didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
4. Health Insurance Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh
pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG
system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan
dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang
telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi
adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan
kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan
satuan biaya (unicost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan
Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Sistem kedua
yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi di atas.
Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami
pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu
dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang
diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana
akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari system Health Insurance adalah
dapat terjadinya underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas
yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain
itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak
dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK
mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal
periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan
multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif dan promotif
kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem
kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan
sistem pembayaran berdasarkan layanan ( Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal
ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada
hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat
memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang
disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi.

Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh
beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:
6. Direct Payments by Patients
Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara langsung besaran
biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya. Pada umumnya sistem ini
akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-hati, serta adanya
kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk menarik konsumen atau free
market. Meskipun tampaknya sehat, namun transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak
seimbang dimana pasien sebagai konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan
kebutuhannya, sehingga tingkat kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh
provider. Sehingga free market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan
peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi yang
berlebihan.
7. User payments
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan kesehatan baik
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya dengan model informal
adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga kelompok yang menjadi pengecualian telah
diatur secara formal oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang paling kompleks adalah
besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan (biasanya terjadi untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang
umum digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.
8. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak terjadi risk
pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan ditanggung oleh individu
sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu tersebut mendapatkan bantuan dalam
mengelola pengumpulan dana (saving) dan penggunaannya bilamana membutuhkan
pelayanan kesehatan. Biasanya model ini hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan
primer dan akut, bukan pelayanan kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya
tidak bisa ditanggung oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga
model ini tidak dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain
yang menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.
9. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu pada provider
kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider kesehatan lain misalnya:
mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara formal atau tidak diatur besaran,
jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau
banyak diatur oleh provider dan juga dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini
biasanya muncul pada negara berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan
kesehatan dan pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis
pelayanan.
10. Insurance Based
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan utama dimana
individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan. Konsep asuransi memiliki
dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko kesakitan pada satu individu pada satu
kelompok serta adanya sharing looses secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan
bahwa satu kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis,
frekuensi dan besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan
dibagi antar anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota
kelompok, maka keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan
ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis pelayanan
yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi pengelola dana
asuransi.
BAB II
PENUTUP

Kesimpulan
Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang disediakan untuk menyelenggarakan
atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan,keluarga,kelompok dan masyarakat.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:
3. Fee for Service ( Out of Pocket )
4. Health Insurance
Beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:
6. Direct Payments by Patients
7. .User payments
8. Saving Based
9. Informal
10. Insurance Based

Daftar pustaka
2004, Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Sekertaris Negara Republik Indonesia, Jakarta.
https://www.researchgate.net/publication/326348054_SISTEM_PEMBIAYAAN_KESEHATAN
file:///C:/Users/User/Downloads/3336-6911-1-SM%20(1).pdf
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/07/pembiayaan-kesehatan.html
TOPIK 3

BAB I

SEJARAH ASURANSI KESEHATAN

A. Latar Belakang Sejarah Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang relatif baru bagi kebanyakan penduduk
Indonesia karena istilah asuransi kesehatan belum menjadi perbendaharaan kata umum. Pemahaman
tentang asuransi kesehatan masih sangat beragam sehingga tidak heran -misalnya di masa lampau-
banyak orang yang menyatakan bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) bukanlah
asuransi kesehatan—hanya karena namanya memang sengaja dipilih tidak menggunakan kata-kata
asuransi. Pada pembahasan sejarah asuransi kesehatan, harus disepakati terlebih dahulu batasan
asuransi kesehatan. Di banyak buku teks asuransi, asuransi kesehatan mencakup produk asuransi
kesehatan sosial maupun komersial. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang wajib diikuti oleh
seluruh atau sebagian penduduk (misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan nilai nominal tetapi
prosentase upah yang wajib dibayarkan, dan manfaat asuransi (benefit) ditetapkan peraturan
perundangan dan sama untuk semua peserta. Sedangkan asuransi kesehatan komersial adalah asuransi
yang dijual oleh perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela, tergantung
kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal
sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan komersial
sangat variasi dan tidak sama untuk setiap peserta.
Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai program atau produk asuransi yaitu
penggantian uang atau pemberian pelayanan kesehatan, yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan
kerja, kecelakaan diri selain kecelakaan kerja, penggantian penghasilan yang hilang akibat menderita
penyakit atau mengalami kecelakaan. Tampak bahwa obyek asuransi kesehatan sangat luas.
B. Sejarah Asuransi Kesehatan di Dunia

Sejak 1.000 tahun Sebelum Masehi masyarakat kuno telah mengenal prinsip dasar
asuransi—yaitu yang dikenal dengan istilah “Hukum Laut”. Dalam konsep hukum laut di jaman
kuno, perahu-perahu mengalami kesulitasn mendarat akibat malam yang gelap gulita. Untuk
mengatasi hal itu disepakati mengupayakan penerangan dengan cara melemparkan sesuatu
kelaut, sehingga laut menjadi terang dan hasilnya dapat dinikmasti para nelayan. Karena
penerangan yang dihasilkan oleh upaya itu dinikmati bersama oleh para nelayan, maka
disepakati untukn menanggung bersama upaya itu. Dengan kata lain “Segala yang dikorbankan
untuk manfaat bersama harus dipikul (kontribusi) secara bersama-sama”. Hukum kuno tersebut
menjadi dasar dari prinsip asuransi, bukan hanya asuransi kesehatan, tetapi semua asuransi “a
common contribution for the common good” (HIAA, 1994)1.
Di kalangan masyarakat China kuno juga sudah dikenal konsep asuransi yaitu masyarakat
memberikan dana secara rutin kepada sinshe tanpa memperhatikan apakah mereka sakit atau
tidak. Ketika salah seorang anggota keluarga masyarakat sakit, mereka membawa si sakit ke
shinse tanpa membayar lagi. Di Timur Tengah, konsep asuransi juga sudah berkembang sejak
jaman kuno yang tumbuh di kalangan pedagang yang berbisnis lintas daerah (kini lintas negara).
Berdagang di gurun pasir luas dari Yaman di Selatan sampai Suriah di Utara atau dari Libia di
Barat sampai Iran di Timur, mempunyai risiko kehilangan arah karena luasnya gurun pasir.
Untuk menghindari beban ekonomi para keluarga kafilah yang berdagang jauh tersebut, para
kafilah bersepakat mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk memberikan santunan
kepada anggota keluarga kafilah yang hilang atau meninggal dalam perjalanan bisnisnya.
Asuransi modern berkembang luas di Eropa pada pertengahan abad ke 19 pasca revolusi
industri. Masa itu tumbuh harapan kehidupan baru yang baik, namun disisi lain terjadi
peningkatan risiko dalam kehidupan rumah tangga. Kehidupan tradisional berbasis pertanian
lebih menjanjikan kestabilan dan kepastian pendapatan jangka panjang dibandingkan dengan
kehidupan industri. Ketidakpastian itu memicu tumbuhnya perkumpulan (asosiasi, societies,
club, dan sebagainya) yang bertujuan menanggung bersama berbagai risiko yang menimpa
anggota suatu kelompok akibat industrialisasi tersebut. Perkumpulan itu kemudian berkembang
pesat di beberapa negara, seperti Jerman, Denmark, Swedia, Norwegia, Swiss, dan Belanda,
ditandai dengan pembentukan berbagai klub yang melakukan upaya bersama untuk menghadapi
anggota perkumpulan yang menderita sakit, sehingga perkumpulan itu disebut sick clubs,
mutual benefit funds, cooperatives, atau societies. Di Inggris dikenal Friendly Societies dan
Saturday Funds yaitu asosiasi para pedagang untuk mengatasi berbagai risiko dalam
menjalankan usahanya.
Dilihat dari keanggotaan dan bentuk perkumpulannya, dikenal beberapa variasi kelompok
atau perkumpulan seperti serikat pekerja usaha dagang, industri kecil, pekerja di berbagai sektor,
pengrajin, pengusaha (waktu itu masih kecil atau menengah), dokter secara perorangan, asosiasi
dokter, kelompok keagamaan, dan perusahaan asuransi. Jenis asuransi yang umum di abad ke-
19 adalah mutual aid societies yaitu bentuk gotongroyong informal yang mengumpulkan iuran
dari para anggota perkumpulan dan menjanjikan memberikan uang tunai (cash benefit) ketika
anggota yang mengalami cacat (hilang kemampuan/disable) yang disebabkan oleh kecelakaan
atau penyakit, sehingga anggota itu tidak mampu berdagang atau bekerja lagi.
Konsep asuransi sosial, yang bersifat wajib karena diatur oleh pemerintah atau penguasa,
mulai berkembang di Eropa pada tahun 1883 ketika Kanselir Otto von Bismarck mewajibkan
seluruh pekerja untuk bergabung dalam Dana Sakit (sicknes fund, zieken fond). Bismarck
berpendapat penduduk harus mendapatkan haknya pada masamasa sulit seperti ketika jatuh
sakit. Hak tersebut diatur melalui suatu mekanisme khusus yang berasal dari kontribusinya
sendiri, bukan sumbangan orang.. Negara harus menjamin agar hak tersebut terpenuhi dengan
cara mewajibkan pekerja membayar iuran untuk dirinya sendiri. Sebagai konsekuensinya,
ketika orang mengalami kegagalan mendapatkan upah akibat sakit, orang tersebut berhak
mendapatkan penggantian kehilangan upah tersebut. Jadi manfaat yang diberikan bukan biaya
pengobatan atau perawatan, akan tetapi pengganti upah yang hilang karena tidak mampu bekerja
(tuna karya sementara) akibat suatu penyakit. Pada awalnya, kewajiban ini hanya dikenakan
kepada pekerja kelas atas (white collar), kemudian diperluas hingga pekerja, kasar, pelajar,
mahasiswa, dan petani. Seperti juga yang terjadi di berbagai belahan dunia, penghimpunan dana
secara tradisional yang bersifat sukarela oleh friendly societies semacam upaya dana sehat atau
koperasi di Indonesia- tidak bisa berkembang secara optimal.
Jerman, tradisi ekonominya berkembang melalui pembentukan kelompok usaha yang
terdiri atas pedagang, pengusaha kecil dan pengrajin (guilds), menerapkan sistem asuransi
kesehatan wajib menggunakan pendekatan tradisi tersebut. Oleh karenanya sistem asuransi
wajib (asuransi sosial) ini dikembangkan untuk tiap kelompok kerja atau di lingkungan suatu
usaha/perusahaan. Ada tiga kunci kebijakan Jerman di akhir abad ke 19 tersebut, yaitu setiap
pekerja wajib mengikuti program dana sakit, dana yang terkumpul dikelola sendiri oleh
kelompoknya dan sumber dana berasal dari pekerja itu sendiri, bukan dari pemerintah (Stierle,
1998)2. Model asuransi sosial inilah yang kemudian berkembang dan menjadi dasar
penyelenggaraan asuransi/jaminan sosial (social security) di seluruh dunia dengan berbagai
variasi penyelenggaraan.
Pada pertengahan abad ke 19 (tahun 1851), di Amerika, tepatnya di San Francisco
terbentuk voluntary mutual protection associations seperti La societe Francaise de Beienfaisance
Mutuelle. Asosiasi ini selanjutnya mendirikan rumah sakit di tahun 1852 untuk melayani
perawatan bagi anggotanya. Sejak tahun 1875, establishment funds (Dana Bersama) di Amerika
mulai banyak terbentuk. Dana bersama tersebut merupakan mutual benefit associations,
semacam serikat pekerja, dari suatu firma (employer) yang dapat berbentuk perusahaan atau
bentuk badan hukum lainnya. Umumnya dana yang terkumpul berasal dari para karyawan,
hanya sedikit Dana Bersama yang ikut dibiayai oleh majikan. Manfaat yang diberikan Dana
Bersama umumnya diberikan sebagai dana kematian dan disabilitas dalam jumlah yang relatif
kecil. Di akhir abad ke 19, gerakan penghimpunan Dana Bersama ini dinilai tidak memadai
karena terbatasnya jumlah peserta yang memenuhi syarat ikut serta karena sifat kepesertaan
yang sepenuhnya sukarela. Hambatan lain adalah iuran yang rendah sehingga dana yang
terkumpul tidak mencukupi untuk membayar santunan yang dijanjikan. Ketidakcukupan peserta
dan dana ini merupakan fenomena umum yang sampai sekarang terjadi di banyak negara
berkembang. Akibatnya peserta tidak merasakan manfaat bergabung kedalam Dana Bersama
dan memilih berhenti, sehingga jumlah peserta yang sudah sedikit semakin sedikit akibat
berkurangnya jumlah peserta yang tetap bergabung.
Sampai tahun 1917, asuransi disabilitas pendapatan (disability income) ini yang
membayar manfaat ketika peserta sakit, yang bukan karena kecelakaan kerja atau penyakit
akibat pekerjaan—yang dijamin oleh pemerintah melalui UU Kecelakaan Kerja tahun 1908,
merupakan satu-satunya jenis asuransi kesehatan yang ditawarkan perusahaan asuransi. Pasar
asuransi kesehatan penggantian upah ini tidak mengalami perubahan berarti di Amerika sampai
40 tahun kemudian. Di tahun 1940an, empat negara bagian Amerika (Rhode Island—1942,
California—1946, New Jersy—1948, dan New York—1949) mewajibkan asuransi disabilitas
pendapatan jangka pendek (short term disability income insurance) di negara bagian tersebut.
Jaminan sosial (social security) yang kini dikenal di dunia dan mencakup salah satu
program asuransi kesehatan sosial dikembangkan di Amerika di tahun 1935 setelah terjadi krisis
ekonomi besar (great depression) di tahun 1932. Akan tetapi pada waktu pertama kali undang-
undang jaminan sosial diundangkan tahun 1935, program asuransi kesehatan belum masuk
dalam sistem jaminan sosial Amerika. Program yang masuk lebih dahulu adalah jaminan hari
tua dan disabilitas yang dikenal dengan OASDI (old age, survivor benefit, and disability
income). Baru pada pada tahun 1965 Amerika menambahkan program jaminan kesehatan yang
terdiri atas Medicare (asuransi kesehatan wajib bagi penduduk lanjut usia atau lansia, penderita
cacat dan penderita gagal ginjal) dan Medicaid (program bantuan pemerintah pusat dan daerah
dalam jaminan kesehatan bagi penduduk miskin). Setelah tahun 1965, program jaminan sosial
Amerika dikenal dengan OASDHI (old age, survivor benefit, disability, and Health Insurance).
Seluruh program jaminan sosial tersebut dikelola oleh pemerintah federal (pusat) bukan oleh
pemerintah bagian.
Namun demikian, dalam hal asuransi kesehatan komersial, pemerintah Amerika
menyerahkan pengaturannya kepada negara bagian. Asuransi kesehatan komersial berkembang
pesat pasca terjadinya krisis besar di Amerika.

C. Asuransi Kesehatan Nasional

Istilah Asuransi Kesehatan Nasional (AKN) atau National Health Insurance (NHI) kini semakin
banyak digunakan di dunia. Inggris merupakan negara pertama yang memperkenalkan AKN di tahun
19113. Meskipun sistem kesehatan di Inggris kini lebih dikenal dengan istilah National Health Service
(NHS) suatu sistem kesehatan yang didanai dan dikelola oleh pemerintah secara nasional (tidak
terdesentralisasi), namun sifat pengelolaanya merupakan AKN yang sebagian dibiayai dari kontribusi
wajib oleh tenaga kerja (termasuk di sektor informal) dan pemberi kerja. Sistem di Inggris tersebut
dusebut NHS karena karena penyaluran dananya melalui anggaran belanja negara yang sebagian besar
bersumber pajak umum (tax-funded). Pembayaran pajak yang tidak memisahkan secara khusus dana
untuk kesehatan seperti yang sebelumnya terjadi menjadikan sistem di Inggris tersebut lebih dikenal
dengan istilah NHS dibanding AKN. Cakupan kepesertaan dengan NHS adalah universal yaitu seluruh
penduduk (universal coverage) karena kepesertaan tidak dikaitkan dengan iuran oleh masing-masing
peserta. Banyak negara lain di Eropa yang juga memiliki cakupan universal menggunakan sistem NHS
yang mengikuti pola Inggris.4 Hakekatnya baik NHS maupun AKN mempunyai tujuan yang sama yaitu
menjamin bahwa seluruh penduduk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
medis tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonominya. Perbedaan NHS dan AKN terletak pada
mekanisme pendanaan. AKN lebih bertumpu pada kontribusi khusus yang bersifat wajib (yang
ekivalen dengan pajak) dan dikelola secara terpisah dari anggaran belanja negara, baik dikelola
langsung oleh pemerintah maupun oleh suatu badan kuasi pemerintah yang otonom. 5,6,7,8, 9
Meskipun AKN mempunyai kesamaan prinsip dan tujuan, namun penyelenggaraannya di dunia
sangat bervariasi. Kanada memperkenalkan AKN yang kini disebut Medicare di tahun 1961 dengan
prinsip dasar menjamin akses universal, portabel, paket jaminan yang sama bagi semua penduduk dan
dilaksanakan otonom di tiap propinsi. Pendanaan AKN merupakan kombinasi dari kontribusi wajib dan
subsidi dari anggaran pemerintah pusat. Pada awalnya, hanya rawat inap yang dijamin oleh AKN. Pada
tahun 1972, paket jaminan diperluas dengan rawat jalan. Kini seluruh penduduk Kanada menikmati
pelayanan kesehatan komprehensif tanpa harus memikirkan berapa besar biaya yang harus mereka
keluarkan dari kantong sendiri bahkan untuk penyakit berat sekalipun. Beberapa jenis pelayanan
rumah sakit dan obat yang tidak termasuk klasifikasi esensial, dijamin AKN. Inilah yang menjadi pangsa
pasar asuransi kesehatan komersial. 10,11,12 Tampak jelas bahwa peran usaha asuransi kesehatan
komersial terbatas pada menjamin hal-hal yang tidak dijamin AKN atau dikenal dengan asuransi
tambahan/suplemen. Pembagian peran ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya seleksi bias
(adverse selection) bila pendekatan yang digunakan adalah asuransi kesehatan komersial bersifat
sukarela, yang akan menyebabkan tidak semua penduduk dapat memenuhi kebutuhan
kesehatannya.

D. AKN di Kanada

Di Kanada Sistem asuransi kesehatan yang menjamin akses kepada pelayanan komprehensif
berkembang sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Sebelum tahun 1940an, penduduk Kanada
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara membayar dari kantong sendiri (out of pocket) sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Penduduk yang mampu bisa membeli asuransi kesehatan
komersial, tetapi sebagian besar penduduk tidak mampu membelinya. Hal itu menimbulkan banyak
masalah akses dan kemanusiaan akibat penduduk tidak mampu membayar pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Usaha menyediakan jaminan kesehatan kepada semua penduduk dimulai tahun 1947
ketika propinsi Saskathcwan memulai penyelenggaraan asuransi kesehatan wajib/sosial, yang sering
juga disebut asuransi kesehatan publik, untuk pelayanan rumah sakit saja.

Sepuluh tahun kemudian, pemerintah federal tertarik untuk memperluas sistem jaminan yang
diberikan oleh propinsi Saskatchwan. Pada tahun 1956, pemerintah federal merangsang propinsi lain
untuk menyelenggarakan jaminan perawatan rumah sakit dengan memberikan kontribusi sebesar
50% dari dana yang dibutuhkan propinsi. Pada tahun 1961 seluruh propinsi dan dua daerah teritorial
telah menyetujui untuk memberikan paling tidak jaminan rawat inap. Sampai dengan tahun tersebut,
pelayanan rawat jalan pada praktek dokter, baik yang praktek mandiri maupun kelompok, masih harus
dibayar sendiri oleh penduduk.

Propinsi Saskatchwan melihat hal tersebut sebagai beban penduduk yang harus dipikul
bersama, sehingga pemerintah propinsi memulai perluasan manfaat asuransi kesehatan publik
dengan menanggung pelayanan rawat jalan dokter di luar rumah sakit. Pemerintah federal Kanada
melihat manfaat asuransi kesehatan komprehensif bagi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di
propinsi itu. Melihat itu, pemerintah Federal pada tahun 1968, memutuskan untuk merangsang
propinsi lain menerapkan asuransi kesehatan komprehensif. Empat tahun kemudian yaitu tahun 1972
seluruh propinsi telah menyediakan jaminan kesehatan komprehensif. Pada tahun itulah tujuan
Asuransi Kesehatan Nasional Kanada tercapai.

Pendanaan program Medicare tersebut selama 20 tahun (sejak 1956) ditanggung bersama oleh
pemerintah propinsi dan pemerintah federal, masing-masing sama besar. Pada tahun 1977 pendanaan
tidak lagi menggunakan sistem proporsional biaya yang dibutuhkan, melainkan pemberian block grant
per kapita dari pemerintah federal kepada pemerintah provinsi. Bentuk block grant itu memberikan
keleluasaan kepada pemerintah propinsi menggunakan tersebut untuk membiayai program kesehatan
lain, seperti tambahan paket obat bagi lansia dan perawatan gigi bagi anak-anak.

Tahun 1979, sebuah telaah sistem kesehatan Kanada menunjukkan bahwa sistem kesehatan di
Kanada merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Pada telaah yang sama ditemukan pula bahwa
banyak dokter yang menarik biaya konsultasi tambahan langsung kepada pasien disamping yang telah
dibayar oleh pemerintah propinsi. Fakta itu mengancam akses penduduk karena ada beban tambahan
untuk membiayai biaya pelayanan kesehatannya. Dalam undang-undang Kesehatan Kanada tahun
1984, pemerintah federal menjatuhkan denda kepada pemerintah propinsi sebesar jumlah biaya yang
ditarik oleh dokter di propinsi itu yang dikurangkan dari pendanaan pusat, jika propinsi mengijinkan
dokter menarik biaya tambahan dari penduduk yang ditengarai akan memberatkan penduduk dan
merusak sistem nasional. Kebijakan ini ditujukan agar seluruh penduduk Kanada terbebas dari beban
biaya besar jika ia atau anggota keluarganya sakit.

E. AKN Amerika Serikat

Negara tetangga Kanada (Amerika Serika) telah lama bergelut untuk mewujudkan sebuah AKN.
Pasa saat ini, AS dapat dikatakan mempunyai asuransi kesehatan nasional rawat inap untuk penduduk
diatas 65 tahun saja (lansia) yang disebut Medicare part A. Karena AKN di Amerika Serikat hanya
berlaku bagi penduduk lansia, tidak semua penduduk Amerika yang berjumlah sekitar 280 juta jiwa
memiliki asuransi kesehatan. Sekitar 50 juta penduduk AS yang berusia di bawah 65 tahun (sekitar
25% penduduk usia produktif) tidak memiliki asuransi kesehatan. Ini merupakan suatu bukti kegagalan
mekanisme pasar dalam bidang kesehatan, karena AS memang didominisasi oleh asuransi kesehatan
komersial. Dengan belanja kesehatan per kapita kini lebih dari US$ 5.000 per tahun, AS adalah satu-
satunya negara maju yang tidak mampu memiliki asuransi kesehatan nasional. 13

Di Amerika di tahun 1970an, terdapat 15 usulan RUU (Bill) AKN yang semuanya kandas akibat
banyaknya interes bisnis dan politik sehingga kepentingan publik tidak terlindungi dengan baik. 14 Di
kala itu, 23% penduduk AS tidak memiliki asuransi kesehatan, sedangkan saat ini angka tersebut masih
berkisar 18%. Dalam masa hampir 40 tahun, sejak Medicare diluncurkan, AS tidak mampu
meningkatkan perluasan penduduk yang dicakup asuransi. Berbagai reformasi sistem asuransi
kesehatan yang dilakukan Amerika, misalnya dengan UU Portabilitas Asuransi dan berbagai UU lain
yang bertujuan memperluas cakupan asuransi secara parsial, tanpa AKN, tidak mampu mancapai
cakupan universal. Inilah salah satu bukti market failure dalam pencapaian cakupan universal asuransi
kesehatan. Sesungguhnya di AS telah diusulkan puluhan model pendanaan dan penyelenggaraan yang
dapat digolongkan menjadi tiga model yaitu (1) kombinasi kontribusi wajib (payroll taxes) dan
anggaran pemerintah seperti model Inggris, (2) perluasan program Medicare dengan kontribusi wajib
kepada seluruh penduduk seperti model umum di negara maju lain, dan (3) bantuan premi dari
pemerintah untuk penduduk miskin dan tidak mampu. 15 Upaya terakhir untuk mewujudkan AKN di
Amerika dilakukan oleh Presiden Bill Clinton di tahun 1993, yang juga gagal karena kekuatan
perusahaan asuransi, yang takut kehilangan pasar dan memiliki dana lebih besar, lebih mampu
mempengaruhi rakyat Amerika dan anggota Kongres untuk menolak usulan Clinton. Kegagalan AS
dalam mengembangkan AKN, yang lebih mementingkan kepentingan pebisnis asuransi, merupakan
pelajaran yang harus cermati untuk dapat dihindari.

F. AKN di Jerman

Jerman dipandang sebagai negara pertama yang memperkenalkan asuransi kesehatan sosial di
jaman Otto von Bismarck di tahun 1883. Pada masa lalu, jumlah badan penyelenggara asuransi
kesehatan sosial (sickness funds), yang seluruhnya bersifat nirlaba, berjumlah sekitar lima ribuan.
Namun demikian, karena dorongan efisiensi dan portabilitas, banyak sickness funds yang merjer
sehingga kini jumlahnya sudah menysut menjadi 270 saja. Penyusutan jumlah badan penyelenggara
asuransi kesehatan sosial di Jerman ini menunjukkan bahwa usaha dengan pool kecil tidak mampu
bertahan (sustainable) dan tekanan ekonomi serta tuntutan portabilitas mengharuskan merjer. Kini
asuransi kesehatan sosial terbesar dipegang oleh badan yang bernama AOK yang mengelola hampir
70% peserta asuransi kesehatan sosial di Jerman. Semua penduduk dengan penghasilan di bawah EUR
3.375 per bulan wajib mambayar kontribusi untuk asuransi kesehatan yang kini mencapai 14% dari
upah sebulan. Penduduk yang berpenghasilan diatas itu, boleh tidak menjadi peserta sickness funds,
akan tetapi sekali mereka tidak ikut (opt out) dengan membeli asuransi kesehatan komersial, mereka
tidak diperkenankan lagi ikut asuransi sosial. Akibatnya, hanya 10% saja penduduk Jerman yang
membeli asuransi kesehatan komersial.16,17,18,19 Jerman memang tidak memiliki satu lembaga asuransi
kesehatan yang secara khusus dirancang untuk menjamin seluruh penduduk secara nasional karena
sejarah perkembangan negara yang sejak awal terpecahpecah dalam negara bagian (lander). Namun
demikian, Jerman telah menjamin seluruh penduduknya dengan biaya separuh dari yang dikeluarkan
Amerika karena sistemnya didominasi asuransi kesehatan sosial. Hanya karena jumlah badan
penyelenggara asuransi sosial yang banyak dan paket jaminan yang sangat liberal, maka sistem
asuransi kesehatan Jerman hanya sedikit efisien dibandingkan dengan sistem asuransi kesehatan
Amerika yang didominasi oleh usaha asuransi kesehatan komersial.

G. AKN di Belanda
Karena hubungan sejarah dengan Jerman, sistem asuransi kesehatan di Belanda sedikit banyak
mengikuti pola-pola Jerman dengan modifikasi. Belanda sesungguhnya juga memberlakukan AKN
dengan pooling risiko biaya medis yang besar (exceptional medical expenses) yang dikelola oleh satu
badan berskala nasional yang dikenal dengan nama AWBZ. Pelayanan kesehatan yang tidak mahal
dikelola oleh berbagai badan penyelenggara asuransi kesehatan sosial yang bersifat nirlaba yang
diatur oleh UU Sickness Funds Act (ZFW). Sebagian penduduk berpenghasilan tinggi dibolehkan (opt
out) untuk membeli asuransi kesehatan komersial. 20,21,22 Dengan model yang hampir sama dengan
Jerman, sistem asuransi kesehatan di Belanda memiliki pendanaan yang berskala Nasional untuk
kasus-kasus katastropik dan pendanaan lokal untuk kasus-kasus medis yang berbiaya relatif kecil.
H. AKN di Australia
Australia mengeluarkan UU Asuransi Kesehatan Nasionalnya di tahun 1973 dengan memberikan
jaminan pelayanan komprehensif kepada seluruh penduduk Australia, baik yang berada di Australia
maupun yang berada di beberapa negara tetangga seperti di Selandia Baru dan warga negara
beberapa negara Eropa yang tinggal di Australia. Asuransi, yang juga disebut Medicare dikelola oleh
Health Insurance Commisioner di tingkat negara Federal. Sejak tahun 1973, seluruh penduduk
Australia tidak perlu memikirkan biaya perawatan jika mereka sakit. Karenanya penyakit tidak akan
membuat mereka jatuh miskin. Reformasi sistem Asuransi Kesehatan Nasional Australia terjadi pada
tahun 1990an dengan merangsang penduduk untuk membeli asuransi kesehatan komersial. Begitu
baiknya pengelolaan Medicare ini sehingga diperlukan perangsang khusus bagi penduduk yang ingin
membeli asuransi kesehatan swasta dengan cara memberikan pengurangan kontribusi asuransi
wajib.23,24,25 Namun ternyata jumlah penduduk Australia yang memilih membeli asuransi kesehatan
komerisal semakin hari semakin sedikit.

I. AKN di Jepang
Sebagai sekutu Jerman dalam Perang Dunia II di Asia, Jepang memiliki pola sistem asuransi
kesehatan yang mengikuti pola Jerman dengan berbagai modifikasi. Di Jepang istilah AKN (Kokuho,
Kokumin Kenko Hoken) digunakan untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi pekerja mandiri
(self-employed), pensiunan swasta maupun pegawai negeri, dan anggota keluarganya. Penyelenggara
AKN diserahkan kepada pemerintah daerah. Sementara asuransi kesehatan bagi pekerja aktif di sektor
formal diatur dengan UU asuransi sosial kesehatan secara terpisah. Jepang telah memulai
mengembangkan asuransi sosial kesehatan sejak tahun 1922 dengan mewajibkan pekerja di sektor
formal untuk mengikuti program asuransi kesehatan sosial. Akan tetapi, mewajibkan asuransi
kesehatan bagi pekerja sektor formal saja tidak bisa menjamin penduduk di sektor informal dan
penduduk yang telah memasuki usia pensiun mendapatkan asuransi kesehatan. Untuk memperluas
jaminan kesehatan kepada seluruh penduduk (universal coverage), Jepang kemudian memperluas
cakupan asuransi kesehatan dengan mengeluarkan UU AKN. Dalam sistem asuransi kesehatan di
Jepang, peserta dan anggota keluarganya harus membayar urun biaya (cost sharing) yang besarnya
bervariasi antara 20-30% dari biaya kesehatan di fasilitas kesehatan. Bagian urun biaya inilah yang
menjadi pangsa pasar asuransi kesehatan komersial. 26,27,28 .

J. AKN di Taiwan
Negara Asia yang pertama kali secara eksplisit menggunakan istilah AKN dengan melakukan
pooling nasional adalah Taiwan. Komitmen Presiden yang sangat kuat dibuktikan dengan lahirnya UU
AKN pada tahun 1995 dengan sistem yang dikelola oleh Biro NHI, suatu Biro di dalam Depkes Taiwan,
sebagai satu-satunya pengelola. Sistem AKN di Taiwan ini dimulai dengan menggabungkan
penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi pegawai negeri, pegawai swasta, petani dan pekerja di
sektor informal, yang sebelumnya dikelola secara terpisah oleh badan penyelenggara masing-masing,
seperti sistem di Indonesia dengan Askes dan Jamsostek. Penggabungan tersebut telah meningkatkan
efisiensi dan kualitas pelayanan yang menjamin akses yang sama kepada seluruh penduduk. Paket
jaminan komprehensif yang sama meningkatkan kepuasan peserta dengan tingkat kepuasan lebih
dari 70%. Sistem AKN di Taiwan merupakan salah satu sistem yang menanggung pengobatan
tradisional Cina dalam paket jaminan yang diberikan kepada pesertanya. 29,30,31,32,33 Karena sistemnya
yang cukup memuaskan penduduk, asuransi kesehatan komersial tidak banyak berkembang di Taiwan.

K. AKN di Korea Selatan


Korea Selatan memulai asuransi sosial pada Desember 1963 dengan mewajibkan perusahaan
yang mempekerjakan 500 karyawan atau lebih menyediakan asuransi kesehatan bagi karyawannya.
Kewajiban itu ditingkatkan sampai kepada perusahaan yang mempekerjakan satu orang karyawan.
Cakupan askes untuk pekerja mandiri sudah diuji-coba sejak tahun 1981 dan pada tahun 1989 seluruh
penduduk telah memiliki asuransi. Suatu prestasi yang luar biasa, karena dalam waktu relatif singkat
Korea telah mampu mencapai cakupan universal. Tetapi penyelenggaraanya masih dikelola oleh lebih
dari 300 badan asuransi kesehatan yang bersifat nirlaba yang dikelola oleh kelompok pekerja atau
pemerintah daerah. Mengingat mobilitas penduduk yang tinggi dan rendahnya efisiensi pengelolaan
program AKN, maka dilakukan reformasi menuju satu sistem AKN. Sejak tahun 2000, AKN di Korea
Selatan dikelola oleh satu badan nasional dengan iuran maksimum 8% dari upah, ditanggung
bersama antara pekerja, pemberi kerja dan subsidi pemerintah. 34,35,36
L. AKN di Thailand
Penyelenggaraan AKN di Thailand diusulkan sejak tahun 1996. Program AKN di negara seribu
pagoda itu sudah mencakup seluruh penduduk, namun dikelola oleh 3 badan penyelenggara. Saat ini
sedang berlangsung proses penggabungan tiga badan penyelenggara tersebut menjadi satu badan
pengelola yang akan mengelola seluruh program AKN. Usulan penyelenggaraan AKN di Muangtai
menggabungkan konsep satu Badan Nasional sebagai pengelola dengan desentralisasi pembayaran
kepada fasilitas kesehatan (area purchasing board).37 Asuransi kesehatan di Thailand terdiri atas
sistem jaminan kesehatan pegawai negeri yang paket jaminannya amat liberal dan menjamin tidak
saja anggota keluarga pegawai, tetapi juga mencakup orang tua dan mertua pegawai. Seluruh pegawai
swasta mendapat jaminan kesehatan komprehensif melalui Badan Jaminan Sosial yang dikelola oleh
Depnakernya Thailand. Sedangkan pekerja informal memperoleh jaminan melalui National Health
Security Office, sebuah lembaga independen yang mengelola sistem 30 Baht. Dengan sistem 30 Baht,
seluruh penduduk di luar pegawai swasta dan pegawai negeri berhak mendapat pelayanan kesehatan
komprehensif dengan hanya membayar 30 Baht ( kurang lebih Rp 6.000) sekali berobat atau dirawat,
termasuk perawatan intensif dan pembedahan. 38,39,40,41 Dengan demikian, seluruh penduduk Thailand
kini juga telah terbebas dari ancaman menjadi miskin bila jatuh sakit dan karenanya akan lebih
produktif membangun negaranya.
M. AKN di Filipina
Filipina merupakan negara berkembang seperti Indonesia, yang memiliki penduduk tersebar di
lebih dari 7.000 pulau, yang bertekad memantapkan AKN di akhir Milenium kedua. Pada tahun 1995,
Filipina berhasil mengeluarkan UU AKN yang menggabungkan penyelenggaraan asuransi kesehatan
bagi pegawai negeri dan pegawai swasta yang sebelumnya dikelola terpisah menjadi satu badan AKN.
Sebagai negara berkembang yang mempunyai pendapatan per kapita sedikit diatas US$ 1.000, Filipina
merupakan negara berkembang yang mengembangkan AKN dengan target mencapai cakupan
universal. Saat ini cakupan program AKN baru mencapai sekitar 60% penduduk, namun seluruh
pekerja di sektor formal telah menjadi peserta, termasuk tenaga kerja yang bekerja diluar Filipina.
Meskipun paket jaminannya belum komprehensif, Filipina sudah mampu meniadakan ancaman
pemiskinan akibat sakit bagi sebagian besar penduduknya.42,43,44.

BAB II

JENIS – JENIS ASURANSI KESEHATAN

A. Askes Komersial
Perkembangan asuransi kesehatan komersial di Amerika maju dengan pesat setelah Pemerintah
Federal mengeluarkan UU asuransi wajib kecelakaan kerja di tahun 1908 yang diikuti dengan negara
bagian Wisconsin di tahun 1911. Upaya asuransi kesehatan komersial yang dianggap sebagai cikal bakal
keberhasilan usaha asuransi kesehatan secara korporat di Amerika dimulai ketika di tahun 1910 Dana
Bersama bagi pegawai Montgomery Ward, yang memberikan jaminan kematian dan penggantian upah
(disability income benefits) sebesar $5 sampai $10 per minggu, ditelaah (studi kelayakan) untuk
dikontrakan ke perusahaan asuransi. Studi ini dipicu oleh rendahnya kepesertaan yang hanya mencakup
sekitar 15% pegawai, evaluasi program yang jarang dilakukan, dan manfaat asuransi (benefit) yang tidak
memadai. Akhirnya, setelah negosiasi yang alot, jaminan penggantian upah ini dikontrakan kepada
London Guarantee and Accident Company, di New York tahun 1911. Kontrak asuransi kesehatan
kumpulan pertama, yang jaminannya bukan pelayanan kesehatan atau penggantian biaya perawatan,
mengharuskan waktu tunggu (waiting period) selama tiga hari, manfaat asuransi sebesar 50% upah
mingguan bagi pekerja berusia di bawah 70 tahun dengan manfaat minimum sebesar $5 dan manfaat
maksimum sebesar $28,25 per minggu. Manfaat diberikan sampai pekerja sembuh dan dapat bekerja
kembali, tanpa ada batas waktu (HIAA, 1994).

Seperti dijelaskan diatas, beberapa negara bagian mewajibkan perusahaan untuk mengasuransikan
disabilitas pendapatan jangka pendek bagi karyawannya. Kewajiban tersebut membuat perusahaan
asuransi berupaya mencari pasar baru dengan menawarkan asuransi sejenis tetapi bersifat jangka
panjang (long-term) yang memberikan manfaat sampai lima tahun. Akan tetapi, asuransi ini hanya
ditawarkan kepada pekerja dengan upah yang tinggi seperti penyelia dan manajer. Pada saat ini di
Amerika, asuransi disabilitas pendapatan jangka panjang—yang memberikan manfaat asuransi sampai
usia pensiun (65 tahun), ketika pensiun wajib yang disediakan Pemerintah Federal sudah menjadi hak
pekerja tersebut.

B. Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat dibandingkan dengan


perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara tetangga di ASEAN. Penelitian yang seksama
tentang fakto yang mempengaruhi perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup
tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan sebagai penyebabkan lambatnya
pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya deman (demand) dan pendapatan
penduduk yang rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia

Penduduk Indonesia pada umumnya merupakan risk taker untuk kesehatan dan kematian.
Sakit dan mati dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang religius merupakan takdir Tuhan dan
karenanya banyak anggapan yang tumbuh di kalangan masyarakat Indonesia bahwa membeli asuransi
berkaitan sama dengan menentang takdir. Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran penduduk
untuk membeli atau mempunyai asuransi kesehatan. Selanjutnya, keadaan ekonomi penduduk
Indonesia yang sejak merdeka sampai saat ini masih mempunyai pendapatan per kapita sekitar $
1.000 AS per tahun, sehingga tidak memungkinkan penduduk Indonesia menyisihkan dana untuk
membeli asuransi kesehatan maupun jiwa. Rendahnya deman dan daya beli tersebut mengakibatkan
tidak banyak perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi kesehatan. Selain itu, fasilitas
kesehatan sebagai faktor yang sangat penting untuk mendukung terlaksananya asuransi kesehatan
juga tidak berkembang secara baik dan distribusinya merata. Sedangkan dari sisi regulasi, Pemerintah
Indonesia relatif lambat memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui kemudahan
perijian dan kapastian hukum dalam berbisnis asuransi atau mengembangkan asuransi kesehatan
sosial bagi masyarakat luas.

C. Asuransi Sosial

Sesungguhnya, Pemerintah Indonesia sudah mulai mencoba memperkenalkan prinsip asuransi


sejak tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka. Seperti juga yang berkembang di negara
maju, asuransi kesehatan berkembang dimulai dengan asuransi sosial dalam bidang kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Pada waktu itu Pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk
mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Namun demikian,
karena situasi keamanan dalam negeri pasca kemerdekaan yang masih belum stabil akibat adanya
berbagai pembrontakan dan upaya Belanda untuk kembali merebut Indonesia, maka upaya tersebut
belum memungkinkan untuk terlaksana dengan baik.

Setelah kestabilan politik relatif tercapai, di tahun 1960 pemerintah mencoba memperkenalkan
lagi konsep asuransi kesehatan melalui undang-undang Pokok Kesehatan tahun 1960 yang meminta
Pemerintah mengembangkan ‘dana sakit’ dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan
kesehatan untuk seluruh rakyat.45 Akan tetapi karena berbagai kondisi sosial ekonomi seperti
disampaikan dimuka belum kondusif, maka perintah undang-undang tersebut sama sekali tidak bisa
dilaksanakan. Pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat Keputusan
untuk mendirikan Dana mirip dengan konsep Health Maintenance Organization (HMO) atau Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang berkembang kemudian guna mewujudkan amanat
undang-undang kesehatan tahun 1960 tersebut. Mentri menetapkan iurannya sebesar 6% upah yang
ditanggung majikan sebesar 5% dan karyawan 1%. 46 Sayangnya SK Menaker tersebut tidak
mewajibkan, karena memang SK Menteri tidak cukup kuat untuk mewajibkan, pengusaha untuk
membayar iuran tersebut. Akibatnya SK tersebut tidak berfungsi dan skema asuransi kesehatan
tersebut tidak pernah terwujud.

Sampai tahun 1968, tidak ada perkembangan yang berarti dalam bidang asuransi kesehatan di
Indonesia. Beberapa perusahaan besar dan Pemerintah memang telah memberikan jaminan
kesehatan secara tradisional (self-insured) dengan cara mengganti biaya kesehatan yang telah
dikeluarkan oleh karyawan. Upaya pengembangan asuransi kesehatan sosial yang lebih sistematis
mulai diwujudkan di tahun 1968 ketika Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Awaludin Djamin,
mengupayakan asuransi kesehatan bagi pegawai negeri. Upaya menyediakan asuransi kesehatan bagi
pegawai negeri dan keluarganya ini merupakan skema asuransi kesehatan sosial pertama di Indonesia.
Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi kesehatan yang mempunyai ciri wajib diikuti oleh
sekelompok penduduk (misalnya pegawai negeri), manfaat atau paket pelayanan kesehatan yang
dijamin ditetapkan oleh peraturan dan sama untuk semua peserta, dan iuran/preminya ditetapkan
dengan prosentase upah atau gaji. Pada awalnya asuransi kesehatan pegawai negeri, yang kini lebih
dikenal dengan Askes, mewajibkan iuran sebesar 5% dari upah, namun pada perkembangan
selanjutnya, iuran diturunkan menjadi 2% yang harus dibayar oleh pegawai negeri, sementara
pemerintah sebagai majikan tidak membayar iuran. Baru pada tahun 2004, Pemerintah memulai
mengiur sebesar 0,5% dari gaji yang secara bertahap akan dinaikkan menjadi 2%, sehingga total iuran
asuransi kesehatan bagi pegawai negeri menjadi 4%

Program asuransi kesehatan pegawai negeri ini awalnya dikelola oleh suatu badan di
Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
(BPDPK). Badan tersebut sebagaimana badan lain yang berada di dalam birokrasi tidak memiliki
fleksibilitas cukup untuk merespons tuntutan peserta dan fasilitas kesehatan. Administrasi keuangan
di Departemen umumnya lambat dan birokratis sehingga tidak mendorong manajemen yang baik dan
memuaskan pengandil (stake holder). Oleh karenanya Askes kemudian dikelola secara korporat
dengan mengkonversi BPDPK menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan Perum Husada
Bakti (PHB) di tahun 1984. Perubahan menjadi PHB membuat pengelolaan Askes, yang pada waktu itu
dikenal juga dengan istilah Kartu Kuning, dapat dikelola secara lebih fleksibel. Istilah Kartu Kuning
dikenal sejak program dikelola oleh BPDPK karena kartu oeserta berwarna kuning.

Namun demikian, status Perum yang merupakan konsep penyelenggaraan tugas operasional
pemerintah dinilai kurang leluasa untuk pengembangan asuransi kesehatan kepada pihak di luar
pegawai negeri. Perkembangan selanjutnya PHB dikonversi menjadi PT Persero dengan Peraturan
Pemerintah nomor 6/1992 dan namanya berubah menjadi PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero)
yang disingkat PT Askes (Persero). Nama Askes sengaja digunakan untuk memudahkan peserta
mengenal dan memahami program yang menjadi haknya. Ketika amsih dikelola oleh PHB, Kartu
Kuning sudah dikenal juga sebagai Kartu Askes (asuransi kesehatan). Dengan status Persero, PT Askes
(Persero) mempunyai keleluasaan yang lebih dalam pengelolaan aset dan memperluas kepesertaan
kepada sektor swasta. Setelah menjadi PT Persero, PT Askes (Persero) telah memperluas produk
asuransi yang dikelola dengan menjual produk asuransi kesehatan komersial JPKM/HMO kepada
perusahaan swasta maupun BUMN. Sampai tahun 2004, jumlah peserta asuransi komersial telah
mencapai 1,5 juta jiwa, sedangkan jumlah peserta asuransi kesehatan sosial yaitu pegawai negeri,
pensiunan pegawai negeri, dan pensiunan angkatan bersenjata beserta anggota keluarganya,
mencapai hampir 14 juta jiwa.

Di tahun 1971, upaya asuransi sosial dalam bidang kecelakaan kerja juga dimulai dengan
didirikannya Perusahaan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Astek pada awalnya hanya menangani
asuransi kecelakaan kerja. Upaya perluasan program asuransi sosial menjadi program jaminan sosial
yang lebih lengkap dimulai dengan uji coba Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja di
lima propinsi yang mencakup sekitar 70.000 tenaga kerja di tahun 1985. Uji coba selama lima tahun
dimaksudkan untuk menilai kelayakan memperluas asuransi kesehatan sosial ke sektor swasta yang
memiliki ciri berbeda dengan sektor publik (Askes). Di sektor swasta, sifat perusahaan sangat dinamis,
baik dari segi jumlah tenaga kerja, masa kerja di suatu perusahaan, jumlah upah, jumlah
perusahaan/majikan dan kemampuan finansial untuk membayar iuran. Proses pembayaran iuranpun
tidak mudah karena tidak ada satu mekanisme sentral, seperti pada sektor publik, yang lebih
menjamin terkumpulnya dana secara memadai dan teratur. Akhirnya setelah uji coba selama lima
tahun, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja dinilai layak untuk masuk dalam
program jaminan sosial.
Di bulan Februari 1992, undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) disetujui DPR
dan diundangkan. Undang-undang Jamsostek ini mencakup empat program jaminan sosial yaitu
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan
Jaminan Kematian. Program JPK merupakan program asuransi sosial yang jaminannya diberikan juga
kepada anggota keluarga karyawan, sedangkan ketiga program jaminan sosial lainnya hanya diberikan
kepada karyawan. Program JHT, di lain pihak, merupakan program tabungan, bukan program asuransi.
Dalam perkembangannya, program JPK ternyata tidak sepenuhnya diwajibkan, karena pada Peraturan
Pemerintah nomor 14/1993 disebutkan bahwa perusahaan (baca firma atau badan usaha karena
termasuk juga yayasan atau badan lain yang mempekerjakan 10 atau lebih karyawan) yang telah atau
akan memberikan jaminan yang lebih baik dari paket jaminan yang diatur PP tersebut boleh tidak
mengikuti (opt out) program JPK Jamsostek. Klausul pasal inilah yang menyebabkan cakupan peserta
program JPK Jamsostek tidak pernah besar dan sampai pada tahun 2004 hanya sekitar 1,3 juta tenaga
kerja atau beserta sekitar 1,6 juta anggota keluarganya yang mendapatkan perlindungan JPK. Akan
tetapi, program JKK mencakup lebih banyak pekerja yaitu secara akumulatif mencapai hampir 20 juta
tenaga kerja. Namun demikian, karena dinamika perusahaan, jumlah peserta Jamsostek di tiga
program lainnya juga mengalami fluktuasi. Kendala besar yang dihadapi program Jamsostek adalah
seringnya karyawan berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, sehingga menyulitkan
pendataan peserta. Kendala seperti ini tidak terjadi di program asuransi kesehatan pegawai negeri.

D. Dana Sehat/JPKM/Jaminan Kesehatan Penduduk Miskin

Dana sehat dapat dilihat sebagai upaya penghimpunan (pooling) dana masyarakat dalam bentuk
yang paling sederhana. Usaha dana sehat tidak bisa dikatakan murni sebagai kearifan (ide) bangsa
Indonesia karena upaya yang sama juga terjadi di negaranegara maju di Eropa maupun Amerika.
Namun demikian, semua inisitatif serupa dana sehat memang tidak berkembang menjadi sebuah
asuransi besar. Di awal tahun 1970an, mulai muncul ide dana sehat, misalnya di kecamatan Karang
Kobar, Klampok dimana dr. Agus Swandono, kepala Puskesmas berinisiatif mengumpulkan dana
untuk biaya obat dan pengelolaan sanitasi. Di Kupang dan Bali juga berkembang upaya sama yang
didorong oleh pemerintah daerah/dinas kesehatan guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
membiayai kesehatan dirinya sendiri. Upaya pengembangan dana sehat memang banyak didorong
oleh pemerintah dengan harapan terlalu besar, namun kenyataannya tidak berkembang menjadi
besar. Ribuan dana sehat di tingkat kelurahan, kecamatan, bahkan yang setingkat propinsi seperti
Raraeongan Sarupi di Jawa Barat telah dikembangkan, akan tetapi sampai saat ini hampir tidak ada
yang bertahan hidup apalagi berkembang.

Bahkan upaya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang mempunyai dukungan
struktural yang lebih kuat, antara lain tercantum dalam UU nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan
Peraturan Menteri Kesehatan, juga tidak berkembang seperti yang diharapkan. Program JPKM yang
mengambil ide Health Maintenance Organization (HMO) di Amerika sering dicampur-adukan dengan
dana sehat. Pada awal tahun 1990, Depkes mengeluarkan buku pedoman untuk menumbuh-
kembangkan dana sehat menjadi JPKM. Upaya-upaya mengembangkan dana sehat menjadi JPKM,
yang dinilai sebagai tingkatan yang lebih tinggi, tidak memperoleh hasil yang memadai. Di daerah-
daerah, pejabat di lingkungan dinas kesehatan tidak bisa membedakan antara dana sehat dan JPKM.
Upaya memperluas dan mengembangkan JPKM, setelah keluar UU Kesehatan dan Peraturan
Menteri Kesehatan yang mengatur JPKM, dilakukan antara lain dengan meminjam dana dari Bank
Dunia misalnya pada Proyek Kesehatan IV (HP IV) di Kaltim, Kalbar, Sumbar dan NTB. Proyek lain
adalah pinjaman dana Asian Development Bank (ADB) juga dilakukan di daerah lain. Kebanyakan
proyek itu mengembangkan JPKM dengan pola pikir (mindset) dana sehat sehingga upaya-upaya
menjual produk JPKM dilakukan kepada penduduk yang berpenghasilan rendah dengan target
penjualan ke rumah tangga. Dengan tidak adanya pengetahuan, pengalaman, dan bimbingan dari
profesional yang memahami asuransi kesehatan, upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil.
Kekurangan dukungan profesional asuransi kesehatan dipersulit dengan anggapan yang terus
dipertahankan untuk waktu lama bahwa JPKM bukan asuransi. Ketika Indonesia menderita krisis nilai
tukar rupiah pada bulan Juni 1997 yang membuat rupiah terpuruk dari nilai sekitar Rp 2.300 per $1 AS
menjadi sampai Rp 15.000 untuk $1 AS, menyebabkan harga barang dan jasa khususnya barang impor,
menjadi sangat mahal, sehingga akses pelayanan kesehatan menjadi sangat rendah.

Pemerintah dan pihak internasional sangat khawatir terjadi penurunan derajat kesehatan
masyarakat dan semakin buruknya akses pelayanan. Upaya mencegah terjadinya kerusakan sistem
yang sudah dibangun berkembang menjadi upaya mengembangkan Jaring Pengaman Sosial (social
safety net) untuk berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Upaya jaring pengaman di bidang
kesehatan dikenal dengan istilah program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) yang
ditumpangi dengan keinginan mengembangkan JPKM. Upaya JPSBK didanai dari pinjaman ADB
sebesar US$ 300 juta untuk masa lima tahun dengan program pemberian dana ke puskesmas, kepada
bidan di desa untuk menangani ibu hamil berisiko tinggi, pembelian vaksin, dan pemberian jaminan
kesehatan melalui suatu badan yang disebut pra bapel JPKM. Tidak kurang dari 280 pra bapel
dikembangkan di seluruh kabupatan dengan diberikan dana Rp 10.000 per kepala keluarga penduduk
miskin per tahun. Pra bapel diberikan dana tersebut dengan biaya manajemen sebesar 8% dengan
kewajiban mengembangkan program JPKM kepada masyarakat non-miskin. Upaya tersebut tidak
membuahkan hasil.

Berbagai kontroversi tentang pengembangan JPKM, yang sesungguhnya merupakan konsep


asuransi komersial dengan produk managed care, berlanjut cukup lama. Pada tahun 2002, program
tersebut akhirnya diganti dengan pemberian dana langsung ke puskesmas dan ke rumah sakit. Kritik
juga muncul dari besarnya dana pinjaman untuk kebutuhan JPS sementara pemerintah memberikan
subsidi harga bahan bakar minyak yang besarnya mencapai lebih dari Rp 56 triliun setahun. Padahal
untuk menjamin seluruh penduduk atau membebaskan biaya kesehatan bagi seluruh penduduk,
diperlukan hanya 15-20% dari subsidi BBM tersebut. Dengan kritik yang keras, akhirnya pemerintah
menyepakati mencabut subsidi yang berakibat naiknya harga minyak dan mengalihkan dana subsidi
tersebut untuk program kesehatan, pendidikan, beras miskin, dan beberapa program lain dengan
nama Program Dana Pengalihan Subsidi Energi (PDPSE) dan kemudian berganti nama dengan Program
Kompensasi Pengalihan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM). Di bidang kesehatan, pengalihan
subsidi BBM tersebut sesungguhnya tidak besar karena jumlahnya kurang dari Rp 1 triliun per tahun.

Di tahun 1999, Uni Eropa sangat prihatin melihat hancurnya sistem sosial di Indonesia setelah
krisis nilai tukar yang berlanjut dengan krisis ekonomi. Negara-negara Eropa tersebut menawarkan
bantuan untuk memperkuat sektor sosial, antara lain sistem jaminan sosial. Di tahun 2000 Kepala Biro
Kesehatan dan Gizi menugaskan tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang
dipimpin oleh Hasbullah Thabrany untuk melakukan telaah (review) komprehensif tentang jaminan
kesehatan di Indonesia. Dalam telaah ini diungkapkan rendahnya cakupan asuransi kesehatan di
Indonesia dan disampaikan berbagai alternatif pengembangan jaminan kesehatan dengan
mengembangkan sistem asuransi kesehatan sosial yang menuju cakupan universal agar seluruh
penduduk memiliki asuransi kesehatan. Beberapa bulan kemudian Kementerian Koordinator
Perekonomian (Menko Ekuin) juga meminta Lembaga Pranata Pembangunan Universitas Indonesia
(LPPUI) yang dipimpin oleh Hasbullah Thabrany untuk melakukan telaah komprehensif sistem jaminan
sosial di Indonesia. Tim yang juga beranggotakan Edi Purwanto dari Kementrian Koordinator
Perekonomian dan Odang Mochtar dari PT Jamsostek menghasilkan dokumen yang
merekomendasikan untuk reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia.

Upaya-upaya pengalihan subsidi dinilai sebagai upaya yang tidak konsisten dengan amanat
UUD45 yang mengharuskan pemerintah bertanggungjawab menyediakan pelayanan kesehatan bagi
seluruh penduduk. Di tahun 2000, Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berhasil
melakukan amendemen UUD45 dengan menambahkan pasal 28H ayat (1) yang berbunyi “..setiap
penduduk berhak atas pelayanan kesehatan..” Pada tahun 2001 Sidang Umum MPR juga
mengeluarkan Ketetapan MPR nomor X/2001 yang menugaskan Presiden Megawati untuk
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada tahun yang sama, Sekretaris Wakil Presiden,
Bambang Kesowo, menerbitkan Surat Keputusuan membentuk Tim Peninjau Sistem Jaminan Sosial.
Amendemen selanjutnya yang disetujui Sidang Umum MPR tanggal 11 Agustus 2002, yaitu Pasal 34
ayat (2), menugaskan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Pada
tahun yang sama, Presiden Megawati menerbitkan Kepres nomor 20/2002 yang membentuk Tim
Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan tugas menyusun naskah akademik dan Rancangan UU (RUU)
SJSN. Tim ini merupakan satu-satunya tim penyusun UU dalam sejarah Indonesia yang dibentuk dengan
Kepres dan beranggotakan lima Departemen/kementerian yaitu Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat, Keuangan, Sosial, Kesehatan, dan Tenaga Kerja.

E. Asuransi Komersial
Asuransi kesehatan komersial telah ditawarkan di kota-kota besar di awal tahun 1970an oleh
perusahaan asuransi multinasional yang memiliki kantor cabang atau unit usaha di Indonesia.
Perkembangan penjualan asuransi komersial yang dijual oleh perusahaan asuransi sebelum tahun
1992 tidak mengalami pertumbuhan yang berarti karena landasan hukumnya tidak begitu jelas.
Asuransi kesehatan komersial kala itu umumnya dijual sebagai produk tumpangan (rider) yang dijual
oleh perusahaan asuransi kerugian, karena memang asuransi kesehatan merupakan asuransi kerugian.
Perusahaan asuransi jiwa tidak jelas apakah dapat menjual asuransi kesehatan atau tidak.

Setelah tahun 1992, UU nomor 2/1992 tentang Asuransi mengatur bahwa perusahaan asuransi
jiwa boleh menjual produk asuransi kesehatan. Awalnya banyak pihak yang menganggap bahwa hanya
perusahaan asuransi jiwa yang diijinkan untuk menjual asuransi kesehatan. Padahal sesungguhnya
sifat alamiah usaha asuransi jiwa bukan asuransi kerugian karena besarnya kehilangan jiwa tidak bisa
diukur dan karenanya asuransi indemnitas atau penggantian kerugian tidak bisa dijalankan, akan
tetapi pemegang polis dapat memilih jumlah yang diasuransikan apabila seseorang tertanggung
meninggal. Dengan keluarnya UU asuransi ini, maka baik perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi
kerugian dapat menjual produk asuransi kesehatan dan derivatnya. Pertumbuhan pasar asuransi
kesehatan mendapat percepatan dari PP 14/1993 tentang Jamsostek yang membolehkan opt out
sehingga banyak perusahaan yang memilih membeli asuransi kesehatan dari swasta dibandingkan
dengan mengikuti program JPK PT Jamsostek (persero).

Percepatan pasar asuransi kesehatan juga dinikmati oleh badan penyelenggara (bapel) JPKM,
yang bukan dikelola oleh swasta yang menjual produk asuransi kesehatan di kota besar. Dengan
iming-iming bahwa JPKM menerapkan teknik-teknik managed care sehingga mampu menekan biaya
dan menawarkan pelayanan yang lebih bermutu, beberapa bapel JPKM mampu menjual produknya.
Akan tetapi karena pengalaman yang kurang dan tidak memahami bisnis asuransi kesehatan,
beberapa bapel tidak mampu berkembang dan bahkan mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan bapel
International Health Benefit of Indonesia (IHBI) di tahun 1999, merupakan suatu contoh kegagalan
bapel JPKM yang kurang pengalaman dalam bisnis asuransi. Kasus IHBI ini di Jakarta menimbulkan
kehilangan kepercayaan pihak rumah sakit terhadap industri asuransi secara keseluruhan, bukan
hanya timbul ketidak-percayaan kepada bapel JPKM. Setelah kejadian ini, banyak rumah sakit yang
meminta agar perusahaan asuransi menempatkan uang muka untuk dua minggu ke depan, apabila
pesertanya hendak dilayani di rumah sakit tersebut.

Dalam buku Dasar Asuransi Kesehatan bagian A dan bagian B akan dibahas asuransi kesehatan
yang sifatnya komersial, yang merupakan asuransi tambahan dalam sistem asuransi kesehatan di
Indonesia yang diatur oleh UU SJSN. Sedangkan asuransi sosial dan sistem jaminan sosial di Indonesia
akan dibahas secara panjang lebar dalam dua buku terpisah yaitu Asuransi Kesehatan Nasional dan
Sistem Jaminan Sosial. Namun demikian, beberapa bab dalam buku yang membahas asuransi
kesehatan komersial seperti pengendalian biaya dan fraud tetap dapat digunakan dalam sistem
asuransi kesehatan sosial.
BAB III

PENUTUP

Asuransi kesehatan berkembang dimulai dengan solidaritas bersama yang sifatnya kumpulan
kecil semacam dana sehat, dana sakit, dan sebagainya. Usaha yang kecil-kecil ini umumnya tidak
memadai untuk berkembang karena sifatnya yang sukarela dan besaran premi/iuran tidak dihitung
secara memadai. Untuk mengatasi kegagalan sistem asuransi kecil dan bersifat lokal terdapat dua
modus besar yaitu pengelolaan secara komersial dengan tingkat profesional yang tinggi dan
pengelolaan secara asuransi sosial yang bersifat wajib diikuti oleh semua orang dalam suatu golongan.
Model asuransi sosial berkembang pesat di Eropa, dimulai di Jerman, dan menyebar luas ke seluruh
dunia. Sementara sistem asuransi kesehatan komersial lebih berkembang di Amerika Serikat karena
Amerika membatasi tumbuhnya asuransi sosial untuk kecelakaan kerja dan asuransi kesehatan bagi
orang tua saja. Perkembangan asuransi komersial sesungguhnya didukung dengan adanya asuransi
sosial. Di Indonesia, perkembangan asuransi kesehatan dimulai dengan asuransi sosial yaitu asuransi
kesehatan pegawai negeri diikuti oleh asuransi sosial kecelakaan kerja, dan dilanjutkan dengan
asuransi sosial kesehatan bagi pegawai swasta. Karena peraturan perundangan yang membolehkan
opt out bagi pekerja swasta, asuransi kesehatan sosial bagi pekerja swasta tidak berkembang sampai
Sistem Jaminan Sosial Nasional seabgai landasan menuju Asuransi Kesehatan Nasional yang
diselenggarakan secara konsekuen. Pada saat ini, masih terlalu dini untuk menilai apakah SJSN akan
mampu mewujudkan AKN. Namun demikian, dengan UU APBN Penambahan yang memberikan
jaminan perawatan di puskesmas dan rumah sakit kelas III mulai bulan Juli 2005, AKN sesungguhnya
sudah mulai terwujud di Indonesia. Hanya saja, kualitas pelayanan yang diberikan belum memuaskan
banyak pihak. Sementara itu, rancangan SJSN maupun AKN dengan jaminan perawatan kelas III tidak
menutup upaya asuransi kesehatan komersial sebagai suplemen atau tambahan jaminan bagi
penduduk yang memiliki pendapatan tinggi atau menghendaki jaminan yang lebih memuaskan.

Referensi

1
HIAA. Group life and health insurance. Part A. HIAA, Washington DC, 1994
2
Stierle, Friedeger. Social health insurance in Germany. Makalah disajikan dalam Seminar Asuransi
Kesehatan Nasional, Jakarta, 1998.
3
HIAA. Group health insurance. Part A. HIAA, Washington DC. 1997
4
Dixon A and Mossialos E. Health system in eight countries: trends and challenges. The european
observatory on health care systems. London, 2002
5
Henderson JW. Op Cit
6
Rejda, GE. Social insurance and economic security. 3 rd Ed. Prentice hall, New Jersey, USA. 1988
7
Friedlander WA and Apte RZ. Introduction to social welfare. Prentice Hall. Englewood, New Jersey,
USA, 1980
8
Keintz RM. NHI and income distribution. D.C. health and company, Lexington, USA, 1976
9
Merritt Publishing, Glossary of insurance terms, Santa Monica, CA, USA 1996
10
Tuohy CH. The costs of constraint and prospects for health care reform in Canada. Health affairs:
21(3): 32-46, 2002
11
Vayda E dan Deber RB. The canadian health-care system: A developmental overview dalam Naylor D.
Canadian health care and the state. McGill-Queen’s University Press. Montreal, Canada, 1992
12
Roemer MI. Health system of the world. Vol II. Oxford university press. Oxford, UK. 1993 13 Thabrany,
H. Kegagalan Pasar. Op Cit
14
Keintz RM. National Health Insurance and Income Distribution. D.C. Health and Company, Lexington,
USA, 1976
15
Rubin, HW. Dictionary of insurance terms. 4 th Ed. Barron’s Educational Series, Inc. Hauppauge, NY,
USA 2000
16
Dixon and Mossialos. Op Cit.
17
Stierle. F. German Health Insurance System. Makalah disajikan pada Seminar Asuransi Kesehatan
Sosial, Jakarta 2001
18
Rucket, P. Universal coverage and equitable access to health care: The European and German
experience. Makalah disajikan pada Asia Pacific Summit on Health Insurance and Managed Care.
Jakarta, 22-24 Mei, 2002
19
Lankers, C. The German health care system. Makalah disajikan pada Kunjungan Tim SJSN di Berlin, 24
Juni 2003
20
Schoultz F. Competition in the Dutch health care system. Rotterdam, 1995 21 Dixon and Mossialos. Op
Cit

22
Roemer, Milton I. Op Cit
23
www.health.gov.au
24
Hall Jlourenco RA and Viney R. Carrots and Sticks- The fall and fall of private health insurance in
Australia. Health econ 8 (8):653-660, 1999
25
Dixon A and Mossialos E. Op Cit
26
Yoshikawa A, Bhattacharya J, Vogt WB. Health economics of Japan. University of Tokyo Press, Tokyo,
1996
27
Okimoto DI dan Yoshikawa A. Japan’s health system: Efficiency and effectiveness in universal care.
Faulkner & Gray Inc. New York, USA, 1993
28
Nitayarumphong S. Universal coverage of health care: Challenges for developing countries. paper
presented in workshop of Thailand universal coverage. 2002
29
Lee YC, Chang HJ dan Lin PF. Global budget payment system: Lesson from Taiwan. Makalah disajikan
dalam Summit
30
BNHI. National health insurance profile 2001. BNHI, Taipei 2002
31
Liu CS. National health insurance in Taiwan. Makalah disajikan pada Seminar Menyongsong Asuransi
Kesehatan Nasional, Jakarta 3-5 Maret 2004
32
Rachel Lu J and Hsiao WC. Does universal health insurance make health care unaffordable? Lessons
from Taiwan. Health affairs: 22(3): 77-88, 2003
33
Cheng TM. Taiwan’s new national health insurance: Genesis and experience so far. Health affairs:
22(3):61-76
34
Am-Gu. National health insurance in Korea. Makalah disajikan dalam lokakarya sistem jaminan sosial
di Bali, 10-17 Februari 2004
35
Thabrany, H. Universal coverage in Korea and Thailand. Laporan kepada proyek social health
insurance, Uni Eropa. Oktober 2003.
36
Park, . National health insurance in Korea, 2002. Research division, NHIC. Memograph presented for
an Indonesian delegate.
37
Pongpisut. Achieving universal coverage of health care in Thailand through 30 Baht Policy.
Makalah disampaikan pada SEAMIC Conference, Chiang Mai, Thailand, 14-17 Januari 2002
38
Siamwalla A. Implementing universal health insurance. Dalam pramualratana P dan Wibulpopprasert
S. Health insurance systems in Thailand. HSRI, Nonthaburi, Muangtai, 2002 39 Tangchareonsathien V,
Teokul, W dan Chanwongpaisal L. Thailand health financing system. Makalah disajikan pada
Lokakarya social health insurance, Bangkok, 7-9 Juli 2003
40
SSO. Social health insurance scheme in Thailand. SSO, Bangkok 2002
41
WHO/SEARO. Social health insurance: Report of a regional consultation. WHO, New Delhi, 2003
42
Novales MA dan Alcantara MO. National health insurance program in Philippines. Makalah
disampaikan pada Summit Jakarta
43
EkaPutri. A. National health insurance program in decentralized government in archipelago Country:
Lesson from the Philippine. Makalah Studi. Asian Scholarship Foundation, 2003. 44 WHO/SEARO.Social
HI. Op Cit
45
Depkes RI. Almanak Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 1985 46 Djumialdji. Himpunan
peraturan perundangan ketenagakerjaan bidang jaminan sosial. Citra aditya bakti. Bandung, 1993
TOPIK 4
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PRINSIP DASAR ASURANSI
Prinsip Asuransi adalah salah satu bentuk penangan risiko (risk management).
Produk asuransi konvensional pada umumnya memiliki sifat memindahkan atau
mentransfer risiko pada perusahaan asuransi. Yang dimaksud dengan
memindahkan resiko secara financial karena perusahaan asuransi akan membiayai
nasabah tersebut karena selama di rawat inap di rumah sakit. Begitu pula dengan
asuransi jiwa,jika sampai terjadi suatu hal dengan calon nasabah (meninggal
dunia), maka perusahaan asuransi yang akan memberikan sejumlah uang yang
biasa disebut uang pertanggungan yang dapat digunakan atau untuk biaya hidup
keluarga yang ditinggalkan atau untuk anak sampai masa anak telah mandiri.
B, MACAM-MACAM PRINSIP DASAR YANG HARUS DIPENUHI
1. Insurable Interest ( Kepentingan untuk di asuransikan )
Yaitu seseorang yang mengasuransikan harus mempunyai kepentingan ( interest)
atas harta benda (objek) yang dapat diasuransikan ( insurable). Jika ingin
mengajukan asuransi,kita harus memiliki hubungan atau kepentingan untuk
asuransi antara kita dengan pihak yang ditunjuk.
Prinsip ini secara sederhana mengedepankan jaminan bagi pihak yang ditunjuk
masih cukup bergantung secara finansial pada pihak tertanggung.
Contoh: kita mengasuransikan jiwa dengan pihak yang ditunjuknya adalah
pasangan,jika sampai terjadi suatu hal,pasangan kita akan mengalami kerugian.
2. Utmost Good Faith : Itikad Baik
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat jujur dan lengkap,semua
fakta-fakta material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta
maupun tidak. Artinya,seorang penanggung harus dengan jujur dan terbuka
menerangkan kondisi secara jelas serta benar. Dari informasi tersebut,pihak
perusahaan pun dapat menentukan premi yang sesuai untuk calon tertanggung.
Prinsip asuransi ini juga menjelaskan tentang resiko-resiko yang dijamin maupun
yang dikecualikan termasuk segala persyaratan dan kondisi pertanggung secara
jelas dan teliti.

Contohnya dalam asuransi jiwa,ketika nasabah diminta untuk mengungkapkan


masalah kesehatan sebelumnya yang pernah diderita. Jika ternyata ada penyakit
yang tdak disebutkan,kemudian perusahaa asuransi menemukan riwayat penyakit
tersebut pernah diderita, maka klaim kemungkinan akan ditolak.
3. Proximate Cause
Suatu penyebab utama aktif dan efisien yang menimbulkan suatu kerugian dalam
sebuah rangkaian kejadian. Contohnya : Apabila objek yang diasuransikan
mengalami kecelakaan,maka pertama kali yang harus akan dilakukan pihak
asuransi adalah mencari penyebab utama aktif dan efisien yang dapat menggerakan
suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus yang mana akhirnya menimbulkan
kecelakaan tersebut. Dari pertimbangan tersebut baru dapat ditentuka jumlah kalim
yang diterima.
4. indemnity ( ganti rugi)
Suatu mekanisme yang mengharuskan penanggung menyediakan kompensasi
finansial (ganti rugi) dalam upayanya menempatkan teratanggung dalam posisi
keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian.
Prinsip asuransi indemnity ini juga memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa
pihak perusahaan asuransi tidak berhak memberikan ganti rugi lebih besar atau
lebih tinggi dari kondisi keuangan klien atas kerugian yang dideritanya.
Contohnya: jika terjadi musibah sakit,maka perusahaan asuransi akan
membayarkan atau reimburse biaya rumah yang telah dibayarkan sebelumnya.
5. Subrogation ( pengalihan hak atau perwalian)
Yaitu perusahaan asuransi akan mengalihkan hak kepada pihak yang telah ditunjuk
oleh kliennya apabila terjadi suatu kerugian. Perusahaan asuransi akan
mengalihkan hak kepada pihak ketiga yang dirugikan. Prinsip hak (subrogation)
umumnya diaplikasikan pada perusahaan asuransi kerugian.
Contohnya: jika terjadi kecelakaan diri yang disebabkan pihak lain dan pihak yang
ngikkut asuransi tersebut meninggal dunia maka pihak tertanggung menganti
dengan memberikan kepada wali yang telah ditentukan.
6. contribution (kontribusi)
Kontribusi dalam prinsip asuransi mengatur hak penanggung untuk mengajak
penannggung lainnya untuk sama-sama menanggung. Akan tetapi,kewajiban
mereka terhadap tertanggung tidak harus sama dalam hal memberikan indemnity
alias kompensasi finansial.
Contohnya: ibu titi memiliki dua asuransi yang sama yaitu asuransi a dan
b,kemudian ibu titi mengalami kerugian 50jt. Jadi asuransi a akan membayar 35jt
sedangkan asuransi b akan membayar 15jt.

KESIMPULAN
Jadi seiap prinsip-prinsip dasar asuransi itu sangatlah penting dan setaip prinsip
tersebut memiliki keterikatan satu sama lain dan ada kelebihan dan juga
kekurangannya,tergantung lagi oleh pihak asuransinya.
Kita jika ingin menggunakan asuransi ada baiknya kkita mengetahui dulu prinsip
dari asuransi tersubu juga hak dan kewajibannya. Agar tidak ada lagi masalah
untuk kedepannya.

Daftar pustaka
1. Murti Bhisma,2000, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
2. http://www.agenasuransijiwa.com/news_lima-dasar-prinsip-asuransi
3. http://www.cekaja.com/info/prinsip-dasar-asuransi-bagian-1/
4. http://www.google.com/amp/s/lifepal.co.id/blog/prinsip-asuransi-paling-dasar-
pengertian-contoh-kasus/amp/
TOPIK 5
PERKEMBANGAN ASURANSI DI INDONESIA
1.Asuransi Pada Kerajaan Romawi
Perkembangan asuransi dilihat dari sejarahnya secara global bermula sejak masa kerajaan
Romawi pada masa pemerintahan raja Alexander Agung. Semula asuransi masih sangat
sederhana dan belum memiliki mekanisme canggih seperti sekarang. Dahulu konsep Asuransi
lebih mengarah pada aktivitas patungan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membantu
anggotanya ketika ada yang sakit atau meninggal dunia. Bantuan tersebut berbentuk uang yang
diberikan secara langsung kepada yang bersangkutan.
Di Indonesia asuransi bermula sejak kedatangan bangsa Belanda ketika menjajah Indonesia.
Asuransi pada era penjajahan lebih mengarah pada suatu mekanisme untuk mengamankan
aktivitas perdagangan pemerintah colonial pada sector perkebunan dan perdagangan.
Pada saat itu Indonesia terkenal dengan komoditas alamnya seperti kelapa sawit,rempah-
rempah,tembakau dan lain sebagainya. Dalam rangka mengeksploitir komoditas tersebut
pemerintah colonial Belanda membuat system mekanisme jaminan agar bisniis mereka memiliki
perlindungan terhadap risiko panen hingga pengiriman hasil panen tersebut ke Negara Belanda

2.Asuransi Pasca Kemerdekaan


Setelah Indonesia merdeka terdapat peristiswa-peristiwa pentinng dalam dunia asuransi yang
ditandai dengan banyaknya nasionalisasi perusahaan denga banyaknya nasionalisasi perusahaan
asuransi asing serta pendirian dan penggabungan perusahaan asuransi baru. Asuransi masuk ke
Indonesia pada waktu penjajahan Belanda yang dipicu oleh sector perkebunan dan perdagangan.
Masuknya asuransi ke Indonesia adalah setelah berdirinya sebuah perusahaan asuransi Belanda
yaitu De Nederlande Van 1845. Di Indonesia oleh orang Belanda didirkan sebuah perusahaan
Asuransi jiwa pertama dengan nama Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En Liefrente
Maatschappii (NILMIY) dimana perusahaan ini terakhir diambil alih oleh pemerintah Indonesia
dan berubah menjadi PT. Asuransi Jiwaseraya.
Kemudian PT Asuransi Bendasraya dan PT Umum Internasional Underwriters ( PT UIU)
digabungkan menjadi satu dan berubah menjadi PT. Asuransi Jasa Indonesia yang familiar
dengan nama Asuransi Jasindo. Selain penggabungan tersebut,pemerintah era kemerdekaan
membentuk asuransi-asuransi baru lainnya guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Diantara
asuransi produk era pasca kemerdekaan adalah:
1. Perum Asabri
2. Jamsostek
3. Perum Taspen
4. Asuransi Jasa Raharja
3.Asuransi Zaman Modern di Indonesia
Di era 1980-an,adalah titik awal munculnya asuransi-asuransi modern di Indonesia. Beberapa diantaranya
yang masih eksis sampai sekarang adalah AIA FINANCIAL,Allianz,CIGNA,Avrist AXA
Mandiri,Asuransi Sinar Mas, dan Prudential. Asuransi –asuransi tersebut sudah tidak lagi berfokus pada
satu perlindungan melainkan banyak sekali produk asuransi yang ditawarkan. Bahkan tidak hanya
asuransi beberapa perusahaan tersebut juga mewarkan produk investasi.

Selama beberapa tahun belakangan ini, perkembangan asuransi di Indonesia menunjukkan angka
kemajuan yang cukup baik. Perusahaan asuransi menunjukkan geliat pertumbuhan di dalam
usaha yang mereka jalankan, yang mana semakin hari semakin banyak nasabah yang
mengunakan layanan asuransi di dalam kehidupan mereka.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas berbagai macam risiko yang
bisa terjadi dan menimpa diri mereka sewaktu-waktu adalah salah satu penyebab tingginya
jumlah pengguna asuransi belakangan ini.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi perusahaan asuransi yang
menyediakan layanan asuransi, di mana akan semakin luas pasar yang bisa diolah dan dijadikan
sebagai sasaran penjualan produk yang mereka miliki.
Sesuai dengan perkembangan zaman, asuransi juga mengalami perkembangan yang cepat dan
semakin baik setiap harinya. Selain meningkatkan pelayanan kepada para nasabahnya,
perusahaan asuransi juga melakukan berbagai macam usaha untuk bisa tetap memperluas dan
memajukan bisnis yang mereka jalankan selama ini.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan cara mengeluarkan berbagai produk baru dan
lebih inovatif bagi nasabahnya. Saat ini, produk asuransi tidak hanya terbatas pada jenis asuransi
jiwa dan asuransi kesehatan saja, karena pada dasarnya kedua produk inilah yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat luas.
Dalam perkembangannya, perusahaan asuransi juga mengeluarkan berbagai macam produk yang
bisa dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan nasabah yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan agar semakin banyak nasabah yang menggunakan layanan asuransi dan semakin
banyak penjualan yang bisa diciptakan.
Ada banyak jenis produk asuransi yang bisa dipilih oleh nasabah pengguna asuransi, antara lain:
asuransi kesehatan, asuransi dana pendidikan, asuransi dana pensiun, asuransi mobil, asuransi
properti, dan beragam jenis asuransi lainnya.
Dengan banyaknya produk yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi, maka akan ada banyak
pilihan dan juga pertimbangan yang bisa diambil oleh nasabah yang akan menggunakan asuransi
tersebut. Hal ini juga menciptakan aroma persaingan yang baik di antara perusahaan penyedia
layanan asuransi, di mana mereka tentu akan berlomba-lomba untuk memberikan layanan terbaik
di dalam produk yang mereka miliki.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diketahui bahwa
perkembangan industri perasuransian di Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam
mendukung terjadinya proses pembangunan nasional.
Hal ini dilihat atas kontribusi perusahaan asuransi dalam memupuk dana jangka panjang dalam
jumlah yang besar, yang kemudian digunakan sebagai dana dalam pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah.
Di dalam layanan yang diberikan oleh perusahaan asuransi, masyarakat juga mendapatkan
dukungan dalam bentuk perlindungan atas berbagai resiko dan juga kerugian yang bisa saja
menimpa mereka sewaktu-waktu, terutama di saat mereka sedang menjalankan usahanya.
Hal ini menunjukkan betapa perkembangan asuransi juga memiliki peran yang cukup besar di
dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang terjadi belakangan ini. Pemahaman
masyarakat yang semakin baik mengenai pentingnya perlindungan sebuah asuransi juga menjadi
sebuah hal yang mempengaruhi kemajuan di dalam bisnis asuransi itu sendiri.
Ketika kepercayaan masyarakat terhadap sebuah produk telah tercipta, maka akan semakin
mudah untuk mengembangkan dan melakukan penjualan produk tersebut. Hal inilah yang terjadi
di dalam bisnis asuransi, di mana semakin banyak orang yang menginginkan sebuah
jaminan/perlindungan terhadap berbagai macam resiko yang akan mereka hadapi di masa yang
akan datang.
Pada Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,pada tahun 2014,pemerintah
membuktikkan kinerjanya dalam melayani masyarakat khususnya di bidang proteksi jiwa dengan
mendirikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang produknya saat ini menjadi produk
asuransi unggulan di Indonesia yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS saat ini
menggantikan fungsi Akses dan Jamsostek yang berlaku pada periode sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/mengenal-sejarah-dan-asuransi-
perkembangan-asuransi-di-indonesia

http://www.google.com/amp/s/m.disitu.com/Artikel/amp/Keuangan/sejarah-dan-
pekembangan-asuransi-di-indonesia

file:///C:/Users/ASUS/Documents/asuransi%20kesehatan/C_101%20Sejarah%20dan
%20Perkembangan%20Asuransi%201504667223.pdf

http://www.asura.co.id/blog/sejarah-dan-perkembangan-asuransi-di-indonesia
TOPIK 6
MACAM MACAM ASURANSI DI INDONESIA
Berikut jenis- jenis asuransi yang ada di Indonesia :
1.Asuransi Jiwa
Jenis asuransi satu ini dikenal memberikan keuntungan finansial pada tertanggung
atas kematiannya. Sistem pembayaran untuk jenis asuransi jiwa pun bermacam-
macam. Ada perusahaan asuransi yang menyediakan pembayaran setelah kematian
dan yang lainnya bisa memungkinkan tertanggung untuk mengklaim dana sebelum
kematiannya.
Asuransi jiwa dapat dibeli untuk kepentingan diri sendiri dan atas nama
tertanggung saja atau dibeli untuk kepentingan orang ketiga. Bahkan asuransi jiwa
juga dikenal bisa dibeli pada kehidupan orang lain. Sebagai ilustrasinya, misalkan
seorang suami bisa membeli asuransi jiwa yang akan memberikan manfaat
kepadanya setelah kematian sang istri. Orang tua juga dapat mengasuransikan diri
terhadap kematian sang anak.
2. Asuransi Kesehatan
Jenis asuransi satu ini juga cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Asuransi
kesehatan merupakan produk asuransi yang menangani masalah kesehatan
tertanggung karena suatu penyakit serta menanggung biaya proses perawatan.
Umumnya, penyebab sakit tertanggung yang biayanya dapat ditanggung oleh
perusahaan asuransi adalah cedera, cacat, sakit, hingga kematian karena
kecelakaan.
Asuransi kesehatan juga dikenal bisa dibeli untuk kepentingan tertanggung saja
atau kepentingan orang ketiga. Perusahaan asuransi kesehatan swasta seperti
Prudential, Allianz, AIA,  Cigna, dan Manulife menjadi sebagian dari jajaran nama
besar yang menyediakan berbagai macam produk asuransi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia dan sudah tersebar luas di seluruh dunia.
3. Asuransi Kendaraan
Asuransi kendaraan yang paling populer di Indonesia adalah jenis asuransi mobil
yang fokus terhadap tanggungan cedera kepada orang lain atau terhadap kerusakan
kendaraan orang lain yang disebabkan oleh si tertanggung. Asuransi ini juga bisa
untuk membayar kehilangan atau kerusakan kendaraan bermotor tertanggung.
Asuransi kendaraan merupakan salah satu produk asuransi umum. Jenis asuransi
satu ini sempat menjadi booming ketika terjadi kerusuhan Mei 1998 karena
peristiwa tersebut membuat minat masyarakat terhadap kepemilikan proteksi untuk
kendaraan pribadi meningkat secara drastis.

4. Asuransi kepemilikan Rumah Dan Properti


Sebagai aset yang dinilai cukup berharga, biasanya para pemilik rumah akan
melindungi diri dan aset miliknya yang bisa berupa rumah atau properti pribadi
dengan asuransi kepemilikan rumah dan properti. Asuransi ini memberikan
proteksi terhadap kehilangan atau kerusakan yang mungkin terjadi pada barang-
barang tertentu milik pribadi tertanggung. Asuransi ini juga melindungi dan
memberikan keringanan bilamana rumah atau properti tertanggung lainnya
mengalami musibah seperti kebakaran.
5. Asuransi Pendidikan
Inilah asuransi yang paling populer dan menjadi favorit para pemegang polis.
Asuransi pendidikan merupakan alternatif terbaik dan solusi menjamin kehidupan
yang lebih baik terutama pada aset pendidikan anak. Biaya premi yang harus
dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi berbeda-beda sesuai dengan
tingkatan pendidikan yang ingin didapatkan nantinya.
Memahami pentingnya penggunaan asuransi pendidikan untuk anak-anak kini
menjadi sesuatu yang menjadi perhatian para orang tua. Tingginya biaya
pendidikan dan kondisi lain yang memperburuk ekonomi seperti melemahnya mata
uang kita terhadap dollar Amerika berpengaruh pada biaya pendidikan anak
nantinya. Menyadari bahwa hal ini jelas akan memberatkan orang tua, maka tak
jarang orang tua sekarang memilih untuk mempunyai asuransi pendidikan.
6. Asuransi Bisnis
Asuransi ini merupakan layanan proteksi terhadap kerusakan, kehilangan, maupun
kerugian dalam jumlah besar yang mungkin terjadi pada bisnis seseorang. Asuransi
ini memberikan penggantian dari kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran,
ledakan, gempa bumi, petir, banjir, angin ribut, hujan, tabrakan, hingga kerusuhan.
Perusahaan asuransi biasanya menawarkan berbagai macam manfaat dari asuransi
bisnis seperti perlindungan terhadap karyawan sebagai aset bisnis, perlindungan
investasi dan bisnis, asuransi jiwa menyeluruh untuk seluruh karyawan, hingga
paket perlindungan asuransi kesehatan bagi karyawan.
7. Asuransi Umum
Asuransi umum atau general insurance merupakan proteksi terhadap resiko atas
kerugian maupun kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum pada pihak
ketiga. Jaminan asuransi umum ini sifatnya jangka pendek (biasanya sekitar satu
tahun). Asuransi umum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, diantaranya:

a) Social Insurance (Jaminan Sosial).


Jenis asuransi ini merupakan asuransi yang wajib dimiliki oleh setiap orang atau
penduduk dengan tujuan setiap orang memiliki jaminan hari tua. Pembayaran
premi dilakukan dengan paksa, salah satu contohnya dengan memotong gaji
seseorang setiap bulan.

b) Voluntary Insurance (Asuransi Sukarela)


Asuransi ini dijalankan dengan sukarela. Jenis asuransi sukarela masih bisa dibagi
lagi ke dalam 2 klasifikasi yaitu Government Insurance dan Commercial Insurance.
Government insurance merupakan asuransi yang dijalankan oleh pemerintah,
sementara commercial insurance merupakan asuransi yang ditujukan untuk
memberikan proteksi kepada seseorang atau keluarga serta perusahaan dari resiko
yang mungkin muncul akibat unexpected events.
8. Asuransi Kredit
Asuransi kredit merupakan proteksi atas resiko kegagalan debitur untuk melunasi
fasilitas kredit atau pinjaman tunai seperti modal kerja, kredit perdagangan, dan
lain-lain. Kaitannya erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan.
Kredit merupakan pinjaman dalam bentuk uang yang diberikan bank maupun
Lembaga Keuangan selaku pemberi kredit kepada nasabahnya.
Asuransi kredit ini bertujuan untuk melindungi bank atau lembaga keuangan
lainnya dari kemungkinan tidak memperoleh kembali kredit yang dipinjamkan
kepada nasabah dan membantu memberikan pengarahan serta keamanan
perkreditan. Pengelola asuransi kredit di Indonesia dipercayakan pemerintah
kepada PT. Asuransi Kredit Indonesia.
9. Asuransi Kelautan
Jenis asuransi satu ini khusus ada di bidang kelautan yang fungsinya memastikan
pengangkut serta pemilik kargo. Resiko yang mungkin terjadi sehingga
terbentuknya asuransi ini adalah kerusakan kargo, kerusakan kapal, dan melukai
penumpang. Asuransi kelautan atau asuransi angkatan laut merupakan pengalihan
resiko baik untuk diri Anda maupun bawaan Anda yang menggunakan jasa
angkutan laut.
Asuransi ini melibatkan penggunaan jasa perkapalan dalam mengirimkan barang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi premi asuransi angkutan laut adalah barang
yang diasuransikan, pengepakan barang, resiko yang diasuransikan, pengangkutan,
dan perjalanan.
10. Asuransi Perjalanan
Secara keseluruhan, fungsi asuransi perjalanan tak jauh beda dengan fungsi
asuransi biasa sebagai salah satu bentuk proteksi kepada nasabah dengan jangka
waktu pendek yaitu selama pembeli premi melakukan perjalanan hingga kembali
pulang. Manfaat dan perlindungan yang akan didapat dari memiliki asuransi
perjalanan antara lain mendapat proteksi dan penanggungan biaya untuk
kecelakaan yang menimpa pembeli premi, santunan kecelakaan pribadi,
tanggungan biaya pengobatan darurat, pemulangan jenazah, evakuasi medis,
hingga proteksi terhadap barang-barang bawaan yang memiliki resiko hilang atau
rusak.
Mengenal jenis serta manfaat asuransi yang ada di Indonesia memang sangat
bermanfaat bagi Anda dalam menentukan asuransi yang tepat. Jangan ragu untuk
mendaftarkan diri Anda sebagai pemegang polis di perusahaan asuransi terdekat
Anda. Unexpected events akan selalu mengintai dan selalu ada ketidak pastian
yang perlu diantisipasi. Asuransi merupakan salah satu alternatif yang bisa
dipercaya untuk membantu menanggulangi dan menanggung biaya kerugian atas
diri Anda, keluarga, atau bisa aset berharga yang Anda miliki.

2. ASURANSI KESEHATAN

Asuransi kesehatan dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada kategorinya.


Masing-masing kategori memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Nah, berikut ini beberapa pembagian dari asuransi kesehatan:
1. Berdasarkan Jenis Perawatan
Asuransi kesehatan dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan jenis
perawatannya, yaitu asuransi kesehatan rawat inap dan asuransi kesehatan rawat
jalan.Perbedaannya adalah: 
 Asuransi Kesehatan Rawat Inap (In-Patient Treatment)
Pada asuransi kesehatan jenis ini, perlindungan yang diberikan berupa
proteksi atas biaya perawatan yang dibutuhkan pasien yang menjalankan
rawat inap di rumah sakit.
Sesuai dengan namanya, jika pasien TIDAK menjalani rawat inap, maka
biaya tidak akan ditanggung oleh asuransi kesehatan ini.
Ketentuan rawat inap berbeda untuk masing-masing kebijakan produk
asuransi.
Ada yang harus berada di rumah sakit minimal 16 jam, ada pula yang
hanya membutuhkan masa rawat inap 6 jam, dan semua biaya akan
ditanggung.
Asuransi kesehatan ini adalah salah satu jenis asuransi kesehatan yang
paling banyak penggunanya.

 Asuransi Kesehatan Rawat Jalan (Out-Patient Treatment)


Asuransi ini memberikan proteksi berupa biaya perawatan pasien jalan.Bisa
dikatakan bahwa asuransi jenis ini sangat berbeda dengan jenis
sebelumnya.Pelayanan medis yang terlindungi adalah seperti cek darah atau
cek laboratorium,diagnosis,rehabilitasi,dann pelayanan medis lain yang
tidak membutuhkan pasien untuk menginap dirumah sakit.
2. Berdasarkan Biaya yang Ditanggung
Asuransi kesehatan juga dapat dibagi berdasarkan biaya yang
ditanggung. Pembagiannya yakni:

 Biaya Atas Rawat Inap


Biaya yang ditanggung oleh asuransi kesehatan ini seperti biaya
harian kamar rumah sakit, biaya kunjungan dokter umum dan
kunjungan dokter spesialis.Selain itu, biaya harian perawatan
intensif, biaya pembedahan dan biaya lainnya yang berhubungan
dengan rawat inap juga ditanggung oleh jenis asuransi kesehatan ini.

 Biaya Atas Rawat Jalan


Biaya pembedahan pulang hari, biaya pemeriksaan, biaya
perawatan jalan dan seluruh biaya lainnya yang berhubungan
dengan rawat jalan akan dilindungi oleh jenis asuransi kesehatan ini.

 Biaya Atas Manfaat Khusus


Manfaat khusus yang dimaksud dalam asuransi kesehatan ini adalah
manfaat tambahan seperti, kendaraan ambulans, biaya laporan
medis, biaya alat-alat medis pembantu seperti kursi roda dan biaya
atas manfaat khusus lainnya.
3. Berdasarkan Pihak yang Ditanggung
Asuransi kesehatan dapat melindungi individu (personal) atau
kelompok.Semakin banyak orang yang diberikan perlindungan,
semakin tinggi pula premi yang harus dibayar.Biasanya asuransi
kesehatan untuk kelompok, digunakan untuk keluarga atau sebuah
perusahaan.Pada individu maupun keluarga, umumnya asuransi
kesehatan sifatnya sukarela.Jadi, Anda dan keluarga dapat memilih
untuk tidak memiliki atau memiliki asuransi kesehatan.Selain itu, jenis
asuransi kesehatannya juga dapat dipilih dan disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing.Pada perusahaan besar, biasanya asuransi
kesehatan sifatnya wajib.Para pegawai diharuskan untuk
mengikuti polis asuransi kesehatan yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan. Pembayaran premi akan dipotong melalui gaji yang
diberikan.
 
4. Berdasarkan Jenis Pembayaran Klaim
Terdapat dua jenis pembayaran klaim yang ditetapkan oleh
perusahaan asuransi kesehatan, ada yang jenisnya cashless ada pula
yang jenisnya reimburse.Perbedaan dari keduanya ialah:

 Cashless
Jenis pembayaran klaim yang sifatnya cashless tidak membutuhkan
Anda untuk membayar biaya perawatan di muka.Biasanya pada
jenis asuransi kesehatan ini, Anda akan diberikan sebuah
kartu.Sebelum menjalani perawatan, Anda harus memberikan kartu
ini ke pihak rumah sakit.Kartu ini berfungsi sebagai pengganti
pembayaran rumah sakit, jadi Anda tidak perlu mengeluarkan uang
pribadi untuk biaya perawatan yang dilindungi oleh asuransi.Tentu
pembayaran biaya pengobatan tersebut harus disesuaikan dengan
ketentuan pada polis yang sudah disepakati pada awal perjanjian
asuransi.

 Reimburse
Jenis asuransi kesehatan reimburse adalah pada saat klien harus
membayar seluruh biaya perawatan di muka, dan kemudian
mengajukan penggantian biaya setelah dari rumah sakit.Pengajuan
biaya tersebut membutuhkan beberapa dokumen, seperti kuitansi
pembayaran, fotokopi identitas diri serta keterangan dari rumah
sakit.Sistem pengajuan klaim ini semakin sedikit dipilih karena
prosedurnya yang memakan waktu lama serta banyak biaya yang
tidak tergantikan.Salah satu kelebihan
sistem reimburse dibandingkan cashless adalah angsuran premi yang
lebih rendah.
 
5. Berdasarkan Kepemilikan Badan Penyelenggara
Berdasarkan kepemilikan badan penyelenggara, asuransi kesehatan dapat dibagi
menjadi dua jenis, asuransi kesehatan badan swasta dan asuransi kesehatan
badan pemerintah.perbedaan dari keduanya adalah:
 Asuransi Kesehatan Swasta
Sesuai dengan namanya, asuransi kesehatan swasta adalah asuransi
kesehatan yang dikelola oleh perusahaan swasta.Beberapa perusahaan
asuransi swasta yang cukup dikenal misalnya, Prudential, AIA, Sequis
Life, Manulife, Allianz, dan lain sebagainya.biasanya biaya yang
dibutuhkan untuk mendapatkan asuransi kesehatan swasta jauh lebih
besar dibandingkan asuransi kesehatan pemerintah.
 Asuransi Kesehatan Pemerintah
Sebaliknya, asuransi kesehatan pemerintah adalah asuransi kesehatan
yang diatur oleh pemerintah.Di Indonesia, asuransi ini misalnya BPJS
Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat.Asuransi kesehatan dari
pemerintah memiliki salah satu kekurangan yang dirasakan oleh banyak
pihak, yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang kurang baik.Namun,
kelebihannya, biaya kesehatannya mudah diawasi

Daftar Pustaka
http://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia-apa-
saja
https://www.finansialku.com/jenis-asuransi-kesehatan/
TOPIK 7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi

Didalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)


disebut bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang
tak tertentu.”
Menurut Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di
Indonesia, asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin
berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi
sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin,
karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
D.S. Hansell dalam bukunya Elements of Insurance menayatakan
bahwa asuransi selalu berkaitan dengan resiko (Insurance is to do with risk).
Menurut Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya
Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan resiko
(transfer of risk) disebut asuransi.
Berdasaarkan pengertian pasal 246 KUHD dapat disimpulkan ada tiga
unsur dalam Asuransi, yaitu:
1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar
uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau
berangsur-angsur
2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar
sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau
berangsur-angsur apabila unsur ketiga berhasil
3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi
B. Tujuan Dan Jenis-Jenis Asuransi

1. Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S. H., asuransi


itu mempunyai tujuan, pertama-tama ialah: mengalihkan segala resiko yang
ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang
lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian. Pikiran yang terselip
dalam hal ini ialah, bahwa lebih ringan dan mudah apabila yang
menanggung resiko dari kekurangan nilai benda-benda itu beberapa orang
daripada satu orang saja, dan akan memberikan suatu kepastian mengenai
kestabilan dari nilai harat bendanya itu jika ia akan mengalihkan resiko itu
kepada suatu perusahaan, dimana dia sendiri saja tidak berani
menanggungnya.
Sebaliknya seperti yang dikemukakan oleh Mr. Dr. A. F. A. Volman 
bahwa orang-orang lain yang menerima resiko itu, yang disebut penanggung
bukanlah semata-mata melakukan itu demi prikemanusiaan saja dan
bukanlah pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka
jadi korban untuk membayar sejumlah uang yang besar mengganti kerugian-
kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa itu.
Para penanggung itu adalah lebih dapat menilai resiko itu dalam
perusahaan mereka, daripada seseorang tertanggung yang berdiri sendiri,
oleh karena itu biasanya didalam Praktek para penanggung asuransi yang
sedemikian banyaknya, mempunyai dan mempelajari pengalaman-
pengalaman mereka tentang penggantian kerugian yang bagaimana terhadap
sesuatu resiko yang dapat memberikan suatu kesempatan yang layak untuk
adanya keuntungan.

2. Jenis-jenis Asuransi

Berdasarkan pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima macam


asuransi ialah:
1. Asuransi terhadap kebakaran
2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
3. Asuransi terhadap kematian orang ( Asuransi jiwa )
4. Asuransi terhadap bahaya dilaut dan perbudakan
5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan darat dan laut

Secara garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:


1. Asuransi Kerugian
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property,
kendaraan), kepentingan keungan (pecuniary), tanggung jawab
hokum (liability), dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan)

2. Asuransi Jiwa
Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama
antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal
mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian
(yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko
hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan
terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko
kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak mustahil
terjadi).

3. Asuransi Sosial
Adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan
oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Maksud dan
tujuan asuransi social adalah menyediakan jaminan dasar bagi
masyrakat dan tidak bertujuan untuk mendapat keuntungan
komersial.

C. Bentuk Badan Asuransi

Bentuk-bentuk Badan Usaha Asuransi:


1. Badan Usaha Milik Negara
BUMN Adalah perusahaan asuransi yang modal dimiliki oleh
pemerintah. Tujuan umumnya adalah untuk melindungi masyarakat
lemah, yaitu tidak mampu melindungi diri terhadap risiko yang
dihadapi melalui asuransi

2. Perseroan Terbatas
Adalah perusahaan yang dibentuk dengan tujuan mencari
keuntungan (profit making) dalam bidang asuransi. Para pemegang
saham dari perushaan ini pada hakikatnya merupakan pihak yang
menanggung segala risiko yang terjadi, tetapi jugalah yang menikmati
keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan.

3. Mutual Company
Adalah badan asuransi yang didirikan dan dimiliki oleh para
pemegang polis. Badan usaha ini tidak bertujuan untuk mencari
keuntungantapi bertujuan untuk menanggulangi risiko (yang sama)
secara bersama-sama, karena dengan demikian probabilitas terjadinya
risiko menjadi lebih kecil.

4. Reciprocal
Dikenal dengan istilah interinsurance exchange yang konsep
dasarnya sama dengan mutual company, yaitu membuat kontrak
asuransi dengan para pemegang polis at cost. Jadi dalam premi ini
tidak ada unsur keuntungan.
5. Lloyds Association
Adalah suatu organisasi dari individu-individu penanggung
yang bersatu untuk menanggung risiko atas dasar kerja sama.

D. Terjadinya dan Berakhirnya Asuransi


1. Kapan Terjadinya Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh


KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan,
sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang
belum pasti terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan
maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan
dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau
ekonomi sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian
asuransi secara formal terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang.

Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan


dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang
diharapkan yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum
pasti. Perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:

1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian


(shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung
mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak
tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang
dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).

2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.


3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.

4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak
tertentu atas mana diadakan pertanggungan.

Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi.


Dapat dilihat dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah unsur-unsur
sebagai berikut:

1. Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri


untuk menerima dan mengambil alih risiko pihak lain.

2. Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut


dalam perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum
termasuk perusahaan atau siapapun yang dapat menderita kerugian.

Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung


dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu
hukum terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:

1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap


perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran
(offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance)
oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar
adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang
dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan
penanggung.

2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini


disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi
dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum
dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan
kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori
penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada
saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota
persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh
penanggung yang disebut polis asuransi.

Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk
akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat
bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Untuk mengatasi
kesulitan jika terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan
polisnya atau walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di
tandatangi tetapi belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi
evenemen yang menimbulkan kerugian tertanggung. Pada pasal 257 KUHD
memberi ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak
tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Sehingga hak dan
kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan
berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada barulah dapat
digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata. Ketentuan ini
yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus yang
dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian yang
telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat kerugian yang
menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan klausula-
klausula tertentu.

2. Berakhirnya Asuransi

Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara


lain sebagai berikut:            :
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan

1. Karena Terjadi Evenemen

Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban


penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen
inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung.
Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar
uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau
kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang
santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.

Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang


santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen).
Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak
berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena
asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak
penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya
tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi
evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.

2. Karena Jangka Waktu Berakhir

Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban


penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu
asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa
terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi,
dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan
sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi
habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan
sejumlah uang kepada tertanggung.

3. Karena Asuransi Gugur

4. Karena Asuransi Dibatalkan

Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka


waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung
tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau
karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat
terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar
menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar,
tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar
sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), Karena asuransi
jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga
pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.

BAB III
KESIMPULAN
 
A. Pengertian Asuransi
Suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak
yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian,
yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas.

B. Asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:


1. Asuransi Kerugian
2. Asuransi Jiwa
3. Asuransi Sosial

C. Bentuk Badan Asuransi


3. BUMN
4. Perseroan Terbatas
5. Mutual Company
6. Reciprocal
7. Lloyds Association

D. Kapan terjadinya Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi
dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2 (dua) teori
perjanjian tersebut:

1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap


perjanjian hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran
(offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance)
oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar
adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan kesepakatan yang
dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan
penanggung.
2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini
disebut ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi
dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum
dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak
antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan,
perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran
sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini
kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut
polis asuransi.

E. Berakhirnya Asuransi

Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara


lain sebagai berikut:  
1. Karena Terjadi Evenemen
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
3. Karena Asuransi Gugur
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-
satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur, Asuransi Syariah di Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 2008

Janwari , Yadi,Asuransi Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005

Purwono, Agung Eko, Asuransi Lembaga Keuangan Bukan Bank Jilid 1, Ponorogo:STAIN
Ponrogo Press, 2006

Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional , Jakarta : Gema
Insani, 2004

Widyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta:Perdana Media, 2005


TOPIK 8
MANAGEMENT KEUANGAN ASURANSI KESEHATAN

A. pengertian management keuangan asuransi kesehatan

Manajemen asuransi ksehatan adalah sebuah cara dalam mengelola


perusahaan asuransi  supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan
dapat diharapkan  menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta
para staf yang bekerja di dalamnya. Upaya yang dilakukan oleh badan
asuransi dalam bidang keuangan sedemikian rupa sehingga dengan jumlah
dana yang berhasil dikumpul dapat membiayai seluruh program badan
asuransi yang diselengarakan.
Pengertian managemen keuangan dapat dipahami dari  fungsi dan
tanggung jawab manager keuangan yaitu  merencanakan, mengorganisir,
mengarahkan, dan mengawasi berbagai hal tentang dana sebuah lembaga.
Meskipun fungsi dan tanggung jawab manager keuangan berbeda-beda
disetiap organisasi, fungsi pokok managemen keuangan antara lain
menyangkut keputusan tentang penanaman modal, pembayaran kegiatan
usaha, dan pembagian deviden pada perusahaan.
Dengan demikian tugas pokok meneger keuangan adalah merencanakan
untuk memperoleh dana dan menggunakan dana tersebut untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.

B. Karakteristik Managemen asuransi

Managemen keuangan asuransi mempunyai kekhususan atau karakteristik


yang berbeda dengan yang lain. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi
harus dapat menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat. Kepercayaan ini
menjadi penting karena perusahaan asuransi merupakan pengelola resiko
dari pihak lain. Untuk perusahaan asuransi kerugian, beberapa karakteristik
yang dimilikiknya adalah :
1. Pertanggungjawaban perusahaan asuransi yang sangat besar kepada
tertanggung akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan khususnya
neraca.
2. Penentuan beban tidak langsung sepenuhnya dihubungkan dengan
pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan
dengan pengakuan pendapatan premi.
3. Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh estimasi. Misalnya estimasi
mengenai besarnya premi yang belum merupakan pendapatan( unearned
premium income) dan estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi
beban pada periode berjalan ( estimasi klaim tanggungan sendiri).
4. Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas,
karena perusahaan asurnsi yang tidak memenuhi tingkat solvent pada saat
tertentu tidak akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap klaim yang
akan datang

C. .Ruang Lingkup Manajemen Keuangan

Ruang Lingkup Manajemen Keuangan  Badan Asuransi diantaranya adalah  :

a.Mekanisme dana

Perusahaan  asuransi syariah diberikan kepercayaan atau amanah oleh para


peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan halal dan
memberikan santunan pada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.

Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan  dana peserta yang


dikembangkan dengan prinsip mudharabah(bagi hasil) sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati.

Mekanisme pengelolaan dana peserta terbagi menjadi kedalam dua system :

1.System pada produk saving /tabungan

Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada
perusahaan. Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah dalam dua
rekening yang berbeda yaitu :
a. .Rekening tabungan peserta yaitu dana yang merupakan milik peserta yang
dibayarkan bila :

-Perjanjian berakhir

-Peserta mengundurkan diri

-Peserta meninggal dunia

b. .Rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana kebijakan yang telah diniatkan


oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong,
yang dibayarkan jika :

-Peserta meninggal dunia

-Perjanjian telah berakhir

2.System pada produk non saving /tidak ada tabungan

Setiap premi yang dibayar pada peserta akan dimasukkan dalam rekening
tabarru’ perusahaan yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai
iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu dan
dibayar apabila :

a.Peserta meninggal dunia

b.Perjanjian telah berakhir

b.Analisis aktuaria

Setiap perusahaan asuransi wajib memiliki paling tidak seorang aktuaris


yang bertanggungjawab untuk membuat laporan ke departemen keuangan. Peran
aktiaria pada suatu perusahaan asuransi di bagi dalam tiga bagian pokok yaitu :

a. .Sertifikasi produk ( product certification ) perusahaan asuransi beroperasi


berdasar peraturan perundang-undangan dibidang usaha perasuransian
yang dikeluarkan oloeh pemerintah. Aktuaris akan membuat dan
menghitungkan premi-premi dasar dari produk  asuransi tersebut
b. .Penaksiran aktuaria. (actuarial valuation) Perusahaan asuransi diharuskan
membuat laporan tahunan kepada departemen keuangan. Aktuaris
melaporkan hasil investigasi aktuaria, yaitu tentang kondisi keuangan
asuransi yang layak.
c. .Aktuaria yang ditunjuk ( Appointed actuary) apabila perusahaan asuransi
itu tidak memiliki aktuaris sendiri, maka perusahaan akan menunjuk
seorang aktuariss atau lembaga yang diakui oleh departemen keuangan
sebagai konsultan aktuaria.

c.Reinsurance /retakaful

Upaya menasuransikan program asuransi yang diselenggarakannya kepada


badan asuransi lain sehingga apabila terjadi risiko yang tidak diinginkan akan
tersedia sejumlah dana untuk mengatsinya. Pengertian reasuransi sebagaimana
tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut tampak sejiwa dan seirama dengan
yang dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I Mehr dan E. Cammack dalam
bukunya principle of insurance yang mengatakan , “Reinsurance is the insurance
of insurance” (reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya asuransi).

Ditinjau dari segi aspek teknis, tujuan dari reasuransi adalah untuk mengurangi
atau memperkecil beban resiko yang diterimanya dengan mengalihkan seluruh atau
sebagian resiko itu kepada tiap penanggung lain. Dengan penanggungan ulang ing ,
penanggung pertama dapat mengurangi serta memperkecil resiko

d.Investasi

Prof. Mustafa ali ya’qub mengatakan bahwa salah satu bentuk pengelola
dana asuransi yang paling dominan adalah menginvestasikan dana yang terkumpul
dari premi. Pihak asuransi dapat menginvestasikan dana dalam bentuk investasi
apa saja selama investasi itu tidak dilarang oleh islam.Sebagai hasil operasi
perusahaan asuransi maka terkumpul sejumlah  besar uang untuk pembayaran
klaim di masa datang. Apabila ditambahkan terhadap dana perusahaan itu sendiri
maka jumlahnya menjadi sangat besar untuk dibiarkan mengangur tanpa
diinvestasikan. Ini adalah tanggung jawab dari bagian keuangan perusahaan untuk
menginvestasikannya. Karena porsi dana yang diinvestasikan itu nantinya akan
disalurkan melalui klaim mendatang

e.Pembagian keuntungan
Baik pada takaful kluarga maupun takaful umum keuntungan yang diperoleh
dari hasil investasi dana rekening peserta pada takaful kluarga dan dana kumpulan
premi, setelah dikurangi biaya operasional perusahaan pada takaful umum dibagi
kepada perusahaan dan peserta takaful sesuai dengan prinsip al-mudhorobah
dengan porsi pembagian yang telah disepakati sebelumnya.

f. Underwriting

Underwriting disebut juga seleksi risiko, adalah proses penafsiran dan


penggolongan tingkat risiko yang terdapat pada seorang calon tertanggung. Tugas
itu merupakan sebuah elemen yang esensial dalam operasi perusahaan asuransi,
sebab maksud underwriting adalah memaksimalkan laba melalui penerimaan
distribusi risiko yang diperkirakan akan mendatangkan laba. Jika terjadi defisit
underwriting atas dana tabaru’ (defisit tabaru’ ) maka perusahaan asuransi wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qard ( pinjaman).
Pengembalian dana qard kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabaru’.
Dalam melakukan proses seleksi dan klasifikasi, perusahaan memeriksa beberapa
factor untuk menjamin behwa peserta diperlakukan secara adil, tidak terbebani
biaya lebih. Ada beberapa factor yang menjadi perhatian seorang underwriter pada
asuransi jiwa :

a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Aspek medis

g.Pembayaran klaim

Apabila peserta tertimpa musibah selama masa kontrak atau habis masa
kontrak atau mengundurkan diri, maka peserta yang bersangkutan akan
mendapatkan pembayaran klaim yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Peserta
yang tertimpa musibah sumber pembayaran klaimnya ada perbedaan antara peserta
asuransi syariah keluarga (jiwa) dengan peserta asuransi syariah umum (kerugian).
Perbedaan diantara keduanya terletak dalam pembayaran klaim yang bersumber
dari tabungan tabarru’. Dalam asuransi syariah keluarga, peserta selain
mendapatkan tabungan dan porsi bagi hasil, ia juga mendapatkan bagian dari
tabungan tabarru’, yakni tabungan yang berasal dari peserta yang secara ikhlas
diinfakan untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah. Sedangkan dalam
asuransi syariah umum, peserta hanya mendapatkan pembayaran klaim yang
bersumber dari tabungan peserta dan porsi bagi hasil, dan tidak mendapatkan
pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’.
Sedangkan peserta yang habis masa kontraknya akan memperoleh
pembayaran kalim yang bersumber dari tabungan peserta dan porsi bagi hasil.
Selain itu, khusus dalam asuransi syariah keluarga, peserta juga akan memperoleh
bagian dari tabungan tabarru’ apabila terdapat kelebihan setelah dikurangi
pembayaran klaim dan biaya operasional.

Adapun peserta yang mengundurkan diri sementara saat masa kontrak masih
berlangsung, tetap akan mendapatkan pembayaran klaim berupa tabungan peserta
dan porsi bagi hasil. Tabungan peserta yang diberikan kepada peserta adalah
tabungan sejak menjadi peserta asuransi sampai pada saat pengunduran diri.
Jumlah tabungan ini pun ikut menentukan pula pada bagian kentungan yang
diperolehnya dari prinsip mudhorobah.

KESIMPULAN

Manajemen keuangan asuransi kesehatan adalah sebuah cara dalam


mengelola perusahaan asuransi  supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan
dapat diharapkan  menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta para staf
yang bekerja di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/dhan89/552fd9176ea834414d8b467c/managemen-keuangan-
asuransi?page=all

http://sitiajadeh.blogspot.com/2011/12/manajemen-asuransi.html
http://belajarekonomiii.blogspot.com/2015/05/makalah-manajemen-asuransi-dalam.html
http://arinidwi99.blogspot.com/2017/07/makalah-manajemen-risiko-risiko-asuransi_24.html

TOPIK 9
Pembahasan
Pengertian Asuransi kesehatan
Istilah asuransi mulai dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.
Saat itu, Belanda mengadaptasi ide penanggulangan risiko dari negara-negara Eropa
lainnya untuk kepentingan bisnis mereka sendiri. Pasca kemerdekaan, orang-orang
Indonesia berinisiatif untuk melanjutkan gagasan asuransi karena dinilai cukup
signifikan untuk kehidupan masyarakat. Dalam perkembangannya ada banyak jenis
asuransi, salah satunya adalah asuransi kesehatan. Jika kalian belum mengenal apa itu
asuransi kesehatan, Secara umum, ada 6 jenis asuransi kesehatan dengan pertinjauan
yang berbeda-beda.
Berikut akan kami paparkan 6 jenis asuransi kesehatan tersebut.
1. Asuransi Berdasarkan Jenis Perawatan
Berdasarkan jenis perawatannya, asuransi kesehatan dibagi menjadi dua. Yang
pertama adalah asuransi rawat inap. Asuransi rawat inap akan mengcover biaya rumah
sakit, obat, layanan laboratorium, layanan dokter, layanan darurat hingga biaya
persalinan. Yang kedua yaitu asuransi rawat jalan. Asuransi jenis ini hanya akan
menanggung biaya perawatan yang bersifat mencegah seperti konsultasi dokter dan
lain sebagainya.
2. Asuransi Berdasarkan Pihak Tertanggung
Pihak tertanggung meliputi individua tau kelompok. Untuk asuransi kesehatan individu,
penanggungan biaya pengobatan ditunjukkan hanya untuk satu orang sehingga hanya
pemegang polis asuransi saja yang bisa mengklain dana asuransi. Sedangkan untuk
asuransi kelompok, penangguhan dana oleh perusahaan asuransi berlaku untuk
kelompok, dalam hal ini bisa keluarga, perusahaan, atau organisasi dengan syarat yang
sudah ditentukan.
3. Asuransi Berdasarkan Jumlah Dana Yang Ditanggung
Merujuk pada jumlah dana yang ditanggung oleh perusahaan. Ada jenis asuransi yang
mengcover secara keseluruhan seluruh biaya pengobatan, ada juga jenis asuransi
standar yang hanya menanggung pelayanan kesehatan tertentu saja. Tentunya kedua
jenis asuransi ini memiliki syarat dan ketentuan yang sudah disepakati kedua belah
pihak

4. Asuransi Berdasarkan Keikutsertaan Anggota


Jenis asuransi kesehatan ini dilihat dari keikutsertaan anggota. Ada yang wajib dan ada
pula yang sukarela. Untuk asuransi kesehatan yang bersifat wajib biasanya merupakan
kebijakan perusahaan yang mengharuskan karyawannya mendaftar asuransi
kesehatan dengan mitra perusahaan asuransi. Pembayaran premi akan dilakukan
serentak oleh perusahaan tersebut dari pemotongan gaji. Sedangkan untuk asuransi
yang bersifat sukarela lebih fleksibel karena bisa menyesuaikan kebutuhan tanpa ada
paksaan. Ini biasanya untuk masyarkat yang tidak terikat dengan perusahaan.

5. Asuransi Berdasarkan Pembayaran Ganti Rugi


Berdasarkan sistem pembayaran ganti rugi, ada dua jenis asuransi. Pertama, asuransi
dengan sistem cashless atau pembayaran langsung. pada sistem cashless, kalian
hanya perlu menunjukkan kartu anggota dari perusahaan asuransi yang kalian miliki
saat melakukan pengobatan. Dengan kata lain, pemegang polis dapat mengklaim
langsung dana asuransi miliknya. Kedua, asuransi dengan sistem reimbursement atau
pembayaran berganti. Pada asuransi jenis ini, kalian harus melakukan deposit terlebih
dahulu saat pengobatan. Setelah itu, perusahaan akan menggantinya ketika kalian
menunjukkan struk pembayaran pengobatan.

6. Asuransi Berdasarkan Pengelola Dana


Dana asuransi dikelolah oleh pemerintah dan perusahaan swasta. Asuransi yang
dikelola oleh pemerintah merupakan program pelayanan masyarakat untuk membantu
meringankan biaya pengobatan mereka. Oleh karena itu, asuransi jenis ini sangat
bergantung pada kebijakan pemerintah. Baik pemerintah pusat maupun daerah.
Sedangkan asuransi yang dikelola oleh perusahaan swasta, mereka menawarkan
produk berupa premi kesehatan dan menjadikannya bisnis yang menghasilkan
keuntungan. Tak heran jika, asuransi kesehatan yang dikelola oleh perusahaan swasta
lebih variatif dan unggul.

Setelah mengerti secara detail tentang asuransi kesehatan, apakah kamu terpikir untuk
membelinya? Karena dengan membeli asuransi kesehatan berarti kamu telah
merencanakan finansial jangka panjangmu juga lho! Demikianlah pengertian asuransi
kesehatan yang perlu kalian pahami mengingat betapa pentingnya menginvestasikan
dana kesehatan karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang.

Cara klaim asuransi kesehatan


Sebagian orang mungkin memilih asuransi kesehatan untuk membantu kita dalam
proses pengobatan saat sakit dan asuransi lah yang akan menanggung setiap biaya
pengobatan rumah sakit. Pemerintah kini tengah gencar mengadakan program asuransi
yang dapat membantu masyarakat khususnya masyarakat tidak mampu untuk bisa
melakukan pengobatan.

Asuransi kesehatan memang dinilai memiliki beberapa manfaat yakni sangat membantu
kita dalam melakukan pengobatan terutama yang butuh biaya besar seperti tindakan
operasi. Tidak sedikit dari mereka yang kesulitan mencari dana pengobatan dengan
biaya cukup tinggi. Maka dari itu, masyarakat kini tengah beralih untuk mengikuti
program asuransi kesehatan dari pemerintah yang dapat membantu untuk melakukan
pengobatan apapun.

Meski saat ini telah banyak yang memiliki asuransi namun sebagian dari mereka
bahkan kurang mengetahui atau mengerti tentang prosedur mengklaim asuransinya.
Meski prosedur tersebut telah dijelaskan oleh agennya dan tertulis jelas dalam buku
polis. Untuk itu kita perlu memahami kembali cara dan prosedur untuk mengklaim
asuransi kita. Di bawah ini ada beberapa cara yang bisa ikuti untuk mengklaim
asuransi.

1. Pastikan untuk Selalu Membayar Premi


Saat kita memutuskan untuk memiliki asuransi kesehatan, ada baiknya untuk
mempertimbangkan mengenai premi yang harus dibayar setiap bulannya. Pastikan
agar penghasilan bulanan kita dapat mencukupi untuk membayar setoran asuransi
kesehatan. Dengan memperhitungkan sebelumnya agar kita bisa membayar premi
bulanan tersebut dan dijadikannya sebagai pengeluaran yang wajib setiap bulannya.
Jika kita tidak membayar premi secara berkala setiap bulan maka suatu saat hal itu
akan menjadi beban tagihan yang cukup tinggi dan akan memberatkan kita. Dengan
begitu, pastikan agar polis kita tidak ada yang bolong atau lupa membayar premi
bulanan.

2. Pastikan Masa Aktif Asuransi Telah Lebih dari 30 Hari


Banyak dari perusahaan asuransi menetapkan masa aktif asuransi tersebut setelah 30
hari. Untuk itu, jika kurang dari 30 hari, maka jika kita hendak akan melakukan
pengobatan ke rumah sakit kemungkinan besar tidak akan diterima atau ditolak, kecuali
jika dalam kondisi mendesak seperti kecelakaan. Maka sebelumnya kita harus
memastikan bahwa masa aktif atau umur polis sudah lebih dari 30 hari sejak
mengajukan untuk mengikuti asuransi kesehatan tersebut.

3. Pastikan untuk Membaca Klausul Pengecualian

Setelah kita resmi memiliki asuransi kesehatan dan mendapatkan polis, maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya saja membaca polis pada klausul
klausul pengecualian.

Berikut ini beberapa contoh isi dari klausul pengecualian tersebut yang tertera pada
polis.

1. Untuk penyakit yang bersifat kritis seperti jantung koroner dan 34 penyakit kritis
lainnya, baru bisa untuk diklaimkan minimal setelah 6 bulan. Dengan begitu jika kita
sebelumnya telah memiliki penyakit jantung sebaiknya jangan terburu-buru untuk
mengklaimnya, cobalah menunggu 6 bulan hingga 1 tahun baru kita bisa mengklaim.
2. Untuk penyakit yang memang sudah ada sebelumnya, baik kita ketahui atau
tidak maka perusahaan asuransi tidak akan menanggungnya. Misalnya untuk penyakit
penyakit bawaan lahir.
3. Setelah itu pastikan kita untuk mengecek plafon asuransi yang telah disediakan
untuk kita. Plafon ini berisi jatah biaya medis maksimal yang akan ditanggung oleh
asuransi selama kita dirawat. Jika menggunakan biaya rawat lebih dari yang ditetapkan
maka kita harus membayar kembali untuk kekurangannya.
4. Bagaimana Jika Kita  Mendadak Sakit?
1. Jika pada kartu asuransi terdapat nomor SOS internasional maka telponlah untuk
menanyakan rumah sakit terdekat yang bisa kita rujuk.
2. Setelah mendapatkan rujukan rumah sakit, biasanya pihak rumah sakit akan bertanya
apakah ruangan rawat akan sesuai dengan plafon atau lebih tinggi. Jika kita memang bisa
menambah kekurangannya tidak masalah jika memilih lebih tinggi dari plafon kita.
3. Umumnya asuransi rumah sakit menggunakan kartu dan dengan kartu itu sehingga kita
melakukan pengobatan rawat inap dengan gratis alias tidak mengeluarkan sepersenpun karena
semuanya telah ditanggung oleh asuransi.

5. Bayar Belakangan (Reimbursement)


Dalam asuransi kesehatan, ada metode reimbursement atau bayar belakangan.
Sehingga saat melakukan pengobatan, kita harus membayar sendiri biaya pengobatan
tersebut terlebih dahulu, namun biaya tersebut akan diganti di akhir oleh pihak asuransi.
Berikut di bawah ini prosedur dari reimbursement.

1. Dalam metode reimbursment, ada 2 tipe bentuk dari klaim, yakni form klaim
nasabah terhadap perusahaan asuransi, dan yang kedua form Surat keterangan Dokter
yang merawat
2. Saat hendak ke rumah sakit pastikan untuk membawa kedua form tersebut dan
berikan kepada susternya kemudian mereka yang akan mengisi dengan disertai cap
rumah sakit.
3. Setelah selesai, kita akan mendapatkan kuitansi tagihan atas pengobatan yang
kita lakukan dari rumah sakit tersebut, pastikan untuk mem-fotocopy kuitansi tersebut
serta meminta rumah sakit untuk melegalisasi, karena kuitansi asli nantinya akan
diminta oleh pihak asuransi.
4. Setelah pulang dari rumah sakit, kita akan memiliki 3 buah dokumen, dua buah
form klaim serta satu kuitansi. Setelah itu kemudian kita bisa melengkapinya dengan
fotokopi KTP dan fotokopi buku rekening. Dokumen dokumen tersebut kemudian
berikan pada bagian departemen klaim asuransi yang bersangkutan. Kita bisa
memonitor prosesnya melalui telpon dan setelah maksimal 14 hari kita akan menerima
uang ganti sebesar yang tercantum pada kuitansi dari pihak asuransi.
TOPIK 10
BAB 1
PEMBAHASAN
A. SEJARAH ASURANSI
BPJS Kesehatan sebenarnya bukan lembaga baru. BUMN ini sudah dibentuk sejak tahun 1968
meski dengan nama yang berbeda. Di awal pembentukannya, BPJS Kesehatan bernama Badan
Penyelenggaraan Dana Pemeliharaan Kesehatan atau (BPDPK).
Lembaga ini merupakan kebijakan pemerintah era Soeharto untuk mengatur pemeliharaan
kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) dan keluarga mereka
dengan batasan tertentu. Menteri Kesehatan Indonesia Prof. Dr. G. A. Siwabessy yang kala itu
menjabat menjadi orang pertama yang mengelola program besar kesehatan Indonesia ini sesuai
dengan Keputusan Presiden Nomor 230, Tahun 1968.
Setelah berjalan kurang lebih 16 tahun, BPDPK yang awalnya hanya merupakan badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti. Perusahaan ini dibentuk oleh
pemerintah pada tahun 1984 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984.
Fungsi dari perusahaan baru ini adalah untuk meningkatkan program jaminan dan pemeliharaan
kesehatan bagi para peserta yang terdiri dari PNS, TNI/ POLRI, pensiunan, dan keluarga dari
peserta mulai dari istri/ suami serta anak.
Pada tahun 1991 atau selepas 7 tahun berdiri sebagai sebuah perusahaan, BPDPK akhirnya diberi
izin untuk memperluas jangkauan pesertanya. Jika awalnya yang dijamin hanyalah PNS, TNI/
POLRI, pensiunan dan keluarganya, maka berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1991, BPDPK bisa menyasar badan usaha lain beserta anggota keluargaya. Artinya pihak-pihak
swasta bisa masuk ke dalam jangkauan BPDPK dengan membayar sebuah iuran tertentu setiap
bulannya.
Setelah menjadi Perusahaan Umum Husada Bahkti selama kurang lebih 8 tahun, BPDPK resmi
diubah menjadi Perusahaan Perseroan atau PT Persero. Keputusan ini diambil untuk
menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992. Pengambilan keputusan ini
didasarkan pada pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan. Akhirnya, dibuatlah sebuah
perusahaan yang lebih mandiri agar bisa melaksanakan fungsinya dengan jauh lebih baik.
Setelah menjadi Persero, nama BPDPK pun diubah menjadi Askes atau Asuransi Kesehatan.
PT Askes Persero bekerja secara mandiri untuk mengurusi penyelenggaraan jaminan kesehatan
khusus bagi warga-warga yang bekerja kepada pemerintah hingga tahun 2005. Pemerintah
akhirnya menerbitkan sebuah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
124/MENKES/SK/XI/2001 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 untuk mengubah sistem kerja
PT Askes agar menjamin juga keluarga miskin yang tidak masuk dalam golongan Abdi Negara.
PT. Askes akhirnya menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin.
Dasar dari penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin atau Akseskin adalah UUD
1945, UU Nomor 23/1992 tentang kesehatan, UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), dan yang terakhir Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 124 tahun 2014 serta
Nomor 56 tahun 2005.
Berdasarkan Undang-Undang dan Keputusan Menteri yang telah disebutkan di atas.
Penyelenggaraan dari Askeskin ini harus mengacu pada beberapa prinsip pelaksanaan yang
meliputi:
• Diselenggarakan di seluruh Indonesia secara serentak dengan menganut asas gotong royong.
Artinya, diharapkan akan ada subsidi silang antara yang kaya dan yang miskin.
• Acuan Pelaksanaan Askeskin (Asuransi Kesehatan Miskin) adalah prinsip Asuransi Kesehatan
Sosial.
• Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur dengan prinsip managed
care.
• Penyelenggaraan Program Askeskin (Asuransi Kesehatan Miskin) dengan prinsip nirlaba.
• Prinsip kerja dari Askeskin menjamin adanya ekuitas dan protabilitas dalam pelayanan kepada
para peserta.
• Adanya transparansi dan akuntabilitas yang terjamin dengan prinsip efisiensi, kehati-hatian,
dan efektivitas.
Perjalanan dari PT Askes Persero akhirnya dilanjutkan lagi dengan perombakan yang lebih
matang di tahun 2014. Pemerintah Indonesia membuat sebuah BUMN bernama BPJS Kesehatan
yang bekerja secara menyeluruh untuk menjamin semua masyarakat di Indonesia tanpa
terkecuali. Semuanya bahu-membahu dalam pembayaran kesehatan hingga terjadi subsidi silang
yang baik dan terstuktur.

B. PEMBENTUKKAN BPJS
Dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan UU No. 24 tahun 2014 tentang BPJS,
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 24
Tahun 2011).
Tahapan Pembentukan dan pengoperasian, yaitu:
1. Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN pada 19 Oktober 2004.
2. Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUU-III/2005 pada 31
Agustus 2005.
3. Pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS pada 25 November 2011.
4. Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014.
5. Pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. 
Rangkaian kronologis tersebut terbagi atas dua kelompok peristiwa, yaitu:
1. Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum BPJS, yang mencakup
pengundangan UU SJSN, pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dan pengundangan UU
BPJS. 
2. Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial dari badan
hukum persero menjadi badan hukum publik (BPJS).  Transformasi meliputi pembubaran PT
Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan.
Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT Jamsostek bertanggung jawab
atas keberhasilan atau kegagalan transformasi dan pendirian serta pengoperasikan BPJS.  Di
masa peralihan, keduanya bertugas (Pasal 56 dan Pasal 61 UU No. 24 Tahun 2011,):
1. Menyiapkan operasional BPJS untuk penyelenggaraan program jaminan sosial sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban Persero
kepada BPJS.
3. Khusus untuk PT Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset, liabilitas, hak dan
kewajiban JPK  Jamsostek kepada BPJS Kesehatan

C. KRONOLOGI WAKTU PEMBENTUKKAN DASAR HUKUM BPJS


1. 19 Oktober 2004
Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
UU SJSN memberi dasar hukum bagi PT Jamsostek (Persero),  PT Taspen (Persero), PT Asabri
(Persero) dan PT Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Pasal
5 ayat (2) dan (3) UU No. 40 Tahun 2004). 
UU SJSN memerintahkan penyesuaian semua ketentuan yang mengatur keempat Persero
tersebut dengan ketentuan UU SJSN.  Masa peralihan berlangsung paling lama lima tahun, yang
berakhir pada 19 Oktober 2009 (Pasal 52 ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2004).
2. 31 Agustus 2005
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya atas perkara nomor 007/PUU-III/2005
kepada publik pada 31 Agustus 2005.  MK menyatakan bahwa  Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4) UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang menyatakan bahwa keempat Persero tersebut
sebagai BPJS, dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 
MK berpendapat bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN menutup peluang
Pemerintah Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai
dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI
1945.
MK berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2) UU SJSN tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945.  
Namun Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya
Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN dan menjamin kepastian hukum karena belum
ada BPJS  yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.
Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN dan hanya
bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT. (Persero) JAMSOSTEK, PT. (Persero)
TASPEN, PT. (Persero) ASABRI, dan PT. ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. 
Akibatnya, keempat Persero tersebut harus ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah
Undang-Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU SJSN: “Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.  Pembentukan BPJS
ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.

3. 25 November 2011
Pemerintah mengundangkan UU BPJS. UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (UU BPJS) diundangkan sebagai pelaksanaan ketentuan UU SJSN Pasal 5 ayat
(1) dan Pasal 52 ayat (2) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-
III/2005.
UU BPJS membentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara RI.  BPJS
dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.
UU BPJS membubarkan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tanpa melalui proses
likuidasi, dan dilanjutkan dengan mengubah kelembagaan Persero menjadi badan hukum publik
BPJS.  Peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero)
dialihkan kepada BPJS Kesehatan, dan dari PT Jamsostek (Persero) kepada BPJS
Ketenagakerjaan.
UU BPJS mengatur organ dan tata kelola BPJS.  UU BPJS menetapkan modal awal BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, masing-masing paling banyak Rp. 2.000.000.000.000, 00
(dua triliun rupiah), yang bersumber dari APBN. Modal awal dari Pemerintah merupakan
kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
UU BPJS menangguhkan pengalihan program-program yang diselenggarakan oleh PT Asabri
(Persero) dan PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat hingga tahun 2029.

D. KEPESERTAAN BPJS
Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI).
A. Kepesertaan PBI (Perpres No 101 Tahun 2011)
 Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu.
 Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri di bidang sosial setelah
berkoordinasi dengan menteri dan /atau pimpinan lembaga terkait
 Kriteria Fakir Miskin dan Orang tidak mampu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan
pendataan
 Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi dan divalidasi sebagaimana
dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data terpadu oleh Menteri di bidang sosial,
dikoordinasikan terlebih dahulu dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan dan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
 Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi dan kabupaten/kota.
 Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI
Jaminan Kesehatan.
 Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang sosial kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan DJSN
 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan
jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
 Penetapan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan
hasil Pendataaan Program Perlindungan Sosial tahun 2011.
 Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan sejumlah 86,4
juta jiwa. 8
b. Perubahan Data Peserta PBI
 Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum sebagai PBI Jaminan
Kesehatan karena tidak lagi memenuhi keriteria
 Penambahan data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu untuk dicantumkan sebagai PBI
Jaminan Kesehatan karena memenuhi kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
 Perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud diverifikasi dan divalidasi oleh
Menteri di bidang sosial
 Perubahan data ditetapkan oleh Menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan Menteri dan/atau
pimpinan lembaga terkait.
 Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dilakukan setiap 6 (enam) bulan dalam tahun anggaran berjalan.
 Penduduk yang sudah tidak menjadi Fakir Miskin dan sudah mampu, wajib menjadi peserta
Jaminan Kesehatan dengan membayar Iuran.
B. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan
sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun 2013):
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f. Pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan
kerja dan pekerja mandiri.
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas :
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima pensiun; 9
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar
iuran.
 Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan e. Janda, duda, atau anak yatim
piatu dari penerima pensiun sebagaimana yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d
yang mendapat hak pensiun  Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warga negara asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan
 Jamingan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.  Anggota keluarga sebagaimana
dimaksud meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:
1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yag
masih melanjutkan pendidikan formal  Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. II. PENTAHAPAN KEPESERTAAN (Perpres No
111 Tahun 2013)
 Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga
mencakup seluruh penduduk;
 Pentahapan sebagaimana dimaksud dilakukan sebagai berikut :
1. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi: 10
 PBI Jaminan Kesehatan;
 Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya;
 Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya;
 Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia
(ASKES) dan anggota keluarganya dan
 Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga
Kerja
2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019 III. KETENTUAN PESERTA PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN CACAT TOTAL (Pasal 7 & 8 Perpres No 12 Tahun 2013)
 Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh hak manfaat Jaminan Kesehatan paling lama
6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.
 Peserta sebagaimana tersebut di atas yang telah bekerja kembali wajib memperpanjang status
kepesertaannya dengan membayar iuran
 Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud di atas tidak bekerja kembali dan tidak mampu,
berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan
 Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu,
berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan
 Penetapan cacat total tetap, dilakukan oleh dokter yang berwenang.
 Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan Peserta PBI
Jaminan Kesehatan dilakukan melalui pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran
pertama.
 Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi Peserta PBI
Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan

E. MACAM- MACAM BPJS


1. BPJS Kesehatan.
BPJS kesehatan adalah hasil transformasi dari askes, jamkesmas atau jamkesda, dulu mungkin
sebagian orang mengenal Askes, nah sekarang askes sudah tidak ada dan ditransformasi menjadi
BPJS kesehatan. 
BPJS Kesehatan ini fokus utamanya adalah memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh
warga negara indonesia tua-muda bahkan sampai bayi, dan berlaku juga untuk warga asing yang
sudah tinggal di indonesia minimal selama 6 bulan.
Jadi semua warga indonesia wajib menjadi peserta BPJS kesehatan dengan cara melakukan
pendaftaran di kantor-kantor cabang bpjs yang sudah banyak tersedia di setiap pelosok kota.
Jenis kepesertaan dari BPJS kesehatan dikelompokan menjadi 3 kategori sebagai berikut:

a. BPJS Mandiri atau Individu


BPJS mandiri Ini diperuntukan bagi warga dari golongan pekerja bukan penerima upah (PBPU)
dan juga dari golongan bukan pekerja (BP), setiap warga yang termasuk kategori ini harus
mendaftarkan dirinya dan juga anggota keluarganya yang tercantum di KK ke BPJS. 
Setiap peserta BPJS mandiri harus membayar iuran bulanan yang besar kecilnya ditentukan oleh
kelas bpjs yang diambil.
Ada 3 kelas bpjs yang bisa dipilih oleh peserta mandiri yaitu:
 BPJS Kelas 1
 BPJS kelas 2
 BPJS kelas 3
Yang membedakan antara kelas tersebut adalah besar kecilnya iuran bulanan yang harus
dibayarkan, umumnya kelas I paling besar diikuti oleh kelas II dan III, dan juga ruangan rawat
inap yang akan menjadi haknya ketika peserta di rawat inap di rumah sakit, kelas I akan
mendapatkan ruang kelas satu, begitu juga untuk kelas dua dan kelas tiga, sayangnya khusus
untuk kelas 3 tidak bisa naik kelas perawatan.

b. BPJS Pekerja Penerima Upah (PPU)


BPJS Jenis ini disebut sebagai bpjs badan usaha atau bpjs yang ditanggung perusahaan,
diperuntukan untuk setiap karyawan perusahaan baik karyawan swasta, negeri PNS maupun
TNI/ POLRI, untuk menjadi peserta BPJS PPU harus didaftarkan oleh perwakilan perusahaan
dan tidak bisa daftar sendiri, iuran atau premi bulanannya sebagian dibayar oleh perusahaan dan
sebagian dipotong dari gaji setiap pekerja, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk
mendaftarkan setiap karyawannya ke BPJS untuk menjadi peserta BPJS Badan usaha atau BPJS
PPU.
BPJS jenis ini hanya berhak atas kelas I dan kelas II saja, dan pengambilan kelas ditentukan
berdasarkan besar kecilnya gaji untuk masing-masing karyawan, setiap peserta BPJS ini
sekaligus bisa menanggung 4 anggota keluarga inti, yaitu suami/istri, dan 3 orang anaknya. jadi
selain dibayarkan sebagian oleh perusahaan, dalam satu kali bayar bpjs ini sekaligus dapat
menanggung iuran untuk 5 anggota keluarga sekaligus termasuk peserta yang bersangkutan.
Setiap pekerja atau karyawan yang masih aktif bekerja dan tercatat sebagai pemegang kartu
askes, akan dialihkan menjadi peserta BPJS PPU secara bertahap. jadi jika anda pemegang kartu
askes di masa lalu dan statusnya masih aktif maka anda sama halnya sebagai peserta BPJS PPU.

c. BPJS Peserta bantuan Iuran (PBI)


Yang ketiga jenis peserta BPJS kesehatan adalah BPJS PBI atau peserta bantuan iuran, peserta
ini hanya diperuntukan untuk warga miskin dan warga tidak mampu menurut data yang tercatat
di dinas sosial, Peserta ini tidak memiliki kewajiban untuk membayar iuran karena iuran bulanan
bpjs sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah.
Peserta BPJS jenis ini hanya berhak atas kelas III, dan hanya akan mendapatkan pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan di puskesmas kelurahan atau desa setempat. seluruh warga yang
dulunya pemegang jamkesda dan jamkesmas akan dialihkan menjadi peserta BPJS PBI.

2. BPJS Ketenagakerjaan
BPJS ketenagakerjaan adalah program pemerintah yang memberikan jaminan sosial ekonomi
untuk setiap pekerja indonesia, setiap perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya untuk
menjadi peserta dari BPJS ketenagakerjaan dengan iuran bulanan yang sebagian ditanggung oleh
perusahaan.
BPJS ketenagakerjaan sebenarnya merupakan hasil transformasi dari jamsostek, jadi setiap
pekerja yang kebetulan sebelumnya sudah terdaftar menjadi peserta jamsostek dan pemegang
kartu jamsostek akan dialihkan secara bertahap menjadi peserta bpjs ketenagakerjaan.
Program yang diusung bpjs ketenagakerjaanpun masih sama dengan program-program di
jamsostek beberapa diantaranya adalah:
 Jaminan Hari Tua (JHT)
 Jaminan Pensiun (JP)
 Jaminan Kematian (JKM)
 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

BPJS ketenagakerjaan tidak sama dengan bpjs kesehatan atau bpjs PPU atau badan usaha,
walaupun masih anda yang menganggap bpjs ketenagakerjaan sama dengan bpjs Badan usaha,
padahal keduanya berbeda, bpjs ketenagakerjaan yang memberikan jaminan sosial ekonomi
untuk pekerja, sedangkan bpjs ppu adalah salah satu kategori dari bpjs kesehatan yang dapat
memberikan jaminan kesehatan bagi setiap pekerja atau karyawan.

Jadi untuk karyawan, perusahaan harus mengikutsertakan ke kedua jenis bpjs tersebut, yaitu
menjadi peserta bpjs kesehatan dan juga bpjs ketenagakerjaan. karena bpjs ketenagakerjaan
hanya dapat memberikan jaminan sosial ekonomi dan tidak bisa memberikan jaminan kesehatan
karena program Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang sebelumnya dimiliki oleh
jamsostek di transformasi ke bpjs kesehatan. jaminan kesehatan yang dapat ditanggung oleh bpjs
ketenagakerjaan hanyalah untuk jaminan kecelakaan kerja, baru dapat dijamin jika si pegawai
mengalami kecelakaan pada saat bekerja.

Daftar pustaka
http://www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/pembentukan_23
https://www.sepulsa.com/blog/undang-undang-bpjs
http://www.pasienbpjs.com/2016/11/bpjs.html

Anda mungkin juga menyukai