PENDAHULUAN
Kesehatan tidak hanya merupakan hak warga tetapi juga merupakan barang
investasi yang menentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi negara,
karena itu negara berkepentingan agar seluruh warganya sehat (“Health for All”),
sehingga ada kebutuhan untuk melembagakan pelayanan kesehatan universal, ada
dua isu mendasar untuk mewujudkan tujuan pelayanan kesehatan dengan cakupan
universal, yaitu bagaimana cara membiayai pelayanan kesehatan untuk semua
warga, dan bagaimana mengalokasikan dana kesehatan untuk menyediakan
pelayanan kesehatan dengan efektif, efisien, dan adil. (Bisma Murti: 2010)
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang tanpa adanya kesehatan yang baik maka tidak akan ada
masyarakat yang produktif. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan
kesehatan merupakan suatu hal yang bernilai sangat insentif. Nilai investasinya
terletak pada tersedianya sumber daya yang senantiasa “siap pakai” dan terhindar
dari ancaman penyakit. Di Indonesia sendiri tak bisa dipungkiri bahwa trend
pembangunan kesehatan bergulir mengikuti pola rezim penguasa. Ketika
pemerintah negeri ini hanya memandang sebelah mata pada pembangunan
kesehatan, maka kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat akan menjadi
sangat memprihatinkan. (Delfi Lucy Stefani: 2013)
Oleh karena itu, diperlukan juga adanya upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyrakat yang setinggi-tingginya, peranan masyarakat juga sangat
diperlukan dalam hal ini karena dengan peran tersebut upaya-upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan tersebut dapat terlaksana dengan baik.Upaya-
upaya seperti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat
menyeluruh terpadu dan berkesinambungan juga harus terus di terapakan dalam
hal ini agar derajat kesehatan masyarakat dapat terus terjaga dan
meningkat.Selain upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
tersebut diperlukan juga adanya managemen ulang terhadap sistem pembiyayaan
kesehatan dan penyusunan program anggaran kesehatan agar subsistem dalam
sistem kesehatan nasional dapat terlaksana dengan baik.
PEMBAHASAN
Biaya Kesehatan ialah besarnya dana yang harus di sediakan untuk menyelenggarakan
dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat. (Azrul Azwar : 1996)
Dari beberapa pendapat mengenai Pembiayaan Kesehatan diatas, terlihat bahwa biaya
kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu :
Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan (Health Provider)
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan.Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa kesehatan dari sudut
penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan atau pun pihak swasta,
yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.
Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan pelayanan (Health
Consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan
jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka biaya kesehatan di sini
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan. Dalam batas-batas tertentu,
pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa pengertian biaya
kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan (health provider)
dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer). Bagi penyedia
pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang
harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi
pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada
dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai
dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan
bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah sama antara
pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi
penyedia pelayanan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost)
serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa
pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket)
untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai
jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan kesehatan
(income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia pelayanan
kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut
mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami kerugian (loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh kedua belah pihakk tersebut. Hanya saja, karena pada
umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh
ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran telah
diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan diselenggarakan, maka
perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak didasarkan pada jumlah dana
yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan saja.
Di samping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan pemerintah, maka
dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor pemerintah. Tetapi
karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu ditemukan adanya subsidi, maka cara
perhitungan yang dipergunakan tidaklah sama. Total biaya kesehatan dari sektor
pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai
jasa, dan karena itu merupakan pendapatan (income) pemerintah, melainkan dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total biaya
kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai. Pertama,
besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan untuk sektor
swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya kesehatan adalah hasil dari
penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan,
dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak
yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem
Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya
peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan
hubungan Agency Relationship, dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa
medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya
ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin
besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.
Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume
pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini
dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis
penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien
dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis
penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya
demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi
dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem
pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal ini
belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada
hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat
memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang
disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah
tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan,
dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang
mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan
penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka
yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi
sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran
pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam suatu
sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi
pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih
efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
1. Askes
2. Jamkesmas
3. ASBRI
4. Taspen
5. Jamsostek
- Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
- Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau
kota)
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atauCorporate Social
Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui
sistem asuransi.
- Perusahaan swasta
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah
dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran
serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni :
1. Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan
yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan
setiap upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah, yang
jika berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.
1) Peningkatan Efektifitas
2) Peningkatan Efisiensi
- Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit dan standar minimal
laboratorium.
- Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan penderita,
dan daftar obat-obat esensial.
Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, bukan saja pemborosan dapat
dihindari dan dengan demikian akan ditingkatkan efisiensinya, tetapi juga sekaligus
dapat pula dipakai sebagai pedoman dalam menilai mutu pelayanan.
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana tidak sesuai, karena kebanyakan
justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari penyebaran penduduk,
terutama di Negara yang berkembang, kebanyakan tempat tinggal di daerah pedesaan.
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan satu masalah yang dihadapi dalam
pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di banyak Negara ternyata
biaya pelayanan kedokteran jauh lebih tinggi daripada biaya pelayanan kesehatan
masyarakat.Padahal semua pihak telah mengetahui bahwa pelayanan kedokteran
dipandang kurang efektif daripada pelayanan kesehatan masyarakat.
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya belum
begitu sempurna, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola dengan baik
dalam batas-batas tertentu, tujuan dari pelayanan kesehatan masih dapat dicapai.
Sayangnya kehendak yang seperti ini sulit diwujudkan, penyebab utamanya ialah
karena pengelolaannya belum sempurna, yang kait berkait tidak hanya dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya dengan
sikap mental para pengelola.
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah makin meningkatnya
biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Banyak penyebab yang berperan disini,
beberapa yang terpenting adalah (Cambridge Research Institute, 1976; Sorkin, 1975
dan Feldstein, 1988):
a. Tingkat Inflasi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di
masyarakat. Demikianlah apabila terjadi kenaikan harga di masyrakat, maka secara
otomatis biaya infestasi dan juga biaya operasional pelayanan kesahatan akan
meningkat pula.
Ambil contoh di Amerika Serikat misalnya, sebagai akibat inflasi yang terjadi
sepanjang periode januari 1973- juli 1974, maka setiap rumah sakit di Negara tersebut
harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar
15% lebih tinggi untuk pembelian bahan makanan dan 17% lebih tinggi untuk
pembelian bahan bakar. Bertamabhnya pengeluaran yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruhnya terhadap peningkatan biaya kesehatan secara keseluruhan.
b. Tingkat Permintaan
Lebih dari pada itu, dengan kemajuan ilmu dan teknologi ini juga berpengaruh
terhadap penyembuhan penyakit.Jika dahulu banyak dari penderita yang meninggal
dunia, tetapi denga telah dipergunakannnya berbagai peralatan canggih, penderita
dapat diselamatkan.Sayangnya penyelamat nyawa manusia tersebut sering diikuti
dengan keadaan cacat, yang untuk pemulihannya (rehabilitation) sering dibutuhkan
biaya yang tidak sedikit, yang kesemuanya juga mendorong makin meningkatnya
biaya kesehatan.
Lebih dari pada itu sebagai akibat banyak dipergunakan para spesialis dan
subspesialis menyebabakan hari perawatan juga akan meningkat. Penelitian yang
dilakukan Feldstein(1971) menyebutkan jika Rumah Sakit lebih banyak
mempergunakan dokter umum, maka Rumah Sakit tersebut akan berhasil menghemat
tidak kurang dari US$ 39.000 per tahun per dokter umum, dibandingkan jika Rumah
Sakit tersebut mempergunakan dokter spesialis atau subspesialis.
Adanya kedua keadaan yang seperti ini yakni asuransi profesi disatu pihak serta
pemeriksaan yang berlebihan dipihak lain, jelas akan berperan besar pada peningkatan
biaya kesehatan, yang akhirnya membebani masyarakat.
Batasan
Pengeritian tarif tidaklah sama dengan harga. Sekalipun keduanya merujuk pada
besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen, tetapi pengertian tarif ternyata
lebih terkait pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa
pelayanan, sedangkan pengertian harga lebih terkait pada besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk memperoleh barang. Oleh masyarakat pemakai jasa pelayanan
kesehatan, tarif diartikan sama dengan seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Adanya pengertian yang seperti ini jelas tidak
sesuai. Karena dalam pengertian seluruh biaya tersebut, telah termasuk harga barang,
yang untuk
Namun, terlepas dari adanya perbedaan pengertian tersebut, peranan tarif dalam
pelayanan kesehatan memang amat penting. Untuk dapat menjamin kesinambungan
pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan besarnya tarif yang dapat
menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total pengeluaran.
Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya pihak-pihak yang
mau menyumbang dana pada pelayanana kesehatan (misal Rumah Sakit), maka
sumber keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan hanyalah dari pendapatan saja.
Untuk ini jelas bahwa kecermatan menentukan tarif memegang peran yang amat
penting. Apabila tarif tersebut terlalu rendah, dapat menyebabkan total pendapatan
(income) yang rendah pula, yang apabila ternyata juga lebih rendah dari total
pengeluaran (expenses), pasti akan menimbulkan kesulitan keuangan.
Untuk dapat menetapkan tarif pelayanan yang dapat menjamin total pendapatan yang
tidak lebih rendah dari total pengeluaran, banyak factor yang perlu diperhitungkan.
Faktor-faktor yang dimaksud untuk suatu sarana pelayanan, secara umum dapat
dibedakan atas empat macam:
1. Biaya investasi
Untuk suatu rumah sakit, biaya investasi (investment cost) yang terpenting adalah
biaya pembangunan gedung, pembelian berbagai peralatan medis, pembelian berbagai
peralatan non-medis serta biaya pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana.
Tergantung dari besarnya biaya investasi, rencana titik impas (break event point),
jangka waktu pengembalian modal (return of investment), serta perhitungan masa
kedaluwarsa (depreciation period) maka tariff pelayanan suatu sarana kesehatan dapat
berbeda dengan sara kesehatan lainnya. Secara umum disebutkan jika biaya investasi
tersebut adalah besar, rencana titik impas, jangka waktu pengembalian biaya investasi
serta perhitungan masa kedaluwarsa terlalu singkat, maka tariff pelayanan yang
diterapkan akan cenderung mahal.
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya kegiatan rutin (operational cost) yang
dimaksudkan di sini mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan. Jika ditinjau dari kepentingan pemakai jasa
pelayanan, maka biaya kegiatan rutin ini dapat dibedakan atas dua macam:
Ke dalam biaya ini termasuk gaji karyawan, pemeliharaan bangunan dan peralatan,
pemasangan rekening listrik dan air dan lain sebagainya yang seperti ini. Secara
umum disebutkan jika biaya kegiatan tidak langsung ini tinggi, misalnya karena
pengelolaan yang tidak efisien, pasti akan berpengaruh terhadap tingginya tariff
pelayanan.
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya rencana pengembangan yang dimaksudkan disini
mencakup hal yang amat luas sekali.Mulai dari rencana perluasan bangunan,
penambahan peralatan, penambahan jumlah dan peningkatan pengetahuan serta
ketrampilan karyawan dan ataupun penambahan jenis pelayanan. Untuk sarana
kesehatan yang tidak mencari keuntungan, besarnya biaya pengembangan ini
lazimnya sama dengan semua kelebihan hasil usaha.
Tergantung dari filosofi yang dianut oleh pemilik sarana kesehatan besarnya target
keuntungan yang diharapkan tersebut amat bervariasi sekali. Tetapi betapapun
bervariasinya presentase keuntungan tersebut, seyogyanya keuntungan suatu sarana
kesehatan tidak boleh sama dengan keuntungan berbagai kegiatan usaha lainnya.
Upaya Pengendalian
Dari uraian tentang kee mpat factor yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
tarif pelayanan yang seperti ini, segeralah mudah dipahami bahwa esarnya tarif
pelayanan tersebut sangat dipengaruhi serta bersifat sensitive terhadap besarnya biaya
infestasi, biaya rutin, biaya rencana pembangunan serta target perolehan keuntungan.
Jika biaya untuk keempat factor ini tinggi maka tarif pelayanan pasti akan tinggi pula.
Untuk mencegah tingginya tarif pelayanan kesehatan tersebut, maka biaya untuk
keempat factor ini haruslah dapat dikendalikan.Bertitik tolak dari berbagai kegiatan
yang dapat diakuakan pada program pengendalian biaya
24
kesehatan, maka hal yang dapat dilakukan pada program pengendalian tarif pelayanan.
Secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Biaya Investasi
Untuk mencegah biaya investasi yang terlalau besar dan jangka waktu pengembalian
yang terlalu singkat, mekanisme pengendalian yang lazim diperlakukan adalah
menerapkan ketentuan yang dikenal sebagai certificate of need, serta kewajiban
melakukan feasibility studyyang bersifat social.
Untuk mencegah biaya kegiatan rutin yang terlautinggi, terutama yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan, mekanisme
pengendalian yang lazim diperlakuakn adalah menerapkan ketentuan pelayanan
kesehatan yang etis dan sesuai standart, yang imbal jasa doctor (doctor fee) sering
termasuk didalamnya.Untuk menjamin efektifitas pelaksanaannya, penerapan etis dan
standar ini harus diikuti oleh medical audit secara berkala oleh suatu badan yang
bersifat netral yang di Amerika Serikat disebut sebagai professional standard review
organization.
4. Keuntungan
25
dapat terlaksana, maka secara otomatis perhitungan target keuntungan yang terlalu
tinggi akan dapat dicegah.
Sayangnya, berbagai mekanisme pengendalian biaya yang seperti ini belumlah secara
tuntas ditetapkan di Indonesia. Yang baru ditetapkan hanyalah tentang ketentuan tariff
tertinggi saja. Akibatnya, tentu mudah dipahami, karena yang diatur hanyalah resultan
akhir dari interaksi berbagai factor (tariff), bukan masing-masing factor yang
mempengaruhi tariff, menyebabkan apabila suatu sarana kesehatan kebetulan telah
terlanjur menanamkan investasi yang besar, maka untuk mengejar target pemasukan,
sering dilakukan berbagai penyimpangan. Tentu tidak sulit dipahami bahwa
penyimpangan yang dimaksudkan disini tidak terhadap pagu tariff yang tujuannya
adalah untuk memperbesar pemasukan.
Demikianlah karena tariff tertinggi telah ditetapkan, maka untuk rumah sakit swasta,
apalagi yang baru berdiri, untuk mengejar target pemasukan, dilakukanlah berbagai
pelayanan kesehatan yang sebenarnya tidak diperlakukan. Satuan tariff yang
dipergunakan memang tidak berubah, tetapi pemakaiannya yang ditingkatkan (over
utilization). Dampak akhirnya tidak sulit dipahami akan menyebabkan total tariff
yang dibayarkan akan menjadi tinggi. Masalah tariff pelayanan makin berdampak
kompleks jika diketahui besarnya imbal jasa dokter belumlah diatur secara
tuntas.Kelaziman yang berlaku di Indonesia yang menyerahkan sepenuhnya kepada
kebijakan dokter ternyata sering disalah artikan.Ada anggapan bahwa orang yang
membutuhkan pelayanan rawat inap memiliki kemampuan keuangan yang lebih tinggi
daripada pelayanan rawat jalan.
26
Batasan
Yang dimaksud dengan biaya pelayanan kedokteran ialah bagian dari biaya kesehatan
yang menunjuk pada besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh perorangan,
keluarga, kelompok atau masyarakat. Sekalipun dalam batasan terkandung pengertian
dana yang harus disediakan untyk menyelenggarakan pelayanan kedokteran, namun
dalam praktek sehari-hari yang sering dibicarakan adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan pelayanan kedokteran. Dengan demikian jika
membicarakan biaya pelayanan kedokteran perhatian utama tidaklah dari sudut
penyedia pelayanan kedokteran melainkan dari sudut pemakaia jasa pelayanan.
Mekanisme Pembiayaan
1. Pembayaran Tunai
Mekanisme pembiayaan yang diterapkan mengikuti mekanisme pasar. Setiap
penderita yang membutuhkan pelayanan kedokteran diharuskan membayar tunai
pelayanan yang diperolehnya. Mekanisme pembiayaan yang seperti ini dikenal
dengan nama fee for service.
2. Pembayaran di muka
Bentuk lain yang banyak dipergunakan ialah melalui system pembayaran di muka
(prepayment) yang lazimnya dilakukan melalui program asuransi kesehatan (health
insurance).
Untuk Indonesia mekanisme pembiayaan yang berlaku umum ialah melalui system
pembiayaan tunai (out of pocket).Setiap anggota masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kedokteran diharuskan memiliki sejumlah uang tertentu.Mudah dipahami,
system ini dapat memberatkan masyarakat, terutama bagi mereka yang tergolong
kurang mampu.Diperkirakan dari sekitar Rp.
(70%) berasal dari anggota masyarakat.Dan dari jumlah Rp.19.000 ini, sekitar
Jika diperhatikan penggunaan dana yang berasal dari masyaakat ini, terutama yang
dibayarkan melalui system pembayaran tunai (out of pocket), 43% (Rp.9.000
perorang/pertahun) dipergunakan untuk membayar biaya obat, 37% (Rp.8.000
perorang/pertahun) untuk biaya pelayanan Rumah Sakit. Sisanya,
Puskesmas.
Yang dimaksud dengan biaya pelayanan kesehatan masyarakat ialah bagian dari biaya
kesehatana yang menunjuk pada besarnya dana ynag harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatnkan pelayanan kesehatan masyarakat yang
dibutuhkan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Berbeda
hanya dengan biaya kedokteran yang lebih mementingkan kalangan pemakai jasa
pelayanan dan karena itu pembahasan lebih diarahkan agar pelayanan kedokteran
tersebut dapat dimanfaatkan, maka pada biaya kesehatan masyarakat yang
dipentingkan adalah dari sudut penyedia pelayanan kesehatan. Dengan demikian jiak
membicarakan biaya kesehatan masyarakat yang terpenting adalah bagaimana agar
pelayanan kesehatan masyarakat tersebut dapat diselenggarakan.
Mekanisme Pembiayaan
Pada Negara yang menganut asas sentralisai, semua biaya pelayanan kesehatan
ditanggung oleh pemerintah pusat. Dana tersebut sesuai dengan hirarki pemerintahan
yang berlaku, disalurkan secara berjenjang ke institusi yang diserahkan tanggung
jawab menyelengarakan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada Negara yang menganut asas desentralisasi, semua biaya pelayanan kesehatan
masyarakat ditanggung oleh pemerintah daerah. Tergantung pula dari system
pemerintah yang dianut, maka peranan pemerintah daerah ini dapat dibedakan pula
atas dua macam yakni:
a. Otonom
Disini tanggung jawab pemerintah daerah adalah sepenuhnya termasuk dalam hal
melakukan hal kebijakan.
b. Semi Otonom
Disini tanggung jawab pemerintah daerah besifat terbatas karena lazimnya sepanajng
yang bersifat kebijakan masih mendapat pengaturan adri pemerintah pusat.
Disini, sesuai dengan UU No.5 tahun 1974 , biaya pelayanan kesehatan masyarakat
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Tahun 2009 tentang Kesehatan; Mendapatkan masukan terkait ruang lingkup dan
komponen anggaran kesehatan (Pusat dan Daerah); dan Mengidentifikasi langkah
tindak lanjut implementasi UU No. 36 Tahun 2009. Poin penting dalam pertemuan
tersebut antara lain:
1) Perlu penjelasan lebih jauh tentang pasal 171 ayat (1) dan (2) UU No. 36 Tahun
2009;
2) Struktur anggaran saat ini (UU APBN) adalah 26% untuk daerah, 26% untuk
subsidi, 20% untuk pendidikan, apabila untuk kesehatan dialokasikan 5% maka untuk
sektor lainnya (infrastruktur, pertanian, hankam,dll) menjadi 23%. Hal ini perlu
mendapat perhatian khusus karena dalam konstitusi (UUD) tidak menyebut nominal
persentase untuk anggaran kesehatan, sehingga jika masuk dalam pembahasan MK,
posisi UU Kesehatan menjadi sulit karena sejajar dengan UU APBN.Dengan
demikian, proses untuk memenuhi amanat UU No. 36 Tahun 2009 ini, perlu dibahas
di tingkat Eselon I (DJA, Kepala BKF, Ditjen Perimbangan Keuangan) untuk
selanjutnya dibahas di Sidang Kabinet;
5) Tata cara alokasi anggaran kesehatan perlu diatur dengan PP tentang pembiayaan
kesehatan. Dengan ditetapkannya PP, maka upaya pemenuhan alokasi anggaran
Pemerintah sebesar 5% dapat segera dilakukan. Penyusunan PP sedapat mungkin
melibatkan seluruh stakeholder terkait dalam Tim Sinkronisasi/Harmonisasi lintas
sektor.
Sebagai tindak lanjutnya yaitu dibentuk Tim Kecil yang terdiri dari Dir. KGM
Bappenas, Dir. Otda Bappenas, Dir. Pengembangan Wilayah Bappenas, Dir. Alokasi
Pendanaan Pembangunan Bappenas, Dir. Penyusunan APBN Kemenkeu, Kepala
Pusat Kebijakan Belanja Negara Kemenkeu, Dir. Anggaran I Kemenkeu, Dir. Dana
Perimbangan Kemenkeu, Kepala Biro Perencanaan & Anggaran Kemenkes, Kepala
Biro Keuangan Kemenkes, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes, Kepala
Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Staf Ahli Menkes Bidang Pembiayaan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Dengan tugas Tim Kecil antara lain untuk Mendefinisikan
alokasi anggaran kesehatan Pemerintah dan memberikan masukan utama dalam
penyusunan PP Pembiayaan Kesehatan.
a. Pembangunan Puskesmas;
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Transfer DAK merupakan konsekuensi lahirnya Ketetapan MPR No.
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah ; Pengaturan, Pembagian
dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian dilanjutkan dengan lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah
dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Yang kemudian disempurnakan melalui penerbitan UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU
No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan Negara dan
Keuangan Daerah sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999.
Dana alokasi khusus bidang kesehatan Tergantung dari pusat (sisa dana reboisasi)
dibagi berdasarkan kapasitas fiskal daerah
administrasi)
biasa
Biaya lain (sisa dana anggaran taun lalu, hutang, penjualan obligasi)
ekonomi)
kemasyarakatan
Untuk pelayanan
langsung
Dalam proses penetapan program dan kegiatan DAK, penetapannya diatur dalam
Pasal 52 PP No. 55 Tahun 2005 berbunyi:
38
Keuangan.
2005 jelas dikatakan bahwa program dan kegiatan yang akan didanai dari Dana
Alokasi Khusus merupakan program yang menjadi prioritas nasional yang dimuat
dalam Rencana Kerja Pemerintah. Kegiatan dan program yang akan didanai tersebut
merupakan program yang diusulkan oleh kementerian teknis yang melalui proses
koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional, sebelum ditetapkan dan sesuai dengan RKP.
Tahapan berikutnya adalah ketetapan program tersebut disampaikan kepada Menteri
Keuangan untuk dilakukan penghitungan alokasi DAK.
Penentuan daerah tertentu menurut pasal 54 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusu dan kriteria teknis
sebagaimana sudah diatur didalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah.
a. Kriteria Umum
Dimana :
Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal neto (IFN) tertentu yang
ditetapkan setiap tahun.Dalam tahun 2011, arah kebijakan umum DAK adalah untuk
membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah.Hal ini
diterjemahkan bahwa DAK dialokasikan untuk daerah-daerah yang kemampuan
keuangan daerahnya berada di bawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1
(satu).Dalam hal ini, rata-rata kemampuan keuangan daerah secara nasional dihitung
dengan menggunakan rumus di bawah ini.
b. Kriteria Khusus
Untuk Provinsi : (1) Daerah tertinggal, (2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3)
Daerah perbatasan dengan negara lain, (4) Daerah rawan bencana, (5) Daerah
ketahanan pangan, (6) Daerah pariwisata
Daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3) Daerah perbatasan dengan negara lain, (4)
Daerah rawan bencana, (5) Daerah ketahanan pangan, (6) Daerah pariwisata
c. Kriteria Teknis
Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan
Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;
Dalam Negeri;
Lingkungan Hidup;
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan makalah ini antara
lain :
1. Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan
(health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
3. Secara umum biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi dua, yakni biaya
pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
5. Masalah pokok pembiayaan kesehatan antara lain seperti kurangnya dana yang
tersedia, penyebaran dana yang tidak sesuai, pemanfaatan dana yang tidak tepat,
pengelolaan dana yang belum sempurna serta biaya kesehatan yang makin
meningkat. Sedangkan upaya penyelesaian yang dapat ditempuh seperti
meningkatkan jumlah dana, memperbaiki penyebaran, pemanfaatan dan
pengelolaan dana, serta mengendalikan biaya kesehatan.
2) Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dsember 2013