Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN FILSAFAT ILMU (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI,

AKSIOLOGI) PADA PENYAKIT DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD)

DISUSUN OLEH:
A. Tenri Arung
0046.10.15.2021
MKES A1

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021/1443
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGANTAR

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan
trombosit (trombositopenia), adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala
tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.

Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada
yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue
saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian.

Dalam 3 dekade terakhir penyakit ini meningkat insidennya di berbagai belahan dunia
terutama daerah tropis dan sub-tropis, banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue.

Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat
angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD
berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan angka. kesakitan sebesar 78,13 per 100.000 penduduk,
namun angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB DBD terjadi
hampir setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga.

DBD diperkirakan akan masih cenderung meningkat dan meluas sebarannya. Hal ini
karena vektor penular DBD tersebar luas baik di tempat pemukiman maupun ditempat umum.
Selain itu kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, urbanisasi yang semakin meningkat
terutama sejak 3 dekade yang terakhir.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyebar luasan DBD antara lain adalah
 Perilaku masyarakat
 Perubahan iklim (climate change) global
 Pertumbuhanekonomi
 Ketersediaan air bersih

Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang spesifik, tetapi bila pasien berobat dini,
dan mendapat penatalaksanaan yang adekuat, umumnya kasus-kasus penyakit ini dapat
diselamatkan.

Cara yang dapat dilakukan saat ini dengan menghindari atau mencegah gigitan nyamuk
penular DBD. Oleh karena itu upaya pengendalian DBD yang penting pada saat ini adalah
melalui upaya pengendalian nyamuk penular dan upaya membatasi kematian karena DBD. Atas
dasar itu maka upaya pengendalian DBD memerlukan kerjasama dengan program dan sektor
terkait serta peran serta masyarakat.

Dengan masih tingginya angka kejadian penyakit ini, penulis mengangkat kasus ini untuk
dibahas dalam makalah ini sekaligus mengetahui bagaimana tinjauan filsafat ilmu dalam hal ini
ontology, epistemology, dan aksiologi pada penyaki Demam Beradarh Dengue (DBD)

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi, gejala, pengobatan, dan pencegahan dari penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)
2. Melihat bagaimana tinjauan filsafat ilmu (Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi)
pada penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian
besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah, Amerika dan
Karibia. Host alami DBD adalah manusia,agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam
famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-
4,ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes
aegypti danAe. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Masa inkubasi
virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum
gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan
masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.

B. Manifestasi Klinik

Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah, penyakit seperti flu berat yang
mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi jarang menyebabkan kematian. Dengue
harus dicurigai bila demam tinggi (40 ° C / 104 ° F) disertai dengan 2 dari gejala berikut: sakit
kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual, muntah, pembengkakan
kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari
setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.

Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan karena plasma bocor,
akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau gangguan organ. Tanda-tanda
peringatan terjadi 3-7 hari setelah gejala pertama dalam hubungannya dengan penurunan suhu (di
bawah 38 ° C / 100 ° F) dan meliputi: sakit parah perut, muntah terus menerus, napas cepat, gusi
berdarah, kelelahan, kegelisahan dan darah di muntah. 24-48 jam berikutnya dari tahap kritis
dapat mematikan; perawatan medis yang tepat diperlukan untuk menghindari komplikasi dan
risiko kematian
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:

1. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah,
tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi disertai dengan kulit dingin dan gelisah.
4. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak Terukur.

Menurut (Vyas et. Al 2014), gejala awal demam berdarah dengue yang mirip dengan
demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang terinfeksi menjadi mudah marah,
gelisah, dan berkeringat. Terjadi perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit
dan patch lebih besar dari darah di bawah kulit. Luka ringan dapat menyebabkan perdarahan.
Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan, pemulihan dimulai setelah
masa krisis 1-hari.

1. Gejala awal termasuk:

a. Nafsu makan menurun

b. Demam
c. Sakit kepala

d. Nyeri sendi atau otot

e. Perasaan sakit umum

f. Muntah

2. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:


a. Bercak darah di bawah kulit
b. Bintik-bintik kecil darah di kulit
c. Ruam Generalized
d. Memburuknya gejala awal
3. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:
a. Dingin, lengan dan kaki berkeringat
b. Berkeringat

C. Patofisiologi
Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau
kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan
darah rendah) yang dikarenakan kekurangan haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi
(peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan (syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus
masuk ke dalam tubuh penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk
memantau hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan intravena
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema
paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan
kematian. Sebelumnya terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna
menambah semua komponen- komponen di dalam darah yang telah hilang.

D. Tata Laksana

Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu fase demam, fase kritis
dan fase penyembuhan (konvalesens):

1. FaseDemam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-
kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD.

2. FaseKritis

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan
sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.

Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan
menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht=3x kadar Hb

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan
jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila:


1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok,

2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan


yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis,
diberikan natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa 5%
dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis
setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24
jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang,
tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung
turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap
stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
setelah 24-48 jam.

Jenis Cairan

- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan garam
faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam
larutan ringer asetat (D5/ RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/
1/2LGF)

(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh
larutan yang mengandung dekstosa)

- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin

3. Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat
terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada
saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan
distres pernafasan.

A. Pencegahan
Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah. Karena itu, pencegahan terbaik
adalah dengan menghilangkan genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan
menghindari gigitan nyamuk.

1. Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan obat penangkal
nyamuk yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak terlindungi.

2. Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC.

3. Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat yang dilalui
nyamuk, seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk.

4. Cegah munculnya genangan air

a) Buang kaleng dan botol bekas di tempat sampah yang tertutup.

b) Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan biarkan ada
air menggenang di pot tanaman.

c) Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air.

d) Jaga saluran air supaya tidak tersumbat.

e) Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genangan air.

B. Tinjauan Filsafat Ilmu

a) Ontologi

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi
adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang
yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
meliputi segala realitas dalam semua bentuknya Dengan kata lain Ontologi adalah teori
dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas ialah kenyataan yang
selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran. Jika dihubungkan dengan kasus penyakit yang
diambil dalam makalah ini maka ontology merujuk pada definisi dari penyakit DBD itu
sendiri yang telah dibahas sebelumnya.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di


sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah,
Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia,agentnya adalah virus dengue yang
termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-
1, Den-2, Den3 dan Den-4,ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi,
khususnya nyamuk Aedes aegypti danAe. albopictus yang terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia. Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik)
berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul
pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam
tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.

b) Epistemologi

Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu


pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang
benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,


bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi
berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.

Jadi yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang
memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan
prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang
disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral

Pada kasus penyakit DBD jika ditinjau dari epistemology, maka akan merujuk pada
tanda dan gejala penyakit ini yang akan mengarahkan kita untuk menegakkan diagnose
penyakit ini. Atau dengan kata lain jika ditinjau dari epistemology berhubungan dengan
penegakkan diagnose atau manifestasi klinik yang ditemui.

Cara mendeteksi DBD yaitu demam tinggi terus menerus selama 2 -7 hari;
pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah
trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh.

Gejala awal demam berdarah dengue yang mirip dengan demam berdarah. Tapi
setelah beberapa hari orang yang terinfeksi menjadi mudah marah, gelisah, dan
berkeringat. Terjadi perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit dan
patch lebih besar dari darah di bawah kulit. Luka ringan dapat menyebabkan perdarahan.
Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan, pemulihan dimulai
setelah masa krisis 1-hari.

Gejala awal termasuk:

a. Nafsu makan menurun

b. Demam

c. Sakit kepala

d. Nyeri sendi atau otot

e. Perasaan sakit umum


f. Muntah

Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:


a. Bercak darah di bawah kulit
b. Bintik-bintik kecil darah di kulit
c. Ruam Generalized
d. Memburuknya gejala awal
Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:
a. Dingin, lengan dan kaki berkeringat
b. Berkeringat

Derajat DBD, yaitu :


 derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji
torniket + (positif);
 derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain,
 derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg),hipotensi (sistolik menurun sampai
<80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak
gelisah; serta
 derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

c) Aksiologi

Aksiologi adalah ilmu yang mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji.
Karena itu dalam tulisan ini diuraikan tentang manfaat dan kerugian. Nilai dari ilmu
ini yaitu bagaiman kita melakukan pencegahan terhadap penyaklit DBD

Berikut adalah pencegahan terhadap penyakit DBD:


1. Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan obat
penangkal nyamuk yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak
terlindungi.

2. Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC.

3. Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat yang
dilalui nyamuk, seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk.

4. Cegah munculnya genangan air

 Buang kaleng dan botol bekas di tempat sampah yang tertutup

 Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan biarkan
ada air menggenang di pot tanaman.

 Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air.

 Jaga saluran air supaya tidak tersumbat.

 Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genang


BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

 Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites,
efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti nyeri
kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata
 Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala sesuatu yang ada.
Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan Aksiologi
adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan
 Ontology merujuk pada definisi dari penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
 Epistemology merujuk pada tanda dan gejala penyakit ini yang akan
mengarahkan kita untuk menegakkan diagnose penyakit DBD

 Aksiologi merujuk pada nilai dari ilmu ini yaitu bagaiman kita melakukan
pencegahan terhadap penyaklit DBD

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on


Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease. 2007; Vol 30:329-40.

2. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam


Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar- temen Kesehatan RI; 2003.

3. http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/Proceedings/article/view/4056

4. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.


New Edition. Geneva: World Health Organiza- tion; 2009.
5. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2139/2/BAB%20II.pdf

6. https://www.dinkes.pulangpisaukab.go.id/wp-content/uploads/2020/09/Isi-
Buku-DBD-2017.pdf

Anda mungkin juga menyukai