Anda di halaman 1dari 28

PENDEKATAN BERPIKIR SYSTEM DALAM

KEPEMIMPINAN

NAMA: RAHEL R B SOMBA


NIM: 18704006

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2019

i
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah.....................................................................................2
1.3. Batasan Masalah..........................................................................................2
1.4. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.5. Tujuan..........................................................................................................2
1.6. Manfaat........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Kepemimpinan................................................................................3
2.2. Definisi Pemimpin.......................................................................................3
2.3. Definisi Kepemimpinan...............................................................................5
2.4. Fungsi Kepemimpinan.................................................................................6
2.5. Peranan Pemimpin.......................................................................................7
2.6. Karakteristik Kepemimpinan ......................................................................8
2.7. Teori Kepemimpinan ..................................................................................8
2.8. Gaya Kepemimpinan ..................................................................................9
2.9. Tipe-tipe Kepemimpinan...........................................................................11
2.10. Ciri-ciri Kepemimpinan ............................................................................12
2.11. Pendekatan System Berpikir......................................................................13
2.12. Ciri Pendekaatan Berpikir System Dalam Kepemimpinan........................16
2.13. Pendekatan Hard System Dan Soft System ..............................................17
2.14. Penglihatan Seorang Pemimpin Dalam Kepemimpinan Suatu System.....18

BAB III PENUTUP


3. Kesimpulan......................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Abad 21 merupakan masa yang memiliki perubahan sangat cepat dengan kompleksitas
dinamika di dalamnya. Kehidupan manusia mengalami perubahan secara cepat dan
fundamental. Pola pikir generasi abad ini semakin dinamis dan berkembang luas. Hal-hal
konvensional mudah ditinggalkan tanpa ada penyesalan. Manusia abad ini berkemampuan
mengaktualisasi diri sebagai bentuk pemberian penghargaan terhadap dirinya sendiri
(Komariah, 2008:77).

Tingginya kebergantungan pada informasi teknologi mengakibatkan generasi di abad


ini semakin dinamis dalam berkorelasi dengan bentukan lain di luar dirinya. Thesis
McLuhan pada 1960-an tentang masa digital dan komputer yang mengarahkan kepada
sebuah perubahan pola komunikasi telah terbukti. Revolusi mengantar komunikasi
antarindividu ke arah komunikasi massal. Komunikasi interpersonal dalam ruang pribadi,
menjadi konsumsi massal, lalu membentuk identitas personal tertentu. Tren dunia
berkembang dari desa menjadi global, dunia dengan keterbatasan menuju pada dunia tanpa
batas, atau yang disebut dengan global village (McLuhan, 1999). Dengan kondisi demikian,
karakter pemimpin yang perlu dibentuk saat ini tidak lagi sama dengan pola pembentukan
karakter pemimpin di masa-masa lalu. Pemimpin saat ini hadir dalam konteks ruang dan
waktu saat ini. Generasi saat ini sulit dipimpin dengan pendekatan konvensional dengan
garis doktrin tegas. Kebiasaan resign dan membuka usaha sendiri berbasis teknologi atau
yang biasa disebut perusahaan startup menjadi pola baru yang banyak diminati generasi
abad ini. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan banyak orang untuk berupaya bekerja
sendiri tanpa tekanan pemimpin. Menurut Direktur Telkomtelstra, Erick Meijer,
dibandingkan negara Asia tenggara lainnya, Indonesia pada 2016 tercatat sebagai negara
pemilik startup tertinggi. Pola pembentukan karakter pemimpin haruslah juga
memperhatikan kecenderungan-kecenderungan tersebut, sehingga mampu menjawab
kebutuhan zaman dan siap mengarahkan generasi yang bertanggung jawab. Karakter
pemimpin yang berintegritas dan bertanggung jawab masih dibutuhkan pada abad 21.
Kedua karakter tersebut dapat menjadi kendali mengarahkan generasi sekarang untuk
menciptakan masa depan yang lebih pasti. Kepemimpinan merupakan motor penggerak
roda perubahan. Perubahan baik tercipta jika digerakkan oleh pemimpin yang baik pula.
Kebutuhan karakter pemimpin berintegritas dan bertanggung jawab merupakan syarat
mutlak mengarahkan gerak dunia saat ini. Sebagai pemimpin, haruslah mampu menerima,
membarui, dan mentransformasi kebudayaan (Pidato Notohamidjojo pada perayaan Dies
Natalis I PTPGKI, dalam Kreativitas yang Bertanggung Jawab, 2011). Dalam dunia yang
semakin dinamis dan perkembangan teknologi yang semakin cepat, dibutuhkan pemimpin
yang mampu melakukan perubahan menggunakan pendekatan system thinking. System
thinking merupakan sebuah pendekatan teknis dalam mengelola kompleksitas dan
kecepatan sebuah perubahan.
1
1.2.   Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maslah diatas , maka didapatkan identifikasi masalah


sebagai berikut:

1. Pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinan.


2. System dari kepemimpinan
3. Kebutuhan karakter kepemimpinan.
4. Kualitas dari seorang pemimpin

1.3. Batasan masala

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, penulis hanya dibatasi
untuk membahas soal Pendekatan Berpikir Sisitem Dalam Kepemimpinan.

1.4. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan, banyak permasalahan yang didapatkan.
Permasalahan tersebut adalah :

 Apa itu berpikir system dan kepemimpinan?

 Apa saja teori-teori yang berkaitan dengan kepemimpinan?

1.5.   Tujuan

Ada pun tujuan dari penulisan ini adalah agar mahasiswa lebih memahami tentang
berpikir system dalam kepemimpinan.

1.6.   Manfaat

Ada pun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai sarana untuk menambah wawasan
berfikir mengenai teori kepemimpinan, berpikir system, terlebih dalam pendekatannya
dalam kepemimpinan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia,


yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan
bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai
kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia
tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai
keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks dimana


seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya dalam melaksanakan dan mencapai visi,
misi, dan tugas, atau objektif-objektif yang dengan itu membawa organisasi menjadi lebih
maju dan bersatu. Seorang pemimpin itu melakukan proses ini dengan mengaplikasikan
sifat-sifat kepemimpinan dirinya yaitu kepercayaan, nilai, etika, perwatakan, pengetahuan,
dan kemahiran-kemahiran yang dimilikinya.

Seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila secara genetika
memiliki bakat-bakat kepemimpinan, kemudian bakat-bakat tersebut dipupuk dan
dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinan serta ditopang
oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang
bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.

2.2. Definisi Pemimpin

Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti bimbing atau
tuntun, dengan begitu didalamnya terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan
yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan “pe” menjadi
“pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses
kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerjasama mencapai tujuan yang
telah ditentukan.

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya
kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa
kelebihan sebagai bakat yang dibawa sejak lahir dan merupakan kebutuhan dari satu situasi
3
zaman, sehingga dia mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan
membimbing bawahan.

Hendry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (2010:38-39) mengemukakan bahwa


pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau
mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan
dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin
dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela
oleh para pengikutnya.

John Gage Allee menyatakan “Leader… a guide, a conductor,


a commander”(pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan).

Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya


terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan
kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan
untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang
dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2007:27).

Selanjutnya Sudriamunawar (Harbani, 2008:3) mengemukakan bahwa Pemimpin


adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para
pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.

Mifta Thoha dalam bukunya perilaku organisasi (1983:255) mengemukakan pemimpin


adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.

Kartini Kartono (1994:33) mengemukakan pemimpin adalah seorang pribadi yang


memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Henry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (1994:33), pemimpin dalam pengertian
ialah seorang yang dengan jelas memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise,
kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian terbatas, pemimpin ialah seorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan penerimaan
secara sukarela oleh para pengikutnya

4
Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu
merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak
dipunyai oleh orang lain sehingga disebut sebagaiBorn Leader (dilahirkan sebagai
pemimpin). Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak
bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki
sifat-sifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru
oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan yang
serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-
pemimpin yang demikian harus dipersiapkan, dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana
serta sistematis.

Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap


dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat
(decision making), harus berani menerima resiko sendiri, dan harus berani menerima
tanggung jawab sendiri (the principle ofabsoluteness of responsibility).

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
individu dan/atau sekelompok orang lain untuk bekerja sama mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

2.3. Definisi Kepemimpinan

Ralp M. Stogdill dalam Sopiah (2008:108) menyatakan “jumlah batasan atau definisi
yang berbeda-beda mengenai kepemimpinan hampir sama banyaknya dengan jumlah orang
yang mencoba memberikan batasan tentang konsep tersebut”.

Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antara anggota suatu kelompok sehingga


pemimpin merupakan agen pembaharu, agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih
mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka, dan
kepemimpinan itu sendiri timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi
kepentingan anggota lainnya dalam kelompok (Bernards M. Bass, 1990: 21).

1. R Terry (1998:17) mengemukakan kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam


diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar
dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kepemimpinan adalah suatu proses bagaimana menata dan mencapai kinerja untuk
mencapai keputusan seperti bagaimana yang diinginkannya. (Rennis Linkert, 1961: 30).

5
Kepemimpinan adalah suatu rangkaian bagaimana mendistribusikan pengaturan dan
situasi pada suatu waktu tertentu. (J.A. Klein dan P.A. Pose 1986: 125).

Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan, bahwa kepemimpinan adalah


kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh
pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu.

Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai


tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan
sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan
mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama, dan
kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara, dan
mengembangkan budaya organisasi (Stogdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460).

Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka
mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai
kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak
melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan
juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa
paksaan.

Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan seorang yang
mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mampu mempengaruhi
orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan Perwakilan Sulawesi Selatan. Seorang pemimpin harus memiliki
kemampuan memimpin secara profesional dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang
menurutnya dipandang efektif dalam pengelolaan organisasi atau unit kerja yang
dipimpinnya.

2.4. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting
bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi
kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :

 Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijakan administrasi dan


menyediakan fasilitasnya.

6
 Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing,
directing, commanding, controling.

Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung


dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan
bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus
berusaha menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.

Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan
mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi
tinggi guna mencapai tujuan organisasi.

2.5. Peranan Pemimpin

Menurut pendapat Stodgil (Sugiyono, 2006:58) ada beberapa peranan yang harus
dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu :

 Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan

 Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada meningkatnya saling


pengertian dan penyebaran informasi.

 Product emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume


pekerjaan yang dilakukan.

 Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi


bagian dari kelompok.

 Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan dan


penyesuaian daripada tugas-tugas.

 Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian


ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.

 Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan pada kegiatan


organisasi.

 Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang


atau anggota kelompoknya.

Peranan pemimpin yang sangat perlu dilaksanakan seorang pemimpin yaitu : (1)
Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya, (2) Memungkinkan para anggota
memenuhi kebutuhan, (3) Mewujudkan nilai kelompok, (4) Merupakan pilihan para
7
anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin
kelompok lain, (5) Merupakan fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok
(Sulaksana 2002:7).

Menurut Sondang (1999;47-48), lima fungsi kepemimpinan yang dibahas secara singkat
adalah sebagai berikut : (1) pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha
pencapaian tujuan, (2) wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-
pihak diluar organisasi, (3) pimpinan selaku komunikator yang efektif, (4) mediator yang
handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik,
(5) pimpinan selaku integrator uang efektif, rasional, obkjektif dan netral.

2.6. Karakteristik Kepemimpinan

Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis
melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya bisa
mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut.
Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional
menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang
ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya
memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan.

Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk
pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat
elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu pemimpin
yang menampilkan kepribadian pemimpin, kelompok, pengikut yang muncul dengan
berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan
fisik dan tugas kelompok.

2.7.   Teori Kepemimpinan

Dari sejumlah literatur tentang kepemimpinan, ada sejumlah teori kepemimpinan,


diantaranya :

1. Teori Sifat

Trait theory ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi


pemimpin. Dan teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan.

2. Teori Kelompok

8
Menurut group theory ini, agar kelompok-kelompok dalam organisasi bisa mencapai
tujuannya maka harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut atau bawahan.

3. Teori Situasional dan Model Kontijensi

Studi kepemimpinan ini berangkat dari anggapan bahwa kepemimpinan seseorang


ditentukan oleh berbagai faktor situasional dan saling ketergantungan satu sama lainnya.

4. Teori situasional Hersey dan Blanchard

Suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian kepada para pengikut kepemimpinan
yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat yang tergantung pada
tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya.

5. Teori pertukaran pemimpin-anggota

Para pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar. Bawahan dengan
status kelompok dalam mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya
karyawan lebih rendah dan kepuasan yang lebih besar bersama atasan mereka.

6. Teori jalur tujuan

Hakikat dari teori ini adalah bahwa tugas pemimpin adalah membantu pengikutnya
mencapai tujuan dan untuk memberikan pengarahan atau dukungan yang perlu guna
memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau
organisasi

7. Teori sumber daya kognitif

Suatu teori yang menyatakan bahwa seorang pemimpin memperoleh kinerja kelompok
yang efektif dengan pertama-tama membuat rencana keputusan dan strategi yang efektif
dan kemudian mengkomunikasikannya lewat perilaku pengaruh.

8. Teori neokharismatik

Teori kepemimpinan yang menekankan simbolisme daya tarik emosional dan komitmen
pengikut yang luar biasa.

9. Teori kepemimpinan kharismatik

9
Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribut dari kemampuan
kepemimpinan yang heroik bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu.

2.8. Gaya Kepemimpinan

Menurut Heidjrachman dan S. Husnan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk
mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman, 2002:224). Sementara itu, pendapat lain
menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-
tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 1994:29).

Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari
kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh
pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan
dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif
dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan
produktivitas yang tinggi.Gatto dalam Salusu (1996:194-195) mengemukakan 4 gaya
kepemimpinan yaitu :

1. Gaya Direktif

Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak
terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat pada pemimpin dan sedikit saja
kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini
adalah gaya otoriter.

2. Gaya Konsultatif

Gaya ini dibangun atas gaya direktif. Kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi
dengan para staf atau anggota dalam organisasi. Fungsi pemimpin dalam hal ini lebih bayak
berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka
pencapaian tujuan.

3. Gaya Partisipatif

Gaya pertisipasi bertolak dari gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke arah saling
percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan cenderung memberi kepercayaan pada
kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka.
Sementara itu kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih

10
banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses
pengambilan keputusan dan perhatian diberikan kepada kelompok.

4. Gaya Delegasi

Gaya delegasi ini mendorong staf untuk menngambil inisiatif sendiri. Kurang interaksi dan
kontrol yang dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini hanya bisa berjalan apabila staf
memperhatikan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran
organisasi.

2.9. Tipe-tipe Kepemimpinan

Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melakukan tindakan–
tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin memiliki beberapa tipe
(bentuk) kepemimpinan. Tipe kepemimpinan sering disebut perilaku kepemimpinan atau
gaya kepemimpinan. Berikut adalah tipe – tipe kepemimpinan yang luas dan dikenal dan
diakui keberadaannya:

1. Tipe Otokratik

Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya


(pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada
orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki
serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif.
Menurut Hadari Nawawi dalam Sutikno (2014:36), “Pemimpin otoriter senang
mempergunakan ungkapan dalam kehidupan sehari – hari dengan mengatakan: “kantor
saya” atau “pegawai saya” dan lain – lain seolah – olah organisasi atau anggota merupakan
miliknya.” Ungkapan yang menyatakan milik itu merupakan manifestasi dari sikap
berkuasa.

Jadi, seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:

1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

2. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

3. Menganggap bawahan sebagai alat semata – mata

4. Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat

11
5. Terlalu tergantung kepada kekuasan formilnya

6. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang


mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2. Tipe Kendali Bebas (Laissez-Faire)

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otokratik. Dalam tipe
ini sang pemimpin biasanya menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar
diri dari tanggung jawab. Seorang pemimpin kendali bebas cenderung memilih peran yang
pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.

Sifat kepemimpinan pada tipe kendali bebas seolah–olah tidak tampak. Kepemimpinannya
dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam
mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing
– masing, baik perseorangan maupun kelompok – kelompok kecil. Disini seorang
pemimpin mempunyai keyakinan bahwa dengan memberikan kebebasan yang seluas –
luasnya terhadap bawahan maka semua usahanya akan cepat berhasil.

3. Tipe Demokratik

Yang dimaksud dengan tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan
karena dipilihnya si pemimpin secara demokratis. Tipe kepemimpinan di mana pemimpin
selalu bersedia menerima dan menghargai saran, pendapat, dan nasehat dari staf dan
bawahan, melalui forum musyawarah untuk mencapai kata sepakat.

Untuk mencapai keefektifan organisasi, penerapan beberapa tipe kepemimpinan di atas


perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan kepemimpinan
situasional. Untuk dapat mengembangkan tipe kepemimpinan situasional ini, seseorang
perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni,

 Kemampuan analitis, kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi


bawahan dalam melaksanakan tugas.

 Kemampuan untuk fleksibel, kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan


yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.

 Kemampuan berkomunikasi, kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan


tentang perubahan gaya kepemimpinan yang diterapkan.

2.10. Ciri-ciri Kepemimpinan

12
Banyak ciri-ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ditampilkan oleh para pakar yang
meliputi ciri-ciri fisik, ciri-ciri intelektual, dan ciri-ciri kepribadian. Dr.W.A. Gerungan
telah mengetengahkan ciri-ciri yang dimiliki oleh kebanyakan pemimpin yang baik dan
dijadikan perhatian para penilai ketika sedang melaksanakan penyaringan terhadap calon-
calon pemimpin dalam latihan-latihan kader kepemimpinan. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Persepsi Sosial

Persepsi sosial dapat diartikan sebagai kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan,
sikap dan kebutuhan anggota-anggota kelompok. Kecakapan ini sangat dibutuhkan untuk
memenuhi tugas kepemimpinan. Persepsi sosial ini terutama diperlukkan oleh seorang
pemimpin untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam memberikan pandangan dan
patokkan yang menyeluruh dari keadaan-keadaan didalam dan diluar kelompok.

2. Kemampuan berpikir abstrak

Kemampuan berpikir abstrak dapat menjadikkan indikasi bahw seseorang mempunyai


kecerdasan yang tinggi. Kemampuan abstrak yang sebenarnya merupakan salah satu segi
dari struktur intelegensi, khusus dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk dapat
menafsirkan kecenderungan-kecenderungan kegiatan di dalam kelompok dan keadaan
umum diluar kelompok dalam hubungannya degan tujuan kelompok.

Ini berarti bahwa ketajaman persepsi dan kemampuan menganalisis didampingi oleh
kemampuan abstrak dan mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial didalam dan diluar
kelompok.

3. Keseimbangan emosional

Merupakan faktor paling penting dalam kepemimpinan. Jelasnya, pada diri seorang
pemimpin harus terdapat kematangan emoional yang berdasarkan kesadaran yang
mendalam akan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, cita-cita, dan alam perasaan,
serta pengintegrasian kesemuanya itu kedalam suatu kepribadian yang harmonis. Dan ini
bukanlah suatu kepribadian harmoni yang beku dan statis, melainkan suatu harmoni dalam
ketegangan-ketegangan emosional, suatu keseimbangan yang dinamis, yang dapat bergerak
kemana-mana, tetapi mempunyai dasar yang matang dan stabil. Kematangan emosional ini
diperlukkan oleh seorang pemimpin untuk dapat turut merasakan keinginan dan cita-cita
anggota kelompok dalam rangka melaksanakan tugas kepemimpinan dengan sukses.

2.11. Pendekatan System Berpikir

13
Pendekatan system thinking sudah dikenal sejak 1900-an. Pendekatan ini digunakan
untuk memahami pola gerak alam semesta dan makluk hidup di dalamnya. Pada awalnya,
systems thinking muncul sebagai sebuah reaksi terhadap kesulitan-kesulitan sains untuk
menghadapi berbagai permasalahan dalam sistem kompleks. Menurut Chapra (2001),
penggagas awal systems thinking muncul dari para ahli biologi, yang memandang bahwa
organisme hidup merupakan suatu keseluruhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan
atau direduksi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kompleksitas tersebut tidak saja
hanya tampak dalam sains, tetapi juga dalam kehidupan antara manusia. Sebagai pemimpin,
kemampuan untuk mengelola kompleksitas tersebut, merupakan jalan keluar untuk
mengarahkan perubahan dunia ke arah yang lebih baik. System thinking membantu sang
pemimpin untuk mengelola segala sumber daya yang ada sehingga tidak sembrawut dan
tidak terkontrol, namun menjadi teratur dan dapat dikendalikan. Senge (1990) dalam
bukunya yang cukupterkenal, The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning
Organization, menempatkan system thinking sebagai disiplin terakhir atau “disiplin kelima”
dalam organisasi pembelajaran (learning organization). Dalam bukunya, Peter M. Senge
juga menerapkan penggunaan pola-pola dasar sistem (systems archetypes) untuk membantu
memecahkan persoalan-persoalan yang umum ditemukan dalam bidang bisnis dan
manajemen. Memahami system thinking sebagai pendekatan dalam menjalankan fungsi
kepemimpinan, merupakan upaya menjaga integritas dan tanggung jawab dalam
memimpin. Selain system thinking telah diterapkan dalam cara kerja mekanis serta oleh
para manajer dalam penerapan manajemen organisasi secara efektif. Dalam pengembangan
karakter kepemimpinan, system thinking belum mendapatkan tempatnya. Peter Senge
berupaya menempatkan system thinking melalui lima prinsip praktis dalam mempelajari
organisasi (Senge, 1990). Namun hal tersebut hanya menyentuh ranah organisasional dan
tidak menyentuh ranah karakter pemimpin. Berpikir sistemik merupakan syarat mutlak
untuk mengendalikan setiap komponen yang ada dalam percepatan gerakan dunia saat ini.
Semua hal yang terdapat di sekitar kita dan kejadian yang terjadi di dunia ini merupakan
sebuah sistem yang saling berkaitan dan terhubung satu dengan lainnya. Banyak unsur dan
elemenelemen yang terkait satu dengan lainnya. Sistem merupakan suatu susunan elemen
arah tujuan yang sama. Dalam sistem ada suasana berinteraksi, saling terkait, dan saling
ketergantungan guna membentuk suatu kelompok yang kompleks dan terpadu. Melalui
pendekatan system thinking, pemimpin dapat mengoptimalkan karakter kepemimpinan
transformasional pada ranah praktis. System thinking dapat secara praktis diterapkan dalam
mengontrol dan mengembangkan karakter kepemimpinan seseorang. Kepemimpinan
Transformasional Perkembangan paradigma kepemimpinan berhenti pada kepemimpinan
transformasional. Gaya kepemimpinan ini menekankan pada ketepatan sang pemimpin
dalam mengadakan perubahan. Paradigma kepemimpinan yang diperkenalkan oleh James
MacGregor Burn dan Bernard Bass (Eisenbach, et al., 1999) ini, fokus perhatiannya pada
kepemimpinan karismatik, yang mampu menciptakan visi dan lingkungan yang mampu
memotivasi anggotanya untuk berprestasi melampaui harapan. Dalam kepemimpinan
transformasional, seorang pemimpin dapat mentransformasi orang-orang yang dipimpinnya
melalui empat hal (Bass & Avolio, 1994). Pertama, transformasi lewat (charisma), artinya
seorang pemimpin memiliki integritas perilaku terhadap kesesuaian esphased values dan
eancted values. Pemimpin haruslah mampu menjadi role model positif. Hal tersebut
14
tercermin dalam standar moral dan etika yang ditunjukkan oleh sang pemimpin. Ia tidak
hanya mampu menanggung risiko, tapi juga memberi visi dan misi, serta menanamkan
kebanggaan dalam diri tiap orang di sekelilingnya. Pemimpin seperti ini selalu memiliki
kemampuan adaptasi dan mempengaruhi orang lain sangat baik. Kedua, transformasi lewat
inspirational motivation. Pemimpin transformasional haruslah memiliki kemampuan
komunikasi untuk memotivasi dan menginspirasi orang-orang yang dipimpinnya. Ia harus
mampu mendeskripsikan tujuan-tujuan penting dengan cara-cara sederhana dan mudah
dimengerti. Ia juga harus menjadi sumber inspirasi dalam bergerak, dan membangkitkan
antusiasme semangat kerja sama dalam kelompok yang dipimpinnya. Ketiga, transformasi
lewat intellectual stimulation, yang menempatkan pemimpin transformasional sebagai
pencipta kondisi kondusif.

Pemimpin mendorong orang-orang di sekitarnya memunculkan ide-ide baru dan solusi


kreatif atas masalah-masalah yang dihadapi. Ia tidak memanfaatkan status quo yang
dimilikinya, tapi menggunakan sharing of power yang melibatkan orang-orang di
sekitarnya untuk melakukan perubahan. Ia yakin bahwa tiap individu memiliki intelektual
berbeda berdasarkan pengalaman hidup mereka. Dengan menstimulasi pengalaman
tersebut, maka tiap individu akan bekerja dengan kemerdekaan serta tingkat keberhasilan
tinggi. Keempat, transformasi lewat individualized consideration. Dalam hal ini, pemimpin
transformasional memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan setiap individu untuk
berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak selaku pelatih atau penasihat.
Pemimpin menghargai dan menerima perbedaanperbedaan individual dalam hal kebutuhan
dan minat. Tugas yang didelegasikan akan dipantau untuk memastikan bahwa orang-orang
yang dipimpinnya membutuhkan arahan atau dukungan tambahan dan untuk menilai
kemajuan yang dicapai. Bass (1985) menegaskan bahwa kepercayaan bawahan merupakan
konsekuensi logis dari kepemimpinan transformasional. Kepercayaan merupakan faktor
mendasar dalam menerapkan manajemen perubahan, karena hal itu dibutuhkan untuk
pengambilan risiko yang merupakan bagian terintegrasi dari melalui pengaruhnya terhadap
sikap, nilai, asumsi, dan komitmen para pengikut. Jika bawahan bersedia mengubah sikap,
nilai, asumsi dan komitmennya untuk selaras dengan organisasinya, maka diyakini mereka
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi atas integritas dan kredibilitas pemimpinnya.
(Kouzes &Ponser, 1997). Hasil riset deskriptif yang dilakukan oleh Tichy & Devanna
(1990) menunjukkan pemimpin transformasional melakukan proses transformasi yang
meliputi tiga tahap pokok. Pertama, dan memahami lingkungan di sekitarnya, baik secara
internal maupun eksternal. Ia mendeskripsikan secara komprehensif setiap variabel dalam
lingkungan kekuasaannya, lalu menganalisis kebutuhan untuk masa akan datang. Kedua,
pemimpin menciptakan capaian yang akan digapainya di masa akan datang. Visi tersebut
bukanlah sebuah target jangka pendek, tetapi sebuah keinginan tertinggi yang mampu
memberikan dampak secara luas. Ia tidak hanya ikut dalam gerakan perubahan yang terjadi,
namun juga menciptakan arus perubahan baru. Ketiga, melembagakan perubahan.
Pemimpin transformasional berpikir dan bertidak secara sistematis sehingga mimpi
perubahan dapat terwujud. Ia mengkomunikasikan, mendelegasikan, dan membuat kondisi
yang kondusif dalam mewujudkan arus perubahan tersebut. Pemimpin transformasional
selalu dapat berhasil melakukan perubahan dengan cara beradaptasi dengan setiap tahapan
15
proses perubahan. Apabila cara-cara lama dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
saat ini, maka ia akan merumuskan visi baru untuk menciptakan masa depan dengan
strategi yang tepat. Secara umum kepemimpinan transformasional menjanjikan perubahan
dengan tujuan yang pasti, serta melibatkan seluruh komponen. Dalam masa yang
mengedepankan kecepatan infomasi dan komunikasi, serta tingginya peluang kemungkinan
untuk terciptanya perubahan, kepemimpinan transformasional merupakan paradigma yang
tepat dalam menyongsong masa tersebut. Berbagai bentuk kecederungan merupakan
potensi untuk terciptanya perubahan. Visi, strategi, peran, dan pelibatan sumber daya
merupakan tools yang harus diperhatikan secara efesien dan efektif untuk melakukan
perubahan.

System thinking sebagai Sebuah Pendekatan System thinking merupakan sebuah teori
yang sudah berkembang sejak lama dalam dunia sains. Sistem berpikir memiliki silsilah
intelektual yang panjang dan rumit, dan memiliki berbagai variasi pendekatan yang
berbeda dari berbagai disiplin ilmu dan transdisiplin bentuk (Myers, 2006). Berbagai
upaya telah dilakukan untuk menyintesis sistem berpikir dalam paradigma teoritis
menyeluruh, yang meliputi ilmu-ilmu alam dan manusia (Midgley,2005). Teori ini
memahami sistem secara universal sebagai proses terbuka untuk berubah melalui internal
self-regulation dan atau interaksi umpan balik dengan lingkungan. Pemikiran sistem adalah
cara memahami realitas yang menekankan hubungan antara bagian-bagian sistem, dari pada
bagian yang berdiri sendiri. Dalam pengertian yang paling sederhana, system thinking
memberi gambaran yang lebih akurat dari realitas, sehingga dapat bekerja semaksimal
mungkin untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini mendorong kita untuk berpikir
tentang masalah dan solusi dengan berpikir jauh ke depan. System thinking dibangun di
atas dasar kompleksitas, dinamis dan holistik. Lingkungan sebagai sebuah sistem memiliki
kompleksitas. Kompleksitas kata dasarnya dari kata bahasa Inggris yakni, complex yang
berarti “rumit”. Sedangkan kompleksitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diberi arti
kerumitan atau keruwetan.

2.12. Ciri Pendekaatan Berpikir System Dalam Kepemimpinan

Guna memperoleh pengertian dasar, para peminat studi kompleksitas memberi batasan
bahwa kompleksitas pada prinsipnya suatu keadaan antara keteraturan dan kesemrawutan (a
condition between order and chaos). Hal ini merupakan ciri utama dalam sebuah sistem.
Frederick Winslow Taylor (2004) mengatakan kompleksitas menjadi sesuatu yang
membantu para pemimpin saat ini dan pemimpin masa depan untuk semakin memahami
perkembangan teknologi, globalisasi, pasar, perubahan budaya, dan lebih banyak lagi.
Teori sistem (the theory system) dikembangkan demi memahami kompleksitas dengan
menggunakan pendekatan interdisiplin untuk mempelajari sistem kompleks tersebut. Teori
Sistem dikembangkan oleh Ludwig von Bertalanffy, William Ross Ashby, dan lainnya
pada dekade 1940-an sampai 1970-an. Teori sistem dikembangkan yang menjadi fokus
utama teori sistem adalah kompleksitas dan kesalingterhubungan.

Selanjutnya, ciri system thinking berikutnya adalah holistik. Holistik berasal dari
holism, yang merupakan suatu paham bahwa suatu sistem tidak bisa dipandang dari bagian-
16
bagiannya saja. Sistem secara keseluruhan mempengaruhi bagaimana bagian bekerja.
Prinsip holisme sendiri diutarakan Aristoteles “Keseluruhan lebih dari bagian dari anggota-
anggotanya.” Suatu sistem besar maupun kecil dapat dilihat secara holistik dengan
menggunakan helicopter view. Tools tersebut membantu Dengan memahami system
thinking, maka perubahan dapat dikendalikan. System thinking memberikan sebuah
pendekatan baru dalam menciptakan putaran transformasi.

Memahami Penerapan Hard System & Soft System dari System Thinking Dalam teori
ini memahami lingkungan sebagai struktur dan sistem yang tidak pernah secara teoritis
diselesaikan (Luhmann, 1988). Secara umum system thinking merupakan teori yang
memahami sistem secara menyeluruh, memetakan dan menganalisisnya, serta memahami
dan mengontrol perubahan dalam sistem. System thinking memahami dunia sebagai sebuah
organisme yang saling memilikicybernetic yang terdiri dari dua sistem, yakni hard system
dan soft system. Hard system mengedepankan controlling untuk menjaga stabilitas sistem.
Sedangkan soft system dokus pada kemungkinan umpan balik positif yang berfokus pada
terciptanya perubahan. Pada penerapannya dalam sistem yang terintegratif, kedua sistem
dibangun dengan tujuan, sehingga ada penggabungan pendekatan dalam memahami
masalah dan menciptakan solusi bagi masalah tersebut. Menurut Checkland (1999) berpikir
sistem cenderung lebih objektif, integratif, dan mencakup pengamatan menyeluruh
terhadap sebuah sistem. Dalam system thinking, kompleksitas dan dinamika merupakan
syarat utama untuk mengetahui sebuah sistem bekerja. Sistem dalam alam semesta menurut
Checkland (1999) tidak memerlukan campur tangan manusia, karena dapat secara sistemik
dengan sendirinya. Akan tetapi dalam organisasi, sistem dapat dipelajari dan dikendalikan
perubahan dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, bahwa sistem merupakan realitas
ontologis yang dapat diamati, dan diselidiki untuk tujuan tertentu (Checkland& Scholes,
1990). Demi memahami perubahan yang terjadi begitu cepat dalam dunia saat ini, seorang
pemimpin dapat menggunakan system thinking untuk menganalisa serta menyelidiki
perubahan-perubahan tersebut.

2.13. Pendekatan Hard System Dan Soft System

Guna memahami system thinking secara cybernetics perlu pendekatan hard system dan
soft system. Dengan pendekatan hard system akan tercipta formula yang tepat sebagai hasil
dari proses analisis sistem. Dalam hard system thinking dikategorikan dua aktivitas, yakni
system engineering dan operations research. System engineering menitikberatkan optimasi
sumber daya pada sebuah sistem, sedangkan operation research menitik beratkan pada
langkah-langkah pemecahan masalah dalam sistem tersebut. System engineering terdiri
dari empat tahapan metodologi dalam mengoptimalkan sistem, sebagaimana yang
dijelaskan oleh A. D. Hall (dalam Jackson, 2003:51-54). Pertama, system analysis yang
berisikan seperangkat pertanyaan untuk dianalisis jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut seperti: mengapa itu bisa terjadi? Apa yang sedang terjadi? Apakah ada peluang
untuk membuat sebuah jelas cara kerja, tujuan dan tiap variabel dalam sistem. Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan analisis tersebut, dibutuhkan data dan informasi yang
obyektif. Kedua, system synthesis yang merupakan tahap dalam melakukan aktivitas
peramalan lingkungan masa depan, pembuatan model perencanaan perubahan,
17
pengembangan berbagai alternatif baru, dan pemilihan alternatif terbaik. Pada tahap ini
terjadi penggabungan berbagai variabel dalam sistem yang sudah dianalisis, untuk
merancang sebuah rencana aksi perubahan. Ketiga, implementation yang merupakan tahap
mempresentasikan dan mengkomunikasikan alternatif terbaik untuk diimplementasikan.
Pada tahap ini dibangun sebuah sistem yang optimal untuk Keempat, operation, tahap
terjadinya pendelegasian atau penyerahterimaan sistem yang telah dibuat kepada mereka
yang mendapatkan tugas untuk mengoperasikan sistem tersebut secara rutin. Pada tahap ini
dihindarkan ambiguitas pengertian terhadap sistem yang baru, dan in-efesiensi yang
mungkin terjadi pada masa transisi perubahan. Dengan membangun system engineering
yang optimal, maka akan tercipta sebuah sistem kontrol yang baik terhadap perubahan
sistem. Hard system membantu pengamat untuk mendeskripsikan sistem dan perubahan
yang sedang terjadi. Dengan membangun sistem seperti ini, maka organisasi secara internal
akan optimal dalam bekerja. Lalu bagaimana agar organisasi dapat menghadapi lingkungan
luar yang semakin cepat berubah? Seorang pemimpin perlu memahami juga soft system
yang sebenarnya terintegrasi dengan hard system. Dalam soft system dirancang sebuah
sistem yang menghubungkan antara sistem berpikir dan dunia nyata (real world). Hal ini
membantu seorang pemimpin untuk mengimplementasikan idealismenya dengan dunia riil
yang sarat akan kompleksitas. Dalam soft system secara tegas ia membagi dua bagian
dunia, yakni dunia pemikiran dan dunia riil.

Ada lima tahapan yang dilakukan di dunia riil dan dua tahapan di dunia pemikiran.
Tahapan pertama dalam membangun soft system adalah kesadaran adanya masalah atau
perubahan. Seorang pemimpin harus memahami bahwa sedang terjadi masalah atau sebuah
perubahan. Dengan kesadaran inilah maka akan tercipta langkah-langkah berikutnya.
Tahapan kedua, pemimpin harus mampu untuk mengekspresikan ataumemaparkan
perubahan tersebut. Pada tahapan pertama dan kedua ini, pemimpin menyadari adanya
perubahan dalam masyarakat yang sedang terjadi. Hal tersebut terjadi dalam dunia riil dan
dapat ditangkap atau dideteksi dengan indera sang pemimpin. Hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagai tanda-tanda terjadinya perubahan, yakni perilaku pada struktur,
proses, iklim, orang, isu yang ditunjukan oleh banyak akar dari masalah yang tampak dalam
dunia riil. Pada tahapan ini pemimpin dapat menggunakan analisis CATWOE (Customer,
Actor, Transformation, Weltanschauung, Owner, Environment masing variabel perubahan
yang terjadi, maka pemimpin membangun kerangka intelektualitas dalam memahami
realitas. Tahap keempat, membuat dan membangun model relasi dan korelasi antara tiap
variabel. Tahap ketiga dan keempat ini dibuat dalam dunia pemikiran, karena membangun
model representasi dari realita dan dibuatkan model solusi perubahan baru yang diinginkan.
Tahap keempat adalah membandingkan kembali antara model yang telah dibuat dengan
dunia riil. Model perubahan yang diinginkan disandingkan dengan sistem yang riil dalam
lingkungan, dan melihat kesesuaiannya. Bagaimana sistem yang baru tersebut bekerja
dalam dunia riil? Bagaimana cara mengukur capaiannya? Apakah prosesnya akan
berlangsung secara baik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk melihat perbandingan
sistem baru dengan dunia riil. Tahap kelima kembangkan perubahan yang nyaman, aman
dan dapat diterima oleh lingkungan. Pada tahapan ini perlu diperhatikan faktor lainnya
yang juga berpengaruh secara tidak langsung, seperti politik dan orangorang
18
berkepentingan lainnya. Tahap keenam yakni tindakan untuk meningkatkan situasi. Apabila
lingkungan sudah ada dalam kendali sistem, maka pemimpin harus meningkatkan
kekuasaan kendali terhadap lingkungan sehingga makin luas cakupan pengaruh dari sistem
tersebut. Soft system menciptakan sebuah sistem baru yang dapat diterima dan diinginkan
oleh masyarakat. Perubahan akan mudah dilakukan, apabila realitas mampu tatanan dasar
dari lingkungan. Apabila seorang pemimpin mampu membangun hard system dan soft
system secara bersamaan, maka ia akan menciptakan kelangsungan kepemimpinan dan
orang-orang yang dipimpinnya. System thinking mampu untuk melihat secara
komprehensif tantangan dan peluang dari seluruh sistem didunia ini.

2.14. Penglihatan Seorang Pemimpin Dalam Kepemimpinan Suatu System

Dengan melihat dari tempat yang lebih tinggi, maka sistem akan jelas terpampang secara
holistik. Untuk itu gambaran umum dari sebuah lingkungan akan mudah dipetakan. Jika
turun lebih rendah lagi, maka akan tampak lebih jelas variabel-variabel independent dan
dependent. Pemimpin akan lebih mudah melihat tiap komponen dan perilaku yang
bersinggungan dalam komponendengan sangat jelas.Tidak dapat dipungkiri oleh siapapun
juga bahwa kita semua menghadapi lingkungan yang dinamis, kompleks, dan tingkat
ketidakpastiannya tinggi. Untuk itu dengan memahami lingkungan tersebut, dapat
membantu untuk mewujudkan visi dan tujuan dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin
dapat mengamati secara menyeluruh kondisi dan situasi yang dihadapinya di masyarakat. Ia
tinggal memainkan tombol up dan atau down untuk melihat secara komprehensif dan atau
detail untuk memahami lingkungan di sekitarnya. Pada saat ia berada di atas tiga tingkatan
view, maka ia akan memahami kondisi masyarakat secara menyeluruh, dan memahami
keterhubungan dari tiap bagian dari sistem di masyarakat. Hal sebaliknya terjadi, saat ia
berada di tingkatan view ke dua dan ketiga, sang pemimpin akan lebih detail melihat situasi
dalam sudut yang lebih sempit dan terfokus. Dengan menggunakan tools ini untuk
mengenal lingkungannya, maka sang pemimpin telah memahami secara detail
keterhubungan dan komplesitas situasi yang dihadapinya. Hal ini memudahkan ia dalam
menerapkan kepemimpinan yang tepat.

Setelah itu mulailah dengan membangun sebuah sistem untuk menciptakan perubahan.
Perlu untuk membangun hard system yang berhubungan dengan pola komunikasi dan
interaksi dalam sistem. Dibangun sebuah sistem yang merupakan sintesa dari berbagai
komponen dalam sistem. Sintesa tersebut haruslah mampu untuk menjawab tujuan dan visi
dari seorang pemimpin. Karena merupakan system engineering maka sintesa tersebut
haruslah mampu untuk diimplementasikan secara optimal. Perlu diketahui bahwa system
engineering merupakan mesin utama dari visi sang pemimpin. Apabila system engineering-
nya tidak benar, maka gerak seluruh anggota tidak akan menunju pada tujuan dan visi yang
diciptakan, namun menjauh dari arah yang diharapkan. Setelah itu perkuat juga sistem
dengan operation system, hal ini untuk membantu sistem dalam mengatasi masalah-
masalah yang mungkin saja terjadi pada saat sistem sedang bekerja. Dengan operation
system, maka tercipta autophoesis yang merupakan imun pelindung bagi sistem dalam
bekerja. Sistem ini membantu keseluruhan kerja sistem untuk bergerak secara optimal, dan
tidak terjebak pada masalah-masalah yang kecil pada saat bergerak. Hal pertama yang
19
dilakukan individu agar dapat menjadi pemimpin adalah melakukan analisis terhadap
dirinya, seperti membangun pertanyaan, sistem apa yang dibutuhkan oleh seorang
pemimpin transformasional dalam diri? Sehingga ia dapat hadir dalam berbagai situasi; apa
yang terjadi dalam masyarakat saat ini? Sehingga sistem ini dapat diolah untuk membuat
perubahan; apakah ada peluang terjadinya perubahan? Dan beberapa pertanyaan detail lagi
berdasarkan hasil pengamatan yang dilihat lewat helicopter view. Setelah itu maju ketahap
kedua, yakni system synthesis.

Pada tahap ini sang pemimpin melakukan pemodelan karakter kepemimpinan dalam
dirinya. Karakter kepemimpinan transformasional seperti integritas, tanggung jawab,
kejujuran, memiliki visi perubahan dan lainnya, haruslah menjadi model utama dari sistem.
Model utama tersebut digabungkan dengan situasi dan kondisi yang relevan di luar diri
sang pemimpin. Kondisi masyarakat yang kontekstual dan kompleks haruslah menjadi
target perencanaan perubahan. Dengan menggabungkan model kepemimpinan dalam diri
dan kondisi konteks di luar diri, maka terciptalah sebuah alternatif perubahan yang lebih
efektif. Pada tahap ketiga adalah menerapkan bentuk komunikasi dan presentasi diri yang
baik, sehingga rencana perubahanan dapat terwujud. Tahap keempat adalah jadikanlah
model tersebut menjadi aktivitas rutin dan diterapkan secara bertanggung jawab, sebagai
bagian dari pemimpin transformasional, hingga perubahan yang diharapkan terwujud.

Berikutnya kembangkan soft system yang mampu memperluas jangkauan kekuasaan


dan pengaruh dari sang pemimpin. Karena soft system bekerja dengan mempertimbangkan
realitas kondisi sekitar pada waktu tertentu. Sistem ini merupakan upaya dari seorang
pemimpin untuk melakukan ekspansi pengaruh dari visi idealnya. Soft system merupakan
pemodelan dari realitas yang membantu seseorang untuk menemukan solusi dan perilaku
yang tepat dalam bertindak di dunia riil. Untuk membangun soft system sebagai bentuk
pemecahan masalah realitas dalam event tertentu, maka sang pemimpin dapat menjadikan
masalah sebagai sarana perubahan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah sang
pemimpin harus memahami secara umum masalah yang sedang dihadapi. Masalah tersebut
dapat berupa fenomena dan atau perubahan yang bersifat event. Selanjutnya pada tahapan
kedua, sang pemimpin harus menggambarkan dengan menggunakan tool rich picture
(Edson, 2008), ekpresi dari masalah atau perubahan yang terjadi. Kompleksitas masalah
harus tergambarkan secara detail dalam tahap ini. Awal membuat rich picture dengan
menetapkan batasan dari sistem masalah dan atau perubahan yang tampak. Selanjutnya
lukiskan dan tulis tiap variabel masalah dan perubahan yang ada dalam sistem tersebut.
Tiap variabel tersebut haruslah dapat ditangkap dengan indera dan memang benar-benar
terjadi di dalam sistem. Tahapan selanjutnya yakni, yang customer, actor, transformation,
weltanschauung, owner dan environment. Dengan melakukan tahap ini, maka sang
pemimpin telah melakukan deskripsi secara jelas masalah dan variabel-variabelnya. Tahap
keempat adalah tahap membangun model perubahan dan atau problem solving. Pada tahap
ini pemimpin transformasional akan membuat sebuat pendekatan yang tepat terhadap
situasi dan kondisi masalah. Model yang diciptakan akan melampaui hal-hal konvensional
yang sering dilakukan dalam penyelesaian masalah dan membuat perubahan. Model
tersebut disesuaikan dengan kondisi riil, sehingga indikator ketercapaian penyelesaian

20
masalah dan perubahan terukur secara jelas. Setelah hal tersebut dilakukan, maka tahap
kelima yakni kembangkan perubahan secara efesien dan efektif. Dan pada akhirnya, apabila
masalah dan atau perubahan sudah terjadi, maka aktivitas sang pemimpin selanjutnya
dalam sistem adalah meningkatkan situasi kendali dalam sistem. Sehingga perubahan tidak
hanya terjadi dalam skop yang kecil, namun meluas ke skop yang lebih besar. Model
perubahan tersebut dapat menciptakan masyarakat transformasional. Dengan membangun
sistem seperti ini, maka seorang pemimpin mampu secara dapat menciptakan sebuah dunia
tempat semua manusianya belajar untuk menghadapi sekaligus menaklukkan
lingkungannya. Dalam sebuah sistem membutuhkan arahan, motivasi, dan panduan dari
seorang pemimpin untuk menuju pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu dalam hard
system sudah tercakup di dalamnya cara dan nilai (value) yang sudah ditetapkan dalam
sistem. Pemimpin sebagai individu memiliki berbagai karakter yang memengaruhi
transformasi. Saat ini kita hidup pada era bisnis yang sangat kompetitif, saat ekonomi
berbasis pengetahuan dan kewirausahaan yang didorong oleh teknologi inovatif menjadi
sangat mendominasi. Kelangsungan hidup tergantung kepada seberapa cepat beradaptasi
dengan perubahan. Maka dengan demikian, model sistem organisasi yang terus belajar
seperti ini, menjadi model yang tepat dan diharapkan memiliki kapasitas untuk berubah dan
memperbaiki diri karena adanya proses belajar untuk memperoleh pengetahuan dan
kemampuan bersaing. Peter Senge (1990) telah pemimpin sebagai perancang (as designers),
pemimpin sebagai guru (as teachers) dan pemimpin sebagai pramugara (as stewards).

BAB III

PENUTUP

3. Kesimpulan

Perubahan yang dihadapi dunia saat ini, akan tersingkir secara alamiah karena dunia
membutuhkan pemimpin baru yang bersedia untuk membuat perubahan revolusioner yang
akan memungkinkan mereka untuk tetap kompetitif dalam lingkungan yang kompleks dan
dinamis. Pemimpin harus memberikan perhatian secara menyeluruh terhadap orang-orang
yang dipimpinnya, dan lingkungan yang menjadi wadah ia untuk mewujudkan visi
idealnya. Untuk itu pendekatan system thinking dapat menjadi tools yang tepat dalam
menjawab kebutuhan manajerial Ada beberapa hal yang dapat dicatat sebagai upaya
menjadi pemimpin trasnformatif menerapkan pendekatan system thinking di era yang
penuh persaingan saat ini.

Pertama, kepemimpinan transformasional bukanlah hanya berkaitan dengan karisma


seorang pemimpin, tetapi juga berkaitan dengan keberlanjutan visi sang pemimpin. Untuk
itu sang pemimpin haruslah melihat secara holisitik dan berkelanjutan karakter
kepemimpinan yang diterapkan oleh dirinya. Kepemimpinan transformatif dapat menjaga
hal tersebut dengan menjaga sikap integritas dan tanggung jawab. Hal tersebut dapat
ditampakkan juga dalam wujud sebuah sistem kerja. Kedua, pada tataran manajerial, para
pemimpin transformasional seringkali mengalami kesulitan untuk menjamin keberlanjutan
visi. Hal ini dikarenakan oarang-orang yang dipimpinnya sering termotivasi hanya oleh
21
dirinya. Untuk itu sistem transformasi tidak berlanjut pada saat ia tidak memimpin.
Dibutuhkan sebuah pendekatan yang tepat dalam mengendalikan karakter kepemimpinan,
sehingga tidak tercipta pengultusan terhadap sang pemimpin. Dengan system thinking,
seorang pemimpin dapat membangun sebuah mesin raksasa yang dapat bekerja secara
otomatis dalam menjaga karakter dan jiwa kinerja untuk pewujudan visi sang pemimpin.
System thinking dapat membantu seorang pemimpin untuk membangun sebuah sistem
belajar yang terus bergerak menunju pewujudan visi dan mampu untuk melakukan evaluasi
diri dengan sendirinya. Sistem tersebut terkontrol di atas dasar karakter transformasional
sang pemimpin. Namun tidak hanya dipahami oleh sang pemimpin, namun juga dipahami
oleh seluruh orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini membantu organisasi dan atau institusi
yang dipimpin oleh seorang pemimpin terus bertahan dalam dunia yang akan berubah
secara cepat. Ketiga, pendekatan holistik dalam system thinking merupakan pengembangan
kepemimpinan secara utuh, menyeluruh, selaras dan terpadu mencakup pengembangan
personal mastery (bagaimana menjadi pribadi yang efektif ketika memimpin orang lain),
leadership mastery (bagaimana mempengaruhi dan memberdayakan orang lain), business
mastery (bagaimana memiliki wawasan dan pemahaman bisnis), dan governance mastery
(bagaimana mengelola bisnis berdasarkan tata kelola yang baik dan benar). Keempat,
kompleksitas dan dinamika dalam dunia saat ini bukanlah sesuatu yang salah, namun
merupakan peluang untuk mewujudkan visi dan tujuan seorang pemimpin. Kompleksitas
yang ditunjukkan dunia lewat semakin tingginya independensi tiap individu, lalulintas
relasi antar individu yang semakin padat, menjadi peluang bagi para pemimpin untuk lebih
cepat mewujudkan visinya. Selain itu suasana dinamis yang tercipta sebagai akibat dari
interaksi antar individu membuat terciptanya lingkungan yang kondusif untuk pewujudan
tujuan dari seorang pemimpin. Kompleksitas dan dinamika yang dikelola secara tepat oleh
system thinking mampu menjadi sumber energi positif bagi kepemimpinan
transformasional. Perubahan akan lebih mudah tercipta dengan system thinking.
Pendekatan engineering, organisme dan mathematic dapat membantu seseorang memahami
makna kehadirannya dalam sebuah lingkungan. Apa yang harus ia lakukan agar tercipta
perubahan? Dan ia harus memulai dari mana? Dan akan ke arah manakah perubahan yang
diciptakan olehnya? Jawaban atas semua pertanyaan itu adalah, semua perubahan yang
seharusnya dituju. Pemimpin transformasional merupakan seseorang yang mampu
mewujudkan perubahan dan mengendalikan arah dari perubahan tersebut.

22
Daftar Pustaka

Bass, B.M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations.

New York: The Free Press. Barry, Richmond. (1991).

Systems Thinking:Four Key Questions.USA: High Performance Systems,

Inc.Bass, B.M., Avolio, B.J. (1994)., Improving Organizational Effectiveness through


Transformasional Leadership.

Thousand Oaks: Sage. Bass, Bernard M., Riggio, Ronald E. (2006).

Transformational Leadership, Second Edition. London: Lawrence Erlbaum Associates


Publishers.Bartalanfy, Ludwig Von. 2004.

General System Theory. New York: George Braziller. Capra, Fritjof. (1982).

The Turning Point: Science and the Rising Culture. New York: Bantam Books Jaring-
Jaring Kehidupan: Visi Baru Epistomologi dan Kehidupan (diterjemahkan oleh Saut
Pasaribu). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Tao of Physics: Menyingkap Paralelisme Fisika
Modern dan Mistisisme timur.

23
Yogyakarta: Jalasutra. Checkland., Scholes, Jim. (1990). Soft System Methodology in
Action.

England: John Wiley & Sons, Ltd. Checkland. (1999). System Thinking, System Practice.
England: John Wiley & Sons, Ltd. Edson, Robert., (2008). System thinking. Applied.

A primer. ASysT Institute. Eisenbach, R., Watson, K., and Pillai, R. (1999).
Transformational Leadership in The Context of Organizational Change. Journal of
Organizational Change Management, 12 (2): 80-88.

Forrester, Jay W. (1961). Industrial Dynamics. The MIT Press & John Wiley & Sons.
Komariah, Aan, et al., (2008).

Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta : Bumi Aksara. Kouzes, JM.,
andPonser, BZ. (1997). Kredibilitas (Terjemahan Anton Adiwiyoto).

Jakarta: Professional Books. Luhmann, N. (1988). organization.

Random house: Doubleday. McLuhan, Marshall. (1999).

Understanding Media, the Extention of Man. London: Routledge Midgley, James. (2005).
Social Development: The Development Perspective in Social Welfare. London: PAGE
Publication Inc. Myers. D., (2006).

24
25
26

Anda mungkin juga menyukai