Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (1974) mendefinisikan komunitas atau masyarakat


sebagai suatu pengelompokan sosial yang ditentukan oleh batas-batas geografi serta
kesamaan nilai-nilai dan tujuan. Pada umumnya, anggota-anggotanya saling mengenal
dan berinteraksi baik dengan lingkungan internal maupun eksternal. Komunitas
berfungsi dalam struktur sosial tertentu serta menerapkan dan membentuk norma-
norma tertentu pula.
Pengorganisasian masyarakat adalah pekerjaan yang terjadi pada pengaturan
lokal untuk memberdayakan individu, membangun hubungan, dan membuat tindakan
untuk perubahan sosial. Sekarang ini menata diri dan memberdayakan masyarakat
nampaknya masih menjadi pilihan yang patut kita pertimbangkan untuk terus kita
lakukan. Yang diharapkan dapat mendorong kesadaran
dan pemahaman kritis masyarakat tentang berbagai aspek yang senantiasa berkemban
g dalam kehidupan masyarakat. Mendorong digunakannya kearifan-kearifan budaya
sebagai alat dalam mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat dan negara yang lebih
demokratis maupun dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di
masyarakat.
Organisasi masyarakat merupakan kekuatan yang memperjuangkan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam melakukan perjuangan
kepentingan masyarakat, organisasi masyarakat tidak akan henti-hentinya sampai
kapanpun. Sebab, musuh-musuh masyarakat juga tidak akan henti-hentinya dalam
melakukan penindasan terhadap masyarakat.
Landasan filosofis dari kebutuhan untuk melakukan pengorganisasian
masyarakat adalah pemberdayaan. Karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang
seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan
perubahansosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar
darikondisi ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Dalam konteks
masyarakat, perubahan sosial juga menyangkut multidemensional. Dalam demensi ek
onomi. seringkali ‘dimimpikan’ terbentuknya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi
seluruh warga masyarakat.
Model pemberdayaan masyarakat dikembangkan untuk memfasilitasi
terwujudnya kedaulatan rakyat yang mampu mengatasi
permasalahan- permasalahan masyarakat secara partisipatif, aspiratif dan berkelanjuta
n untuk kepentingan masyarakat. Meskipun demikian, dalam kenyataannya upaya
tersebut belum begitu menggembirakan. Program pemberdayaan, belum sepenuhnya
diikuti dengan menguatkan kelompok atau institusi yang
benar- benar dapat menyalurkan aspirasi dan mengembangkan inisiatif dan
keikutsertaan masyarakat dalam proses kebijakan masih belum jelas dan masih
ditempatkan sebagai sasaran program yang kadang-kadang tersisihkan oleh desakan
kepentingan kelompok tertentu yang berorientasi pada suatu tujuan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep persiapan sosial dalam pengorganisasian masyarakat?


 
2. Bagaimana konsep partisipasi dalam pengorganisasian masyarakat?

3. Bagaimana konsep kaderisasi dalam pengorganisasian masyarakat?

C. Tujuan

1. Memahami bagaimana konsep persiapan sosial dalam pengorganisasian


masyarakat.
 
2. Memahami bagaimana konsep partisipasi dalam pengorganisasian masyarakat
 
3. Memahami bagaimana konsep kaderisasi dalam pengorganisasian masyarakat.
 

2
BAB II

ISI

A. Konsep Persiapan Sosial dalam Pengorganisasian Masyarakat

Menurut “Adi Sasongko ( 1978 )”, langkah – langkah yang harus ditempuh dalam
Pengorganisasian Masyarakat adalah :
1. Persiapan sosial:
a) Pengenalan Masyarakat 
b) Pengenalan Masalah
c) Penyadaran Masyarakat
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi
4. Perluasan

PERSIAPAN SOSIAL

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi atau peran serta masyarakat
sejak awal kegiatan, selanjutnya sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan
hingga pengembangan program kesehatan masyarakat.

Kegiatan –  kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada


persiapan – persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan progr
am– program kesehatan yang akan dilakukan.

a) Tahap Pengenalan Masyarakat


Dalam tahap awal ini kita harus datang ke tengah – tengah masyarakat dengan hati
yang terbuka dan kemauan untuk mengenal masyarakat sebagaimana adanya,
tanpa disertai prasangka sambil menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang
akan dilaksanakan. Tahap ini dapat dilakukan baik melalui Jalur Formal yaitu
dengan melalui sistem pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau Camat,
dan dapat juga dilakukan melalui Jalur Informal misalnya wawancara dengan
tokoh masyarakat, seperti Guru, Pemuka Agama, tokoh Pemuda,dll. Dalam dunia
kesehatan bisa melalui kader posyandu, tokoh kesehatan baik di puskesmas
maupun klinik kesehatan lainnya. 

b) Tahap Pengenalan Masalah


Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal
masalah– masalah yang memang benar – benar menjadi kebutuhan masyarakat.
Untukdapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh
tersebut,diperlukan interaksi dan interelasi dengan masyarakat setempat secara
mendalam. Dalam tahap ini mungkin akan banyak ditemukan masalah – masalah
kesehatanmasyarakat, oleh karena itu harus disusun skala prioritas
penanggulangan masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk
menyusun prioritas masalah adalah :

3
1) Beratnya Masalah
Yang perlu dipertimbangkan di dini adalah Seberapa jauh masalah tersebu
tmenimbulkan gangguan terhadap masyarakat.
2) Mudahnya Mengatasi
Yang diperhatikan adalah kemudahannya dalam menanggulangi
masalahtersebut.
3) Pentingnya Masalah
Bagi Masyarakat Yang paling berperan di sini adalah Subyektifitas
masyarakat sendiri dan sangatdipengaruhi oleh kultur –  budaya setempat
4) Banyaknya Masyarakat yang Merasakan Masalah
Misalnya perbaikan Gizi, akan lebih mudah dilaksanakan di wilayah
yang banyak balitanya.
 
c) Tahap Penyadaran Masyarakat

Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka :


1) Menyadari masalah – masalah kesehatan yang mereka hadapi
2) Secara sadar berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan masalah
kesehatanyang dihadapi,
3) Tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesehatan sesuai
dengan potensi dan sumber daya yang ada.

Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka


akan pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana danter
organisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka Menyadarkan Masyarakat adalah :

a) Lokakarya Mini Kesehatan, 


b) Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD )
c) Rembuk Desa

PELAKSANAAN

Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam Lokakarya Mini atau MMD,
maka langkah selanjutnya adalah Melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah:

1) Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,


2) Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya penaggulangan
masalah,
3) Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan, waktu, dan sumber daya yangtersedia
di masyarakat,
4) Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan
dalam penanggulangan masalah.
 

4
EVALUASI

Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam jangka waktu


tertentu. Dalam melakukan penilaian ada 2 cara, yaitu :

1) Penilaian Selama Kegiatan Berlangsung


Disebut juga Penilaian Formatif = Monitoring. Dilakukan untuk melihat
apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai dengan perencanaan penang
Gulangan masalah yang telah disusun, Sehingga dapat diketahui perkembangan
hasil yang akan dicapai.
2) Penilaian Setelah Program Selesai Dilaksanakan
Disebut juga Penilaian Sumatif = Penilaian Akhir Program. Dilakukan setelah
melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan. Dapat diketahui
apakah tujuan / target dalam pelayanan kesehatan telah tercapai atau belum.

PERLUASAN

Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang dilakukan, dan


dapatdilakukan dengan 2 cara yaitu :
1) Perluasan Kuantutatif
Yaitu : perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang dilakukan, baik pada
wilayah setempat maupun wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat.
2) Perluasan Kualitatif
Yaitu : perluasan dengan dengan meningkatkan mutu atau kualitas kegiatan
yangtelah dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dari masyarakat
yangdilayani.
 
7
B. Konsep Partisipasi dalam Pengorganisasian Masyarakata
 
a) Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan


kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut dimulai dari gagasan, perumusan
kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program.

Menurut Mikkelsen (2003), partisipasi merupakan sesuatu yang harus ditumbuh


kembangkan dalam proses pembangunan. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif,
yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif
dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu kegiatan yang merupakan
keterlibatan sukarela dan ikut serta dalam pembangunan diri, kehidupan dan
lingkungan. Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.

Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota


masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam
hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan,melaksanakan, 

5
dan mengevaluasikan program-program kesehatanmasyarakatnya. Institusi kesehatan 
hanya sekadar memotivasi danmembimbingnya (Notoatmodjo, 2007).

Ada enam jenis tafsiran mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program


pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.
2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau
program- program pembangunan.
3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
ataukelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu.
4. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan
lingkungan mereka.

b) Mewujudkan Masyarakat Partisipasi

Ada 5 cara untuk mewujudkan masyarakat partisipasi:

1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang


diperlukan.
2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen
3. pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam
4. perencanaan.
5. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang
semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
6. Perencanaan melalui pemerintah lokal.
7. Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development)

c) Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003), beberapa pendekatan untuk memajukan
partisipasi masyarakat yaitu:

1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang


beranggapan bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keteram
pilandan sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi
satu arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan
masyarakat bersifat vertical.
2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pelatihan
dan kunjungan.
 

6
3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan
kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat pada
sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.

4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan


mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh
masyarakat setempat. Agar memperbaiki kondisi dan peningkatan taraf hidup
masyarakat, maka usaha untuk dapat menggerakkan partisipasi masyarakat:

a. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata. 


b. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong
timbulnya jawaban (respons) yang dikendaki.
c. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan
tingkah laku (behavior) yang dikehendaki secara berlanjut (Ndraha,1990).

Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain tahun 1980 di Jamaica dalam
Ndraha (1990), berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak
untuk berpartisipasi jika:

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang
sudahada di tengah-tengah masyarakat. 
b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat
yang bersangkutan.
c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan
masyarakat setempat.
d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau
kurang berperanan dalam pengambilan keputusan.

d) Strategi Partisipasi Masyarakat

Strategi partisipasi masyarakat menurut Notoatmodjo (2007) :

1. Lembaga Sosial Desa atau Lembaga Kerja Pembangunan Masyarakat Desa


(LKPMD) adalah suatu wadah kegiatan antar disiplin di tingkat desa, tiap
kelurahan atau desa mempunyai lembaga semacam ini. Tugas utama lembaga ini
adalah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan-
kegiatan pembangunan di desanya, termasuk juga pembangunan di bidang kesehat
an. Oleh karena itu, tenaga kesehatan dari puskesmas dapat memanfaatkan
lembagaini untuk menjual idenya, dengan memasukkan ide-idenya ke dalam
program LKPMD.
2. Program yang dijual oleh Puskesmas ke lembaga ini tidak harus
kesehatan,tetapi juga kegiatan-kegiatan non kesehatan yang akhirnya
akan menyokong program kesehatan, misalnya; pertanian, peternakan,
pendidikan, dan lain-lain.
3. Puskesmas dapat dijadikan pusat kegiatan, walaupun pusat perencanaannya adalah
di desa (LKPMD), dan petugas kesehatan adalah merupakan motivatordan
dinamisatornya.
4. Dokter puskesmas atau petugas kesehatan yang lain dapat membentuk suatu team
work yang baik dengan dinas-dinas atau instansi-instansi lain.

7
5. Dalam pelaksanaan, program dapat dimulai desa demi desa tidak usah seluruh
desa di kecamatan tersebut. Hal ini untuk menjamin agar puskesmas dapat
memonitor dan membimbingnya dengan baik. Bilamana perlu membentuk
suatu proyek percontohan sebagai pusat pengembangan untuk desa yang lain.
6. Bila desa ini masih dianggap terlalu besar, maka dapat dimulainya dari tingkat
RW atau RT yang populasinya lebih kecil, sehingga mudah diorganisasi

e) Metode Partisipasi Masyarakat

Notoatmodjo (2005), menyatakan metode yang dapat dipakai pada partisipasi
masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat.


Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal
maupun informal.
2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan panitia (tim).
Dikoordinasi oleh lurah atau kepala desa.

3. Tim kerja, yang dibentuk ditiap RT.


Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan
dipimpin oleh ketua RT.

4. Survei diri (Community self survey)


Tiap tim kerja di RT, melakukan survei di masyarakatnya masing-masing dan
diolah serta dipresentasikan kepada warganya.

5. Perencanaan program
Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi
survei diri dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas
masalah yang akan dipecahkan. Dalam merencanakan program ini, perlu
diarahkan terbentuknya dana sehat dan kader kesehatan. Kedua hal ini
sangat penting dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat.

6. Training
Training untuk para kader kesehatan sukarela harus dipimpin oleh
dokter puskesmas. Di samping di bidang teknis medis, training juga meliputi
manajemen kecil-kecilan dalam mengolah program-program kesehatan tingkat
desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan.

7. Rencana evaluasi
Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria keberhasilan
suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader
kesehatan sendiri.

8
C. Konsep Kaderisasi dalam Pengorganisasian Masyarakat

a) Pengertian Kaderisasi

Menurut KBBI, kaderisasi berawal dari kata “kader” yang memiliki makna yaitu,
“orang yang di harapkan akan memegang peran yang penting dalam sebuah
organisasi”. Dengan demikian kaderisasi adalah suatu proses dalam membentuk
kader – kader baru dalam sebuah organisasi tersebut.

Kader suatu organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan
dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga dia memiliki kemampuanya
ng di atas rata-rata orang umum. Bung Hatta pernah menyatakan kaderisasi dalam
kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam
bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya
harus menanam.”

Dari sini, pandangan umum mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan
menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua,
sasaran kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi
sebuah organisasi adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan
dalam sebuah organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi
regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi.

Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah
individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visidan misi
organisasi. Sifat sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi inisejatinya harus
memenuhi beberapa fondasi dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-
kader organisasi yang handal, cerdas dan matang secara intelektual dan psikologis.

b) Fungsi Kaderisasi
1. Melakukan rekrutmen anggota baru
Penanaman awal nilai orga nisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju
tujuan organisasi.

2. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota


Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan
setujuan.Mengembangkan skill dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
 
3. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus
sebagai pembinaan dan pengembangan aktif
Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.
 
4. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi
Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-
nilai itu terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya.(untuk itu semua,
diperlukan perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)

9
c) Peran Kader dalam Pengorganisasian Masyarakat
1. Kader Sebagai “Agent of Change”
Pemberdayaan Masyarakat Desa yang selanjutnya disebut Kader desa akan menjadi
“Agent of Change” yang akan membawa norma-norma baru yang sesuai dengan nilai
tradisional mereka (kearifan lokal) dan yang akan menggali segi-segi positif yang ada
pada norma-norma tradisional masyarakat mereka.
 
2. Kader Sebagai Penghubung dari Pemberi Pesan (Komunikator kepada Komunikan)
Sebagai seseorang yang telah mampu dan dianggap mengerti apalagi posisi
dikedepankan oleh masyarakat pedesaan maka dalam fungsi ini kader sebagai
kepanjangan/orang kepercayaan pemimpin untuk membantu mempengaruhi agar
mereka mengerti dan mau mengerjakan sesuatu secara sadar sesuai tujuan yang
dimiliki pemimpin.
 
3. Kader Sebagai Pelopor Penggagas Kegiatan
Dimana dalam setiap pencapaian tujuan program tidak harus semata bisa berjalan
karena adanya balas jasa atas tindakan yang telah dilakukan, tapi peranaktif sukarela
untuk pencapaian bersama maka kader ditempatkan sebagai ujung tombak. Kader
sebagai penggagas dan pencetus ide sekaligus sebagai pelopor dalam sebuah
organisasi dalam pencapaian tujuan bersama.
 
4. Kader Sebagai Fasilitator
Adalah memfasilitasi berbagai pihak tidak menggurui, tidak mengambil kesimpulan
singkat dalam pemecahan masalah. Bukan sebagai pengadil, tapidalam posisi mencari
jalan dan solusi guna pencapaian tujuan.
 
5. Kader Sebagai Narasumber dan Informan
Melalui pendekatan personal diajak komunikatif akan terjalin hubungan kebersamaan
dan kekeluargaan. Dalam sikap seperti ini kita dapat memanfaatkan mencari
sebuah informasi yang kita perlukan, merecord berbagai peristiwa yang kita tidak
mengerti secara langsung.
 
6. Kader Sebagai Penerus Cita-Cita/Ideologi Kelompok
Keberadaan pemimpin atau kita sebagai fasilitator yang dianggap professional tidak
akan terus menerus berada didesa dalam mengawal program.
Kemandirian pelaku adalah target pendampingan. Maka agar aktifitas pemberdayaan 
dapat berjalan terus, kaderisasi tidak cukup hanya merekrut satu dua orang. Kader
yang telah terdoktrin akan terus mengembangkan kemampuan daan menularkan serta
menggandeng yang lain untuk ikut berperan dan bergabung.
 
7. Kader Sebagai Penggalang Aktifitas antar Kader
Sebagai penguat kapasitas jaringan kelompok/organisasi, sebagai salah satuelement
dalam penyelesaian masalah, sebagai orang kepercayaan leader.
 

10
BAB III

PENUTUPAN
 
Kesimpulan

Terdapat tiga konsep yang mendasari kegiatan dalam pengorganisasian masyarakat yakni
konsep persiapan sosial, konsep partisipasi dan konsep kaderisasi.

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi atau peran serta masyarakat sejak awal
kegiatan, selanjutnya sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan hingga
pengembangan program kesehatan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan – persiapan


yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program – program kesehatan yang
akan dilakukan.

Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan


anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keterlibatan tersebut dimulai dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga
pelaksanaan program.

Pandangan umum mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan menjadi dua ikon
secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran kaderisasi (obyek).
Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi adalah individu atau
sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan kebijakan-
kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi.

Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah individu-
individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. Sifat
sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus memenuhi beberapa
fondasi dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader organisasi yang handal,
cerdas dan matang secara intelektual dan psikologis.
 

11
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Elizabeth T dan Judith McFarlance. 2007. Buku Ajar Keperawatan


  Komunitas: Teori dan Praktik . Ed. 3. Jakarta: EGC

Ferry Efendy dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik


dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Rivai, veithzal. 2007. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja


Gravindo Persadda.

https://www.scribd.com/document/362243541/konsep-pengorganisasian-masyarakat

12

Anda mungkin juga menyukai