HARSONO, SKM
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari tahun ke tahun meningkat, walaupun saat
ini Indonesia masih berada pada ranking 108 dari 187 negara di dunia. Pembangunan
manusia pada dasarnya adalah upaya untuk memanusiakan manusia kembali. Adapun
upaya yang dapat ditempuh harus dipusatkan pada seluruh proses kehidupan manusia
itu sendiri, mulai di dalam kandungan, bayi dengan pemberian ASI dan imunisasi, anak-
anak, remaja, hingga lanjut usia, dengan memberikan jaminan sosial. Kebutuhan-
kebutuhan pada setiap tahap kehidupan harus terpenuhi agar dapat mencapai
kehidupan yang lebih bermartabat.
Kematian ibu juga menjadi tantangan dari waktu ke waktu. Ada berbagai penyebab
kematian ini baik penyebab langsung maupun tidak langsung, maupun faktor penyebab
yang sebenarnya berada di luar bidang kesehatan itu sendiri, seperti infrastruktur,
ketersedian air bersih, transportasi, dan nilai-nilai budaya. Faktor-faktor non-kesehatan
inilah yang justru memberikan pengaruh besar karena dapat menentukan berhasil
tidaknya upaya penurunan angka kematian ibu.
Seluruh proses ini harus ditunjang dengan ketersediaan pangan, air bersih, sanitasi,
energi dan akses ke fasilitas kesehatan dan pendidikan
1. Terjadi kekurangan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2014
dan 2015; Dana APBN untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi penutup
kekurangan BPJS
2. Klaim Rasio PBI di bawah 100% sedangkan Klaim rasio Non-PBI mandiri diduga
masih di atas 100%. (November 2014 1300%, di tahun 2015 disebutkan sekitar
600%). (JKKI, 2015)
3. Klaim pembiayaan operasi Caesar, Tahun 2014 : 297.781 kasus, unit cost Rp
4.775.711, jumlah biaya Rp 1.422.116.110.798. Tahun 2015 : 242.995 kasus,
unit cost Rp 4.761.561, jumlah biaya Rp 1.157.057.364.478. Sedangkan
persalinan Caesar sebanyak 59% dari total Persalinan (DR. Fachmi Idris: FIT,
2015)
4. Tahun 2015, peningkatan biaya pada kasus kardiovaskuler dengan UC Rp 54
juta. Perlu optimalisasi fungsi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
seperti optimalisasi peran promotif dan preventif pada Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya kesehatan Masyarakat (UKM) (DR. Fachmi Idris:
FIT, 2015)
5. Empat dari Lima penyebab kematian tertinggi 2014 adalah Penyakit Tidak
Menular (PTM) : stroke, kardivaskular, Diabetes Melitus, Hipertensi (Sample
Registration Survey/SRS, 2014, Balitbangkes)
6. Penykit Tidak Menular (PTM) menyebabkan beban ekonomi sebesar 4,47 trilyun
dollar AS atau 17.863 dollar AS per kapita 2012 – 2030. (World Economic Forum
& Harvard School of Public Health 2015)
7. Karena Mencegah itu lebih baik daripada mengobati hanya merupakan semangat
yang tidak tercermin dalam prioritas program dan pembiayaan kesehatan baik di
pusat maupun di daerah (JKKI, 2015).
8. Biaya belanja obat menyedot porsi signifikan (>40 persen dari total biaya
kesehatan). Angka ini sangat tinggi dibandingkan angka serupa di sejumlah
negara maju yang hanya 10-20 persen. Tingginya porsi belanja obat disebabkan
oleh pola peresepan obat tidak rasional dan permintaan pasien (AIPHSS, 2
Februari 2016)
9. Investasi Kesmas menyelamatkan keluarga, meningkatkan kualitas hidup, serta
memperoleh manfaat ekonomi dalam bentuk pengurangan biaya perawatan dan
peningkatan produktivitas.Investasi Kesmas meningkatkan efektivitas intervensi
kesehatan lain. Contoh program kesmas ini pada 1000 hari pertama kehidupan,
dan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M), dll. Intervensi Kesmas
menyelamatkan 90 persen (dan 140 persen) lebih banyak nyawa dalam sepuluh
tahun (dalam 25 tahun), daripada program dan pendekatan kuratif. (AIPHSS, 2
Februari 2016)
10. Dan masih banyak lainnya.
Analisis data DHA 8 propinsi menunjukkan hasil lebih memprihatinkan. Porsi terbesar
(52 persen dana kesehatan lari untuk capacity building dan pendukungnya, 42 persen
kuratif, dan hanya 6 persen Kesmas. Temuan ini mereflesksikan program Kesmas yang
meliputi 19 item (KIA, Gizi, Malaria, dll) masing-masing menerima alokasi kurang dari 1
persen. (AIPHSS, 2 Februari 2016)
Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan
paradigma dan konsep pembangunan kesehatan.
Index Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2014, dengan nilai ideal
1,000 dari 30 Indikator. Capaian dari 30 Indikator tersebut, dikelompokan menjadi 7
variabel antaralain : Kesehatan Balita 0,6114; Kesehakan Reproduksi 0,4756; Perilaku
Kesehatan 0,3652; Penyakit Tidak Menular (PTM) 0,6267; Penyakit Menular 0,7507;
Kesehatan Lingkungan 0,5430 (balitbangkes, 2014); Sementara Proporsi kematian
akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia meningkat dari 50,7% di 2004
menjadi 71% di 2014 Empat dari Lima penyebab kematian tertinggi 2014 adalah PTM:
stroke, kardivaskular, DM, Hipertensi.12 faktor risiko timbulnya PTM antara lain karena
gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas, peminum alcohol dan narkoba (FIT
IAKMI & APACPH, Oktober 2015)
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, lemahnya upaya preventif dan promotif
dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) ditengarai menjadi salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan yang berdampak pada tingginya biaya klaim di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL), meningkatnya factor-faktor risiko kesehatan, dan
kerusakan lingkungan.
Beberapa indikator adanya komitmen pemerintah pada upaya promotif dan preventif,
antara lain :
Susunan organisasi Kementerian Kesehatan sesuai Perpres No. 35 Tahun 2015 adalah:
a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat; c. Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; d. Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan; e. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat
Jenderal. Selanjutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli
Bidang Ekonomi Kesehatan; j. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan l. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan.
Dibandingkan dengan struktur sebelumnya, terjadi perubahan nama-nama Direktorat
Jenderal dan Staf Ahli.
Sedangkan jumlah Staf Ahli pada periode sebelumnya ada 5 (lima), yaitu: a. Staf Ahli
Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; b. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan
Pemberdayaan Masyarakat; c. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
d. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; dan e. Staf
Ahli Bidang Mediko Legal.
Kebutuhan tenaga kesehatan masyarakat sangat signifikan dalam upaya promotif dan
preventif di setiap level dan daerah (Kepmenkes: Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005,
ttg Pedoman Pelaksanaan Promkes di Daerah) , antara lain :
1. Puskesmas
Saat ini ada sekitar 9700 Puskesmas di Indonesia, minimal setiap Puskesmas
membutuhkan 1 orang tenaga kontrak berasal dari minimal D3 Kes atau S1 Kesmas (1
org x 9700 Puskesmas = 9.700 tenaga D3/S1 Kesmas). (Permenkes no. 82 Tahun
2015)
1. Rumah Sakit
Saat ini ada sekitar 1721 Rumah Sakit di Indonesia. Minimal setiap RS membutuhkan: 2
org D3 Kesmas ( 2 org x 1721 RS = 3.442 tenaga D3 Kes), 1 org S1 Kesmas (1 org x
1721 RS = 1.721 tenaga S1 Kesmas)
Saat ini ada sekitar 497 kab/kota di Indonesia. Minimal setiap Dinas kab/kota
membutuhkan: 3 org D3 Kesmas ( 3 org x 497 kab/kota = 1491 tenaga D3 Kes), 2 org
S1 Kesmas (2 org x 497 kab/kota = 994 tenaga S1Kesmas), dan 1 org S2 Kesmas (1
org x 497 kab/kota = 497 tenaga S2 Kesmas).
Saat ini ada 34 provinsi di Indonesia. Minimal setiap Dinas Kesehatan Provinsi
membutuhkan: 5 org D3 Kes (5 org x 34 kab/kota = 170 tenaga D3 Kes), 3 org S1
Kesmas (3 org x 34 kab/kota = 102 tenaga S1 Kesmas), 2 org S2 Kesmas (2 org x 34
kab/kota = 64 tenaga S2 Kesmas).
Bagaimana grand desain dalam mengelola kegiatan promotif preventif yang telah
di amanatkan pemerintah tersebut ?
Konsep Promosi Kesehatan, Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik
faktor internal maupun faktor eksternal. Secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat dikelompokkan
menjadi 4 berdasarkan urutan besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut yaitu
lingkungan yang mencakup fisik, social, budaya, politik, ekonomi; Perilaku, pelayanan
kesehatan; dan hereditas (keturunan).
Salah satu contoh masalah Klaim Rasio PBI di bawah 100% atau dengan kata lain
kelompok masyarakat miskin dalam menjaga kesehatannya, tidak banyak yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan . Pada fenomena ini, factor yang mempengaruhi
aksesibilitas sangat banyak, salah satu diantaranya karena kurangnya minat
masyarakat miskin menggunakan pembiayaan dari JKN.
“Grand Design disusun disetiap level, ada yang ditingkat nasional, provinsi, ada yang
ditingkat kabupaten”. (Yayi Suryo Purbandari, Departemen Perilaku
Kesehatan,Lingkungan dan Kedokteran Sosial sebagai narasumber)
“Grand Design minimal harus menyinggung 5 program utama dalam promosi kesehatan
(Gerakan 1000 hari pertama kehidupan, STBM, Posbindu, PTM, AIDS, TB, DBD, UKS),
dan tetap harus menyambung program generiknya BOK. Grand Design harus cukup
efisien, dan fleksibel serta jelas. Fleksibel artinya dapat disesuaikan dengan keadaan
daerah masing-masing.” (Rita Damayanti, Ketum Perkumpulan Promotor dan Pendidik
Kesehatan Masyarakat Indonesia/PPKMI)
Pemerintah wajib memperbaiki alokasi dana kesehatan agar tidak bias pada
pelayanan kuratif saja. Sebanyak 19 program Kesmas harus dilaksanakan. Untuk itu
penyelarasan alokasi dana kesehatan antara program kesehatan berbasis masyarakat
(UKM) dengan program kesehatan perorangan (UKP) serta upaya pendukung harus
menjadi agenda prioritas.
Selain itu, inefisiensi alokatif pada pelayanan kesehatan kuratif harus
diperbaiki. Fraud Sistem harus dijalankan di Faskes, Sistem rujukan dan dominasi
pelayanan spesialistik harus diperbaiki, salah satunya, dengan memberikan porsi
pendanaan memadai pada pelayanan kesehatan primer (Puskesmas) sehingga tidak
menjadi sebuah produk layanan inferior. Pemerintah juga harus membenahi sistem
rujukan.
Hingga 70 persen dari beban penyakit dapat dihindari melalui pencegahan dan
promosi kesehatan (WHO 2002). Oleh karena itu, upaya peningkatan dana dan
penyelarasan alokasi dana UKM dan UKP memberikan ruang gerak memadai untuk
mengembangkan program kesehatan yang berbasis populasi (UKM). Program promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit harus menjadi agenda utama.
Peningkatan alokasi dana kesehatan tidak serta merta memberikan garansi dalam
memperbaiki status kesehatan jika birokrasi dan pengelolaan dana masih
rapuh. Dengan demikian pemerintah harus meningkatkan manajemen dan tata kelola
pemanfaatan dana agar peningkatan alokasi dana menjadi efektif dan memberikan
implikasi signfikan dalam memenuhi tujuan pembangunan kesehatan. Misal, upaya
penguatan BOK harus dilakukan dengan membenahi jalur birokrasi penyaluran dana,
serta manajemen pemanfaatan dana.
Pengelolaan kesehatan butuh dana cukup dan manajemen adekwat sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Oleh karenanya, seiring
dengan peningkatan alokasi dana, strategi meningkatkan keterampilan teknis SDM dan
manajemen pengelolaan program harus diwujudkan.
Contoh bentuk dan keberhasilan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di saat ini :
“Pemerintah Desa Campaka, Kecamatan Campaka, Kab. Cianjur Jabar melengkapi diri
dengan fasilitas kendaraan untuk kepentingan warga. Mobil siaga tersebut nantinya
diperuntukkan bagi seluruh warga yang membutuhkan atau dalam kondisi mendesak
yang kaitan dengan kesehatan masyarakat. Jika ada yang sakit bisa langsung
memakainya untuk kendaraan pengantar ke rumah sakit,” kata Sekretaris Desa
Campaka, Nandang Hoerudin kepada “Berita Cianjur”, Senin (23/11/2015).
Kepala Desa Pandes Heru Purnomo mengatakan, cikal bakal terwujudnya “Bank Darah”
Desa Pandes dimulai sekitar tahun 2008, dengan instruksi Pemkab Klaten. Saat itu
seluruh desa di Klaten diwajibkan untuk membuat Forum Kesehatan Desa (FKD).
“Dari instruksi itu kami berkembang. Selain itu, ada peristiwa ketika warga kami
membutuhkan kantong darah dalam jumlah yang banyak.Namun Kami saat itu cukup
kesulitan untuk mencarinya,” ujarnya Sabtu (06/12/2014). Ia menjelaskan “Bank Darah”
di Desa Pandes bukanlah sebuah bentuk penyimpanan kantong-kantong darah seperti
pada rumah sakit. Namun, merupakan sebuah database pendonor darah. Dengan daftar
tersebut, jika ada warga yang membutuhkan tranfusi darah, pihak desa melalui FKD
akan segera menghubungi pendonor tersebut.
Sumber:http://www.depkes.go.id/article/view/201408280001/inilah-para pemenang-
lomba-sekolah-sehat-tingkat-nasional-tahun 2014.html#sthash.0zhe26hB.dpuf
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/ hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pengaturan desa bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan
bersama (UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa).
Desa Siaga Tahun 2014 desa dengan strata Pratama 22,6%, Madya 64,5%, Punama
11%, Mandiri 1,7%. Poskesdes yang beroperasi 101 unit, kader yang aktif dan telah
dilatih sebanyak 3256. (Profil Promosi Kesehatan tahun 2015).
Dari data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kurang lebih 10 desa dari 317
desa/kelurahan yang mempunyai kemandirian kegiatan Posyandu dan desa siaga,
sedangkan sebagian besar desa masih sangat rendah partisipasinya/kesadarannya di
bidang kesehatan
Permasalahan pelayanan Promosi Kesehatan di Puskesmas antara lain : (1) Kegiatan
yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan
masyarakat setempat tetapi lebih berorientasi pada pelayanan kuratif bagi pasien yang
datang ke puskesmas; (2) Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara
optimal; (3) Upaya promosi kesehatan masih dianggap sebagai tugas sector kesehatan
semata sehingga advokasi dan koordinasi secara berkesinambungan perlu terus
dilakukan, bersama dengan lintas program/sektoral, pemerintah daerah, dunia usaha,
swasta serta organisasi kemasyarakatan; (4) Keterbatasan SDM promotif preventif,
termasuk adanya paradigma provider dan stakeholder masih terfokus pada aspek kuratif
dibanding dengan preventif dan promotif (Laporan tahunan Pusat Promkes Kemenkes
RI 2015)
Maka dari itu, mari kita perbaiki masalah kesehatan masyarakat desa dengan
mengangkat seorang promotor kesehatan masyarakat desa di Desa/kelurahan.
Mengapa ?
Caranya :
Dengan adanya tenaga khusus promotor kesehatan masyarakat di Desa yang tugas
pokoknya melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang menderita suatu penyakit
atau memiliki risiko penyakit, maka permasalahan kesehatan masyarakat didesa akan
lebih diperhatikan dan diselesaikan, akan terasa pelayanan yang lebih dekat dengan
warga.
Maka mari kita fasilitasi, kebutuhan kesehatan warga kita dengan kata kunci : Dampingi
keluarga sakit dengan promotor kesehatan, fasilitasi desa menjadi desa siaga aktif
karena 1 desa = 1 Promotor Kesehatan, 1 desa = 1 SKM.
Sumber Gambargizitinggi.org
Ada 10 indikator sekolah sehat, yaitu:
1. Kepadatan ruang kelas minimal 1,75 m2/anak, selain untuk kenyamanan dan
memberi ruang gerak yang cukup bagi anak, kondisi kelas yang tidak padat
juga memudahkan prosedur evakuasi saat keadaan darurat.
2. Tingkat kebisingan di lingkungan sekolah maksimal 45 desibel
(setara dengansuara orang mengobrol dengan suara normal) karena
kebisingan di atas 45 desibelakan mengganggu konsentrasi belajar.
3. Memiliki lapangan atau aula untuk olahraga.
4. Memiliki lingkungan sekolah yang bersih, rindang dan nyaman.
5. Memiliki sumber air bersih yang memadai dan septic tank dengan jarak minimal
10 meter dari sumber air bersih.
6. Ventilasi kelas yang memadai.
7. Pencahayaan kelas yang memadai (harus cukup terang).
8. Memiliki kantin sekolah yang memenuhi syarat kesehatan
9. Memiliki toilet dan kamar mandi bersih dengan rasio 1:40 untuk siswa laki-
lakidan 1:25 untuk siswa perempuan.
10. Menerapkan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah
Kesepuluh indikator itu masih harus dilengkapi dengan adanya ruang Unit Kesehatan
Sekolah (UKS) dan program UKS yang melaksanakan Trias UKS, yaitu pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan anak usia 10-14 tahun, usia SMP dan SMA pada
laki-laki dan perempuan menunjukan kurang makan sayur dan buah serta
mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan yang berpenyedap,
junkfood atau serba instan. Hal ini menyebabkan tingginya penyakit hipertensi,
Diabetes Melitus dan Penyakit Tidak Menular (PTM) lainnya.
Data Global School Health Survey (GSHS) 2015 menunjukan bahwa anak usia sekolah
22,2 % pernah merokok, 11,6 % saat ini masih merokok, 4,4% pernah mengonsumsi
alkohol, hal tersebut menunjukan adanya tantangan kesehatan yaitu meningkatnya
kesenjangan dalam penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Demikian pernyataan yang disampaikan Direktur Kesehatan Keluarga dr. Eni Gustina,
MPH saat menghadiri acara Rakerkesnas 2017 dengan tema Sinergi Pusat dan Daerah
dalam Pelaksanaan Pendekatan Keluarga untuk mewujudkan Indonesia Sehat, di Hotel
Bidakara Jakarta (27/2).
'Hal ini dimaksudkan untuk menjadi kebiasaan dari usia dini sampai dewasa sehingga
akan mengurangi Penyakit Tidak Menular (PTM)', terang Dirjen Kesga.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili (021)
52921669, dan email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id