Anda di halaman 1dari 47

SKRIPSI

PENGARUH PENYULUHAN METODE DEMONSTRASI TERHADAP


PRAKTIK MENCUCI TANGAN PADA SISWA KELAS 5 SDN
KEBALENAN BANYUWANGI TAHUN 2020

Oleh :

AGUS WAHYONO
NIM : 2017.02.002

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai macam program telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan


derajat kesehatan masyarakat. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah
adalah program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Pelaksanaan Pembinaan PHBS
diselenggarakan di berbagai tatanan kehidupan yaitu di rumah tangga, institusi
pendidikan, tempat kerja dan fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2013). Perilaku
hidup bersih dan sehat yang sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pemeliharaan kesehatan pribadi dan pentingnya berperilaku hidup bersih dan
sehat (Retno, 2013).
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun untuk
menjadi bersih. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen
yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun tidak langsung (Depkes, 2013).
Cuci tangan merupakan proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tangan adalah
media utama bagi penularan kuman-kuman penyebab penyakit. Akibat kurangnya
kebiasaan cuci tangan, anak- anak menjadi penderita tertinggi dari penyakit diare
dan pernafasan, hingga tidak jarang berujung dengan kematian (Retno, 2013).
Kesadaran masyarakat Indonesia untuk cuci tangan pakai sabun (CTPS)
terbukti masih sangat rendah, tercatat rata-rata 12% masyarakat yang melakukan
cuci tangan pakai sabun (CTPS) (Rikesdas, 2013). Hasil pelaksanaan program
PHBS tentang mencuci tangan, menurut studi WHO tahun 2007 ( Bu ini saya cari
yang lebih baru tidak ada ) menyatakan, kejadian diare menurun 45% dengan
perilaku mencuci tangan pakai sabun, 32% dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar, dan 39% perilaku pengelolaan air minum
yang di rumah tangga, dengan upaya tersebut kejadian diare menurun sebesar
94% (Depkes RI, 2013). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan perilaku cuci tangan dengan benar penduduk umur ≥ 10 tahun di
Indonesia terjadi peningkatan dari 2007 ke 2013 dengan hasil 23,2% tahun 2007
menjadi 47,0% pada tahun 2013. Kemudian dari data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah, perilaku cuci tangan dengan benar penduduk
≥ 10 tahun menunjukkan adanya penurunan dari 2007 ke 2013 dengan hasil pada
tahun 2007 terdapat 56,8% menurun hingga pada tahun 2013 terdapat 49,5%.
Sedangkan di Kota Semarang jumlah proporsi perilaku cuci tangan dengan benar
penduduk umur ≥ 10 tahun menurut hasil laporan Riskesdas tahun 2013 terjadi
penurunan dari 2007 ke 2013, pada tahun 2007 terdapat 47,1% menurun
menjadi 45,5% pada tahun 2013. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah
satu tindakan sanitasi dengan cara membersihkan tangan dan jari-jemari dengan
menggunakan air atau cairan lainnya yang bertujuan agar tangan menjadi bersih.
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit.
Hasil studi Environmental Health Risk Assesment yang dilakukan tahun 2013
menunjukkan masih rendahnya perilaku cuci tangan yang benar karena hanya
18,5% masyarakat yang melakukan CTPS. Demikian pula pada anak usia 10
tahun ke bawah, hanya 17% anak usia sekolah yang mencuci(KESMAS 2018).
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk
mencegah penyakit diare dan ISPA, keduanya menjadi penyebab utama kematian
anak. Fokus CTPS ini adalah Anak sekolah sebagai "Agen Perubahan" dengan
simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga rumah dan masyarakat dalam
merayakan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam berperilaku sehat
melalui CTPS (Depkes , 2013). Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di
tatanan institusi pendidikan perlu mendapatkan perhatian mengingat usia sekolah
bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit, serta
muncunya penyakit
yang sering menimpa anak usia sekoah (usia 6-10), misalnya diare, kecacingan
dan anemia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, presentase
siswa SD yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat dalam skala nasional
sebesar 38.7%. Sementara, hasil survei perilaku CTPS di Indonesia terhadap lima
waktu penting CTPS menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu : 12% setelah
ke jamban, 9% setelah menceboki anak, 14% sebelum makan, 7% sebelum
memberi makan anak, dan hanya 6% sebelum menyiapkan makanan (STBM,
2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ratna (2015) tentang tingkat
pengetahuan dan sikap tentang mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada siswa di
SDN Batuah 1 dan 3 Pagatan mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan
siswa di SDN Batuah 1 dan 3 tentang CTPS terbanyak dalam kategori baik
sebanyak 26 anak (86,67%) di Batuah 1 dan 23 anak (76,67%) di SDN Batuah 3.
Sedangkan sikap siswa di SDN Batuah 1 dan 3 tentang CTPS yang terbanyak
dalam kategori baik yaitu 25 anak (83,33%). Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi (Predisposing Factor) bagi
anak-anak untuk terlaksananya CTPS dan merupak faktor pemicu terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau
kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi.
Menurut penelitian yang dilakukan Maria (2014) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku mencuci tangan didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Cuci Tangan dengan nilai
PValue=0,763>0,05, sedangkan ada Hubungan antara Sikap dengan perilaku cuci
tangan dengan nilai PValue=0,004<0,05 dan tidak ada Hubungan antara
ketersediaan fasilitas dengan perilaku cuci tangan dengan nilai
PValue=0,373>0,05.
Masih rendahnya pelaksananaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada anak sekolah terutama pada pelaksanaan cuci tangan pakai sabun,
disebabkan masih kurangnya informasi dan pengetahuan anak tersebut tentang
cuci tangan pakai sabun, kurangnya fasilitas sarana yang mendukung kegiatan
tersebut, dan masih rendahnya peran guru dan petugas kesehatan dalam
memberikan informasi guna mendukung kegiatan cuci tangan pakai sabun pada
anak lingkungan sekolah (Fivi, 2013).
Banyak masyarakat yang beranggapan mencuci tangan adalah suatu
kegiatan yang sepele. Mereka mencuci tangan cukup dengan meletakkan tangan
di air, bilas, selesai. Kesadaran bahwa kesehatan harus dimulai dan diusahakan
oleh kita sendiri, harus kita sadari sejak dini. Agar anak tahu dan mampu
berperilaku mencuci tangan pakai sabun, dapat diberikan penjelasan mengenai
pentingnya mencuci tangan dengan sabun dan cara mencuci tangan pakai sabun
dengan benar melalui pendidikan kesehatan. Dengan memberikan pendidikan
kesehatan tentang mencuci
tangan dengan tujuan \anak mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya
mencuci
tangan pakai sabun. Sehingga setelah anak tahu, diharapkan anak memiliki
kesadaran sendiri membiasakan mencuci tangannya pakai sabun. Upaya
penanganan yang dilakukan tenaga kesehatan adalah dengan melakukan
pendekatan melalui promosi kesehatan atau penyuluhan atau pelatihan tentang
cuci tangan pakai sabun untuk meningkatkan pengetahuan anak tentang mencuci
tangan yang benar menggunakan sabun (Siti, 2016).

Dengan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “


Pengaruh Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Praktik Mencuci Tanga
Pada Siswa Kelas 5 SDN Kebalenan Banyuwangi Tahun 2020.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka peneliti


merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Adakah pengaruh Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Praktik
Mencuci Tangan Pada Siswa Kelas 5 di SDN Kebalenan Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2020.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.2 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh penyuluhan metode demonstrasi terhadap Praktik


mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada siswa kelas 5 di SDN kebalenan
kabupaten banyuwangi tahun 2020.
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Teridentifikasi praktik mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada siswa kelas
5 di SDN kebalenan sebelum di berikan penyuluhan.
2. Teridentifikasi perilaku mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada siswa kelas
5 di SDN kebalenan sesudah di berikan penyuluhan.
3. Teranalisis pengaruh penyuluhan metode demonstrasi terhadap praktik
mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada siswa kelas 5 di SDN kebalenan
kabupaten banyuwangi tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Dengan di adakannya penelitian ini diharapkan dapat mengikuti proses
pengembangan teori penyuluhan metode demonstrasi terhadap praktik mencuci
tangan pakai sabun ( CTPS).
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Responden
Diharapkan siswa kelas 5 dapat mengetahui serta dapat mempraktikkan
cara Mencuci tangan pakai sabun (CTPS) yang baik dan benar di rumah masing -
masing .

1.4.2.2 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk


mengaktifkan kembali program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang sudah
khususnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) mencuci tangan pakai sabun
dengan baik dan benar yang dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi anak.
1.4.2.3 Bagi Ilmu Keperawatan
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi penting bagi
ilmu keperawatan dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya
penyuluhan kesehatan tentang Praktik Mencuci tangan pakai sabun (CTPS)
dengan baik dan benar pada siswa kelas 5 di SDN kebalenan kabupaten
banyuwangi tahun 2020.
1.4.2.4 Bagi Peneliti
1. Mengaplikasikan teori yang diperoleh dengan mengidentifikasi dan
menganalisa suatu permasalahan di lapangan serta memperluas penelitian
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh penyuluhan metode
demonstrasi terhadap Praktik Menencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada
siswa kelas 5 kelas 5 di SDN kebalenan kabupaten banyuwangi tahun 2020.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Penyuluhan

2.1.1 Definisi Penyuluhan


Penyuluhan merupakan terjemahan dari conselling, yang merupakan bagian
terpadu dari bimbingan. Penyuluhan kesehatan merupakan “ jantung” usaha
bimbingan secara keseluruhan. Selain itu, penyuluhan diartikan sebagai hubungan
timbal balik antara dua orang individu (penyuluh dan klien) untuk mencapai
pengertian tentang diri sendiri dalam hubungan dalam masalah-masalah yang di
hadapi pada waktu yang akan datang. Menurut Anwar, dalam konsepsi kesehatan
secara umum, penyuluh kesehatan diartikan kegiatan pendidikan kesehatan yang
dilakukan dengan cara memperluaskan pesan dan menanamkan keyakinan
sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti tetapi juga mau dan
dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Maulana, 2013).

2.1.2 Tujuan Penyuluhan

a. Tersosialisasinya program-program kesehatan.


b. Terwujudnya masyarakat yang berbudaya hidup bersih dan sehat.
c. Serta terwujudnya gerakan hidup sehat di masyarakat untuk menuju
terwujudnya desa, kabupaten/kota sehat, provinsi sehat dan Indonesia sehat
Syaifudin (2010).

2.1.3. Menentukan Metode Penyuluhan yang akan digunakan


Metode atau cara bergantung pada aspek atau tujuan yang akan dicapai,
apakah aspek pengertian, sikap, atau keterampilan. Jika tujuan yang akan dicapai
adaah aspek pengertian, pesan cukup disampaikan dengan lisan atau disampaikan
melalui tulisan. Jika tujuan untuk mengembangkan sikap positif, sasaran perlu
menyaksikan kejadian tersebut, baik melihat langsung melalui film, slide, maupun
foto (Maulana, 2013).
Metode penyuluhan yaitu metode yang digunakan dalam kegiatan dapat
digolongkan berdasarkan :

1) Teknik Komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung yaitu penyuluh langsung berhadapan atau
bertatap muka dengan sasaran.
b. Metode penyuluh tidak langsung yaitu penyuluh tidak langsung bertatap
muka dengan sasaran tapi menyampaikan pesan melalui perantara (media).
2) Sasaran yang dicapai
a. Pendekatan peroranganPenyuluh berhubungan secara langsung maupun
tidak langsung dengan sasaran perorangan.
b. Pendekatan kelompok
c. Dalam pendekatan ini penyuluh berhubungan dengan sekelompok sasaran.
d. Pendekatan masal
e. Petugas penyuluh kesehatan menyampaikan secara sekaligus kepada
sasaran yang jumlahnya banyak.

3) Indera penerima

a. Metode melihat/memperhatikan pesan yang diterima sasaran


melalui indera penglihatan seperti penempelan poster,
pemasangan gambar/foto,pemutaran film, pemasangan koran
dinding.
b. Metode pendengaran
c. Pesan yang diterima melalui indera pendengaran.
d. Metode kombinasi
Seorang belajar melalui panca inderanya. Setiap indera berbeda pengaruhnya
terhadap hasil belajar seseorang, 1% melalui indera perasa, 2% melalui sentuhan,
3 % melalui indera penciuman, 11% melalui indera penglihatan, 83 % melalui
indera penglihatan. Oleh karena itu seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan
baik apabila meggunakan lebih dari satu indera (Depkes, 2010).
Metode penyuluhan menurut Nyoman (2013) yaitu terdiri dari :

1) Ceramah
Menyampaikan atau menjelaskan suatu pengertian atau pesan secara lisan
yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh seseorang pembiacara (ahli)
kepada sekelompok pendengar dengan dibantu beberapa alat peraga yang
diperlukan. Ceramah pada hakikatnya adalah transfer informasi dari penyuluh
kepada sasaran (peserta) penyuluhan.
2) Diskusi Kelompok

Percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan di antara tiga orang atau


lebih topik tertentu dengan seorang pemimpin.

3) Diskusi Panel
Suatu pembicaraan yang dilakukan oleh beberapa orang yang dipilih (3
sampai 6 orang) yang dipimpin oleh seorang moderator di hadapan
sekumpulan pendengar.
4) Curah Pendapat (Brainstorming)
Suatu penyampaian pendapat atau ide untuk pemecahan suatu
masalah tanpa adanya kritik.
5) Demonstrasi
Metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan
kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu baik
sebenarnya atau hanya sekedar tiruan saja. metode demonstrasi mampu
menyampaikan meteri secara jelas dan mudah di pahami siswa. Dengan
demikian penggunan metode demonstrasi dapat menyalurkan pesan yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan. Dari hal tersebut maka
proses belajar akan efektif dan prestasi belajar siswa akan meningkat.
Pengalaman mendapatkan penyuluhan demonstrasi juga mempengaruhi
tingkat kebersihan gigi mulut hal ini ditunjukkan dalam penelitian Riyanti
(2014) bahwa dilakukan 4 kali penyuluhan demonstrasi lalu diukur tingkat
kebersihan gigi mulutnya di setiap pertemuan.
6) Bermain peran (Roll Play)
Dalam bermain peran, peserta memerankan seperti dalam kenyataan. Mereka
berbuat sesuai dengan pendapatnya. Peserta kemudian mencoba untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
7) Simulasi
Permainan yang direncanakan yang maknanya dapat di ambil untuk
kepentingan sehari-hari. Metode simulasi dapat dilaksanakan untuk
memaknai masalah hubungan antar manusia.
8) Meninjau Lapangan (Field Trip)
Metode meninjau lapangan adalah pergi ke tempat-tempat, baik di komunitas
atau tatanan lain yang di anggap perlu untuk memantapkan hasil belajar.
Biasanya dapat dilakukan setelah mendapat teori di kelas dan
membandingkan dengan kondisi nyata yang ada di lapangan. Mislanya,
kunjungan ke posyandu untuk melihat pelaksanaan 9 langkah oleh kader.
9) Studi Kasus (Case Study)
Sekumpulan situasi masalah yang di analisis secara mendalam atau
mendetail. Biasanya adalah permasalahan bagian dari kehidupan yang
memerlukan diagnosis dan penanganan.
10) Simposium
Serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang
pemimpin.

2.1.4 Demonstrasi
2.1.4.1 Definisi Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan. Metode demonstrasi adalah metode yang
digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang
berkenaan dengan bahan pelajaran. Metode demonstrasi lebih sesuai untuk
mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan,
suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin (Syaiful Bahri Djamarah, 2010).

Metode demonstrasi lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan


pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan atau suatu proses. Metode
demonstrasi juga sangat efektif untuk dibuat bahan pembelajaran yang diterapkan
pada anak di sekolah-sekolah. Metode demonstrasi sangatlah berpengaruh
terhadap daya serap dan minat siswa dalam belajar. Dikarenakan metode ini
mempunyai banyak kelebihan dalam pembelajaran, diantaranya membuat
pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit serta menghindari verbalisme,
memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran, proses pengajaran akan
lebih menarik, merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat
mencobanya (Syaiful Bahri Djamarah, 2010).

2.1.4.2 Tujuan Metode Demonstrasi

1) Memperlihatkan kepada siswa - siswi bagaimana cara membuat sesuatu


dengan prosedur yang benar, memperlihatkan bagaimana cara menggosok
gigi yang benar, alat dan bahan apa yang digunakan, dan bagaimana cara
menggunakannya.
2) Meyakinkan kepada siswa - siswi bahwa ide tersebut bisa dilaksanakan setiap
peserta didik .
3) Meningkatkan minat orang untuk belajar, dan mencoba sendiri dengan
prosedur yang didemonstrasikan ( Herijuliant, 2012)
2.1.4.3 Aspek yang penting dalam menggunakan metode demonstrasi
adalah :
1) Demonstrasi akan menjadi metode yang baik apabila alat yang di
demonstrasikan bisa diamati dengan seksama oleh siswa.
2) Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti oleh aktivitas dimana
siswa sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka sebagai
pengalaman yang berharga.
3) Tidak semua hal dapat di demonstrasikan di kelas dikarenakan alat-alat yang
terlalu besar atau yang berada di tempat lain yang tempatnya jauh dari kelas.
4) Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis.
2.1.4.4 Kelebihan Metode Demonstrasi

1) Menurut (Zakiah Darajat, 2010) yaitu :


Perhatian anak didik dapat dipusatkan, dan titik berat yang dianggap penting
oleh guru dapat diamati secara tajam.
2) Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang didemonstrasikan, jadi
proses anak didik akan lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak
didik kepada masalah lain.
3) Apabila anak didik sendiri ikut aktif dalam sesuatu percobaan yang bersifat
demonstrasi, maka mereka akan memperoleh pengalaman yang melekat pada
jiwanya dan ingin berguna dalam pengembangan kecakapan.
Menurut (Syaiful Bahri Djamarah, 2010) yaitu :

(1) Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau
kerja suatu benda.
(2) Memudahkan berbagai jenis penjelasan

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil demonstrasi dapat diperbaiki


melalui pengamatan dan contoh konkret dengan menghadirkan objek
sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2011).

2.2.4.5 Kekurangan Metode Demonstrasi

Menurut (Tayar Yusuf dan Syaiful anwar, 2011) berpendapat bahwa


kekurangan dari metode demonstrasi ini adalah

1) Dalam pelaksanaanya demonstrasi memerlukan waktu dan persiapan yang


matang sehingga dapat menyita waktu yang cukup banyak.
2) Demonstrasi dalam pelaksanaanyan banyak menyita biaya dan tenaga yang
tidak sedikit (jika memakai alat-alat yang mahal).
3) Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas. Hal ini dapat terjadi
bila alat-alat peraga demonstrasi sangat besar/besar, atau berada di tempat
jauh.
4) Demonstrasi akan terjadi tidak efektif bila siswa gaduh.

2.2.4.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode


demonstrasi
Dalam menggunakan menggunakan metode demonstrasi terhadap sebuah
materi pelajaran kita harus mampu memperhatikan beberapa hal penting yang
perlu diketahui ( Ishak Abdulah, 2010) mengemukakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penerapan metode demonstrasi diantaranya adalah:
1) Persyaratan penggunaan metode demonstrasi
1) Adanya sesuatu bahan kajian tentang prosedur atau hasil suatu kegiatan
Terdapatnya sejumlah alat peraga atau media yang menunjang penyampaian
informasi
2) Tutor memiliki kemampuan prosedur penggunaan
3) Bahan kajian sesuai dengan kebutuhan belajar.
2) Langkah-langkah penggunaan
a. Menetapkan bahan kajian yang perlu menggunakan metode demonstrasi.
b. Mempersiapakan alat peraga dan media yang menunjang prosedur
pelaksanaan.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
d. Melaksanakan kegiatan pembelajaran.
e. Sebaiknya tutor melanjutkan dengan memberi kesempatan bertanya kepada
peserta Menyimpulkan keseluruhan bahan kajian yang sudah di bahas.

2.1.4.7 Langkah-langkah penerapan metode demonstrasi

1) Perencanaan
Dalam perencanaan hal-hal yang dilkukan ialah :

(1) Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang
diharapkan dapat tercapai setelah metode demonstrasi berakhir.
(2) Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilaksanakan
(3) Memperhitungkan waktu yang dubutuhkan
(4) Selama demonstrasi berlangsung harus introspeksi diri apakah keterangan-
keterangan dapat didengar dengan jelas oleh siswa dan apakah semua media
yang digunakan telah ditempatkan pada posisi yang baik sehingga semua
siswa dapat melihat semuanya dengan jelas.
(5) Siswa disarankan membuat catatan yang dianggap perlu.
(6) Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak.
(7) Memilih alat peraga atau media penyuluhan.

Tentukan media apa yang akan digunakan untuk menunjang pendekatan


tadi, misalnya pantum gigi, leaflet, atau media lain (Maulana, 2010). Media atau
alat peraga dalam penyuluhan dapat diartikan sebagai alat bantu yang dapat
dilihat, didengar, dirasa, diraba, atau dicium baik secara kombinasi atau tunggal.
Jenis media dibagi dalam kelompok besar :
(1) Benda asli yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati,
merupakan alat peraga yang baik karena mudah serta dikenal, mempunyai
bentuk serta ukuran yang tepat.
(2) Benda tiruan yang ukurannya lain dari benda yang sesungguhnya. Hal ini
dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran
benda asli terlalu besar dan berat.
(3) Gambar/Media grafis berupa poster, leaflet, lukisan, dan gambar karikatur.
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat
singkat, padat, dan mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.
Leaflet dapat disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilaksanakan.
(4) Gambar alat optik seperti foto, slide, dan film. Foto dapat berbentuk album
yang berurutan maupun dokumentasi lepasan. Slide sangat efektif untuk
membahas suatu topik tertentu dan peserta dapat mencermati setiap materi
dengan seksama karena slide sifatnya dapat berulang-ulang (Depkes,2012).

2). Pelaksanaan
Hal-hal yang mesti dilakukan adalah:

(1) Memeriksa hal-hal tersebut diatas untuk kesekian kalinya.


(2)  Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa.
(3) Mengingat pokok-pokok materi yang akan di
demonstrasikan.
(4) Memperhatikan keadaan siswa, apakah semuanya mengikuti
demonstrasi dengan baik.
(5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif.
(6) Menghindari ketegangan.

3) Penilaian atau Evaluasi


Kegiatan Penilaian atau Evaluasi dalam  pembelajaran yang
menggunakan metode demonstrasi berupa pemberian tugas, seperti
membuat laporan, menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih
lanjut. Selain itu, guru dan peserta didik mengadakan evaluasi
terhadap demonstrasi yang dilakukan, apakah sudah berjalan
efektif sesuai dengan yang diharapkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penerapan metode demonstrasi dapat
berjalan dengan baik adalah sebagai berikut :

(1) Persiapkan alat-alat yang diperlukan.


(2) Guru menjelaskan kepada anak-anak apa yang direncanakan dan apa yang
akan dikerjakan.
(3) Guru mendemonstrasikan kepada anak-anak secara perlahan-lahan, serta
memberikan penjelasan yang cukup singkat.
(4) Guru mengulang kembali selangkah demi selangkah dan menjelaskan alasan
alasan setiap langkah.
(5) Guru menugaskan kepada siswa agar melakuakan demonstrasi sendiri
langkah demi langkah dan disertai penjelasan.

2.2 Konsep Cuci Tangan Pakai Sabun

2.2.1 Definisi

Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan


tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh
manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual
keagamaan, ataupun tujuan lainnya (Priyoto,2015). Mencuci tangan dengan sabun
adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dengan jari
jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga
sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan
sering sekali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen
berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung atau kontak
tidak langsung (menggunakan permukaan permukaan lain seperti handuk, gelas).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia atau binatang, atau
cairan tubuh lain seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat
tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus dan parasit pada
orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan (Kemenkes RI,
2014).
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini
terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci
tangan dengan sabun. Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya
menyebabkan orang mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan
namun penggunaan sabun menjadi efektif karena kotoran yang menempel akan
terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Didalam
kotoran yang menempel inilah kuman hidup. Efek lainnya adalah tangan menjadi
harum setelah dicuci menggunakansabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang
menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun lebih menarik
untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2013).

2.2.2 Penyakit-Penyakit yang dapat di Cegah Dengan Mencuci Tangan


Pakai Sabun

2.2.2.1 Diare

Diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-
anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait di
temukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka diare hingga
separuh. Penyakit diare sering di asosiasikan dengan keadaan air namun secara
akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti
tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyebab diare berasal dari kotoran-
kotoran ini. Kuman-kuman ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk
mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi,
makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau
terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat keefektifan mencuci
tangan dengan sabun dalam penurunan angka diare dalam persen menurut tipe
inovasi pencegahan adalah mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air
olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%),
sumber air yang diolah (11%) (Kemenkes RI, 2014).

2.2.2.2 Infeksi Saluran Pernafasan


Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab kematian untuk anak-anak balita.
Cuci tangan pakai sabun mengurangi angka infeksi saluran pernafasan dengan dua
langkah yaitu dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan yang terdapat pada
tangan dan permukaan telapak tangan dengan menghilangkan patogen (kuman
penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya
diare namun juga gejala penyakit pernafasan lainnya. Bukti- bukti ditemukan
bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, buang air besar, buang air kecil, dapat mengurangi
tingkat infeksi hingga 25% (Kemenkes RI, 2014).

2.2.2.3 Infeksi Cacing, Infeksi Mata dan Penyakit Kulit

Selain diare dan infeksi saluran pernafasan penggunaan sabun dalam


mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma,
dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis (Priyoto,2015).

2.2.3 Manfaat Cuci Tangan Pakai Sabun


Manfaat utama cuci tangan pakai sabun adalah melindungi diri dari
berbagai penyakit menular. Penyakit-penyakit tersebut antara lain Diare, Infeksi
Saluran Napas Atas (ISPA), dan kecacingan, infeksi kulit, infeksi mata, dan
penyakit-penyakit lain yang ditularkan lewat tangan yang tidak bersih. Cuci
tangan pakai sabun dapat dilakukan pada waktu-waktu berikut :
(Paisal,Zain,2013).

1. Sebelum menyiapkan makanan


2. Sebelum dan sesudah makan
3. Setelah buang air kecil dan besar
4. Setelah membuang ingus
5. Setelah membuang atau menangani sampah
6. Setelah bermain
7. Setelah memberi makan atau memegang hewan
8. Setelah batuk atau bersin pada tangan

2.2.4 Langkah-langkah Cuci Tangan Pakai Sabun


Langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar menurut
WHO adalah sebagai berikut :

1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang
mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut.

2. Usap dan gosok kedua punggung tangan secara bergantian.


3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih.

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan cara mengatupkan.

5. Gosok dan putar kedua ibu jari dengan bergantian.

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

7. Bersihkan kedua pergelangan tangan dengan cara memutar, kemudian akhiri


dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu
keringkan memakai handuk atau tissu.
Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair
sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal. Pentingnya mencuci
tangan secara baik dan benar memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga
secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke
tubuh (Priyoto, 2015).

2.2.5 Bahaya Tidak Mencuci Tangan

Bahaya dari kurangnya perilaku mencuci tangan adalah dapat menyebarkan


kuman yang dapat menyebabkan penyakit diare dan ISPA yang keduanya menjadi
penyebab utama kematian anak-anak. Sebanyak 3,5 juta anak- anak diseluruh
dunia meninggal sebelum mencapai umur lima tahun karena penyakit diare dan
ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat mencegah infeksi kulit,infeksi
mata, infeksi cacing yang tinggal di dalam usus, SARS dan flu burung.
Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan sering sekali menjadi agen
yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke
orang lain baik dengan kontak langsung atau kontak tidak langsung
(menggunakan permukaan permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang
bersentuhan langsung dengan kotoran manusia atau binatang, atau cairan tubuh
lain seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci
dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus dan parasit pada orang lain yang
tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan (Kemenkes RI, 2014).

2.3 Faktor – faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci


Tangan Pakai Sabun (CTPS) Pada Anak Sekolah.

Bila dilihat satu-persatu pada Tabel 1 hanya variabel Sikap, Persepsi dan
Peran Petugas Kesehatan yang mempunyai nilai negatif yaitu nilai yang bersifat
positif hanya dibawah 50% (Persepsi baik 37% dan Peran Petugas Kesehatan
47%). Itu daat diasumsikan bahwa Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun yang hanya
55,9% didukung oleh sebagian besar variabel di atas.
Dapat diasumsikan pula bahwa Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun seperti
tersebut di atas disebabkan oleh perbedaan persepsi buruk yang mungkin juga
disebabkan oleh kurangnya peran petugas kesehatan memberi penyuluhan
tentang Cuci Tangan Pakai Sabun.

2.3.1 Pengetahuan
Tentang nilai rerata pertanyaan Pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun
belum maksimal, pada pertanyaan nomor 6 pada Angket Pengetahuan, yaitu
dengan nilai maksimal 1, yang menggambarkan bahwa setiap mencuci tangan
tidak memakai sabun. Nilai ini cukup ekstrem tentang gambaran pengetahuan
tentang Cuci Tangan Pakai Sabun. Demikian pula terjadi di Burundi Health
Knowledge hanya sebesar 45% (Simetz, E., et all., 2016). Pengetahuan ini sangat
penting peranannya karena dapat menjadi dasar (fondasi) dari perubahan perilaku
Cuci Tangan Pakai Sabun di India dalam jangka panjang (Biran., A., et al., 2012).
Tingkat pengetahuan tentang Cuci Tangan Pakai Sabun tersebut yang cukup
tinggi (mencapai 80%) tidak menjamin perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun seperti
terjadi di Nagolda, Andhra Pradesh, India (Takalkar, AA., et al., 2013).

2.3.2 Sikap
Pada Variabel Sikap yang di gambarkan secara rinci pada angket
pertanyaan, secara rerata nilainya di atas 3 atau di atas nilai tengan 2,5, maka
dapat disimpulkan bahwa sikapnya cenderung mendukung kurang mendukung
atau negatif atas kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun. Demikian pula terjadi di
Burundi Affective Beliefs mencapai 76% (Simetz, E., et al., 2016). Demikian
pula di Turki seperti yang dilaporakan oleh Tuzun., H. Et al (2015) bahwa
78% responden menyatakan bahwa mencuci tangan sangat penting karena
dapat mencegah penyakit. Sikap positif (positive attitudes) menjadi dasar bagi
terbentuknya keyakinan yang positif yang diperlukan bagi perilaku cuci tangan
(Burusnukul., P., dan Broz., CC., 2013).
2.3.3 Persepsi
Gambaran variabel Persepsi tentang Cuci Tangan Pakai Sabun tergambar
pada tiga pertanyaan paka angket pertanyaan. Dari gambaran tersebut nampak
bahwa pada nilai rerata pertanyaan nomor 1 dan 2 frekuensi relatif rendah
dibandingkan pertanyaan nomor 3 yang mendapatkan nilai rerata yang paling
tinggi. Apalagi pertanyaan nomor 1 merupakan pertanyaan negatif. Dengan nilai
yang cukup variasi ini dapat simpulkan bahwa masih terjadi perbedaan persepsi
tentang Cuci Tangan Pakai Sabun. Demikian pula terjadi di sekolah perawat East
Tennessee State University USA, bahwa batasan yang jelas tentang Cuci Tangan
Pakai Sabun yang baik dan benar belum mereka pahami secara menyeluruh
(Berger, B., 2013). Kesalahpahaman tentang Cuci Tangan Pakai Sabun juga
terjadi di kalangan pelajar/mahasiswa kedokteran di Malaysia (Al-Naggar, RA.,
Al- Jashamy, K., 2013).
2.3.4 Citra Diri
Tentang variabel Citra Diri yang tergambar pada distribusi frekuensi
pertanyaan angket, bahwa yang mempunyai nilai tertinggi adalah pertanyaan
nomor 3 yaitu sebesar 3,7, dibandingkan dengan nomor pertanyaan nomor 1 yaitu
3,1. Jika dibandingkan dengan hasil kumulatif nilai kuesioner dimana Citra Diri
Baik mencapai 64,8%. Disimpulkan bahwa Citra Diri lebih dilihat pihak luar
yaitu teman-teman sekolahnya atau teman sebaya (peers review) cukup baik atau
cukup tinggi. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) menjadai kebanggaan diri
mereka dan merasa percaya diri (‘pede’) bila melakukan Cuci Tangan Pakai
Sabun. Di Burundi juga tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 70% (Simetz, E.,
et al., 2016).
2.3.5 Nilai-Nilai
Variabel Cuci Tangan Pakai Sabun dilihat dari unsur Nilai-nilai, pada
Distribusi Frekuensi hasil jawaban pada pertanyaan Angket, di bawah ini bahwa
pertanyaan nomor yang paing tinggi frekuensinya yaitu 3,4 dan yang paling
rendah nomor pertanyaan 3 yaitu 3,2 nilai frekuensinya. Jika dibandingka dengan
hasil kumulatif yaitu Nilai-nilai yang bersifat positif hanya 58%, maka hal ini
menggambarkan bahwa nilai Cuci Tangan Pakai Sabun belum sepenuhnya
sebagai nilai-nilai dalam kehidupan, karena gambaran frekuensi dari 3 pertanyaan
masih sangat fluktuasi belum ada kecenderungan yang solid atau semua
pertanyaan menuju kepada nilai frekuensi yang maksimal. Hal yang tidak jauh
berbeda juga terjadi di Burundi, Social Norm hanya 69% (Simetz, E., et al.,
2016).
2.3.6 Kepercayaan
Gambaran distribusi frekuensi rerata pertanyaan pada angket pertanyaan
tentang kepercayaan, dari empat nomor pertanyaan juga kecenderungannya masih
fluktuatif belum kearah solid atau nilai nilai frekuensi yang maksimal. Dengan
kemikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun belum
sepenuhnya sebagai suatu kepercayaan yang melekat pada keyakinannya masing-
masing. Terbentuknya keyakinan/kepercayaan yang positif yang diperlukan bagi
perilaku cuci tangan (Burusnukul., P., dan Broz., CC., 2013) dan upaya
peningkatan keyakinan/kepercayaan merupakan upaya peningkatan perilaku Cuci
Tangan Pakai Sabun di Bangladesh (Halder. A, et al, 2010). Tingkat kepercayaan/
keyakinan yang tinggi juga terjadi kalangan perawat (Aiello., AE., et al., 2010).

2.4 Faktor-faktor Pemudah (Enabling)


2.4.1 Tempat Cuci Tangan
Pada gambaran Distribusi Frekuensi nomor pertayaan Angket tentang
variabel Tempat Cuci Tangan, dapat disimpulkan bahwa tempat cuci tangan
selain di kantin yang cenderung solid yaitu di kelas dan di rumah, sedangkan di
kantin masih relatif sulit mendapatkan tempat cuci tangan. Tempat mencuci
tangan (handwashing stations) yang pada daerah yang sulit mendapat air dapat
dengan menggunakan dengan hand sanitizer tanpa air (waterless) dan dapat
mengurangi kontaminasi dengan kotoran, seperti tisu basah, dsb. (Luby., SP., et
al, 2010), walaupun sulit diterapkan dengan menggunakan sabun.
2.4.2 Kemudahan Mendapatkan Tempat Cuci Tangan
Tentang variabel Kemudahan mendapatan tempat cuci tangan (aksesibiliti)
pada distribusi frekuensi nomor pertanyaan Angket, disimpukan bahwa sekalipun
tersedia tempat cuci tangan di sekolah namun lebih sulit mendapatkannya
daripada di rumah, yang secara kuantitatif Tempat Cuci Tangan 88%, nilai ini
cukup besar, dengan kata lain responden seolah-olah tidak merasa kesulitan untuk
mendapatkan tempat cuci tangan, dan belum tentu pakai sabun. Sulitnya
mendapatkan tempat cuci tangan sangat tergantung pada ada atau tidaknya
tersedia tempat cuci tangan (handwashing stations), (Baker., KK., et al., 2014).
Beberapa gambaran yang cenderang sama di beberapa tempat, seperti di
India bahwa sesederhana tempat cuci tangan atau tempat penampungan air dan
hanya diberi kran saja (water storage container with tap) sudah dapat mengurangi
tingkat absensi sakit murid, dan meminimalkan resiko penyebaran infeksi demam
tifus (Tambekar, DH., Shirsat, SD., 2012). Berkaitan tempat cuci tangan ini di
Bogota, Columbia, baru-baru ini renovasi program di sekolah untuk memperoleh
perubahan perilaku cuci tangan, mendapatkan dukungan dari faktor lingkungan
yaitu para murid, guru, orang tua, pihak sekolah, petugas kesehatan, organisasi
swasta maupun pemerintah (Lopez-Quintero, C., dkk., 2010). Dari reviu beberapa
penelitian tentang cuci tangan menggambarkan bahwa kekurangan fasilitas air
bersih dan sanitasi untuk harus menjadi perhatian oleh manajemen sekolah,
birokrat, lintas sekotal dan organisasi sosial kemasyarakatan serta menjadi focus
penelitian mendatang (Jasper, C., dkk., 2012).

2.5 Faktor-faktor Pendorong (Reninforcing)

2.5.1 Peran Guru


Peran Guru terhadap kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun pada, maka bila
di sandingkan dengan data distribusi rerata pertanyaan, dapat disimpulkan
kecenderunganya sudah relatif solid, sehingga saat disimpulkan Variabel Peran
Guru dapat dikakatan lebih positif. Di Negara Bagian Utah, Amerika Serikat,
peran guru sangat penting melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun karena menjadi
contoh dan sekaligus menjadi proses edukasi tentang higiene perseorangan
khususnya tentang kebersihan tangan (Snow., M., et al., 2012), juga dapat
mendorong teknik cuci tangan yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit
dalam kelas (Redmond, T., 2012).
2.5.2 Peran Orang Tua
Mengenai variabel Peran Orang Tua pada distribusi frekuensi nomor
pertanyaan seperti Gambar 11, bila disandingkan dengan distribusi rerata
pertanyaan, kecenderngan masih belum solid, sehingga disimpulkan bahwa Peran
Orang Tua belum positif. Padahal peran orang tua sebagai sumber informasi cuci
tangan pada anak sekolah cukup tinggi yang terjadi di Kecamatan Selat, Kapuas,
(Setyautami, T., et al., 2012).
2.5.3 Peran Petugas Kesehatan
Variabel Peran Petugas Kesehatan pada distribusi frekuensi nomor
pertanyaan Angket, maka kecederungannya masih belum solid sehingga dapat
disimpulkan bahwa Peran Petugas Kesehatan belum positif. Demikian pula yang
di laporkan oleh Barrett, R., dan Randle, J., (2008). Peran petugas kesehatan
memang tidak terlalu menonjol karena bersifat pengawasan dan pembinaan
(supervised) terhadap guru yang menjadi ujung tombak perubahan perilaku cuci
tangan yang positif (Setyautami, T., et al., 2012).
2.5.1 Peran Teman di Sekolah
Pada variabel Peran Teman Sekolah pada distribusi frekuensi nomor
pertanyaan Angket, maka kecederungannya solid sehingga dapat disimpulkan
bahwa Peran Tema Sekolah sangat positif. Reandahnya peran petugas kesehatan
dalam Cuci Tangan Pakai Sabun bukan saja dalam komunitas sekolah tetapi
contohnya terjadi pada penjamah makanan di Pantai Kedongan, Bali yaitu 34%
(Sundari, DWH, dkk., 2014).
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor yang mempengaruh cuci Macam – macam


Penyuluhan
tangan pakai sabun 1. Ceramah
2. Diskusi Kelompok
Pengetahuan
Pengetahuan 3. Diskusi Panel
4. Curah Pendapat Praktik Mencuci Tangan
Sikap Pakai Sabun
Persepsi 6. Bermain Peran
Citra Diri 5.
7. Demonstrasi
Simulasi
8. Meninjau Lapangan
Nilai-Nilai
9. Studi Kasus
10.Simposium
Mencuci Tangan Pakai
Sabun dengan Baik
Mencuci Tangan Pakai
Sabun cukup baik
Kegiatan Mencuci Tangan Pakai Sabun :
1. Waktu & frekuensi Mencuci Tangan Pakai Sabun Mencuci Tangan Pakai
2. Pemilihan Sabun yAng di Pakai Sabun kurang baik
3. Teknik Mencuci Tangan

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak

Diteliti
Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Praktik
Mencuci Tangan Pakai Sabun pada Siswa Kelas 5 di SDN Kebalenan
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan


masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk pertanyaaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
merupakan jawaban atas masalah yang dirumuskan (Nursalam, 2013).
Hipotesis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Ada Pengaruh
Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Praktik Mencuci Tangan Pakai Sabun
Pada Siswa Kelas 5 di SDN Kebalenan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
BAB 4
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan dalam penelitian yang


mencerminkan langkah-langkah teknis dan operasional penelitian yang akan
dilaksanakan (Notoatmodjo, 2012).

4.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,


memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi akurasi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian digunakan dalam
dua hal; yang pertama, rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian
dalam mengidentifikasikan permasalahan sebelum perencanaan akhir
pengumpulan data; dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk
mengidentifikasi struktur penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2013).
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh
penyuluhan kesehatan metode demonstrasi terhadap praktik mencuci tangan pakai
sabun Siswa Kelas 5 di SDN Kebalenan Banyuwangi tahun 2020, maka penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian pra-eksperimental “one grub pre post test
design” yaitu penilitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi
sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi
(Nursalam, 2013).
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh penyuluhan
kesehatan metode demonstrasi terhadap praktik menggosok gigi Siswa Kelas 5 di
SDN Kebalenan Banyuwangi tahun 2020, maka penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian pra-eksperimental “one grub pre post test design” yaitu
penilitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam,
2013).
Tabel 4.1: Rancangan penelitian pra-eksperimental “one groub pre post test
desain”.

Subjek Pra Perlakuan Pasca-test


K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan:

K : Subjek

O : Observasi sebelum perlakuan

I : Perlakuan (Penyuluhan metode demontrasi )

OI : Observasi setelah perlakuan

4.2 Kerangka Kerja


Kerangka kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Populasi: Siswa-siswi kelas 5 SDN Kebalenan Banyuwangi 2020 sebanyak 90


anak

purposive sampling

Sampel: Sebagian siswa-siswi kelas 5 SDN Kebalenan Banyuwangi sebanyak 47 anak


sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Desain: one group pre and post test


Informent Consent

Pengumpulan Data menggunakan lembar observasi


sebelum dilakukan intevensi (pre-test)

Intervensi Penyuluhan

Pengumpulan Data menggunakan lembar observasi


sesudah dilakukan intevensi (post-test)

Laporan penelitian

Pengolahan data dan analisa data : coding, scoring,


tabulating dengan menggunakan uji wilcoxon

Hasil penelitian

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Pengaruh Penyuluhan Metode Demonstrasi terhadap


Praktik Cuci Tangan Pakai Sabun Pada siswa kelas 5 SDN Kebalenan
Banyuwangi 2019.

4.3. Populasi, Sampel, dan Sampling


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misal manusia; klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Pada penelitian ini
populasinya adalah siswa kelas 5 di SDN Kebalenan Banyuwangi yang berjumlah
90 siswa.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,
2013). Sampel pada penelitian ini adalah sebagian siswa kelas 5 SDN
Kebalenan Banyuwangi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
ekslusi sebanyak 47 siswa. besar sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
N
N=
1+ N ¿ ¿

Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
d : tingkat signifikansi ( tingkat kesalahan yang dipilih, d = 0,1)

90
n=
1+ 90 ¿ ¿
90 90 90 90
n= = = = = 47
1+ 90 ¿ ¿ 1+ 90(0.01) 1+ 0.9 1.9

4.3.2.1 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2013). Dalam
penelitian ini kriteria inklusinya sadalah sebagai berikut:
1) Siswa kelas 5 yang sedang masuk sekolah.
4.3.2.2 Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah siswa yang tidak mengikuti demonstrasi atau tidak
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013).
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Siswa kelas 5 yang mengalami masalah pendengaran ( tuli ).
2) Siswa kelas 5 yang mempunyai keterbatasan di organ tangannya (tidak
punya terluka).
4.3.3 Teknik Sampling
Sampling atau teknik pengambilan sampel merupakan sebuah proses
penyelesaian jumlah dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik
pengambilan sampel adalah berbagai cara yang ditempuh untuk pengambilan
sampel agar mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan seluruh subjek
penelitian tersebut (Nursalam, 2013).
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode Non Random (Non
Probability). Metode ini adalah pengambilan sampel yang tidak berdasarkan
kepada segi – segi kepraktisan belaka. Metode ini mencakup beberapa tehnik,
antara lain yang akan digunakan peneliti yaitu tehnik purposive sampling
(Notoatmodjo, 2010).
Purposive Sampling adalah salah satu teknik sampling non random
sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian atau sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan
penelitian. Pelaksanaan pengambilan sampel secara purposive ini antara lain :
Mula – mula peneliti mengidentifikasi semua karakteristik populasi,
misalnya dengan mengadakan studi pendahuluan atau dengan mempelajari
berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti menetapkan
berdasarkan pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi menjadi sampel
penelitian sehingga teknik pengambilan sampel secara purposive ini didasarkan
pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2010).

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


4.4.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013).
1) Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
yang lain (Nursalam, 2013). Variabel independent dalam penelitian ini adalah
penyuluhan metode demonstrasi .
2) Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah praktik cuci
tangan pakai sabun.
4.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah dibuat untuk memudahkan pengumpulan data
dan menghindarkan perbedaan interprestasi serta membatasi ruang lingkup
variabel. Variabel yang dimasukkan dalam definisi operasional dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan definisi operasional, maka dapat ditentukan cara
yang dipakai untuk mengukur variabel, tidak terdapat arti dan istilah-istilah ganda
yang apabila tidak dibatasi akan menimbulkan tafsiran yang berbeda (Nursalam,
2013).
Tabel 4.2 : Definisi Operasional Penelitian Pengaruh Penyuluhan Metode Demonstrasi terhadap praktik cuci tangan pakai sabun
pada Siswa Kelas 5 di SDN Kebalenan Banyuwangi Tahun 2020.
Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Skor

Variable Independen Suatu cara/ proses belajar 1. Pengertian cuci tangan SAP - -
dengan memperagakan pakai sabun
Penyuluhan Metode
suatu gerakan. 2. Tujuan cuci tangan
Demonstrasi
pakai sabun
3. Manfaat cuci tangan
pakai sabun
4. waktu Pemilihan
sabun cuci tangan
5. SOP meliputi
a) Persiapan alat
b) Langkah – Langkah
c) Cara
cuci tangan pakai
sabun
Variable Dependent Pelaksanaan secara nyata 1. SOP meliputi Lembar Ordinal 1. Baik Jika
Observasi
Praktik cuci tangan membersihkan tangan a) Persiapan alat 70-100 %

pakai sabun dari sisa kotoran dengan b) Langkah – (chek list)


menggunakan air dan Langkah
2. Cukup jika
sabun cuci tangan. c) Cara
50-69 %
cuci tangan
pakai sabun
3. Kurang jika
<50%
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan dalam
pengumpulan agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi jenis
instrumen penelitian yang dipergunakan dapat diklasifikasikan menjadi 5 bagian
yang diantaranya yaitu pengukuran biologis, observasi, wawancara, kuisioner dan
skala (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk
mengukur penyuluhan metode demonstrasi adalah SAP (Satuan Acara
Penyuluhan).
4.6 Waktu dan Tempat
1. Waktu : waktu pembuatan skripsi ini dimulai 3 november 2020.
2. Tempat : penelitian dilakukan di SD Kebalenan Banyuwangi.
4.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data
4.7.1 Pengumpulan Data
1) Birokrasi perijinan
Peneliti menyerahkan surat pengambilan data awal di Dinas
Kesehatan lalu menyerahkan surat studi ijin penelitian kepada Kepala
Sekolah di SDN Kebalenan Banyuwangi untuk mendapatkan izin
penelitian.
2) Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan peneliti untuk
mengumpulkan data, sebelum melakukan pengumpulan data, perlu
dilihat alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa
kuisioner/angket, observasi, wawancara, atau gabungan ketiganya (Aziz
Alimul, 2011).
Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan lembar
observasi untuk mengetahui Pengaruh Metode Demonstrasi Terhadap
Praktik cuci tangan pakai sabun pada Siswa Kelas 5 SDN Kebalenan
Banyuwangi Tahun 2020.
4.7.2 Analisa Data

1). Coding

Coding data yaitu kegiatan merubah data ke dalam bentuk yang


lebih ringkas dengan menggunakan kode – kode tertentu :
Untuk variabel Mencuci Tangan Pakai Sabun :
Ya =1
Tidak =0

2). Scoring
Meliputi penentuan skor atau nilai untuk tiap item pertanyaan pada
variabel Menggosok gigi. Dalam hal ini penentuan skor atau nilai dari
observasi.
Scoring = nilai yang didapat : nilai tertinggi x 100%
a) Baik jika 70-100%
b) Cukup jika 51-69%
c) Kurang jika <50%
3). Tabulating
Pengelompokkan data sedemikian rupa dengan membuat gambar
dan table sesuai dengan analisis yang dibutuhkannya (Sugiyono,
2010).
4.7.3 Analisis Statistik
1) Analisa statistik diskriptif
Analisa diskriptif adalah ststistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi, tapi hanya menjelaskan kelompok itu saja
(Sugiyono, 2010).
Adapun analisis statistika deskriftif ini memiliki tujuan untuk
memberikan gambaran (deskriptif) mengenai suatu data agar data
yang tersaji menjadi mudah dipahami dan informatif bagi orang
yang membacanya.Statistika deskriptif menjelaskan berbagai
karakteristik data seperti rata – rata (mean), jumlah (sum),
simpangan baku (standart deviation), varians (variance), rentang
(range), nilai minimum dan maximum dan sebagainya.
2) Analisa statistika Inferensial
Analisa inferensial adalah teknik analisis sata yang
digunakan untuk menentukan sejauh mana kesamaan antara hasil
yang diperoleh dari suatu sampel dengan hasil yang akan di dapat
pada populasi secara keseluruhan. Jadi statistika Inferensial
membantu peneliti untuk mencari tahu apakah hasil yang diperoleh
dari suatu sampel dapat digeneralisasi pada populasi, sejalan
dengan pengertian statistika Inferensial menurut Creswell,
Muhammad Nisfiannor berpendapat bahwa statistika Inferensial
adalah metode yang berhubungan dengan analisis data pada sampel
untuk digunakan untuk penggeneralisasian pada populasi.

Untuk mengelola data ini bisa menggunakan cara manual


dengan rumus Wilcoxon match pair testatau dengan program SPSS
23.
Tabel 4.3 Uji Wilcoxon

B
N Xa1 Xb1 Peringkat Tanda ( + ) Tanda ( - )
( Xa1 – Xb1)

Jumlah T T

Keterangan :
N : Jumlah Sampel
Xa1 : Nilai Sebelum Perlakuan
Xb1 : Nilai Sesudah ada Perlakuan
B : Beda pengamatan sebelum dan sesudah pengamatan
T : Jumlah peringkat terkecil

Setelah dilakukan perhitungan, maka jumlah pada nilai tanda (-)


dibandingkan dengan kritis Wilcoxon pada tabel VIII dimana N dengan taraf
kesehatan (α) = 0,1 jika nilai tanda (-) > harga kritis Wilcoxon maka Ho ditolak
dan Ha diterima.Tetapi jika nilai tanda (-) < harga kritis Wilcoxon maka Ho
diterima dan Ha ditolak.
Pada Program SPSS 23, Pada output pertama ini memberikan informasi
mengenai banyaknya nilai data yang di proses, Negative ranks menyatakan
jumlah data nilai variabel sesudah lebih kecil daripada nilai variabel sebelum.
Pasitive ranks menyatakan jumlah data nilai variabel sesudah lebih besar daripada
nilai variabel sebelum, Ties menyatakan jumlah data nilai variabel mempunyai
nilai variabel sama dengan variabel sebelum.
H0 = tidak ada perbedaan
H1 = ada perbedaan
Berdasarkan nilai probabilitas sebagai berikut :
Apabila α > 0.1 maka H1 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan.
Apabila α < 0.1 maka H0 di tolak artinya ada pengaruh yang signifikan.
4.8 Masalah Etika (Ethical Clearance)
Setiap penelitian yang menggunakan subjek manusia tidak boleh
bertentangan dengan etik. Pada penelitian ini menggunakan subjek siswa – siswi
di SDN Kebalenan. Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi
dari STIKes Banyuwangi, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah
SDN Kebalenan Banyuwangi tahun 2020 barulah melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika yang meliputi :
4.8.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Informed Consent adalah yang harus diberikan pada subyek secara
lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan dan mempunyai hak
untuk bebas berpartisipasi atau menolak jadi responden. (Nursalam, 2013).
Responden diberikan penjelasan mengenai tujaun dari penelitian
menggosok gigi. Setelah responden mengerti dan bersedia menjadi peserta, maka
diberikan lembar persetujuan menjadi responden dan sebagai bukti semua
responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut.
4.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti tidak mencantumkan nama lengkap pada lembarpengumpulan data
dengan tujuan menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data untuk mengetahui keikutsertaan.
4.8.3 Kerahasiaan ( Confidentiality)
Confidentiality adalah etika dalam suatu penelitian dimana dilakukan
dengan memeberikan jaminan kerahsaiaan hasil informasi atau hasil penelitian
dan masalah masalah lainnya, semua informasi dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang disajikan sebagai data pada hasil riset (Alimun H,
2010).

Anda mungkin juga menyukai