Biaya Kesehatan ialah besarnya dana yang harus di sediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Azrul Azwar: 1996) Subsistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Ana Faiza : 2013) Dari beberapa pendapat mengenai Pembiayaan Kesehatan diatas, terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : 1. Penyedia Pelayanan Kesehatan Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan (Health Provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan. 2. Pemakai Jasa Pelayanan Yang dimaksud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan pelayanan (Health Consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan. Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami kerugian (loss). B. Jenis-Jenis Pembiayaan Kesehatan Nasional Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu: 1. Fee for Service ( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). 2. Health Insurance Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau. C. Kendala yang dihadapi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia 1. Kurangnya dana yang tersedia 2. Penyebaran dana yang tidak sesuai 3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat B. Anggaran Kesehatan
Peningkatan bidang kesehatan merupakan investasi
SDM suatu negara. Di negara-negara maju, tingkat
kesehatan penduduknya sangat tinggi sehingga mampu
menunjang pertumbuhan ekonomi mereka yang pesat.
Bagaimana dengan negeri tercinta ini, Indonesia? Mari
kita perbandingan anggaran kesehatan Indonesia dengan
negara lain. Pada tabel Anggaran Kesehatan dari
Negara-negara di Dunia versi WHO pada tahun 2009,
Indonesia berada di peringkat 158 dari 194 negara,
dibawah negara-negara yang tingkat perekonomiannya
lebih rendah, seperti Kamboja dan Filipina. Bahkan, di
tingkat ASEAN, kita berada di posisi 3 terbawah, hanya
menang dari Laos dan Myanmar. Sungguh disayangkan,
mengingat Indonesia adalah negara dengan GDP ( Gross
Domestic Product) nomor 10 terbesar di dunia versi IMF
tahun 2012.
Sebenarnya, pemerintah cukup aware dengan bidang
kesehatan ini melalui disahkannya UU Kesehatan No. 36
tahun 2009. Pada pasal 171 pada UU Kesehatan
tersebut tertulis:
1. Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan
minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja negara di luar gaji
2. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
di luar gaji
Namun, realita yang ada sungguh jauh dari
harapan. Bidang kesehatan tampaknya bukanlah prioritas
pemerintahan sekarang ini. Anggaran kesehatan pada
APBN 2013 hanya 31,2 triliun (2,07%) dari total APBN
1507 triliun. Jumlahnya ini kurang dari setengah dari
nominal yang dicantumkan dalam UU Kesehatan, yakni
5% (75,35 triliun). Pada tahun 2014, terjadi peningkatan
nominal menjadi 46,6 triliun, namun dipotong 5,5 triliun
menjadi 41,1 triliun. Tetap saja, nominal ini pun masih
jauh dari amanat konstitusi. Dampaknya, Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) 2014 bidang kesehatan menyangkut
penurunan angka kelahiran, pemakaian kontrasepsi, dan
penurunan AKI tampaknya hanya berlalu sebagai angan-
angan semata.
Memang, besaran anggaran bukanlah penentu utama
peningkatan mutu layanan kesehatan. Pembuatan
kebijakan kesehatan yang tepat guna dan pemangkasan
pos-pos dana untuk kegiatan yang tidak memiliki output
yang jelas adalah contoh lain usaha membentuk sistem
kesehatan yang efektif. Tantangan memang berat,
diantaranya kesalahan mis-planning dan mis-budgeting dari tahun ke tahun, pembiayaan layanan kesehatan
yang tidak merata, khususnya untuk penduduk di
Indonesia bagian Timur, koordinasi anggaran yang belum
baik antara daerah dan pusat, ketidaksinkronan program
kesehatan, dan optimalisasi anggaran yang belum
maksimal.
Oleh karena itu, evaluasi seluruh mata anggaran di
Kemenkes didukung peningkatan anggaran kesehatan
yang diperuntukkan untuk pelayanan publik (peningkatan
SDM, pembangunan fasilitas, subsidi warga tidak
mampu) adalah gebrakan yang ditunggu dari capres yang
terpilih nantinya. Hal ini dinilai sebagai semangat yang
nyata guna memberikan layanan kesehatan yang layak