Anda di halaman 1dari 23

1

TUGAS MAKALAH
SISTEM GLOBAL KESEHATAN DALAM
ASURANSI KESEHATAN

OLEH :
SAWITRI ELLENA JUNIARTI
SYAVIRA ANDINA ANJAR
ASTAR BATURANGKA
EKO PURWANTO
SUKMA
SRI LIRAM

PROGRAM STUDI KESEHATAN


MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2

2024

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014 mendapat alokasi
anggaran sebesar Rp44.859 miliar. Jumlah ini lebih tinggi Rp8.266,9 miliar atau
22,6 persen bila dibandingkan dengan pagu APBNP tahun 2013 sebesar
Rp36.592,2 miliar. Alokasi tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan
berbagai program, antara lain: Program pembinaan upaya kesehatan, Program
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan (PPSDMK),
Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak, Program pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan; dan Program kefarmasian dan alat kesehatan.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bidang kesehatan dalam rangka
pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan sebesar
Rp19.932,5 miliar diperuntukkan bagi kelompok penerima bantuan iuran (PBI)
untuk pembayaran premi sebesar Rp19.225 per orang per bulan untuk 86,4 juta
jiwa selama 12 bulan. Alokasi anggaran tersebut merupakan bagian dari anggaran
Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2015, pada prinsipnya sudah melakukan
pendekatan desentralisasi dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
sebuah paradigma yang yang sejalan dengan kewenangan daerah otonom untuk
menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya.

Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang


peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam
rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu
negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable
3

access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh
karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan
fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin
terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi
(efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan


kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan
prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket
funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan
efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai
dan dapat diterima pengguna jasa.

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan


dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pembiayaan Kesehatan


Biaya Kesehatan ialah besarnya dana yang harus di sediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Azrul
Azwar: 1996)
Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mengatur tentang besarnya alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Helda :
2011)
Subsistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya
keuangan secara terpadu dan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. (Ana Faiza : 2013)
Dari beberapa pendapat mengenai Pembiayaan Kesehatan diatas, terlihat
bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu :
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan
Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan
(Health Provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Dengan pengertian yang seperti ini
tampak bahwa kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan
utama pemerintah dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan.
5

2. Pemakai Jasa Pelayanan


Yang dimaksud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan pelayanan
(Health Consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan
(health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya
kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa
pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana
yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai
dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah
diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan
tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan
kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk pada
seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional
(operational cost) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih
menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk
dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan. Secara umum disebutkan
apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai jasa pelayanan,
dan arena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan kesehatan
(income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia
pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya
kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila
6

sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut


mengalami kerugian (loss).

2.2 Jenis-Jenis Pembiayaan Kesehatan Nasional


Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2
sistem yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran
berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau
rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang
diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan
yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada
sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World
Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat
Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4%
yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
• Kelemahan/kerugian dari sistem Fee for Service
Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang
bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan
hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa
uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien
yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah
pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat
dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara
tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume
pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih
7

banyak. Sering terjadi moral hazard dimana provider akan sengaja


secara berlebihan member layanan kesehatan dengan tujuan
meningkatkan pendapatan dari layanan tersebut
• Keuntungan dari sistem Fee for Service
Penanganan yang diberikan dokter cendrung lebih maksimal dan tidak
terkesan terbatas – batas

2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh
pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.
Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system
Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi
PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu
lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di
muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit
cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara
JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang
telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh
pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat
pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan
dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan
dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat
dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah
8

dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan
ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa
dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
• Kelamahan/kerugian dari system Health Insurance
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas
yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system
ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan.
• Keuntungan dari system Health Insurance
Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa
PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat
kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur
sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan
system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif
kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan
sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service)
yang selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan
sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan,
salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi
kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar
rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya
pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana
9

penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka


yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar
lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah
yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama
dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang
ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun
sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan
pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif,
yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan
kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi
pelayanan kesehatan di Indonesia

2.3 Pembiayaan Kesehatan pada Tingkat Primer


Pembiayaan Kesehatan pada tingkat primer (Puskesmas) Demi
terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang menjadi tanggungjawab Puskesmas,
pembiayaan Puskesmas didukung oleh berbagai sumber yakni:
1. DAU (Dana Alokasi Umum)
Sesuai dengan azas desentralisasi, sumber pembiyaan pemerintah
datang dari APBD kabupaten/kota. Selain itu Puskesmas juga menerima
pendanaan dari alokasi APBD provinsi dan APBN (semisal, Biaya
Operasional Kesehatan/BOK). Dana yang disediakan oleh pemerintah
dibedakan atas dua macam, yakni:
a. Dana anggaran pembangunan yang mencakup dana pembangunan
gedung, pengadaan peralatan serta pengadaan obat, dan;
b. Dana anggaran rutin yang mencakup gaji karyawan, pemeliharaan
gedung dan peralatan, pembelian barang habis pakai serta biaya
operasional.
10

Anggaran tersebut disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota


untuk diajukan dalam Daftar Usulan (DUK) Kegiatan ke pemerintah
kabupaten/kota untuk seterusnya dibahas bersama DPRD
kabupaten/kota. Puskesmas diberikan kesempatan mengajukan
kebutuhan untuk kedua anggaran tersebut melalui dinas kesehatan
kabupaten/Kota. Anggaran yang telah disetujui tercantum dalam
dokumen keuangan diturunkan secara bertahap ke Puskesmas melalui
dinas kesehatan kabupaten/kota. Untuk beberapa mata anggaran tertentu,
misalkan pengadaan obat dan pembangunan gedung serta pengadaan
alat, anggaran tersebut dikelola langsung oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota atau oleh Puskesmas jika anggaran tersebut merupakan
program dan kegiatan di masyarakat. Penanggungjawab penggunaan
anggaran yang diterima Puskesmas adalah kepala Puskesmas sedangkan
administrasi keuangan dilakukan oleh pemegang keuangan Puskesmas
yakni staf yang ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota atas
usulan kepala Puskesmas. Penggunaan dana sesuai dengan usulan
kegiatan yang telah disetujui dengan memperhatikan berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang belaku. Pendapatan Puskesmas

2. PAD (Pendapatan Asli Daerah)


Sesuai dengan kebijakan pemeritah, masyarakat dikenakan
kewajiban membiayai upaya kesehatan perorangan yang
dimanfaatkannya, dan besar biaya (retribusi) ditentukan oleh masing-
masing pemerintah daerah. Seluruh pendapatan Puskesmas disetor
secara berkala ke kas negara melalui dinas kesehatan kabupaten/kota.
Total dana retribusi dari Puskesmas ini kemudian menjadi bagian dari
sejumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain dari retribusi yang
dipungut dari kantong pasien sebagai pemanfaat layanan, Puskesmas
juga menerima dana dari berbagai sumber antara lain, seperti: PT Askes,
11

Jampersal, Jamkesmas, Jamsostek, dll. Dengan diberlakukannya Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, diharapkan akan
terjadi perubahan pada sistem pembiayaan Puskesmas. Melalui SJSN
pemerintah hanya akan bertanggungjawab untuk pemenuhan
pembiayaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) sementara upaya
kesehatan perorangan (UKP) dibiayai oleh SJSN sebagai trust fund.
Dalam konteks tersebut maka pembiayaan Puskesmas untuk UKP akan
didukung oleh dana kapitasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS-K). Artinya, Puskesmas harus siap dan mampu
mengelola dana kapitasi tersebut demi pemenuhan SJSN sekaligus
sebagai masukan manfaat bagi Puskesmas.

2.4 Pembiayaan Kesehatan pada Tingkat Sekunder


Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Rumah Sakit milik
pemerintah dihadapkan pada masalah pembiayaan dalam arti alokasi anggaran
yang tidak memadai sedang penerimaan masih rendah dan tidak boleh
digunakan secara langsung. Kondisi ini akan memberikan dampak yang serius
bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi yang
beroperasi setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Berbagai
permasalahan-permasalahan tersebut di atas merupakan tantangan bagi
pengelola rumah sakit pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan dalam
menggali sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
biaya operasional dan pengembangan rumah sakit.
12

Untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan pelayanan di rumah sakit, kita


harus mengetahui terlebih dahulu sistem pembayarannya sebagai berikut:
1. Sistem Pembayaran Restropektif
Pembayaran restropektif berarti bahwa besaran biaya dan jumlah biaya
yang yang harus dibayar oleh pasien atau pihak pembayar ditetapkan
setelah pelayanan diberikan. Cara pembiayaan ini merupakan yang
paling sering kita jumpai di kebanyakan rumah sakit. Pasien akan
membayar biaya pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan yang
diberikan rumah sakit. Jika seorang pasien di rawat selama 3 hari di
rumah sakit, maka rincian biaya yang harus dibayar pasien adalah
misalnya: biaya kamar selama 3 hari, berapa kali visit atau kunjungan
dokter, biaya apotik dan resep yang diberikan, biaya asuhan
keperawatan selama 3 hari, biaya administrasi, biaya layanan penunjang
yang diberikan, dan lain sebagainya. Jadi bisa disimpulkan besarnya
biaya yang dibayar pasien tergantung pada banyaknya tindakan atau
pelayanan yang diberikan rumah sakit. Kelemahan dari fee for services
ini adalah rawan terjadi kecurangan dari pihak rumah sakit, misalnya
dengan memberikan pelayanan yang tidak perlu kepada pasien, agar
biaya yang harus dibayar lebih tinggi dan rumah sakit memperoleh
untung lebih banyak. Selain itu, biaya administrasi untuk pelaksanaanya
sangat tinggi. Terlebih jika pembayaran pasien ditanggung oleh
asuransi, seluruh bukti tindakan dan pelayanan medis yang dilakukan
terhadap pasein beserta biayanya harus di arsipkan untuk membuat
klaim pada pihak asuransi.
2. Sistem Pembayaran Prospektif
Pembayaran Prospektif secara umum adalah pembayaran pelayanan
kesehatan yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari
awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Berikut adalah macam-
13

macam jenis pembayaran pelayanan kesehatan dengan sistem


Prospektif, yaitu:
a. Diagnostic Related Group (DRG)
Pengertian DRG dapat disederhanakan dengan cara pembayaran dengan
biaya satuan per diagnosis, bukan biaya satuan per pelayanan medis
maupun non medis yang diberikan kepada seorang pasien dalam rangka
penyembuhan suatu penyakit. Dalam pembayaran DRG, rumah sakit
maupun pihak pembayar tidak lagi merinci pelayanan apa saja yang
telah diberikan kepada seorang pasien. Rumah Sakit hanya
menyampaikan diagnois pasien waktu pulang dan memasukan kode
DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya tagihan untuk diagnosis
tersebut telah disepakati oleh seluruh rumah sakit di suatu wilayah dan
pihak pembayar, misalnya badan asuransi/jaminan sosial atau tarif DRG
tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebelum tagihan rumah sakit
dikeluarkan.
b. Case mix INA CBG”s
Sistem Casemix Ina-CBG's adalah suatu pengklasifikasian dari episode
perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang
relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan
pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis.(George Palmer, Beth
Reid). Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan
pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif
sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan
dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan
yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus
campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan
kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran
berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok
14

diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis


kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien
yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang
sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang
relatif sama.
Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit
maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian
pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan
diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya
untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara
provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.
Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh
pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis
diagnosis maupun kasus penyakitnya.
c. Pembayaran Kapitasi (Capiated Payment System)
Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengedalian biaya dengan
menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko,
seluruhnya atau sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar
jumlah jiwa yang ditanggung.
d. Pembayaran Per Kasus
Sistem pembayaran per kasus (case rates) banyak digunakan untuk
membayar rumah sakit dalam kasus-kasus tertentu. Pembayaran per
kasus ini mirip dengan DRG, yaitu dengan mengelompokan berbagai
jenis pelayanan menjadi satu-kesatuan. Pengelompokan ini harus
ditetapkan dulu di muka dan disetujui kedua belah pihak, yaitu pihak
rumah sakit dan pihak pembayar.
15

e. Pembayaran Per Diem


Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan
disepakati di muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan,
tanpa mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit.
Satuan biaya per hari sudah mencakup kasus apapun dan biaya
keseluruhan, misalnya biaya ruangan, jasa konsultasi/visite dokter,
obat-obatan, tindakan medis dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Sebuah rumah sakit yang efisien dapat mengendalikan biaya perawatan
dengan memberikan obat yang paling cost-effective, pemeriksaan
laboratorium hanya untuk jenis pemeriksaan yang benar-benar
diperlukan, memiliki dokter yang dibayar gaji bulanan dan bonus, serta
berbagai penghematan lainya, akan mendapatkan keuntungan.
f. Pembayaran Global Budget
Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu
badan asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana
untuk mmembiayai seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun. Alokasi
dan ke rumah sakit tersebut diperhitungkan dengan mempertimbangkan
jumlah pelayanan tahun sebelumnya, kegiatan lain yang diperkirakan
akan dilaksanakan dan kinerja rumah sakit tersebut. Manajemen rumah
sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana anggaran global tersebut
untuk gaji dokter, belanja operasional, pemeliharaan rumah sakit dan
lain-lain.

2.5 Pembiayaan Kesehatan pada Tingkat Tersier


Sistem pembayaran JKN oleh BPJS kesehatan kepada FKTP dan FKRTL
diatur dalam Perpres No. 12 tahun 2013 pasal 39. Dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan sistem pra-upaya berdasarkan
16

kapitasi atas dasar jumlah jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Dan sistem
pembayaran oleh BPJS kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan (FKRTL) berdasarkan cara Indonesian’s Case Base Group (INA-
CBG’s) di mana besaran kapitasi dan INA-CBG’s akan ditinjau oleh menteri
sekurang-kurangnya tiap 2 tahun sekali. Tarif INA-CBG’s adalah besaran
pembayaran klaim pada FKRTL atas dasar paket layanan yang didasarkan pada
pengelompokan diagnosis penyakit. Paket layanan yang dimaksud di sini
meliputi seluruh pelayanan termasuk konsultasi dokter, akomodasi, tindakan,
pemeriksaan penunjang, alat kesehatan, obat, darah dan pelayanan lain yang
termasuk adalam paket INA-CBG’s yang diatur dalam PMK No. 28 tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN. Selanjutnya, dalam PMK tersebut
disebutkan pula bahwa FKTP dan FKRTL mempunyai larangan untuk menarik
iur biaya kepada peserta. Larangan menarik iur biaya ini adalah dalam hal
adanya kebutuhan obat lain di luar formularium nasional yang tidak boleh
dibebankan kepada peserta.

2.6 Kendala yang dihadapi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia


1. Kurangnya dana yang tersedia
Dibanyak Negara, terutama di Negara yang sedang berkembang, dana
yang disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaklah
memadai. Rendahnya alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih
berkurangnya kesadaran mengambil keputusan akan pentingnya arti
kesehatan. Kebanyakan dari pengambilan keputusan menganggap pelayanan
kesehatan tidak bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif dan karena
itu kurang diprioritaskan. Ambil contoh untuk Indonesia misalnya, jumlah
dana yang disediakan hanya berkisar antara 2-3% dari total anggaran belanja
Negara dalam setahun.
17

2. Penyebaran dana yang tidak sesuai


Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana tidak sesuai, karena
kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari
penyebaran penduduk, terutama di Negara yang berkembang, kebanyakan
tempat tinggal di daerah pedesaan.
3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan satu masalah yang
dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di
banyak Negara ternyata biaya pelayanan kedokteran jauh lebih tinggi
daripada biaya pelayanan kesehatan masyarakat.Padahal semua pihak telah
mengetahui bahwa pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif daripada
pelayanan kesehatan masyarakat.
4. Pengelolaan dana yang kurang sempurna
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan
pemanfaatannya belum begitu sempurna, namun jika apa yang dimiliki
tersebut dapat dikelola dengan baik dalam batas-batas tertentu, tujuan dari
pelayanan kesehatan masih dapat dicapai. Sayangnya kehendak yang seperti
ini sulit diwujudkan, penyebab utamanya ialah karena pengelolaannya
belum sempurna, yang kait berkait tidak hanya dengan pengetahuan dan
keterampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya dengan sikap
mental para pengelola.
5. Biaya kesehatan yang makin meningkat
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah makin
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Banyak penyebab yang
berperan disini, beberapa yang terpenting adalah (Cambridge Research
Institute, 1976; Sorkin, 1975 dan Feldstein, 1988):
a. Tingkat Inflasi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat
inflasi yang terjadi di masyarakat. Demikianlah apabila terjadi kenaikan
18

harga di masyrakat, maka secara otomatis biaya infestasi dan juga biaya
operasional pelayanan kesahatan akan meningkat pula. Ambil contoh di
Amerika Serikat misalnya, sebagai akibat inflasi yang terjadi sepanjang
periode januari 1973- juli 1974, maka setiap rumah sakit di Negara
tersebut harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 15% lebih tinggi
untuk pembelian bahan makanan dan 17% lebih tinggi untuk pembelian
bahan bakar. Bertamahnya pengeluaran yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruhnya terhadap peningkatan biaya kesehatan secara keseluruhan.
b. Tingkat Permintaan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat
permintaan yang ditemukan di masyarakat.Untuk bidang kesehatan
peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi setidak-tidaknya oleh dua
factor. Pertama, karena meningkatnya kuantitas penduduk yang
memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena jumlah orangnya lebih
banyak menyababakan biaya yang harus disediakan dan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan akan lebih baik pula. Kedua,
karena meningkatnya kualitas penduduk, yang karena pendidikan dan
penghasilannya lebih baik, membutuhkan pelayanan kesehatan yang
lebih baik pula. Kedua keadaan yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruh pada peningkatan biaya kesehatan.
c. Kemajuan Ilmu dan Teknologi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh
pemanfaatan berbagai ilmu dan teknologi, yang untuk pelayanan
kesehatan yang ditandai dengan makin banyak dipergunakan berbagai
peralatan modern dan canggih.Kesemua kemajuan ini tentu alkan
berpengaruh terhadap pengeluaran yang dilakukan, baik terhadap biaya
infestasi, ataupu biaya operasional. Tidak mengherankan jika kemudian
biaya kesehatan meningkat dengan tajam oleh Waldman diperkirakan
bahwa kontribusi pemakaian berbagai peralatan canggih terhadap
19

kenaikan biaya kesehatan tidak kurang dari 31% dari total kenaikan
harga. Suatu jumlah yang memang tidak kecil. Lebih dari pada itu, dengan
kemajuan ilmu dan teknologi ini juga berpengaruh terhadap
penyembuhan penyakit.Jika dahulu banyak dari penderita yang
meninggal dunia, tetapi denga telah dipergunakannnya berbagai peralatan
canggih, penderita dapat diselamatkan. Sayangnya penyelamat nyawa
manusia tersebut sering diikuti dengan keadaan cacat, yang untuk
pemulihannya (rehabilitation) sering dibutuhkan biaya yang tidak sedikit,
yang kesemuanya juga mendorong makin meningkatnya biaya kesehatan.
d. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh terjadinya
pola penyakit dimasyarakat. Jika dahulu banyak ditemukan berbagai
penyakit yang bersifat akut, maka pada saat ini telah banyak ditemukan
berbagai penyakit yang bersifat khonis. Dibandingkan dengan penyakit
akut, perawatan berbagai penyakit kronis ini ternyata lebih lama.
Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan
penyakit akan lebih banyak pula. Apabila penyakit yang seperti ini
banyak ditemukan, tidak mengherankan jika kemudian biaya kesehatan
akan meningkat dengan pesat.
e. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh perubahan
pola pelayanan kesehataan. Pada saat ini sebagai akibat dari
perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi menyebabakan pelayanan
kesehatan tekotak-kotak (fragmented health services) dan satu sama lain
tidak berhubungan. Akibatnya tidak mengherankan jika kemudian sering
dilakukan pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang yang pada
akhirnya akan membebani pasien. Lebih dari pada itu sebagai akibat
banyak dipergunakan para spesialis dan subspesialis menyebabakan hari
perawatan juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan Feldstein
20

menyebutkan jika Rumah Sakit lebih banyak mempergunakan dokter


umum, maka Rumah Sakit tersebut akan berhasil menghemat tidak
kurang dari US$ 39.000 per tahun per dokter umum, dibandingkan jika
Rumah Sakit tersebut mempergunakan dokter spesialis atau subspesialis.
f. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh pola
hubungan antara dokter-pasien (doctor-patient relationship).Pada saat ini
sebagai akibat perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta
penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, menyebabakan
hubungan dokter-pasien tidak begitu erat lagi.Tidak mengherankan jika
kebetulan sampai terjadi perselisihan paham, dapat mendorong
munculnya sengketa dan bahkan tuntutan hukumke pengadilan.Untuk
menghindari hal yang seperti ini, para dokter melakukan dua hal.
Pertama, mengasuransikan praktek kedokterannya, yang ternyata sebagai
akibat makin seringnya tuntutan hukum atas dokter menyebabkan premi
yang harus dibayar oleh dokter dari tahun ke tahun tampaknya semakin
meningkat. Menurut penelitian AMA Law jumlah uang yang beredar
untuk asuransi profesi pada tahun 1958 tidak kurang dari US$ 45 sampai
US$ 50 juta setahun. Pada tahap-tahap selanjutnya, sejalan dengan makin
sering diajukannya tuntutan hukum atas dokter, maka jumlah premi yang
harus dibayar tampak makin meningkat. Altman memperkirakan setiap
Rumah Sakit di Amerika Serikat harus mengeluarkan biaya asuransi
tidak kurang dari US$ 850 per tahun per tempat tidur yang dimilikinya.
Kedua, melakukan pemeriksaan yang berlebihan oleh Rubin ( 2000)
dilaporkan pemeriksaan yang berlebihan ini telah ditemukan di hampir
semua aspek pelayanan kedokteran. Penelitian yang dilakukan
menyimpulkan bahwa 95% dari rekam medis yang diperiksa dari
klinikklinik yang tergabung dalam Kaiser permanente plan di Northen
California mencatat berbagai pemeriksaan kedokteran yang berlebihan
21

tersebut. Adanya kedua keadaan yang seperti ini yakni asuransi profesi
disatu pihak serta pemeriksaan yang berlebihan dipihak lain, jelas akan
berperan besar pada peningkatan biaya kesehatan, yang akhirnya
membebani masyarakat.
g. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya
Untuk mencegah peningkatan biaya kesehatan, sebenarnay telah
tersedia berbagai mekanisme pengendalian biaya (cost containment).
Mekanisme pengendalian biaya yang dimaksud banyak macamnya.
Mulai dari certificate of need, feasibility study, development plan,
professional standard, medical audit, sampai dengan rate regulation
yang semunaya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang
jelas. Sayangnya dalam banyak hal, mekanisme pengendalian harga ini
sering telambat dikembangkan. Akibatnya, tidaklah mengherankan jika
kemudian biaya kesehatan menjadi tidak terkendali, yang akhirnya akan
memebebani masyarakat secara keseluruhan.

h. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan


Asuransi kesehatan ( health insurance ) sebenarnya adalah salah
satu mekanisme pengendalian biaya kesehatan. Tetapi jika diterapkan
secara tidak tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang
konvensional (third party system) dengan system mengganti biaya
(reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan.
22

BAB III
KESIMPULAN

Pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi


kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya
dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Sumber biaya kesehatan dapat berasal dari anggaran pemerintah, anggaran
masyarakat, bantuan dari dalam dan luar negeri, serta gabungan dari anggaran
pemerintah dan masyarakat. Secara umum biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi
dua, yakni biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
Syarat pokok pembiayaan kesehatan adalah jumlah, penyebaran dan pemanfaatan.
Sedangkan fungsi pembiayaan kesehatan adalah penggalian dana, pengalokasian dana
dan pembelanjaan. Masalah pokok pembiayaan kesehatan antara lain seperti kurangnya
dana yang tersedia, penyebaran dana yang tidak sesuai, pemanfaatan dana yang tidak
tepat, pengelolaan dana yang belum sempurna serta biaya kesehatan yang makin
meningkat. Sedangkan upaya penyelesaian yang dapat ditempuh seperti meningkatkan
jumlah dana, memperbaiki penyebaran, pemanfaatan dan pengelolaan dana, serta
mengendalikan biaya kesehatan.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Tandra H.2017. Pembiayaan Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


2. Rachmawaty, Nita. 2018. Gambaran Sistem Asuransi Kesehatan di Indonesia.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Diponegoro Press.
3. Uliyah M dan AAH. 2018. Analisis Sistem Pembiayaan di Rumah Sakit Yarsi.
Jakarta: Salemba Medika.
4. Sherwood, L. 2022. Jenis-jenis Asuransi Kesehatan. Edisi 6. Jakarta : EGC.
5. Kronenberg, H. M., Melmed, S., Polonsky, K. S., and Larsen, P. R. 2018.
Textbook of Budgeting Hospital. Philadelphia: Saunders.

Anda mungkin juga menyukai