TUGAS MAKALAH
SISTEM GLOBAL KESEHATAN DALAM
ASURANSI KESEHATAN
OLEH :
SAWITRI ELLENA JUNIARTI
SYAVIRA ANDINA ANJAR
ASTAR BATURANGKA
EKO PURWANTO
SUKMA
SRI LIRAM
2024
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014 mendapat alokasi
anggaran sebesar Rp44.859 miliar. Jumlah ini lebih tinggi Rp8.266,9 miliar atau
22,6 persen bila dibandingkan dengan pagu APBNP tahun 2013 sebesar
Rp36.592,2 miliar. Alokasi tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan
berbagai program, antara lain: Program pembinaan upaya kesehatan, Program
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan (PPSDMK),
Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak, Program pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan; dan Program kefarmasian dan alat kesehatan.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bidang kesehatan dalam rangka
pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan sebesar
Rp19.932,5 miliar diperuntukkan bagi kelompok penerima bantuan iuran (PBI)
untuk pembayaran premi sebesar Rp19.225 per orang per bulan untuk 86,4 juta
jiwa selama 12 bulan. Alokasi anggaran tersebut merupakan bagian dari anggaran
Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2015, pada prinsipnya sudah melakukan
pendekatan desentralisasi dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
sebuah paradigma yang yang sejalan dengan kewenangan daerah otonom untuk
menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya.
access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh
karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan
fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin
terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi
(efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh
pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.
Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system
Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi
PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu
lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di
muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit
cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara
JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang
telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh
pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat
pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan
dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan
dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat
dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah
8
dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan
ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa
dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.
• Kelamahan/kerugian dari system Health Insurance
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas
yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system
ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan.
• Keuntungan dari system Health Insurance
Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa
PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat
kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur
sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan
system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif
kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan
sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service)
yang selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan
sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan,
salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi
kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar
rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya
pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana
9
kapitasi atas dasar jumlah jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Dan sistem
pembayaran oleh BPJS kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan (FKRTL) berdasarkan cara Indonesian’s Case Base Group (INA-
CBG’s) di mana besaran kapitasi dan INA-CBG’s akan ditinjau oleh menteri
sekurang-kurangnya tiap 2 tahun sekali. Tarif INA-CBG’s adalah besaran
pembayaran klaim pada FKRTL atas dasar paket layanan yang didasarkan pada
pengelompokan diagnosis penyakit. Paket layanan yang dimaksud di sini
meliputi seluruh pelayanan termasuk konsultasi dokter, akomodasi, tindakan,
pemeriksaan penunjang, alat kesehatan, obat, darah dan pelayanan lain yang
termasuk adalam paket INA-CBG’s yang diatur dalam PMK No. 28 tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN. Selanjutnya, dalam PMK tersebut
disebutkan pula bahwa FKTP dan FKRTL mempunyai larangan untuk menarik
iur biaya kepada peserta. Larangan menarik iur biaya ini adalah dalam hal
adanya kebutuhan obat lain di luar formularium nasional yang tidak boleh
dibebankan kepada peserta.
harga di masyrakat, maka secara otomatis biaya infestasi dan juga biaya
operasional pelayanan kesahatan akan meningkat pula. Ambil contoh di
Amerika Serikat misalnya, sebagai akibat inflasi yang terjadi sepanjang
periode januari 1973- juli 1974, maka setiap rumah sakit di Negara
tersebut harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 15% lebih tinggi
untuk pembelian bahan makanan dan 17% lebih tinggi untuk pembelian
bahan bakar. Bertamahnya pengeluaran yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruhnya terhadap peningkatan biaya kesehatan secara keseluruhan.
b. Tingkat Permintaan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat
permintaan yang ditemukan di masyarakat.Untuk bidang kesehatan
peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi setidak-tidaknya oleh dua
factor. Pertama, karena meningkatnya kuantitas penduduk yang
memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena jumlah orangnya lebih
banyak menyababakan biaya yang harus disediakan dan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan akan lebih baik pula. Kedua,
karena meningkatnya kualitas penduduk, yang karena pendidikan dan
penghasilannya lebih baik, membutuhkan pelayanan kesehatan yang
lebih baik pula. Kedua keadaan yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruh pada peningkatan biaya kesehatan.
c. Kemajuan Ilmu dan Teknologi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh
pemanfaatan berbagai ilmu dan teknologi, yang untuk pelayanan
kesehatan yang ditandai dengan makin banyak dipergunakan berbagai
peralatan modern dan canggih.Kesemua kemajuan ini tentu alkan
berpengaruh terhadap pengeluaran yang dilakukan, baik terhadap biaya
infestasi, ataupu biaya operasional. Tidak mengherankan jika kemudian
biaya kesehatan meningkat dengan tajam oleh Waldman diperkirakan
bahwa kontribusi pemakaian berbagai peralatan canggih terhadap
19
kenaikan biaya kesehatan tidak kurang dari 31% dari total kenaikan
harga. Suatu jumlah yang memang tidak kecil. Lebih dari pada itu, dengan
kemajuan ilmu dan teknologi ini juga berpengaruh terhadap
penyembuhan penyakit.Jika dahulu banyak dari penderita yang
meninggal dunia, tetapi denga telah dipergunakannnya berbagai peralatan
canggih, penderita dapat diselamatkan. Sayangnya penyelamat nyawa
manusia tersebut sering diikuti dengan keadaan cacat, yang untuk
pemulihannya (rehabilitation) sering dibutuhkan biaya yang tidak sedikit,
yang kesemuanya juga mendorong makin meningkatnya biaya kesehatan.
d. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh terjadinya
pola penyakit dimasyarakat. Jika dahulu banyak ditemukan berbagai
penyakit yang bersifat akut, maka pada saat ini telah banyak ditemukan
berbagai penyakit yang bersifat khonis. Dibandingkan dengan penyakit
akut, perawatan berbagai penyakit kronis ini ternyata lebih lama.
Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan
penyakit akan lebih banyak pula. Apabila penyakit yang seperti ini
banyak ditemukan, tidak mengherankan jika kemudian biaya kesehatan
akan meningkat dengan pesat.
e. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh perubahan
pola pelayanan kesehataan. Pada saat ini sebagai akibat dari
perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi menyebabakan pelayanan
kesehatan tekotak-kotak (fragmented health services) dan satu sama lain
tidak berhubungan. Akibatnya tidak mengherankan jika kemudian sering
dilakukan pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang yang pada
akhirnya akan membebani pasien. Lebih dari pada itu sebagai akibat
banyak dipergunakan para spesialis dan subspesialis menyebabakan hari
perawatan juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan Feldstein
20
tersebut. Adanya kedua keadaan yang seperti ini yakni asuransi profesi
disatu pihak serta pemeriksaan yang berlebihan dipihak lain, jelas akan
berperan besar pada peningkatan biaya kesehatan, yang akhirnya
membebani masyarakat.
g. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya
Untuk mencegah peningkatan biaya kesehatan, sebenarnay telah
tersedia berbagai mekanisme pengendalian biaya (cost containment).
Mekanisme pengendalian biaya yang dimaksud banyak macamnya.
Mulai dari certificate of need, feasibility study, development plan,
professional standard, medical audit, sampai dengan rate regulation
yang semunaya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang
jelas. Sayangnya dalam banyak hal, mekanisme pengendalian harga ini
sering telambat dikembangkan. Akibatnya, tidaklah mengherankan jika
kemudian biaya kesehatan menjadi tidak terkendali, yang akhirnya akan
memebebani masyarakat secara keseluruhan.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA