Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBIAYAAN DAN PENGANGGARAN DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

Frela A Dengah (20330106005)

Claura M Karmin (20330106002)

Lefriani A G Talumesang (20330106008)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRINITA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat kami susun sampai selesai. kami berterima kasih kepada Enci Citra Livi
Kowel, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pengampung Mata Pembiayaan Sektor Kesehatan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami. Tidak
lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penyusunan
makalah kami di kemudian hari.

Manado, 29 maret 2023


PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan danmemberikan jasa pelayanan
medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik,
terapeutik dan rehabilitative untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk yang
melahirkan (World Health Organization).

UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan rumah sakit juga diaturdalam
kode etik rumah sakit, dimana kewajiban rumah sakit terhadap karyawan, pasien dan masyarakat
diatur. Berdasarkan Pasal 29 ayat(1) huruf f dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan
gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa berakibat dijatuhkannya sanksi
kepada Rumah Sakit tersebut, termasuk sanksi pencabutan izin.

Selain itu, dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 44/2009, pemerintah dan pemerintah daerah
juga bertanggung jawab untuk menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi
fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi,
secara umum penyanderaan pasien oleh Rumah Sakit tidak bisa dikategorikan sebagai penahanan
(perampasan kemerdekaan) ataupun pelanggaran HAM. Meski demikian, Anda dapat saja
melaporkan kepada polisi jika ada indikasi penyanderaan tersebut telah merampas kemerdekaan
si pasien.

Meskipun sudah banyak aturan dan anjuran agar fasilitas kesehatan mendahulukan
pertolongan kepada pasien, namun penolakan layanan kepada pasien dengan alasan ekonomi
masih kerap terjadi. Telah dijelaslkan pula dalam undang-undang bahwa rumah sakitmemiliki
fungsi sosial yang tidak dapat dilepaskan dengan fungsi rumah sakit lainnya.

Alasan klasik yang sering di utarakan rumah sakit adalah masalah biaya operasional rumah
sakit. Inilah salah satu dilema yang dihadapi rumah sakit dalam melakukan layanan kesehatan
bagi warga tidak mampu. Jika melayani warga yang tak mampu membayar, tentu rumah sakit
akan kehilangan penghasilan. Dan, ini akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan
operasional RS itu sendiri. Ini merupakan dilema yang berat bagi rumah sakit.
PEMBAHASAN

A. Pembiayaan pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014 mendapat alokasi anggaran


sebesar Rp 44.859 miliar. Jumlah ini lebih tinggi Rp 8.266,9 miliar atau 22,6 persen bila
dibandingkan dengan pagu APBNP tahun 2013 sebesar Rp 36.592,2 miliar. Alokasi tersebut
akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: Program pembinaan
upaya kesehatan, Program pengembangan danpemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan (PPSDMK), Programbina gizi dan kesehatan ibu dan anak, Program pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan; dan Program kefarmasian dan alat kesehatan.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bidang kesehatan dalam rangka pelaksanaan
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan sebesar Rp19.932,5 miliar diperuntukkan
bagi kelompok penerima bantuan iuran (PBI) untuk pembayaran premi sebesar Rp 19.225
per orang per bulan untuk 86,4 juta jiwa selama 12 bulan. Alokasi anggaran tersebut
merupakan bagian dari anggaran Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014.

Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2015, pada prinsipnya sudah melakukan pendekatan
desentralisasi dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang
yang sejalan dengan kewenangan daerah otonom untuk menentukan arah danmodel
pembangunan di wilayahnya. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan
berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di
suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable
access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh karena itu
reformasi kebijakan kesehatan disuatu negara memberikan fokus penting kepada kebijakan
pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan
(equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu
sendiri.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada


beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi
pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan
hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses
pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta
kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan


jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Dalam pembiayaan kesehatan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Dana

Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sector kesehatan dan sektor lain
terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan
untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus
mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.

2. Sumber daya

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar,


regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna
dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

3. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan


yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem
pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun
masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan
pembelanjaan dana kesehatan.
B. Konsep Biaya

Biaya (cost) adalah nilai sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai untuk
menghasilkan suatu produk (output). Biaya juga sering diartikan sebagai nilai suatu
pengorbanan/pengeluaran untuk memperoleh suatu harapan (target)/output tertentu

1. Pembagian biaya berdasarkan hubungan dengan Volume Produksi

a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah
produksi/jasa dan waktu pengeluarannya, biasanya lebih dari satu tahun.

b. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya tergantung dari jumlah
produksi/jasa. Biaya tidak tetap biasanya berupa biaya operasional yang habis
dikeluarkan selama satu tahun.

c. Semi Variabel Cost adalah biaya yang memiliki sifat antara fixed cost dan variable
cost (Gani,1996)

2. Biaya Berdasarkan Biaya Satuan (Unit cost) Biaya satuan adalah biaya yang dihitung
untuk setiap satu satuanproduk pelayanan. Biaya satuan didapatkan dari pembagian
antarabiaya total (Total Cost = TC) dengan jumlah produk (Quantity = Q). Dengan
demikian tinggi rendahnya biaya satuan suatu produksi tidak hanya dipengaruhi oleh
besarnya biaya total, tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya biaya produk

C. Sistem Pembiayaan Rumah Sakit

Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan


kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Rumah Sakit milik pemerintah dihadapkan
pada masalah pembiayaan dalam arti alokasi anggaran yang tidak memadai sedang
penerimaan masih rendah dan tidak boleh digunakan secara langsung. Kondisi ini akan
memberikan dampak yang serius bagi pelayanan kesehatan dirumah sakit karena sebagai
organisasi yang beroperasi setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Berbagai permasalahan-
permasalahan tersebut di atas merupakan tantangan bagi pengelolarumah sakit pemerintah
untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menggali sumber dana yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan pengembangan rumah
sakit.

Untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan pelayanan dirumah sakit, kita harus


mengetahui terlebih dahulu system pembayarannya sebagai berikut:

1. Sistem Pembayaran Restropektif

Pembayaran restropektif berarti bahwa besaran biaya dan jumlah biaya yang
yang harus dibayar oleh pasien atau pihak pembayar ditetapkan setelah pelayanan
diberikan. Cara pembiayaan ini merupakan yang paling sering kita jumpai di
kebanyakan rumah sakit. Pasien akan membayar biaya pelayanan Kesehatan
berdasarkan pelayanan yang diberikan rumah sakit. Jika seorang pasien di rawat
selama 3 hari di rumah sakit, maka rincian biaya yang harus dibayar pasien adalah
misalnya: biaya kamar selama 3 hari, berapa kali visit atau kunjungan dokter, biaya
apotik dan resep yang diberikan, biaya asuhan keperawatan selama 3 hari, biaya
administrasi, biaya layanan penunjang yang diberikan, dan lain sebagainya. Jadi bisa
disimpulkan besarnya biaya yang dibayar pasien tergantung pada banyaknya tindakan
atau pelayanan yang diberikan rumah sakit. Kelemahan dari fee for services ini adalah
rawan terjadi kecurangan dari pihak rumah sakit, misalnya dengan memberikan
pelayanan yang tidak perlu kepada pasien, agar biaya yang harus dibayar lebih tinggi
dan rumah sakit memperoleh untung lebih banyak. Selain itu, biaya administrasi untuk
pelaksanaanya sangat tinggi. Terlebih jika pembayaran pasien ditanggung oleh
asuransi, seluruh bukti tindakan dan pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasein
beserta biayanya harus diarsipkan untuk membuat klaim pada pihak asuransi.

2. Sistem Pembayaran Prospektif

Pembayaran Prospektif secara umum adalah pembayaran pelayanan kesehatan


yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan
kesehatan diberikan. Berikut adalah macam-macam jenis pembayaran pelayanan
kesehatan dengan sistem Prospektif, yaitu:
a. Diagnostic Related Group (DRG)

Pengertian DRG dapat disederhanakan dengan cara pembayaran dengan


biaya satuan per diagnosis, bukan biaya satuan per pelayanan medis maupun non
medis yang diberikan kepada seorang pasien dalam rangka penyembuhan suatu
penyakit. Dalam pembayaran DRG, rumah sakit maupun pihak pembayar tidak
lagi merinci pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien.
Rumah Sakit hanya menyampaikan diagnois pasien waktu pulang dan memasukan
kode DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya tagihan untuk diagnosis tersebut
telah disepakati oleh seluruh rumah sakit suatu wilayah dan pihak pembayaran,
misalnya barang asuransi/jaminan sosial atau tarif DRG tersebut telah ditetapkan
oleh pemerintah sebelum tagihan rumah sakit dikeluarkan.

b. Case mix INA CBG”s

Sistem Casemix Ina-CBG's adalah suatu pengklasifikasian dari episode


perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif
homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien
dengan karakteristik klinik yang sejenis. (George Palmer, Beth Reid). Case Base
Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-
diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam
pelayanan Kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis
kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan
rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata
biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian
setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai
arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke
dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya
perawatan yang relatif sama.

Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit maupun pihak


pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang
diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan
kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati
bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.
Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien
juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun
kasus penyakitnya

c. Pembayaran Kapitasi (Capiated Payment System)

Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengedalian biaya dengan


menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko, seluruhnya atau
sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang
ditanggung.

d. Pembayaran Per Kasus

Sistem pembayaran per kasus (case rates) banyak digunakan untuk


membayar rumah sakit dalam kasus-kasus tertentu. Pembayaran per kasus ini mirip
dengan DRG, yaitu dengan mengelompokan berbagai jenis pelayanan menjadi
satu-kesatuan. Pengelompokan ini harus ditetapkan dulu di muka dan disetujui
kedua belah pihak, yaitu pihak rumah sakit danpihak pembayar.

e. Pembayaran Per Diem

Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan


disepakati di muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan, tanpa
mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit. Satuan biaya per hari
sudah mencakup kasus apapun dan biaya keseluruhan, misalnya biaya ruangan,
jasa konsultasi/visite dokter, obat-obatan, tindakan medis dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Sebuah rumah sakit yang efisien dapat mengendalikan biaya
perawatan dengan memberikan obat yang paling cost-effective, pemeriksaan
laboratorium hanya untuk jenis pemeriksaan yang benar-benar diperlukan,
memiliki dokter yang dibayar gaji bulanan dan bonus, serta berbagai penghematan
lainya, akan mendapatkan keuntungan.
f. Pembayaran Global Budget

Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu badan
asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana untuk
mmembiayai seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun. Alokasi dan ke rumah
sakit tersebut diperhitungkan dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun
sebelumnya, kegiatan lain yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja rumah
sakit tersebut. Manajemen rumah sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana
anggaran global tersebut untuk gaji dokter, belanja operasional, pemeliharaan
rumah sakit dan lain-lain. Menurut Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004,
penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:

1. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat


dan upaya kesehatan perorangan bagimasyarakat rentan dan keluarga miskin.

2. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan


yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan
pemeliharaan Kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang
wajib maupun sukarela, yang dilaksanakan secara bertahap.

3. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan


kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana
perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.

Ditetapkannya PP No 23 tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan


Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dilatarbelakangi oleh tingkat kebutuhan dana
yang makin tinggi, sementara sumber dana yang tersedia tetap terbatas, beban
pembiayaan pemerintahan yang bergantung pada pinjaman semakin dituntut
pengurangannya demi keadilan antar generasi.

Paket reformasi di bidang keuangan negara sedang dalam pergeseran dari


penganggaran tradisional ke penganggaran berbasis kinerja, sehingga penggunaan
dana pemerintah pindah dari membiayai masukan (input) atau proses ke
pembayaran terhadap hasil (outputs). Maksud dari orientasi pada output adalah
mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government), paradigma yang
memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik.

Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan


kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel
dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi,dan efektivitas. Ini disebut Badan
Layanan Umum (BLU). Upaya pengagenan (agencification) aktivitas yang tidak
harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi diselenggarakan oleh instansi
yangd ikelola ala bisnis (business like) sehingga pemberian layanan kepada
masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan
kas, dan pengadaan barang/ jasa.

Dalam Badan Layanan Umum diberikan kesempatan untuk mempekerjakan


tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada
pegawai sesuai dengan kontribusinya. Keuangan dikendalikan secara ketat dalam
perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggung jawabannya. Rumah
sakit wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas
yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Dalam pertanggung jawabannya,
RS harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam
kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan

Tarif adalah harga jual yang memperhitungkan Unit Cost , Jasa Pelayanan
(Medis, Paramedis dan Non Medis), Rencana Pengembangan dan Margin. Untuk
menentukan pola tarif masing-masing produk di Rumah Sakit, sangat tergantung
dengan jenis usaha masing-masing instalasi. Ada 3 macam jenis usaha, yaitu :

1. Usaha jasa

Produk layanan yang ada di Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan
(Poliklinik), IRD, ICU, OK, Penunjang Medis dan lain-lain
2. Usaha perdagangan

Produk penjualan yang ada di Apotek

3. Usaha pengolahan/industry Produk olahan yang ada Instalasi Gizi, jika instalasi


tersebut sudah menjadi Revenue / Profit Centre

Unsur tarif Rumah Sakit Pemerintah/non profit, terdapat dua bagian yaitu tarif
yang dibebankan pemerintah dan yang dibebankan masyarakat. Biaya pemerintah
seperti misalnya biaya gaji karyawandan biaya investasi. Biaya yang dibebankan
masyarakat untuk biayao perasionalnya. Sehingga RSUD yang berstatus Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD). Tarif Pasien yang dirawat dibedakan menjadi
2 jenis:

1. Mandiri (umum)

Pasien mandiri/umum membayar fee for service secara out of pocket 

2. Ada penjamin  (asuransi). Pasien berdasar penjaminnya:

a. Asuransi Pegawai Negeri (PT ASKES).

Peserta ditanggung oleh PT ASKES dan membayar kepada RSUD sesuai


dengan tarif kesepakatan antara PT ASKES dengan Rumah sakitb. 

b. Asuransi swasta. Tarifnya merupakan fee for service

1. Asuransi penanggung bekerja sama dengan RS

2. Penanggung menentukan kelas dimana peserta berhak dirawat

3. Tarif sesuai dengan kesepakatan antara penanggung dengan RS, sesuai


dengan tarif yang berlaku

4. Apabila peserta menghendaki naik kelas, selisih biaya ditanggung oleh


peserta
c. Jamkesmas dan Jamkesda, diperuntukkan bagi warga miskin. Tarifnya
berdasarkan sistem paket (INA-CBG).

1. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)

Peserta ditanggung oleh Departemen Kesehatan dan membayar ke


dengan sistem paket

2. Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah)

Jamkesda adalah program bantuan social untuk pelayanan kesehatan


bagi masyarakat miskin yang tidak masuk dalam
program JAMKESMAS. Dana diambil dari APBD II 60% dan Propinsi
40%, Peserta adalah masyarakat miskin yang dinyatakan oleh Kepala
Desa/Lurah dan ditandatangani camat.

D. Analisis Biaya Rumah Sakit

Analisis biaya rumah sakit adalah suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit untuk


berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan baik secara total maupun per unit atau perpasien
dengan cara menghitung seluruh biaya pada seluruh unit pusat biaya serta
mendistribusikannya ke unit-unit produksi yang kemudian dibayar oleh pasien
(Depkes,1977). Menurut Gani (1996), analisis biaya dilakukan dalam perencanaan
kesehatan untuk menjawab pertanyaan berapa rupiah satuan program atau proyek atau unit
pelayanan kesehatan agar dapat dihitung total anggaran yang diperlukan untuk program
atau pelayanan kesehatan. Dalam perhitungan tarif dirumah sakit seluruh biaya dirumah
sakit dihitung mulai dari :

1. Fixed Cost

Fixed cost atau biaya tetap ini terdiri dari : Biaya Investasi Gedung rumah sakit,
Biaya peralatan Medis, Biaya peralatan Medis, Biaya Kendaraan (Ambulance, Mobil
Dinas, Motor, dan lain-lain.
2. Semi Variabel cost

Gaji Pegawai, Biaya Pemeliharaa, Insentif, SPPD, Biaya Pakaian Dinas dan lain-


lain.

3. Variabel Cost

Biaya BHP Medis / Obat, Biaya BHP Non Medis, Biaya Air, Biaya Listrik, Biaya
Makan Minum Pegawai dan pasien, Biaya Telepon.

E. Manfaat Analisis Biaya

Manfaat utama dari analisis biaya ada empat yaitu (Gani,A.2000):

a. Pricing 

Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan kebijaksanaan tarif rumah
sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan (Unit cost), dapat diketahui apakah tarif
sekarang merugi, breakeven, atau menguntungkan. Dan juga dapat diketahui berapa besar
subsidi yang dapat diberikan pada unit pelayanan tersebut misalnya subsidi pada
pelayanan kelas III rumah sakit

b. Budgeting /Planning 

Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan biaya satuan (Unit
cost) dari tiap-tiap output rumah sakit, sangatpenting untuk alokasi anggaran dan untuk
perencanaan anggaran.

c. Budgetary control 

Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk memonitor dan mengendalikan


kegiatan operasional rumah sakit. Misalnya mengidentifikasi pusat-pusat biaya (cost
center) yang strategis dalam upaya efisiensi rumah sakit
d. Evaluasi dan Pertanggung Jawaban

Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performance keuangan RS secara


keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggungan jawaban kepada pihak-pihak
berkepentingan
DAFTAR PUSTAKA

Azrul ,A (2010), Pengantar Administrasi Kesehatan ed 3, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang.

Badan Layanan Umum daerah di akses dari d.wikipedia.org pada tanggal 30 Oktober

INA-CBG’s, Pola Tarif Pasien Jamkesmas di Rumah Sakit di akses dari


http://rsud.rejanglebongkab.go.id/  pada tanggal 3 November 2013.

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) hasil revisi dan disah kanpada Kongres PERSI
ke-VIII tahun 2000 di Jakarta.

Manjemen Rumah Sakit Modern di akses dari http://books.google.co.id pada tanggal 4


November 2013

Anda mungkin juga menyukai