Anda di halaman 1dari 4

Konsep Kausalitas (Hubungan Sebab Akibat)

Saat ini riset epidemiologi memiliki tujuan untuk mengetahui penyebab penyakit, hubungan
penyakit dengan penyebab lainnya, serta besarnya pengaruh terhadap terjadinya penyakit. Hasil riset
tersebut memberikan gambaran mengenai kasualitas (sebab akibat) faktor terhadap terjadinya penyakit
yang sangat berguna dunia kesehatan dan kedokteran. Anjuran dokter untuk menghindari perilaku
merokok yang dapat menyebabkan kanker paru-paru dibuat berdasarkan hasil riset yang dilakukan
berulangkali. Hasil riset juga digunakan juga sebagai pertimbangan untuk perencanaan kesehatan pada
suatu komunitas, sehingga diharapkan intervensi yang diberikan dapat memperbaiki status kesehatan
pada komunitas tesebut.
Dalam epidemiologi terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hubungan
sebab akibat antara faktor-faktor yang diteliti dan penyakit, yaitu :
1. Pendekatan determinisme
pendekatan yang memberikan gambaran hubungan sempurna antara variabel dependen
(penyakit) dan variabel independen (faktor-faktor dalam penelitian yang sesuai dengan model
matematika. Contoh postulat Henle Koch yang menyatakan bahwa agen tersebut selalu
ditemukan pada setiap kasus penyakit yang diteliti (nesessary cause), pada keadaan yang sesuai.
2. Pendekatan probabilitas
Pendekatan yang memberikan gambaran hubungan yang masih mungkin terdapat kesalahan
yang bersifat acak, bias, dan kerancuan. Untuk meyakinkan hubungan yang valid (benar) maka
digunakan teori statistik. Penaksiran hubungan yang valid adalah penaksiran hubungan yang
telah memperhitungkan faktor peluang, bias dan kerancuan. Contoh : kebutuhan konsumsi
setiap individu memiliki perbedaan. Dengan metode statistik maka dapat memberikan
memperkirakan komsumsi rata-rata setiap kelompok umur untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
Namun, perlu diketahui bahwa hubungan yang valid tidak berarti bersifat kausal. Untuk menyatakan
bahwa hubungan bersifat kausal maka perlu beberapa pertimbangan yang matang. Pertimbangan
tersebut dapat berasal dari epidemiologik ataupun non epidemiologik. Tahun 1971 Bradfor Hills telah
merumuskan 9 kriteria umum untuk mengkaji sejauh mana bukti-bukti itu memberi dukungan terhadap
hubungan sebab akibat.
Model Determenisme Kausalitas

Terdapat dua model determenisme kausalitas


1. Model determenisme murni
Model ini memberikan gambaran yang sempurna antara penyakit Y dengan faktor X. Dapat
diartikan bahwa faktor tersebut merupakan faktor satu-satunya yang dapat menyebabkan
penyakit tersebut.
Model ini diperkenalkan pertama kali tahun 1840 oleh Jacob Henle sebelum para ahli dibidang
mikrobilogi berhasil mengisolasi dan menumbuhkan bakteri untuk pertama kali. Kemudian
teori tersebut dilanjutkan oleh muridnya Robeth Koch tahun 1882. Tahun 1937 Robeth Koch
memunculkan 3 postulat (anggapan dasar) yang lebih dikenal dengan Postulat Henle-Koch yang
menyatakan bahwa agen akan menyebabkan penyakit jika syarat-syarat berikut terpenuhi:
a) agen tersebut selalu dijumpai pada setiap kasus penyakit yang diteliti (nescessary
cause), pada keadaan yang sesuai:
b) agen tersebut hanya menyebabakan penayakit yang diteliti, tidak mengakibatkan
penyakit lain (spesifitas efek)
c) Jika agen diisolasi sempurna dari tubuh, dan berulang-ulang ditumbuhkan dalam kultur
yang murni maka dapat menyebabkan terjadinya penyakit (sufficient cause)
2. Model determenisme dengan modifikasi
Pada model ini dijelaskan bahwa terjadinya penyakit disebabkan oleh banyak faktor.
Munculnya model ini dilatarbelakangi oleh model determenisme murni yang belum mampu
menjelaskan berbagai hal sebagai berikut :
a) Penyakit disebabkan oleh banyak faktor
Banyak bukti empirik yang menyatakan bahwa terjadinya penyakit disebabkan oleh banyak
faktor. Contohnya penyakit tuberkulosis tidak hanya disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberkulosis melainkan terdapat faktor lain seperti lingkungan yang
mendukung perkembangan bakteri tuberkulosis, asupan nutrisi yang kurang baik, perilaku
batuk yang beresiko, dan faktor genetik. Terdapat banyak bukti yang menyatakan satu faktor
dapat menyebabkan banyak penyakit.
b) Satu faktor dapat menyebabkan berbagai macam penyakit.
Banyak bukti menunjukkan bahwa sebuah faktor dapat memberikan lebih dari satu
penyakit. Contoh : kebiasaan merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru, penyakit
jantung koroner, dan kanker rongga mulut.
Studi Ekologi

Studi ini merupakan studi yang untuk menganalisis populasi dengan tujuan mendeskripsikan
hubungan timbal balik (koleratif) antara penyakit dengan faktor-faktor yang diminati peneliti. Faktor
tersebut dapat berupa umur, obat-obatan, rokok, pola konsumsi, pendapatan keluarga. Unit yang
dianalisis agregat individu yang disebut dengan populasi yang biasanya dibatasi kotamadya, provinsi,
maupun negara.
Pada prinsip studi ekologi adalah mengukur satu penyakit dan satu faktor yang diukur pada
tiap-tiap observasi. Koefisien nilai r digunakan untuk menyatakann berapa besar perubahan setiap unit
frekuensi penyakit diikuti dengan oleh perubahan setiap paparan. Nilai koefisen r berkisar +1 dan -1.
Nilai +1 menyatakan bahwa hubungan semakin kuat. Namun, bukan berarti faktor tersebut merupakan
faktor tunggal yang dapat menyebabkan penyakit.
Kelebihan dalam studi ekologi antara lain :
1. Studi ekologi merupakan penyelidikan awal hubungan paparan dan faktor dan penyakit.
Contoh : dalam sebuah studi ekologi mendapatkan hasil komsumsi rokok perkapita yang
semakin besar, maka semakin besar kematian kanker paru paru pada beberapa negara.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dibuat hipotesis kausal (jawaban sementara yang masih
perlu diuji kebenarannya) bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadinya kanker paru yang
akan di uji dengan studi analitik
2. Dapat menggunakan data insidensi, prevalensi, dan mortalitas
3. Cocok digunakan untuk menilai intervensi kesehatan pada populasi.
Contoh : Determinan penyakit Y sudah ditentukan, maka dinas kesehatan kabupaten/kota
melakukan intervensi untuk agar determinan penyakit Y tidak terjadi. Maka efektivitas
intervensi tersebut dapat diukur dengan menggunakan studi ekologi
Kekurangan dalam studi ekologi :
1. Studi ekologi tidak mampu menjembatani kesenjangan status paparan dan status penyakit pada
tingkat populasi dan individu.
Pada studi ekologi kita mampu menyebutkan jumlah orang yang menderita penyakit Y dan
terkena paparan. Namun, studi ekolgi tidak menjelaskan bahwa orang yang menderita penyakit
Y adalah orang yang terpapar.
2. Ketidakmampuan untuk mengontrol pengaruh faktor perancu .
Contoh : dalam sebuah studi ekologi penyakit kanker paru dan rokok mendapatkan hasil
koefesien korelasi r sebesar 0,91. Hasil koefesien keorelasi r 0,91 hanya disebabkan faktor
komsumsi sigaret, melainkan faktor faktor lain yang berpengaruh sehingga nilai koefisien r
semakin mendekati angka 1. Kita ketahui bersama bahwa penyakit kanker paru-paru dapat
terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain polusi udara, asbes, arsen inorganik, gas
mustar. Jadi faktor perancu dan faktor yang diteliti secara bersama sama menciptakan problem
multikolinieritas.

Anda mungkin juga menyukai