Anda di halaman 1dari 51

BAB I

GAMBARAN UMUM PENDUDUK KABUPATEN MANGGARAI


Pembangunan Kesehatan di Puskesmas Loce diarahkan untuk memajukan derajat
Kesehatan Masyarakat wilayah Puskesmas Loce yang berkualitas dan merata. Pemerintah
daerah berupaya memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu, profesional dalam
pelayanan dan berupaya mendorong peran serta Masyarakat untuk aktif dalam pembangunan
Kesehatan sehingga derajad Kesehatan Masyarakat wilayah Kerja Puskesmas Loce yang
berkualitas dan merata dapat terwujud. Dalam konteks ini maka pembangunan Kesehatan perlu
dilaksanakan secara terencana, terintegrasi dan berkesinambungan dengan mengedepankan
nilai-nilai strategis pembangunan Kesehatan yaitu : Pro rakyat, Inklusif, Responsif, Efektif dan
Bersih.
Pendekatan yang dilakukan dalam penanganan masalah Kesehatan Masyarakat lebih
diprioritaskan pada upaya - upaya promotif dan preventif yang dipadukan secara seimbang

dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Fokus perhatian diarahkan pada pelayanan
Kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal dan daerah bencana untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dengan memperhatikan
kesetaraan gender agar terwujud derajat Kesehatan Masyarakat yang optimal sehingga
Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas Loce dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap
Pencapaian Pembangunan Kesehatan di Puskesma Loce adalah Profil Kesehatan. Profil
Kesehatan merupakan gambaran keseluruhan pembangunan Kesehatan dipuskesmas yang
dihasilkan setahun sekali. Dalam tahap penerbitan Profil Kesehatan selalu dilakukan berbagai
upaya perbaikan baik dari segi materi, data/informasi, analisis, maupun bentuk tampilan
fisiknya, sesuai masukan dari para pengelola program di lingkup puskesmas. Dengan demikian
jelaslah bahwa tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Puskesmas Loce tahun 2018 adalah
dalam rangka menyediakan sarana untuk kebutuhan manajemen (perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan serta evaluasi) pembangunan Kesehatan, pengambilan keputusan serta sebagai
salah satu rujukan data dan informasi.
Profil Kesehatan Puskesmas loce ini terdiri dari 6 (enam) bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menyajikan tentang maksud dan tujuan diterbitkan Profil Kesehatan Puskesmas
loce dan sistematika penyajiannya
Bab II : Gambaran Umum dan Penduduk puskesmas loce
Bab ini menyajikan gambaran umum Puskesmas loce. Selain menggambarkan letak
geografis, administratif, informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap Kesehatan, misalnya kependudukan, kondisi ekonomi, perkembangan
pendidikan dan lainnya.

1 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Bab III : Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini berisi uraian tentang indikator keberhasilan pembangunan Kesehatan pada tahun
2018 yang mencakup umur harapan hidup, mortabilitas dan keadaan status gizi.
Bab IV : Situasi Upaya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang upaya-upaya Kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang
Kesehatan selama tahun 2018 yang menggambarkan tingkat pencapaian program
pembangunan Kesehatan. Gambaran tentang upaya Kesehatan meliputi cakupan pelayan
Kesehatan dasar, pelayanan Kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit
menular, pembinaan Kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi Masyarakat.
Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya
Kesehatan, khususnya untuk tahun 2018. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup
keadaan sarana Kesehatan, tenaga Kesehatan dan pembiayaan Kesehatan.
Bab VI : Penutup

2 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB II
GAMBARAN UMUM PENDUDUK PUSKESMAS LOCE

Puskesmas Loce merupakan bagian dari wilayah Desa Loce Dengan luas wilayah 187,36 km²
Batas – batas wilayah dari puskesmas loce dalam posisi geografis adalah sebagai berikut :
 Timur DESA WATU TANGO
 Barat Desa wae kajong
 Utara Kecamatan Ndoso Manggarai barat
 Selatan Desa robek

Secara Georafis wilaya kerja puskesmas loce merupakan dataran tinggi dan merupakan daerah
pegunungan.Dimana penduduknya yang tinggal didalamnya sebagian besar dengan mata
pencarian petani.
A. DATA KEPENDUDUKAN
1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
B. Penduduk merupakan sumber atau Dasar dalam sebuah pembangunan.Jika Jumlah
penduduk sangat besar maka akan menjadi peluang yang sangat besar pula dalam
pembangunan. Namun jika kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada tidak
memadai maka penduduk dapat menjadi beban bagi pembangunan. Masalah
kependudukan selain kualitas SDM yang rendah, juga tingkat pertumbuhan yang tinggi
dan persebaran antar wilayah yang tidak merata. Penduduk diwilayah kerja Puskesmas
Loce Berkembang cukup pesat disetiap Desa (5).Dimana pada tahun 2016 jumlah
penduduk wilyah Puskesmas Loce sebesar 7.969 jiwa dan terjadi peningkatan jumlah
penduduk ditahun 2017 menjadi 8.206 jiwa dan pada tahun 2018 jumlah penduduk
wilayah kerja puskesmas loce sebesar 7.849 jiwa.
Dan untuk lebih jelas,Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran Tabel 1.

3 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 1.1
JUMLAH PERTUMBUHAN PENDUDUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2016-2018
100%
7969 7849
90% 8206
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0% 0
2016 2017 2018

Sumber : Dispenduk Capil kabupaten Manggarai


Rasio jenis kelamin penduduk Puskesmas Loce cenderung mengalami perubahan
yang signifikan dalam beberapa kali sensus yang dilakukan, yang mana masih didominasi
oleh penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk puskesmas loce Tahun 2017
adalah 99,7% yang berarti dari setiap 100 penduduk wanita terdapat 99 penduduk laki-
laki. Sedangkan pada tahun 2018 didominan oleh penduduk jenis kelamin laki-laki
Jumlah Penduduk terbesar dimiliki oleh desa loce sebesar 2.382 jiwa.
1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Persebaran penduduk diwilayah kerja Puskesmas Loce antar desa sangat tidak
merata.Dan ini Merupakan perubahan otomatis yang tidak dapat
diperkirakan.Dengan demikian ada beberapa wilayah yang mengalami
perubahan prosentase dan penyebaran penduduk.
Dari gambar di bawah tampak bahwa persebaran tersebut tidak merata dimana
penduduk wilayah Kerja Puskesmas di 5 desa yaitu :Loce,T.koe,Sambi,Toe dan
Rura
GAMBAR 1.2
PERSEBARAN PENDUDUK PUSKESMAS lOCE 2018

1775 2382 LOCE


T.KOE
1070
1057 SAMBI
2115 TOE
RURA

Sumber : Dispenduk Capil kabupaten Manggarai

2. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin


Komposisi umur penduduk di masa depan akan lebih banyak dipengaruhi oleh
arah perkembanagan kelahiran dan kematian karena penduduk yang keluar dan masuk
ke Puskesmas Locedapat dikatakan relatif seimbang. Jika laju kematian turun sedangkan
4 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
laju kelahiran tetap tinggi, maka proporsi penduduk yang tergolong usia muda akan
meningkat sehingga pada gilirannya akan menambah angka beban tanggungan. Kondisi
ini akan mengganggu percepatan pembangunan karena dengan jumlah penduduk yang
besar maka sebagian besar sumber daya pembangunan terserap untuk kebutuhan yang
bersifat konsumtif.
Efek program Keluarga Berencana yang berhasil terhadap struktur penduduk
baru terasa setelah jangka waktu 10 tahun. Struktur Penduduk Manggarai sudah
tergolong penduduk produktif karena persentasi penduduk anak-anak (<15 tahun) dan
penduduk lanjut usia (>65 tahun) lebih sedikit dibanding penduduk usia produktif (15 –
65tahun). Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tinggi
rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu komposisi penduduk juga mencerminkan angka
beban tanggungan yaitu perbandingan antara jumlah penduduk produktif (15 –
64tahun) dengan umur tidak produktif (0 – 14tahun dan umur 65 tahun keatas). Pada
grafik 2.1 dibawah ini menunjukan komposisi penduduk Puskesmas Locemenurut
kelompok umur dan jenis kelamin sebagai berikut:
GAMBAR 1.2
PIRAMIDA PENDUDUK KABUPATEN MANGGARAI
TAHUN 2018
75+ -3.224
70 - 74 -2.288
65 - 69 -3.358
60 - 64 -4.884
55 - 59 -6.628
50 - 54 -8.409
45 - 49 -9.304
40 - 44 -10.100 Perempuan
35 - 39 -12.259
30 - 34 -13.783 Laki-Laki
25 - 29 -15.508
20 - 24 -19.752
15 - 19 -21.661
10 - 14 -20.914
5 - 9 -18.473
0-4 -8.871
30.000 20.000 10.000 0 10.000 20.000 30.000

Sumber : Dispenduk Capil kabupaten Manggarai


Dari gambar di atas, kelompok umur dengan jumlah terbanyak adalah kelompok
umur 15-19 tahun, yakni sejumlah 42.766 Jiwa (laki-laki sebanyak 21.661 orang dan
perempuan sebanyak 21.105 orang)dan yang paling sedikit ada pada kelompok umur
70-74 tahun, yakni sejumlah 4.679 Jiwa (laki-laki adalah2.288 orang dan perempuan
adalah2.391 Orang).
C. Keadaan Ekonomi
Struktur perekonomian Puskesmas Loce dalam kurun waktu 2016-2018 belum banyak
mengalami perubahan. Sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian, puskesmas
loce masih dari sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor perdagangan. Peranan ketiga
sektor ini tidak tergeser dan komposisinya pun tidak mengalami perubahan. Sektor
pertanian sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Desa Loce posisinya
belum tergeser dalam kurun waktu 2016-2018, menyusul sektor jasa dan sektor
perdagangan.

5 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Walaupun PDRB perkapita dan pendapatan perkapita Desa Loce menunjukan terjadinya
peningkatan setiap tahun, namun jika dibandingkan dengan PDRB perkapita dan
Pendapatan Perkapita Provinsi Nusa Tengara Timur tahun terakhir 2010, PDRB perkapita
dan pendapatan perkapita Desa loce masih jauh di bawah PDRB perkapita dan
pendapatan perkapita Loce.
1. Indikator Kesehatan Utama
Derajat Kesehatan Puskesmas Loce saat ini ditentukan oleh beberapa indikator utama
antara lain:
a. Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 2018 tidak ada kasus 0
b. Angka Kematian Bayi (AKB) (neonatal) Tahun 2018 sebanyak 5 kasus.
c. Status Balita Gizi kurang 25 kasus,mengalami peningkatan kasus tahun 2018
d. Status Balita Gizi buruk (2)/ kasus pada tahun 2018
e. Umur Harapan Hidup (UHH) pada tahun 2018 adalah ..... Tahun
2. Tingkat Pendidikan Penduduk :
Prosentase penduduk laki-laki dan perempuan berusia 10 tahun keatas dirinci menurut
ijazah tertinggi yang ditamatkan tahun 2018 (BPS Tahun 2018) antara lain :
 Tidak punya ijasah : Laki-Laki ...... dan Perempuan .....%
 SD/MI/Sederajat : Laki-Laki ...... dan Perempuan ....
 SLTP/MTS/Sederajat/Kejuruan : Laki-Laki ......% dan Perempuan ......%
 SMU/MA Sederajat : Laki-Laki ......% dan Perempuan .....%
 Akademi/Diploma : Laki-Laki .......% dan Perempuan .....%
 Universitas : Laki-Laki .......% dan Perempuan ......%
Sumber : Puskesmas LoceDalam Angka 2018 (BPS, 2017)

D. Keadaan Lingkungan
Dalam menggambarkan keadaan lingkungan, disajikan indikator-indikator yang
merupakan hasil dari upaya sektor kesehatan dan hasil upaya sektor-sektor lain yang
terkait. Salah satu sasaran dari lingkungan sehat adalah tercapainya pemukiman dan
lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan
serta terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat-tempat umum, termasuk sarana
dan cara pengelolaannya. Indikator–indikator tersebut adalah persentase rumah sehat,
persentase tempat tempat umum sehat, dan persentase penduduk dengan akses air
minum.
a. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan,
yaitu rumah yang memiliki sarana air bersih (perpipaan, sumur gali), memiliki jamban
yang sehat dengan letak/jaraknya 10-11 meter dari Sumur Gali, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah yang kedap air dan tertutup sehingga tidak
menjadi tempat bersarangnya vektor penyakit (lalat dan kecoak), ventilasi rumah yang
baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah terbuat dari lantai/kedap
air.

6 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Jumlah rumah yang dilakukan pemeriksaan sebanyak 32.300 rumah yang
memenuhi syarat sebagai rumah sehat sebanyak 19.710 (61%). Tidak semua rumah
dapat diperiksa oleh karena masalah keterbatasan biaya dan tenaga.
Adapun persentase rumah sehat tertinggi di Puskesmas Loceadalah Puskesmas
Ponggeok (68,9%) dan persentase rumah sehat terendah di Puskesmas Loceadalah
Puskesmas Dintor (38%). Gambaran persentase rumah sehat menurut Kecamatan dan
Puskesmas dapat dilihat pada Lampiran Tabel 58
b. Akses Terhadap Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam
kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk
keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih
yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, salah satu indikator
penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah ketersediaan sumber air bersih
rumah tangga. Sumber air bersih yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut
Bukan Jaringan Perpipaan (Sumur Pompa Tangan/SPT), Sumur Terlindungi, Mata Air
Terlindungi, Penampungan Air Hujan, Terminal Air) dan Perpipaan (PDAM dan
BPSPAM). Dari beberapa jenis sumber air bersih tersebut diketahui bahwa persentase
Penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah sebesar 0,5%.
Gambaran persentase penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum
berkualitas menurut Kecamatan dan Puskesmas dapat dilihat pada Lampiran Tabel 72
c. Tempat - Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat

d. Tempat-tempat umum dan tempat pengelolaan makanan (TUPM) merupakan suatu sarana
yang dikunjungi oleh banyak orang dan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.
TUPM meliputi sarana pendidikan, hotel, restoran, pasar, dan lain-lain. TUPM sehat adalah
tempat umum dan tempat pengelolaan makanan/minuman yang memenuhi syarat
Kesehatan yaitu yang memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruang) yang sesuai dengan
banyaknya pengunjung, dan memiliki pencahayaan ruang yang memadai. Data yang
diperoleh dari Puskesmas tahun 2016 memperlihatkan bahwa jumlah TUPM yang ada
sebanyak 10 buah, yang diperiksa 10 buah, yang masuk kategori TUPM sehat sebanyak 10
buah (100%) berarti tidak ada peningkatan pada tahun 2017 (100%). Sedeangkan pada
tahun 2018 tidak melaukan pemeriksaan. Gambaran persentase TUPM menurut Kecamatan
dan Puskesmas dapat dilihat pada Lampiran Tabel 64 dan Grafik 2.4 berikut ini.dan pada
tahun 2018 terdapat pada table 77

7 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB II
SARANA KESEHATAN
Penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya didukung oleh sumber
daya kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat suatu
negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Sarana kesehatan dijadikan sebagai
tempat untuk menyelenggarakan berbagai upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Untuk menwujudkan pelayanan
kesehatan yang baik bagi masyarakat maka pemerintah menyediakan fasilitas yang menunjang
pelayanan kesehatan tersebut seperti puskesmas,poskesdes dan polindes. Dalam undang-
undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa fasilitas kesehatan
merupakan tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
A. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas menyebutkan
bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dengan efektif mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Puskesmas merupakan suatu unit
yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada dibagian terdepan dan
mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan
pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat
disuatu wilayah kerja tertentu yang telah secara mandiri dalam menentukan kegiatan
pelayanan.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan penduduk
terhadap puskesmas adalah rasio puskesmas per 100.000 penduduk. Dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas, beberapa Puskesmas non perawatan
ditingkatkan statusnya menjadi Puskesmas perawatan. Lokasi Puskesmas perawatan ini
ditempatkan di daerah yang jauh dari rumah sakit, dijalur-jalur jalan raya yang rawan
kecelakaan, serta di wilayah atau pulau-pulau yang terpencil.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dasar,


Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM). Upaya kesehatan perseorangan yang diberikan terdiri dari pelayanan
rawat jalan dan rawat inap untuk puskesmas tertentu jika dianggap diperlukan. Pada
rentang waktu tahun 2013 sampai 2018, jumlah Fasilitas pelayanan masih belum ada
perubahan yaitu : terdiri dari 1 puskesmas,3 pustu,1 polindes dan 2 poskesdes,dan untuk
sementara waktu masih dimusyawarahkan untuk pembangunan pustu baru dititik yang
jangkauan pelayanannya masih belum optimal.

8 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 2.1
JUMLAH FASILITAS PELAYANAN
PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2016– 2018

100%
2 2 2 POSKESDES
80%
1 1 1 POLINDES
60%
40% 3 3 3 PUSTU
20% PUSK
1 1 1
0%
2016 2017 2018

Sumber : Profil Bidang Yankes Puskesmas LoceTahun 2018

Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di wilayah


kerjanya, puskesmas dibantu dengan sarana pelayanan kesehatan berupa Puskesmas
Pembantu (Pustu). Pustu sebagai unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi
menunjang dan membantumelaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam
ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 2016 berjumlah 4 unit, pada tahun 2017
menurun menjadi 4 unit dan pada tahun 2018 meningkat kembali menjadi 4 unit.

B. Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat


Pengembangan Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat merupakan salah satu
langkah dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang melibatkan potensi
masyarakat didalamnya. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di antaranya
adalah Posyandu, Polindes (Pondok Bersalin Desa), Toga (Tanaman ObatKeluarga),
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), Desa Siaga, POD (Pos Obat Desa), Pos UKK (Pos Upaya
Kesehatan Kerja) dan sebagainya.

1. Posyandu
Posyandu, merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama dikembangkan
dan paling dikenal di masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya di masyarakat,
Posyandu diharapkan dapat menyelenggarakan 5 program prioritas, yaitu kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare.
Untuk memantau perkembangan dan penilaian kinerjanya, Posyandu diklasifikasikan
menjadi 4 strata yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu Purnama dan
Posyandu Mandiri. Pada tahun 2016 terdapat 25 Posyandu terdiri dari Posyandu
Mandiri sebanyak 0 buah dan Posyandu Purnama sebanyak 0 buaH, Posyandu madya
sebanyak 0 buah dan Pada tahun 2017 terdapat 25 Posyandu terdiri dari Posyandu
Mandiri sebanyak 0 buah,dan Posyandu Purnama sebanyak 0 buah,Posyandu madya
sebanyak 0 Buah… Perkembangan Posyandu menurut strata dalam periode tahun 2016-
2018 disajikan pada Grafik 5.3 dan rincian jumlah Posyandu pada tahun 2018 menurut
Puskesmas se- Puskesmas Locedisajikan pada lampiran.

9 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


2. Polindes (Pondok Bersalin Desa)
Polindes merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat atau peran serta
masyarakat dalam menyediakan tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak,termasuk KB
yang mana tempat dan lokasinya berada di desa. Dalam memberikan pelayanan lebih
difokuskan kepada pelayanan dasar kepada Ibu dan Anak seperti pelayanan ANC,
pemeriksaan ibu nifas dan bayi sekaligus adanya pembinaan kemitraan bidan dan dukun
dalam melakukan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak. Jumlah Polindes dari tahun 2016-
2018 sebanyak 1 unit.
3. Pos Kesehatan Desa
Poskesdes merupakan salah satu indikator suatu desa disebut desa siaga.
Poskesdes merupakan salah satu upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Kegiatan utama poskesdes yaitu pengamatan dan kewaspadaan dini
(surveilans perilaku berisiko, lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan
kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan
kesehatan.
Pelayanan yang diberikan di Poskesdes juga mencakup pertolongan persalinan
dan pelayanan KIA. Tenaga poskesdes minimal 1 (satu) orang bidan dan 2 (dua) orang
kader. Jumlah poskesdes pada tahun 2016-2018 sebanyak 2 unit.
4. Desa Siaga
Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan
untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri.
Menindaklanjuti Kepmenkes RI Nomor :1529/Menkes/SK/X/2010, desa siaga
dikembangkan menjadi desa siaga aktif. Desa Siaga Aktif adalah pembentukan bentuk
pengembangan dari desa siaga yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah
pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu
(Pustu) atau sarana kesehatan lainnya, dan atau penduduknya mengembangkan UKBM
dan melaksanakan surveilens berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit,
kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan
penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakat
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
D. Sarana Kesehatan lainnya dan sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
1. Sarana Kesehatan dan Distribusi Kefarmasian
Ketersediaan sarana kesehatan lainnya, farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang
signifikan dalam pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan sarana kesehatan,
obat dan alkes merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan
baik publik maupun swasta. Sebagai pendukung sarana kesehatan ada bebererapa sarana

10 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


kesehatan yang dapat membantu untuk memberikan pelayanan kesehatan seperti klinik
besalin,Praktik dokter, praktik pengobatan tradisional, bank darah rumah sakit dan unit
transfuse darah.
GAMBAR 2.2
JUMLAH SARANA PELAYANAN KESEHATAN LAINNYA TAHUN 2018

0 0 0 0 0 0

Sumber : Bidang SDK puskesmas loce Tahun 2018


Tidak hanya sarana kesehatan, distribusi semua obat yang beredar di masyarakat harus
terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar dapat memberikan manfaat bagi kesehatan.
Oleh karena itu, selain meningkatkan sarana kesehatan, salah satu upaya yang dilakukan
untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah menyediakan sarana
penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga keamanan secara fisik serta
dapat mempertahankan kualitas obat. Salah satu kebijakan dalam Program Kefarmasian dan
Alat Kesehatan adalah meningkatkan akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
Perbekalan KesehatanRumah Tangga (PKRT) sesuai tugas pokok dan fungsi Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu meningkatkan ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat,
kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Hal ini bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan atau penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi
mutu keamanan dan pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga
penggunaannya di masyarakat. Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat
kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang
melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat
Tradisional (IOT), Usaha Kecil ObatTradisional/Usaha Mikro Obat Tradisional (UKOT/UMOT),
Produksi Alat Kesehatan (Alkes)dan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah
setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kebijakan
untukmengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat
kesehatan diwilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi pemerataan jumlah sarana tersebut
di seluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses keterjangkauan
masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana
11 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlah oleh bidang sumber daya
kesehatan puskesmas Loce.
2. Ketersediaan Obat dan Vaksin

Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatanmelalui


tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah, Kementerian Kesehatan telah
menetapkan indikator rencana strategis tahun 2015-2019 terkait program kefarmasian
dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Pemantauan ketersediaan obat tahun
2016 digunakan untuk mengetahui kondisi tingkat ketersediaan obat di Puskesmas.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam rangka
menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang. Di
era otonomi daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang
diserahkan ke kabupaten/kota, kemudian distribusikan ke Puskesmas ditiap
kabupaten/kota tersebut. Adanya data ketersediaan obat di provinsi atau
kabupaten/kota akan mempermudah penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi
program di masa yang akan datang.Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat
dan vaksin di Indonesia, dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang
dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk pelayanan
kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Jumlah
obat yang dipantau adalah 20 item obat dan vaksin. Jumlah Puskesmas yang melapor
sebanyak 21 puskesmas yang dipantau. Data dan informasi lebih rinci mengenai
Puskesmas yang menyediakan 20 item obat dan vaksin terdapat pada lampiran tabel 69.

12 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB III
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupakan salah satu subsistem dalam
Sistem Kesehatan Nasional yang mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan
pembangunan kesehatan sebagai pelaksana upaya dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, sumber daya
manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk tenaga kesehatan strategis) dan tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam
upaya dan manajemen kesehatan. Penyelenggaraan subsistem sumber daya manusia
kesehatan terdiri dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan
mutu sumber daya manusia kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019,
program kesehatan terdiri dari lima program teknis dan empat program generik.
Pengembangan dan pemberdayaan SDMK merupakan salah satu program teknis sehingga
memerlukan perhatian yang sama dengan program – program kesehatan lainnya. Pada bab ini,
akan dibahas mengenai SDMK terutama fokus kepada jumlah, rasio, registrasi, jumlah lulusan,
dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
A. JUMLAH TENAGA KESEHATAN
Tenaga di bidang kesehatan terdiri dari tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan asisten
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga. Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi
beberapa rumpun dan subrumpun. Rumpun tenaga kesehatan menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 11 adalah tenaga medis, tenaga
psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga
keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga
kesehatan lain.
Bidang Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) setiap tahunnya mengumpulkan data
SDMK berdasarkan tugas dan fungsi SDMK. Total SDMK di wilayah Kerja Puskesmas Loce pada
tahun 2018 sebanyak 43 orang. Jumlah tenaga kesehatan terbanyak yaitu tenaga kebidanan
sebanyak 26 dari total tenaga kesehatan, sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang tidak ada
yaitu tenaga kesehatan Tenaga Psikologi Klinis, Tenaga Teknik biomedika, Tenaga Kesehatan
Tradisional,tenaga promkes,akk dll.

13 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 3.1
REKAPITULASI SDM KESEHATAN DI WILAYAH PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

1
1 Tenaga Medis
1 1
tenaga keperawatan

tenaga kebidanan

tenaga kefarmasian
20 tenaga kesehatan
15 masyarakat
tenaga gizi

tenaga pendukung
manajemen
tenaga kesehatan tradisional

Sumber : Bagian SDK Dinas Kesehatan puskesmas loce

Tenaga medis berdasarkan fungsi yaitu tenaga medis yang memberikan pelayanan di
fasilitas pelayanan kesehatan sesuai fungsinya. Proporsi tenaga medis terbanyak yaitu dokter
umum 0,
GAMBAR 3.2
JUMLAH TENAGA MEDIS DI WILAYAH PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

0,8
0,6
0,4
0
0,2
0
0

DOKTER UMUM
DOKTER GIGI

Sumber : Bagian SDK puskesmas loce 2018


1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang PusatKesehatan
Masyarakat, puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upayakesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebihmengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatanmasyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Untuk mendukung fungsi dan tujuanPuskesmas diperlukan
sumber daya manusia kesehatan baik tenaga kesehatan maupuntenaga penunjang
kesehatan.Pada peraturan yang sama di Pasal 16 Ayat 3 disebutkan bahwa minimal
tenagakesehatan di puskesmas terdiri dari dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi,
perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi

14 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian. Sedangkan tenaga penunjang
kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lainnya.
a. Kecukupan Dokter di Puskesmas (Dokter Umum dan Dokter Gigi)
Pada puskesmas non rawat inap, minimal jumlah dokter adalah satu orang,sedangkan pada
puskesmas rawat inap minimal jumlah dokter dua orang, baik pada wilayah perkotaan,
perdesaan, maupun kawasan terpencil dan sangat terpencil.
b. Kecukupan Perawat, Bidan dan lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif di
Puskesmas
Perawat pada puskesmas non rawat inap minimal berjumlah lima orang sedangkan pada
Puskesmas rawat inap minimal berjumlah delapan orang. Jumlah bidan di puskesmas non rawat
inap minimal empat orang dan di puskesmas rawat inap minimal tujuh orang. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
bahwa tenaga kesehatan di puskesmas tidak hanya tenaga medis tetapi juga tenaga promotif
dan preventif untuk mendukung tugas puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan
masyarakat. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, salah
satu indikator dalam meningkatkan ketersedian dan mutu SDMK sesuai dengan standar
pelayanan kesehatan yaitu jumlah puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan
promotif dan preventif. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan analis kesehatan. Kondisi
ini merupakan standar minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan
sangat terpencil. Jumlah perawat, bidan dan lima tenaga kesehatan promotif dan preventif di
puskesmas ada di gambar 3.4
GAMBAR 3.4
JUMLAH PERAWAT, BIDAN DAN LIMA TENAGA KESEHATAN PROMOTIF DAN PREVENTIFDI
PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

3 PERAWAT

BIDAN
20
16
5 TENAGA PROMOTIF
DAN PREFENTIF

Sumber : Bagian SDK puskesmas loce

15 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


B. RASIO TENAGA KESEHATAN
Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk merupakan indikator untuk mengukur
ketersediaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan tertentu.
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun
2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025,target rasio
tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 di antaranya rasio dokter umum
45 per 100.000 penduduk, rasio dokter gigi 13 per 100.000 penduduk,rasio perawat 180 per
100.000 penduduk, dan rasio bidan 120 per 100.000 penduduk.
C. REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 44
menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib
memilikiSurat Tanda Registrasi (STR). STR berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi
ulang.STR diberikan oleh masing-masing konsil tenaga kesehatan setelah memenuhi
persyaratan. Registrasi tenaga dokter/dokter gigi dikelola oleh Konsil Kedokteran Indonesia
(KKI).Registrasi dokter dan dokter gigi diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. Registrasi dimaksudkanuntuk
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dandokter gigi.
Selain itu dengan adanya registrasi, KKI memiliki pencatatan resmi terhadapdokter dan dokter
gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya.
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Registrasi
Dokter dan Dokter Gigi Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis
Pasal 2 disebutkan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang telah menjadi peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis (PPDS/PPDGS) wajib memiliki STR Peserta
PPDS/PPDGS. PPDS/PPDGS adalah program pendidikan profesi fase lanjutan dari program
profesi dokter dan dokter gigi dengan metode pembelajaran secara mandiri dan di bawah
pengawasan untuk menjadi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 889 Tahun 2011 tentang Registrasi,Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah tenaga yangmelakukan pekerjaan kefarmasian yang
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkansumpah jabatan apoteker. Sedangkan tenaga
teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas sarjanafarmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.Pada Pasal 2 di peraturan yang sama disebutkan bahwa
setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki STR.
STR bagi tenaga kefarmasian berupa Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) bagi apoteker
dan Surat Tanda RegistrasiTenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) bagi tenaga teknis kefarmasian.
STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan dan dalam hal pemberiannya
didelegasikan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN) untuk STRA dan kepala dinas kesehatan
provinsi untuk STRTTK.STR tenaga kesehatan selain tenaga dokter/dokter gigi dan tenaga

16 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


kefarmasian dikelola oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Pada tahun
2016,jumlah penerbitan STR oleh MTKI adalah 219.654 orang. Jumlah ini merupakan jumlah
total penerbitan STR baik STR baru maupun STR registrasi ulang. Proporsi terbanyak tenaga
kesehatan yang memiliki STR yaitu perawat sebanyak 41,8% dan bidan sebanyak 35,9%.
D. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN
1. Tenaga Kesehatan dengan Status Pegawai Tidak Tetap (PTT)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pengangkatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap, PTT adalah pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis operasional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan organisasi. Pengangkatan dan penempatan dokter dan bidan sebagai PTTdapat
dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada pemerintah pusat
dilaksanakan oleh Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan, sedangkan pada
pemerintah daerah dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/walikota.
Dokter PTT dalam hal ini terdiri dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi
spesialis. Tujuan pengangkatan dokter PTT di antaranya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah
bermasalah kesehatan, daerah rawan konflik; rumah sakit provinsi sebagai dokter brigade siaga
bencana; dan kantor kesehatan pelabuhan pada wilayah terpencil dan sangat terpencil. Masa
penugasan dokter PTT adalah satu tahun untuk dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang
ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil;
dua tahun untuk dokter atau dokter gigi yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan
dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil; dan tiga tahun untuk dokter, dokter gigi, dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan
kriteria biasa.
Bidan PTT ditugaskan sebagai bidan di desa dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat
terpencil. Bidan PTT ditugaskan selama tiga tahun dan dapat diangkat kembali atau
diperpanjang paling banyak dua kali masa penugasan. Mulai dari tahun 2016, sesuai dengan
kebijakan Menteri Kesehatan, tidak ada lagi pengangkatan baru tenaga kesehatan denganstatus
PTT. Untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di daerah akan dipenuhi melalui
program Nusantara Sehat berbasis tim dan selanjutnya akan dikembangkan program Nusantara
Sehat berbasis perorangan di bawah koordinasi Badan PPSDMK Kementerian Kesehatan.
Program Nusantara Sehat berbasis tim sudah bejalan sejak tahun 2015,sementara program
Nusantara Sehat berbasis perorangan masih dalam proses persiapan regulasi di tingkat
kementerian.
2. Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim (Team Based)
Program penugasan khusus yang baru diluncurkan pada tahun 2015 adalah penugasan
khusus tenaga kesehatan berbasis tim (team based). Berdasarkan Peraturan

17 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan
Berbasis Tim (Team Based) dalam Mendukung Program Nusantara Sehat, penugasan khususini
merupakan pendayagunaan secara khusus tenaga kesehatan berbasis tim dalam kurunwaktu
tertentu dengan jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses dan mutupelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan,dan kepulauan,
dan daerah bermasalah kesehatan.
Tujuan dari program penugasan khusus ini adalah:
1. memberikan pelayanan kesehatan untuk menjangkau remote area,
2. menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan,
3. menangani masalah kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerah,
4. meningkatkan retensi tenaga kesehatan yang bertugas,
5. penggerakan pemberdayaan masyarakat,
6. pelayanan terintegrasi,
7. peningkatan dan pemerataan pelayanan.
Tenaga kesehatan dalam penugasan khusus berbasis tim dalam mendukung program
Nusantara Sehat minimal terdiri dari lima jenis tenaga kesehatan, yaitu dokter, perawat,bidan,
dan dua tenaga kesehatan lainnya (dokter gigi, tenaga gizi, tenaga kesehatan lingkungan, ahli
teknologi laboratorium medik, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan masyarakat). Masa
penugasan khusus berbasis tim adalah dua tahun. Tim akan ditempatkandi puskesmas
terutama dengan kriteria sangat terpencil di wilayah DTPK dan/atau DBK.Pemerintah daerah
dapat memberdayakan tenaga kesehatan pasca penugasan khusus ini berdasarkan kompetensi,
standar ketenagaan, dan kebutuhan daerah sehingga tercapai kemandirian pemenuhan tenaga
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Jumlah tenaga kesehatan
dengan status pegawai tidak tetap (ptt) dan penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim
(team based)

18 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB IV
PEMBIAYAAN KESEHATAN

Salah satu sub sistem dalam kesehatan nasional adalah sub sistem pembiayaan
kesehatan. Pembiayaan kesehatan sendiri merupakan besarnya dana yang harus disediakan
untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan
oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakarat. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 2009 menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi
secara adil, dan termanfaatkan. Secara umum, sumber biaya kesehatan dapat dibedakan
menjadi pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah dan pembiayaan yang
bersumber dari anggaran masyarakat.
Di dalam bab ini akan dibahas mengenai alokasi dan realisasi anggaran kesehatan.
Anggaran kesehatan adalah anggaran kesehatan yang pembiayaannya bersumber dari anggaran
pemerintah. Selain itu, juga dijelaskan lebih lanjut mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
A. ANGGARAN DINAS KESEHATAN
Alokasi anggaran kesehatan yang dikelola oleh Puskesmas Loce pada tahun 2018 yaitu
sebesar 664.386.000 juta rupiah dengan realisasi sebesar 660.121.000 rupiah.
Distribusi anggaran Kesehatan Puskesmas Loce menurut unit kerja menunjukkan bahwa
alokasi terbesar terdapat pada bagian Sekretariat sebesar (dukungan manajemen sebesar
77.249.500 rupiah, sedangkan alokasi terendah pada program pra anak sekolah Rp3.675.000
rupiah. Unit kerja dengan realisasi anggaran tertinggi adalah bagian Sekretariat sebesar
77.249.500, terdapat pada Lampiran 4.2

B. DANA DEKONSENTRASI DAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN ANGGARAN
2018
Sesuai ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasidan
Tugas Pembantuan dan PMK No. 156/PMK.07/2008 sebagaimana telah disempurnakandengan
PMK No. 248/PMK.07 untuk mendukung pencapaian pembangunan yang menjadifokus/
prioritas nasional, serta meningkatkan peran provinsi dalam kerangka goodgovernance dalam
mengawal pelaksanaan program kementerian/lembaga (K/L) di daerah dan untuk menjamin
tersedianya dana bagi pelaksanaan pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah melalui K/L
mengatur pemberian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuanyang diberikan. Dana
dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan gubernur sebagai wakil
pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Prinsip pendanaan dekonsentrasi adalah untuk mendanai pelaksanaan tugas dan kewenangan
gubernur selaku wakil pemerintah di daerah. Sifat kegiatan yang didanai ialah kegiatan non-fisik
seperti sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan,
penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian.
Proses penganggaran dana dekonsentrasi ini melalui beberapa tahap/mekanisme, diantaranya

19 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


adalah : penetapan pagu alokasi dana dekonsentrasi pada masing-masing pemerintah daerah
(dalam hal ini dinas kesehatan provinsi) oleh satuan kerja (satker) pengampu program di tingkat
pusat; pengajuan usulan kegiatan oleh dinas kesehatan provinsi dengan mengacu pada menu
dekonsentrasi yang telah ditetapkan sebelumnya; dan pemeriksaan terhadap usulan kegiatan
yang dilakukan oleh beberapa unit pusat terkait. Dana dekonsentrasi Kementerian Kesehatan
hanya bisa dialokasikan kepada dinas kesehatan provinsi, yang selanjutnya dikelola untuk
membiayai kegiatan non fisik yang dimungkinkan melibatkan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Data dan informasi lebih rinci mengenai alokasi dan realisasi dana dekonsentrasi pada
tahun 2018 disajikan pada Gambar 4.3.
GAMBAR 4.3
REALISASI DANA DEKONSENTRASI KESEHATAN
TAHUN 2018

Series 1
9.100.000

pelaksanaan pemberian obat filariasis

Sumber: Bagian Keuangan pumc pkm loce

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa alokasi dan realisasi dana
dekonsentrasi terdapat pada program Pencegahan dan pengendalian penyakit di dalamnya ada
2 kegiatan yaitu Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Masal Filariasis dan Pelaksanaan SOS
(Sustainable Outreach Service). Alokasi Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Masal
Filariasis sebesar 9.100.000 dengan realisasi 100% dan Pelaksanaan SOS (Sustainable Outreach
Service) sebesar 373.191.000 dengan realisasi 100%.
a. Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Kesehatan;
b. Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Sarana Dan Prasarana Penunjang Sub Bidang
Sarana dan Prasarana Kesehatan
c. Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Kesehatan.
Alur pelaporan DAK bidang kesehatan dilaporkan secara berjenjang mulai
daripuskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan
provinsi, lalu terakhir dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Laporan dikirimkan secara
berjenjang, dengan batas waktu pengiriman sebagai berikut.Kepala Puskesmas menyampaikan
laporan rutin bulanan capaian program kepadadinas kesehatan kabupaten/kota setiap tanggal
5 bulan berikutnya. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota menyampaikan laporan rutin
20 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
bulanan capaian program kepada dinaskesehatan provinsi, setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
Kepala dinas kesehatan provinsi menyampaikan laporan rutin bulanan capaian program kepada
Kementerian Kesehatan,setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu Kepala SKPD (dinas
kesehatan kabupaten/kotadan RS kabupaten/kota) menyampaikan laporan triwulan kepada
dinas kesehatan provinsilalu kemudian menyampaikan kompilasi laporan pelaksanaan DAK
Bidang Kesehatan dikabupaten/kota kepada Menteri Kesehatan.

c. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL


Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi WHA ke-58 tahun
2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan Universal Health
Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Usaha ke
arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, di antaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran,
dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah pusat
memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan
pemerintah daerah dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-
skema tersebut masih terfragmentasi atau terbagi-bagi, sehingga biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004 dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi
seluruh penduduk termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara
jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014.
Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program JKN.JKN diselenggarakan untuk
memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah. Manfaat JKN terdiri atas dua jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat nonmedis.
Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran
yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat akomodasi
untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulans hanya
diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan
pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis. Untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif), peserta JKN akan mendapatkan
21 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan yang meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat; imunisasi
dasar yang meliputi BaccileCalmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B
(DPT-HB), Polio dan Campak; keluarga berencana yang meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi dan tubektomi; skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program JKN, peserta dalam program JKN meliputi setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau
yang iurannya dibayar pemerintah. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri
atas dua kelompok yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan peserta
bukan PBI jaminan kesehatan. Peserta PBI jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang
tidak mampu. Peserta bukan PBI jaminan kesehatan adalah pekerja penerima upah dan anggota
keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja dan
anggota keluarganya.Kepersertaan program JKN yang dimulai pada 1 Januari 2014 terdiri dari
peserta PBI JKN (pengalihan dari program Jamkesmas), anggota TNI dan PNS di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya, anggota POLRI dan PNS di lingkungan POLRI
dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan sosial dari PT. Askes (Persero) beserta
anggota keluarganya, peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari PT. (Persero)
Jamsostek dan anggota keluarganya, peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah
berintegrasi, dan peserta mandiri (pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima
upah).Sampai dengan Desember 2016, cakupan kepesertaan program JKN berjumlah 6826
tahun 2018
GAMBAR 4.5
PERKEMBANGAN JUMLAH PESERTA BPJS KESEHATAN
TAHUN 2018
8000
6826
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2018

Sumber : Bagian Pelayanan puskesmas loce

Peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2018 terdiri dari peserta PBI yang berjumlah 6826
jiwa dan peserta non PBI yang berjumlah ….. jiwa. Peserta PBI terdiri dari peserta dengan iuran
bersumber dari APBN sebanyak ………… peserta dan yang bersumber dari APBD berjumlah
……….. peserta. Sedangkan peserta non PBI terdiri atas pekerja penerima upah yang berjumlah
………. peserta.Menurut proporsinya, jumlah peserta BPJS Kesehatan tertinggi pada tahun 2017

22 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


yaitu segmen peserta PBI APBN sebesar ……… disusul kemudian oleh segmen peserta Pekerja
Penerima Upah (PPU) sebesar …… dan segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
sebesar ……….. Proporsi jumlah peserta BPJS Kesehatan terendah yaitu dari segmen PBI APBD
sebesar …. Proporsi jumlah peserta BPJS Kesehatan per 31 Desember 2017 menurut segmen
peserta dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 4.6
PROPORSI JUMLAH PESERTA BPJS KESEHATAN
2018

1,40%

PBI APBN
14,80%

Pekerja Penerima Upah


(PPU)
8,65%
Pekerja Bukan Penerima
Upah (PBPU)
59,40%
PBI APBD

Sumber : Bagian Pelayanan puskesmas loce

23 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB V
KESEHATAN KELUARGA

Kesehatan menjadi salah satu fokus utama pembangunan dibidang sosial dan
kesejahteraan masyarakat. Puskesmas Loce secara berkesinambungan menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan dan menggalakkan banyak program agar status kesehatan masyarakat
dapat meningkat. Sasaran utama dalam pembangunan di bidang kesehatan adalah agar semua
lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah.
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat secara strategis juga dilakukan melalui
peningkatan partisipasi masyarakat terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah. Tanpa partisipasi aktif masyarakat maka program pemerintah tidak akan mencapai
hasil yang memuaskan. Oleh karena itu seluruh kegiatan pembangunan yang sedang digiatkan
pemerintah diharapkan dapat berakselerasi positif terhadap perbaikan derajat kesehatan
masyarakat, antara lain dapat ditunjukan melalui perubahan angka kematian bayi, angka
kematian ibu melahirkan, angka morbiditas yang nantinya dapat meningkatkan angka harapan
hidup.
Beberapa faktor yang dapat memperburuk derajat kesehatan masyarakat adalah
rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan, keadaan sanitasi dan
lingkungan yang tidak layak. Faktor terpenting dalam upaya peningkatan kesehatan ada pada
manusianya yang bertindak sebagai subyek sekaligus obyek pelayanan kesehatan.
A. Pelayanan Kesehatan Ibu
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, diantaranya dapat dilihat dari indicator angka
Kematian Ibu (AKI) yang mengacu pada jumlah kematian Ibu yang terkait dengan proses
kehamilan, persalinan dan nifas. Untuk melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara
konsisten digunakan data hasil SKRT dan SDKI.
Melihat kecendrungan kasus kematian ibu yang terjadi di Provinsi NTT maka mengatasi
masalah ini Provinsi NTT telah menginisiasi terobosan-terobosan Revolusi KIA dengan motto
semua ibu melahirkan di Fasiitas Kesehatan yang memadai. Dengan capaian indikator
antaranya adalah menurunnya peran dukun dalam menolong persalinan atau meningkatkan
peran tenaga kesehatan terampil dalam menolong persalinan.
Laporan Profil dari Puskesmas Loce 2018, berdasarkan hasil konversi, selama periode
3(tiga) tahun jumlah kasus kematian ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup mengalami
perubahan. Jumlah kasus kematian pada tahun 2015 sebanyak 1 kasus atau 198 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2016 mengalami perubahan dengan jumlah 0
(tidak ada) kasus atau 163 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2017 mengalami
perubhan lagi dengan angka kematian 1(satu) kasus atau 154/100.000 kelahiran hidup
dan pada tahun 2018 kembali membawa perubahan dengan jumlah kematian 0(tidak ada
kasus). Berikut ini digambarkan Konversi AKI per 100.000 KH Puskesmas Loce tahun 2015
– 2018 pada grafik 5.1 berikut ini,
24 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
GAMBAR 5.1
KONVERSI ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN MANGGARAI
TAHUN 2015 – 2018

1 1
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1 0 0
0

2015 2016 2017 2018


Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas Loce 2018
pada Tahun 2018 tidak adanya ju,lah kematian disetiap faskes.
Dalam mencapai Sasaran Strategis untuk mempertahan angka kematian Ibu maka
Puskesmas Loce menetapkan kebijakan melalui pemantapan Pelaksanaan Revolusi KIA
dengan indicator sebagai berikut Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4, Cakupan Kunjungan
Nifas, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani dan Cakupan Pertolongan Persalinan
yang ditolong oleh Nakes. Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan
menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil K1 dan K4. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih difasilitas pelayanan kesehatan, penanganan komplikasi kebidanan dan
pelayanan kontrasepsi.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu hamil (K1 dan K4)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum dan bidan)
kepada ibu hamil selama masa kehamilannya dengan mengikuti pedoman pelayanan
antenatal yang ada dan diutamakan pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil
pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran
besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran
besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan
standar yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan, sekali pada trisemester
pertama, sekali pada trisemester kedua dan dua kali pada trisemester ketiga. Angka
ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.
25 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
Laporan Profil puskesmas Loce selama periode 3 tahun terakhir dari tahun 2016-2018
Belum menunjukkan hasil yang efektif. pada tahun 2016 K1 sebesar 47,49%. Untuk
tahun 2017 presentasi K1 sebesar 75,2%, belum mencapai target sebesar 95%. Dan
pada tahun 2018 59,7% menujukan kesenjangn dari tahun ke tahun.
Untuk rata-rata cakupan kunjungan ibu hamil (K4) 2016 K4 sebesar 48,23%,dan
ditahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 58,3% Untuk tahun 2017 K4 belum mencapai
target sebesar 95% dan pada tahun 2018 sebesar 53,2%
Rincian cakupan K1 dan K4 tahun 2018 pada masing - masing Puskesmas dapat dilihat
pada lampiran tabel 29 sedangkan pada Gambar 4.1 berikut ini dapat dilihat Cakupan
K4 Ibu Hamil periode 3 tahun terakhir :
dapat dilihat pada lampiran tabel 23 sedangkan pada Gambar 5.2 berikut ini dapat
dilihat Cakupan K4 Ibu Hamil pada tahun 2018 :
GAMBAR 5.2
PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL DI PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

65,90%
53,30% 53,80%
47,10% 50,00%

loce t.koe sambi toe rura

Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas Loce

Gambar di atas menunjukkan terjadi peningkatan cakupan K4, yang disebabkan


karena beberapa factor yaitu Pemeriksaan antenatal sudah berdasarkan kualitas
pelayanan 10T, meningkatnya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan, adanya perbaikan akes
masyrakat terhadap pelayanan kesehatan dan Pencatatan dan pelaporan masih
belum optimal.
2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid pada WUS dan ibu Hamil
Salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi yaitu infeksi tetanus yang
disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang
tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum
melahirkan. ClostridiumTetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun
yang menyerang sistem syaraf pusat. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus
yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka
dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bagi Wanita Usia Subur (WUS)
dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang

26 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia subur dan ibu hamil
merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi lanjutan.
Imunisasi lanjutan adalah kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar
pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia
subur termasuk ibu hamil.
Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi TT adalah wanita berusia
antara 15-49 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi
lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan
antenatal. Imunisasi TT pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval
tertentu, dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur
hidup. Screening status imunisasi TT harus dilakukan sebelum pemberian vaksin.
Pemberian imunisasi TT tidak perlu dilakukan bila hasil screening menunjukkan
wanita usia subur telah mendapatkan imunisasi TT5 yang harus dibuktikan dengan
buku KIA, rekam medis, dan atau kohort. Untuk melihat cakupan imunisasi TT pada
ibu hamil dapat dilihat pada tabel 30.
3. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan
Proses persalinan dapat mempengaruhi keselamatan ibu dan bayinya,sehingga dapat
mempengaruhi angka kematian bayi maupun angka kematian ibu saat melahirkan.
Pertolongan persalinan oleh nakes ini juga harus dilakukan di fasilitas Kesehatan.
Pemerintah Provinsi NTT melalui Pergub NTT No. 42 tahun 2009 telah membuat
kebijakan tentang Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (Revolusi KIA) dengan mottonya
semua ibu hamil melahirkan di fasilitas Kesehatan yang memadai. Aspek Sumber Daya
Manusia (Bidan dan Perawat) harus memenuhi jumlah dan kompetensi pelatihan yang
dimiliki sesuai standart.Disamping itu juga sarana/gedung juga menjadi perhatian.
Oleh karena itu pemerintah selalu memperluas akses sarana, pelayanan, serta
menambah tenaga Kesehatan dengan menempatkan bidan-bidan di Desa dan
pemenuhan tenaga bidan di setiap puskesmas menjadi minimal 5 tenaga. Hal ini
sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yang telah
ditetapkan dalam Perpres No.5 tahun 2010 yaitu meningkatkan pengembangan dan
pembangunan SDM Kesehatan yang merata dan bermutu.
4. Komplikasi dan kematian ibu maternal dan ibu baru lahir sebagian besar terjadi pada
masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan
oleh tenaga Kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (professional).
5. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
Kesehatan termasuk pendampingan selama periode tahun 2016-2018 mengalami
perubahan penurunan. Pada tahun 2016 cakupan persalinan nakes sebesar 95,2%.
Pada 3 tahun terakhir dari 2016-2018,sedangkan pada tahun 2017 cakupan persalinan
oleh NENKES sebesar 96,1% belum mencapai target Renstra Dinas
Kesehatan,Puskesmas Loce sebesar 69,12%. Pada tahun 2018 sebesar 95,00%

27 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Rincian cakupan pertolongan lampiran tabel 29.
Dibawah ini dapat kita lihat gambaran cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan periode tahun 2015-2017 dalam gambar 5.3 berikut ini :
Gambar 5.3
PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
DI PUSKESMAS LOCETAHUN 2016– 2018

2018 2016
95,00% 96,60% 2016
2017
2018
2017
97,10%

Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas Loce 2018

Sedangkan pada grafik 5.4 dibawah ini kita akan melihat gambaran tentang cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan per Faskes di wilayah Puskesmas
tahun 2018 sebagai berikut :
GAMBAR 5.4
PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN
OLEH TENAGA KESEHATAN MENURUT PUSKESMAS
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018

97,10%

95,20%
94,10% 94,40% 94,30%

loce t.Koe Sambi Toe Rura

Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas loce 2018


Dari grafik 5.4 di atas dapat dilihat bahwa cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan per faskes tahun 2018 yang tertinggi sebesar 97,10% di Desa
Sambi sedangkan yang terendah adalah Pustu Rura sebesar 94,30%.Rendahnya
cakupan persalinan di Rura dikarenakan ketidak pahaman masyarakat,dan masa
bodoh berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
6. Deteksi Resiko, Rujukan Kasus Resiko Tinggi dan Penanganan Komplikasi
Pemberian pelayanan khususnya yang dilakukan oleh tenaga bidan di desa dan
Puskesmas, terdapat beberapa kasus ibu hamil diantaranya yang tergolong dalam
kategori resiko tinggi (risti) dan memerlukan pelayanan kesehatan rujukan ke unit
pelayanan kesehatan yang memadai.

28 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Laporan Profil puskesmas,se-Puskesmas Loce tahun 2018, diketahui bahwa cakupan
komplikasi ibu hamil risti yang ditangani adalah sebesar 81,0% dan hasil tersebut
sudah mencapai target Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai. Hasil cakupan
di capai diatas 100% terjadi dikarenakan dalam pengambilan sasaran terlalu kecil
dibandingkan dengan realisasi cakupan. Rincian cakupan ibu hamil risti/komplikasi
yang ditangani per puskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 33. Dibawah ini dapat
kita lihat gambaran cakupan ibu hamil risti/komplikasi yang ditangani perfaskes
Puskesmas Loce tahun 2018 pada gambar 5.5 berikut ini.

GAMBAR 5.5
CAKUPAN IBU HAMIL RISTI/KOMPLIKASI YANG DITANGANI PERFASKES
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018

88,20% 90,90%
83,30%
72,90%
57,70%

Loce T.Koe sambi toe rura

Sumber Data: Bidang Kesga Puskesmas Loce 2018

7. Pelayanan Kesehatan Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang
dianjurkan,yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari
ke empat sampaidengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 pasca persalinan. Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan
42 hari pasca persalinan.
Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :
a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran asi eksklusif;
e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (kie) kesehatan ibu nifas dan
bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana;
f) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

29 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 5.6
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) TINGKAT PUSKESMAS DI PUSKESMAS
LOCETAHUN 2017

Series 1
120,0

100,0 100,0 100,0

80,0

60,0
Series 1

40,0

20,0

0,0 1,0 0,9 0,9


Loce t.koe sambi toe rura
Sumber Data: Bidang Kesga Puskesmas Loce 2018

Cakupan kunjungan nifas (KF3) di Tingkat Puskesmas Loce menunjukkan


kecenderungan peningkatan. Penurunan dibeberapa faskes seperti Rura dan T.Koe
seperti tersebut disebabkan karena banyaknya faktor, yaitu kondisi geografi yang
sulit,kesadaran masyarakat di beberapa wilayah dan pengetahuan ibu dan keluarga
tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan pada saat nifas.

8. Pelayanan Kesehatan Berencana (KB)


Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan
sehingga peluang wanita melahirkan cukup tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur
seorang wanita biasanya antara umur 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur
jumlah kelahiran atau menjarangkan kehamilan, wanita lebih diprioritaskan untuk
mengikuti program Keluarga Berencana. Tingkat pencapaian pelayanan KB dapat
digambarkan melalui cakupan peserta KB yang ditunjukkan melalui kelompok sasaran
program yang sedang/pernah menggunakan alat kontrasepsi menurut daerah tempat
tinggal, tempat pelayanan serta jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor.
Laporan Profil Kesehatan puskesmas Loce selama periode 3 tahun terakhir dari tahun
2016-2018 menunjukkan bahwa persentase cakupan pelayanan KB mengalami
kondisi yang fluktuatif.
Jumlah PUS yang menjadi peserta KB aktif tahun 2016 sebesar 931 orang,
selanjutnya pada tahun 2017 meningkat sebesar 14.065 orang ,pada tahun 2018
jumlah 1.132
Pada tahun 2016 persentase cakupan KB aktif sebesar 966 orang, Pada tahun
2016 persentase cakupan KB aktif sebesar 1.194 orang dan pada tahun 2017 dan pada
tahun 2018 cakupan KB aktif sebesar 756.cakupan KB aktif tahun 2018 yang tertinggi

30 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


adalah sambi sebesar 236 sedangkan yang terendah adalah Pustu Toe sebesar 113.
Rincian cakupan peserta KB aktif menurut Puskesmas tahun 2016 dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 28 dan gambar 5.7 berikut ini :
GAMBAR 5.7
PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA PER FASKES
PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018

236
209
137 159
113

Loce T.Koe Sambi Toe Rura

Sumber Data: Bidang puskesmas loce


B. Pelayanan Kesehatan Anak
Data kematian pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei karena sebagian besar
kematian terjadi di rumah sakit, sedangkan kematian di fasilitas Kesehatan hanya
memperlihatkan kasus rujukan. Indikator ini terkait langsung dengan tingkat kelangsungan
hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-
anak termasuk pemeliharaan Kesehatannya. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal
dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Riskesdas, Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) dan Sensus Penduduk (SP). Berdasarkan hasil konversi jumlah kasus
kematian bayi (AKB) Puskesmas Loce mengalami Perubahan dari tahun 2016-2018. Pada
tahun 2015 sebanyak 3 kasus atau 1,5% per 1000 kelahiran hidup. Selanjutnya pada tahun
2016 tidak mengalami Prubahan dimana kasus kematian sebanyak 3 kasus atau/1000
kelahiran hidup,pada tahun 2017 mengalami penurunanan angka kematian dengan jumlah
kasus 1 dimana pada tahun 2018 terjadi peningkatan angka kematian sebesar 5 kasus
kematian neonatal, Berikut ini adalah gambaran Konversi Angka Kematian Bayi per 1000
Kelahiran Hidup pada tahun 2015 -2018 di Puskesmas Loce
GAMBAR 5.8
KONVERSI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN MANGGARAI
TAHUN 2015- 2018

Sales

3 2015
5 2016
2017
3 2018
1

31 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas Loce

Dari gambar di atas dapat diketahui perkembangan kasus kematian bayi dalam kurun
waktu 3 tahun mengalami ketidak stabilan. Penurun angka kematian bayi ini berarti sudah
mencapai target MDGS pada tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Dari 70 kasus
yang tecatat penyebab utama kematian bayi adalah IUFD (Intra Uteri Fetal Distress,
Prematur dan BBLR.

Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indicator
kesehatan anak yang meliputi penanganan komplikasi neonatal, pelayanan kesehatan
neonatal, imunisai dasar dan pelayanan kesehatan pada siswa SD/Setingkat.

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal


Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi
risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal dua kali, satu kali
pada umur 0-7 hari dan satu kali lagi pada umur 8-28 hari.
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan
pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.
Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar yang terdiri dari
tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ASI eksklusif,
pencegahan infeksi (perawatan mata, perawatan tali pusat, perawatan kulit dan
pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, penyuluhan perawatan neonatus di rumah
menggunakan buku KIA.
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang
menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada
periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang meliputi antara lain kunjungan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) termasuk konseling
perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B0
injeksi bila belum diberikan. Cakupan kunjungan Neonatl pertama (KN1) dapat dilihat
pada lampiran tabel 38 dan gambar dibwah ini.

32 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 5.9
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA PERPUSKESMAS
DI PUSKESMAS LOCETAHUN 2018

102,00%
100% 100%

96,90%

94,73%

loce t.koe sambi toe rura

Laporan Profil se- Puskesmas Loce tahun 2018,

kunjungan Neonatus (KN Lengkap) adalah sebesar 99,3% dan sudah mencapai target
Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai. Rincian kunjungan Neonatus (KN
Lengkap) per puskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 38.
Dibawah ini dapat kita lihat cakupan kunjungan Neonatus (KN 3) per puskesmas Dinas
Kesehatan Puskesmas Loce tahun 2018 dalam gambar 5.8 berikut ini.
GAMBAR 5.10
PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN 3) PER FASKES
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018

96,9

102% 100% 100% 100%


LOCEC T.KOE SAMBI TOE RURA
Sumber Data: Bidang Kesga puskesmas loce

Dari gambar 5.8 di atas dapat dilihat bahwa cakupan kunjungan Neonatus (KN Lengkap)
per puskesmas tahun 2018 yang tertinggi ada 2 faskes yaitu puskesmas Loce sebesar
102,1% sedangkan yang terendah adalah Pustu Rura 96,9%. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya kesesadaran serta kemauan dari masyarakat.
2. Pelayanan Imunisasi
Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya, merupakan
cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara lengkap. Bila
cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah
tersebut juga tergambarkan besarnya tingkat perlindungan terhadap penularan
penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Suatu Desa/kelurahan telah mencapai target UCI apabila > 80% bayi di
Desa/kelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap. Pada tahun 2015 persentase
cakupan Desa/kelurahan UCI menurut Puskesmas Loce sebesar 92,5% sedangkan
pada tahun 2016 sebesar 105,2%.Target Renstra Dinkes Loce cakupan UCI pada
33 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
tahun 2016 adalah sebesar 80% dan sudah mencapai target dan pada tahun 2017
sebesar 100% sedangkan pada tahun 2018 tidak ada loporan Rincian data
persentase cakupan UCI per Puskesmas Loce tahun 2018 dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 41 dan Grafik 4.9 berikut ini :

GAMBAR 5.11
PERSENTASE CAKUPAN UCI PER TAHUN
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018
2016; 105,20%

2017; 100%
2016
2017
2018
2018; 0

Sumber Data: Bidang P3PL puskesmas Loce

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT (3 kali), Polio (4 kali), dan
Imunisasi Campak (1 kali), yang dilakukan melalui pelayanan rutin di Posyandu dan
fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya. Gambaran persentase cakupan imunisasi bayi
menurut Puskesmas Loce tahun 2016 -2018 dapat dilihat pada Grafik 4.10 berikut ini
GAMBAR 5.12
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI BCG, DPT-3, POLIO DAN CAMPAK TINGKAT PUSKESMAS
DI PUSKESMAS LOCETAHUN 2018
350%
123,00% 117%
300%
89,20%
250% 63,70%
200% 94,80% 98,70% 2018
89,90% 94,80%
150% 2017

104% 105,50% 2016


100% 99%
83,70%
50%

0%
BCG DPT3 POLIO CAMPAK
Sumber Data: Bidang P3PL puskesmas loce

3. Pelayanan Kesehatan Anak usia Sekolah


Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak
masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya karies gigi,
kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan, masalah gizi, dan pelaksanaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar,
mencuci tangan menggunakan sabun, dan lain - lain. Pelayanan kesehatan pada anak
termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah. Anak usia sekolah merupakan sasaran
yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang
besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan
baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini ndiutamakan untuk siswa SD/sederajat kelas
satu.
34 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama tenaga lainnya
yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga kesehatan yang dimaksud yaitu
tenaga medis, tenaga keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah dilatih
sebagai tenaga pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang
ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS.
Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan
5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil. Hal ini dimaksudkan
agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi bias dilaksanakan sedini
mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang
pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh serta
lingkungan pada umumnya.
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan
terhadap murid SD/MI kelas satu juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi
keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan
kesehatan selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah
sehingga dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih
buruk, juga untuk memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan
kesehatan anak sekolah, maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun
perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Laporan Profil Kesehatan puskesmas se-Puskesmas Loceselama periode 3 tahun terakhir
dari tahun 2016-2018 menunjukkan bahwa persentase cakupan pelayanan kesehatan
anak usia sekolah mengalami Penurunan. 2016 cakupan pelayanan kesehatan anak usia
sekolah sebesar 92,8% dan pada tahun 2017 menurun menjadi 77%. Untuk tahun 2017
cakupan pelayanan kesehatan anak usia sekolah sudah mencapai target Renstra Dinas
yang telah ditetapkan sebesar 70% Sedangkan Pada Tahun 2018 66,7%.Rincian cakupan
pelayanan kesehatan anak usia sekolah menurut puskesmas pada tahun 2018 dapat
dilihat pada Lampiran Tabel 45 dan gambar 5.12
GAMBAR 5.13
PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK USIA SEKOLAH
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018
SD; TORONG KOE; SD; RURA; 100
100 SD; PASAT; 100
SD; SAMBI; 100 SMP; RURA; 100
SD; LOCE; 100 SD; TOE; 100

SD
SMP; TORONG KOE;
SMP; LOCE; 35,48 36,44 SMP
SMU

SMP; SAMBI; 0
SMU; LOCE; 37,00% 0 0 SMP; PASAT;
0 0 SMP; TOE;
0 0 0

LOCE TORONG SAMBI PASAT TOE RURA


KOE

35 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Sumber Data: Bidang PPSM puskesmas loce

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa cakupan pelayanan kesehatan usia sekolah
terendah terletak pada Desa samba,pasat, dan toe,dikarenakan tidak semuanya memiliki
sekolah menegah pertama ,Penyebab lainya adalah karen kurang optimalnya waktu dari
tenaga kesehatan untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan usia sekolah.
C. Kesehatan Gizi
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan
serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan
mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu
unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan
istilah Human Development Index (HDI).
Status gizi seseorang terkait dengan permasalahan kesehatan secara umum
disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperberat penyakit infeksi
secara langsung juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara
individual. Bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi yang
sedang menyusui sangat dipengaruhi status gizi ibu hamil dan ibu menyusui.
Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur;
Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia gizi besi pada ibu dan pekerja wanita, dan Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi
makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi
makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai
dengan kekurangan zat gizi mikro.
Dalam meningkat status gizi pada masyrakat khususnya pada anak bayi dan balita
maka hal yang perlu diperhatikan adalah Pemberian Asi eklusif pada bayi 0-6 bulan,
cakupan pemberian vitamin A pada balita 6-59 bulan serta status gizi pada balita
1. Pemberian Vitamin A pada balita 6-59 bulan
Vitamin A adalah salah satu zat gizi yang penting bagi bayi dan balita yang
mudah larut dalam lemak, dismipan dalam hati dan tidka dapat diproduksi oleh
tubuh seingga tubuh harus dipenuhi dari luar. Kekurangan vitamin A dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh balita serta meningkatkan resiko kesakitan dan
kematian. Kekurangan vitamin A juga merupkan penyebab utama kebutaan pada
anak yang dapat dicegah.

36 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


Dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan nomor 21 tahun 2015,
dinyatakan bahwa untuk mengurangi resiko kesakitan dan kematian pada balita
dengan kekurangan vitamin A, pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemebrian
vitamin A dalam bentuk kapsul vitamin A biru 100.000 IU bagi bayi usia enam sampai
11 bulan, Kapsul Vitamin A merah 200.000 IU untuk anak balita usia dua belas sampai
dengan 59 bulan dan ibu nifas.
Berdasarkan panduan manajemen pemberian Vitamin A, vitamin ini
diberikan pada seluruh anak balita usia 6-59 bulan serentak melalui posyandu pada
bulan februari dan agustus. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil puskesmas
cakupan pemberian vitamin A di Puskesmas Loce sebesar 93,76%. Data cakupan
pemerian vitamin A anak usia 6-59 bulan dapat dillihat pada lampiran tabel 44 dan
gambar dibawah ini.
GAMBAR 5.14
CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA ANAK USIA 6-59 BULAN
DI PUSKESMAS LOCE TAHUN 2018

100% 100% 100% 100%

99,56%

LOCE T.KOE SAMBI TOE RURA


Sumber data : Bidang Kesmas puskesmas loce
dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa cakupan pemberian vitamin A terendah
adalah puskesmas dan ada beberapa FASKES yang telah mencapai 100% dalam
melaksanakan pemberian vitamin A.
2. Penimbangan dan status Gizi balita
Penimbangan balita sangat penting untuk deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk.
Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara
intemsif sehingga bila berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan penyakit akan
dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi
kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, penanganan kasus gizi buruk atau
gizi kurang semakin baik dan menekan resiko kematian akibat gizi buruk.
Gizi buruk merupakan satu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-
rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia
kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak
dijumpai pada balita.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF
ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

37 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


 Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan social dan ekonomi yaitu kemiskinan.
 Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
 Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
 Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
 Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Status gizi Balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkatn
kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi Balita adalah dengan
anthropometri yang menggunakan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U). Kategori
yang digunakan adalah : gizi lebih (z-score > +2 SD); gizi baik (z-score –2 SD sampai +2
SD); gizi kurang (z-score < -2 SD sampai –3 SD); gizi buruk (z-score < -3 SD).
Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak
memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena
berat badan berkolerasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain berat
badan yang rendah dapat disebabkan kerena anaknya pendek (kronis) atau karena
diare atau penyakit infeksi lainnya (akut).
Berdasarkan Profil Puskesmas Loce selama periode 3 tahun terakhir dari tahun
2016- 2017 menunjukkan bahwa cakupan kelompok balita gizi kurang mengalami
perubahan yang fluktuatif. kemudian pada tahun 2016 sebanyak 0 kasus,meningkat
lagi pada tahun 2017 menjadi 6 kasus dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2018
menjadi 33 kasus. untuk melihat status gizi buruk tingkat se puskesmas Loce dapat
dilihat pada lampiran tabel 48 dan gambar 5.14
GAMBAR 5.15
PRESENTASE KASUS BALITA GIZI BURUK
DIPUSKESMAS LOCE TAHUN 2018
10 7
02
0
2016
PUSKESMAS LOCE
2017
2018

Sumber data : Bidang Kesmas puskesmas Loce 2018

Dari Grafik di atas menunjukan bahwa kasus gizi buruk tertinggi di Puskesmas Loce
adalah pada tahun 2018,ini disebabkan kualitas dan kuantitas asupan gizi tidak memenuhi
komposisi syarat gizi seimbang, penyakit infeksi, komplikasi, ketersediaan pangan
terbatas di tingkat rumah tangga dan daya beli masyarakat terhadap makanan bergizi

38 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


masih rendah kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih sangat
minim,terlebih dalam asupan gizi anak. Tindak lanjut dari hasil penimbangan dan status
gizi melalui penyuluhan dan pemberian makanan tambahan serta pemberian suplemen
gizi. Percepatan peningkatan status gizi perlu segera dilakukan karena masalah gizi
kurang/buruk masih cukup banyak. Upaya perbaikan ekonomi, perubahan perilaku
penduduk, memerlukan upaya yang terkoordinasi dan terintegrasi secara baik.

39 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB VI
PENGENDALIAN PENYAKIT

Pengendalian penyakit adalah upaya penurunan insidens, prevalens, morbiditas atau


mortalitas dari suatu penyakit hingga level yang dapat diterima secara lokal. Angka kesakitan
dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu
masyarakat. Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini yaitu pengendalian
penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung,
penyakit yang dapat dikendalikan dengan imunisasi dan penyakit yang ditularkan melalui
binatang. Sedangkan penyakit tidak menular meliputi upaya pencegahan dan deteksi dini
penyakit tidak menular tertentu.
A. PENYAKIT MENULAR LANGSUNG
1. Tuberkulosis
Berdasarkan data yang ada di Puskesmas Loce pada tahun 2018 jumlah kasus baru TB
paru dengan BTA (+) sebanyak 11 kasus , di tanganii sebanyak 11 kasus dengan kesembuhan
mencapai 6 orang 100%,dan angka pengobatan lengkap tahun 2017 sebesar 6 orang 54,5%
Jumlah kasus baru TB paru dengan BTA puskesmas pada tahun 2018 dapat di lihat padagambar
6.1dan lampiran tabel 52.
GAMBAR 6.1
JUMLAH KASUS BARU TB BTA +
DI PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

puskesmas loce

15

10
11
5
4 5
0
2016 2017 2018

puskesmas loce
Sumber: Bidang P2P, puskesmas loce

2. HIV/AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi
tersebutmenyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat
mudahuntuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
a. Jumlah Kasus HIV Positif dan AIDS
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif.
Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui layanan konseling dan tes

40 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


HIV baik secara sukarela (Konseling dan Tes Sukarela/KTS) maupun atas dasar Tes atas Inisiatif
Pemberi layanan kesehatan dan Konseling (TIPK). Sedangkan prevalensi HIV pada suatu
populasi tertentu dapat diketahui melalui metode Sero Survey, dan Survei Terpadu Biologis dan
Perilaku (STBP). Jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun tidak
mendapatkan kasus.
Berdasarkan kelompok usia kasus diwilayah kerja puskesmas Loce sama sekali tidak ditemukan
kasus baru HIV positif dan AIDS .
3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri. Gejala penyakit
pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas.
Pneumonia menyerang semua umur. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-
anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah
kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita.
Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di puskesmas Loce dapat dilihat pada gambar
6.5 di bawah ini.

GAMBAR 6.5
JUMLAH KASUS PNEUMONI DI PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

KASUS PNEMONIA

200
156
150

100 KSUS PNEMONIA

50
6 0
0
2016 2017 2018

NSumber: Bidang P2P, puskesmas loce


Dari grafik di atas terlihat bahwa jumlah penemuan Pneumoni yang terbanyak yaitu di
puskesmas pada tahun 2017 dengan jumlah 156.
4. Kusta
Penyakit kusta atau lepra atau penyakit Hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan utamanya mempengaruhi kulit, saraf tepi,
mukosa saluran pernafasan atas dan mata. Bakteri lepra mengalami proses pembelahan cukup
lama antara 2–3 minggu, daya tahan hidup di luar tubuh manusia mencapai 9 hari, dan memiliki
masa inkubasi 2–5 tahun bahkan bisa lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus kusta yang
buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada

41 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Di wilayah puskesmas tidak menemukan kasus Penyakit
kusta.
5. Diare
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2018
jumlah kasus diare yang ditangani di Puskesmas Loce sebanyak 50 kasus, rincian jumlah kasus
se-Puskesmas Loce dapat dilihat pada lampiran tabel 56 dan gambar 6.7 berikut ini:
GAMBAR 6.7
JUMLAH PENDERITA DIARE DAN DIARE YANG DITANGANI DI PUSKESMAS LOCE
TAHUN 2018

kasus Diare
80
70
70

60
50
50
43
40
Kasus Diare
30

20

10

0
2016 2017 2018

Sumber: Bidang P2P, puskesmas loce


Dari grafik diatas terlihat bahwa jumlah kasus diare yang terbanyak terdapat di tahun 2016
dengan jumlah kasus 70 kasus dan yang terendah terdapat tahun 2017 yaitu sebanyak 43 kasus.
B. PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOSIS
1. Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa cacing
filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan
nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing
tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan
pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital. Sebagai upaya untuk
mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 WHO menetapkan kesepakatan global (The Global
Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Healthproblem by The Year 2020). Di
Puskesmas Loce,tidak terdapat kasus filariasis dari tahun ketahun.

42 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


2. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada
semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Berdasarkan pengumpulan data
Profil Kesehatan Puskesmas Loce menunjukkan bahwa pada tahun 2017 terdapat 1 kasus dan
pada tahun 2018 terdapat 137 suspek . Rincian data dapat dilihat pada gambar 6.9dan
lampiran tabel 22.
GAMBAR 6.9
JUMLAH SEDIAAN DARAH MALARIA DAN YANG POSITIF MALARIA
TAHUN 2018

suspek malria
137
kasus malaria positif

0 0
2016 2017 2018

Sumber: Bidang P2P, puskesmas loce

43 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


BAB VII
KESEHATAN LINGKUNGAN

Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berperan dalam menentukan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal di samping faktor kualitas pelayanan kesehatan, dan
perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk
mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system
kesehatan kewilayahan dalam menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan
kesehatan. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan ditetapkan
pada media lingkungan yang meliputi: air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta
vektor dan binatang pembawa penyakit.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan
kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan
kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat
berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta
berperan (Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat,
dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik. Kementerian Kesehatan khususnya Puskesmas
terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), yang dimaksud dengan STBM adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku yang higienis dan
saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya peningkatan akses sanitasi sejak tahun
2006. Salah satu upaya melalui Kementerian Kesehatan adalah melakukan perubahan arah
kebijakan pendekatan sanitasi dari yang sebelumnya memberikan subsidi (projectdriven)
menjadi pemberdayaan masyarakat dengan fokus pada perubahan perilaku Stop Buang
AirBesar Sembarangan menggunakan metode CLTS (Community Led TotalSanitation). Belajar
dari pengalaman implementasi CLTS melalui berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah
bersama NGO (Non-Governmental Organization), maka pendekatan CLTS selanjutnya
dikembangkan dengan menambahkan 4 (empat) pilar perubahan perilaku lainnya yang
dinamakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Selanjutnya Pemerintah menetapkan
STBM menjadi kebijakan nasional pada tahun 2008. Pendekatan STBM terbukti telah mampu
mempercepat akses sanitasi di Indonesia.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, peningkatan rata-rata akses sanitasi dari tahun 1993-
2006 mencapai 0,78% per tahun. Sejak penerapan CLTS (Community Lead Total Sanitation)
pada tahun 2006 yang kemudian menjadi kebijakan nasional STBM pada tahun 2008 rata-rata

44 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


peningkatan akses sanitasi per tahun mencapai 3,53%. Dalam pelaksanaan STBM berpedoman
pada lima pilar sebagai berikut:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBABS).
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT).
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT).
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT).
Pelaku utama STBM adalah masyarakat yang didukung oleh pemerintah dan berbagai
pihak seperti LSM, swasta, perguruan tinggi, media dan organisasi sosial lainnya. Dukungan
yang diberikan meliputi pengembangan kapasitas, pengembangan pilihan teknologi,
memfasilitasi pengembangan mekanisme jejaring pemasaran, pengembangan media, fasilitasi
pemicuan, dan pertemuan-pertemuan pembelajaran antar pihak. Berbagai dukungan tersebut
telah terbukti mampu meningkatkan kemandirian masyarakat dalam membangun sarana
sanitasi sesuai kemampuan. STBM digunakan sebagai sarana pemerintah dalam pencapaian
akses sanitasi menuju universal access pada akhir tahun 2019.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014, strategi penyelenggaraan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 3 (tiga) komponen yang saling mendukung
satu dengan yang lain yang disebut dengan 3 Komponen Sanitasi Total yaitu:
1. penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment);
2. peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation);
3. peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement);
Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah
jumlah kumulatif desa/kelurahan yang terverifikasi melaksanakan STBM. Jumlah kumulatif
desa/kelurahan yang terverifikasi sebagai desa melaksanakan STBM adalah dengan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Telah dilakukan pemicuan STBM (upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat
yang higiene dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
partisipatori berprinsip pada pendekatan CLTS (Community-Led TotalSanitation).
2. Telah memiliki natural leader (anggota masyarakat baik individu maupun kelompok
masyarakat yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut).
3. Telah memiliki Rencana Kerja Masyarakat (RKM).
Data dari Profil dari puskesmas tahun 2016-2018, gambaran capaian desa/kelurahan
yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tahun 2015-2018 dapat di lihat pada
gambar 7.1 berikut ini

GAMBAR 7.1
CAPAIAN DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
TAHUN 2018

45 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


2018

LOCE T.KOE SAMBI TOE RURA

Sumber: Program Penyehatan Lingkungan tahun 2018


B. Air Minum
Salah satu target dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs) pada sektor lingkungan hidup adalah memastikan masyarakat mencapai akses
universal air bersih dan sanitasi yang layak. Universal akses dalam sektor airminum dan sanitasi
diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Air bersih adalah salah satujenis sumber daya
berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Air minum merupakan airyang dikonsumsi manusia
dalam memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas AirMinum, air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum. Pada Permenkes tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggara
air minum wajib menjamin airminum yang diproduksinya aman bagi kesehatan. Dalam hal ini
penyelenggara air minum diantaranya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD),koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat,
dan/atau individual yang menyelenggarakan penyediaan air minum.Air minum yang aman
(layak) bagi kesehatan adalah air minum yang memenuhi persyaratan secara fisik,
mikrobiologis, kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air minum yangsehat adalah tidak berbau,
tidak berasa, tidak berwarna serta memiliki total zat padat,terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai
ambang batas yang ditetapkan. Secara mikrobiologis,air minum yang sehat harus bebas dari
bakteri E.Coli dan total bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang terkandung dalam air
minum seperti besi, aluminium, klor, arsen,dan lainnya harus di bawah ambang batas yang
ditentukan. Secara radioaktif, kadar gross alpha activity tidak boleh melebihi 0,1 becquerel per
liter (Bq/l) dan kadar gross beta activity tidak boleh melebihi 1 Bq/l.Kebutuhan air minum,
tidak hanya dilihat dari kuantitasnya tetapi juga dari kualitasair minum. Pemenuhan kebutuhan
air minum di rumah tangga dapat diukur dari akses airminum layak, beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap akses air minum layakdiantaranya adalah:

1. jenis sumber air utama yang digunakan untuk diminum;


2. jenis sumber air utama yang digunakan untuk memasak, mandi, dan mencuci;
3. jarak sumber air ke penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 meter.
GAMBAR 7.2

46 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


PENDUDUK DENGAN AKSES AIR MINUM LAYAK
TAHUN 2018

perpipaan mata air sumur gali sumur bor penampung


terlindung terlindung dengan an air hujan
pompa
Series 1 0 26 0 0 0

Sumber: Program Penyehatan Lingkungan tahun 2018


Dari gambar diatas menunjukkan sumber air utama yang paling banyak digunakan
masyarakat untuk memasak, mandi, mencuci, dll, adalah: Perpipaan (PDAM,BPSPAM) sebesar 0
Jiwa, Mata Air Terlindung sebesar 5.587 Jiwa, Sumur Gali Terlindung sebesar 0 Jiwa, Sumur Bor
Dengan Pompa sebesar 0 jiwa, dan Penampungan Air Hujan 0 Jiwa.
C. Akses Sanitasi Layak
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi
yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Definisi sanitasi dari
WHO merujuk kepada penyediaan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia
seperti urine dan faeces. Istilah sanitasi juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis
melalui upaya pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair. Sanitasi berhubungan dengan
kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi
sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas
lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya
jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.Mulai tahun 2015 definisi rumah
tangga yang memiliki akses sanitasi layak adalah apabila fasilitas sanitasi yang digunakan
memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapidengan jenis kloset leher angsa atau
plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic tank)
atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), danmerupakan fasilitas buang air besar yang
digunakan sendiri atau bersama. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu menggunakan
jamban dengan syarat sebagai berikut:

1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.


2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air
atau sumur.
3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.

47 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
GAMBAR 7.3
PERSENTASE PENDUDUK DENGAN AKSES SANITASI LAYAK
(JAMBAN SEHAT) TAHUN 2018

rura; 106,57%loce; 93,10%


loce
t.koe
t.koe; 104,73% sambi
toe
sambi; 32,12% rura
toe; 274,35%

Sumber: Program Penyehatan Lingkungan tahun 2018


Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa persentase penduduk yang akses ke sanitasi
yang layak tertinggi yaitu berada di puskesmas loce (274,35 %) dan pustu Toe (106,57 %)
sedangkan yang terendah berada di puskesmas Dintor (1 %). Rincian data dapat dilihat pada
lampiran tabel 74.
D. Tempat-Tempat Umum (TTU) Yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang digunakan untuk
kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan, antara lain
pasar rakyat, sekolah, fasyankes, terminal, bandara, stasiun, pelabuhan, bioskop, hotel dan
tempat umum lainnya. TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas
umum minimal sarana pendidikan dan pasar rakyat yang memenuhi syarat kesehatan. TTU
dinyatakan sehat apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat mencegah
penularan penyakit antar pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta memenuhi
persyaratan dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan. Pemerintah Daerah minimal
wajib mengelola 2 tempat-tempat umum, yaitu:

1. Sarana pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama (SMP/MTs) dan yang sederajat milik pemerintah dan swasta yang
terintegrasi.
2. Pasar rakyat yang dimaksud adalah pasar yang berlokasi permanen, ada pengelola,
sebagian besar barang yang diperjual belikan yaitu kebutuhan dasar sehari-hari dengan
fasilitas infrastruktur sederhana, dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan Badan Usaha
Milik Daerah.
48 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018
Laporan Profil Kesehatan Puskesmas Loce selama periode 3 (tiga) tahun terakhir adalah
sebagai berikut dari tahun 2016-2018 tidak ada TTu yang diperiksa. Rincian tempat-tempat
umum yang diperiksa dan memenuhi syarat dapat di lihat pada gambar 7.4 dan lampiran tabel
76.
GAMBAR 7.4
JUMLAH TTU YANG DIPERIKSA DAN MEMENUHI SYARAT
TAHUN 2015 - 2017

0 0 0
2016 2017 2018

Sumber: Program Penyehatan Lingkungan tahun 2018


E. Perumahan
Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan
kehidupannya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Pemukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam
pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga
tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak dan sehat, dipandang
dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat
perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat bersama keluarga. Rumah yang layak
harus menjamin kepentingan keluarga salah satunya menjamin kesehatan keluarga.
Definisi perumahan (housing) menurut WHO (World Health Organitation) adalah suatu
struktur fisik di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana lingkungan
dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaan sosial yang baik
untuk keluarga dan individu. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan rumah sehat yang tercantum dalam Residential
Environment dari WHO(1974) antara lain:239
1. Harus dapat berlindung dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat
istrahat.
2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, memasak, mandi, mencuci, kakus dan kamar
mandi.
3. Dapat melindungi bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan berbahaya.

49 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari
gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
Salah satu Instrumen Penilaian Rumah Sehat mengacu pada Pedoman Teknis Penilaian
Rumah Sehat Departemen Kesehatan RI Tahun 2007, dengan pembagian bobot penilaian
meliputi bobot komponen rumah, bobot sarana sanitasi, serta bobot pada perilaku penghuni.
Sesuai dengan pedoman ini, secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut (1). memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat
(ruang tidur), bagi masing-masing penghuni, (2). memenuhi persyaratan pencegahan penularan
penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup
sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup, dan (3). memenuhi persyaratan pencegahan
terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan
kecelakaan di dalam rumah. Rumah layak huni mendukung terciptanya rumah yang sehat.
Definisi rumah layak huni menurut Badan Pusat Statistik 2015, adalah rumah yang memenuhi
persyaratan keselamatan, bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan
penghuninya. Penilaian rumah layak huni diperoleh melalui indikator komposit dari tujuh
indikator terkait yaitu;
1. Akses Air Layak.
2. Akses Sanitasi Layak.
3. Sufficient Living Area (Luas lantai per kapita > 7,2 m2).
4. Jenis Lantai.
5. Jenis Dinding.
6. Jenis Atap.
7. Penerangan Listrik.
Rumah yang dikategorikan layak huni, adalah rumah yang maksimum hanya memiliki dua
indikator pembentuk yang kurang baik dari tujuh indikator rumah layak huni. Indikator rumah
layak huni dapat mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
kesejahteraan masyarakat mengindikasikan semakin terpenuhi kebutuhan dasar akan
perumahan sehat.
Laporan Profil Kesehatan Puskesmas Loce pada tahun 2018 sebesar 339 rumah yang layak
dihuni. Rincian dapat dilihat pada gambar 7.5dan lampiran tabel 58.

50 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018


GAMBAR 7.5
RUMAH YANG MEMENUHI SYARAT
TAHUN 2018

97
87
76

43
36

loce t.koe sambi toe rura

Sumber: Program Penyehatan Lingkungan tahun 2018

51 Profil Kesehatan puskesmas loce 2018

Anda mungkin juga menyukai