Anda di halaman 1dari 11

TANTANGAN AHLI

EPIDEMIOLOGI DALAM MENERAPKAN


ILMU DAN PRINSIP EPIDEMIOLOGI BENCANA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Epidemiologi Khusus

DIDI SETIYADI
NIM. 30000217410004

PROGRAM STUDI MAGISTER EPIDEMIOLOGI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap terjadinya bencana.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013 yang dikeluarkan BNPB, dari
496 kabupaten/kota, 65% nya adalah lokasi berisiko tinggi. Secara geografs Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu
lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifk.
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa - Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa
pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Selain faktor alam, secara
geopolitik, Indonesia memiliki peran ekonomi internasional yang cukup penting, karena
memiliki pelabuhan internasional. Ditambah jumlah penduduk yang banyak (nomor 4
dunia) dan terdiri dari multietnis serta multi agama, menyebabkan Indonesia berisiko
untuk terjadinya konflik sosial.
Bencana umumnya memiliki dampak yang merugikan. Rusaknya sarana prasarana
fsik, permukiman dan fasilitas umum. Dampak lain adalah permasalahan kesehatan
seperti korban meninggal, korban cedera berat yang memerlukan perawatan intensif,
peningkatan risiko penyakit menular, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat
kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan, kerusakan fasilitas kesehatan, rusaknya sistem
penyediaan air, stress pasca trauma, masalah gizi dan psikososial. Kejadian bencana
seringkali diikuti dengan adanya arus pengungsian penduduk ke lokasi yang aman, yang
akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang baru di lokasi tujuan pengungsian
tersebut. Hal ini tentu akan berdampak pada pembangunan kesehatan baik tingkat
nasional maupun daerah. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan
keadaan. Belum lagi waktu yang hilang untuk mengejar ketertinggalan.
Saat terjadi bencana seorang ahli epidemiologi memiliki peran penting dalam
memperkuat kapasitas negara/organisasi untuk menanggapi keadaan bencana yang
terjadi, memberikan masukan terhadap perencanaan yang akan dilakukan untuk
menghadapi situasi bencana, dan identifikasi terhadap kemampuan untuk menghadapi
situasi bencana. Banyak mamfaat yang diperoleh saat menerapkan ilmu dan prinsip

1
epidemiologi saat terjadi bencana. Namun, metode epidemiologi belum secara rutin
diintegrasikan ke dalam respons bencana dan sepenuhnya dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan. Banyak kesulitan yang terjadi untuk menerapkan prinsip dan
metode epidemiologi pada saat terjadinya bencana.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menguraikan
mengenai peran dan tantangan seorang ahli epidemiologi dalam menerapkan ilmu
epidemiologi saat terjadi bencana dan perencanaan yang akan dilakukan saat terjadi
bencana.
B. Pembahasan
1. Epidemiologi bencana
Bencana adalah situasi yang kompleks di mana konsekuensi dari suatu peristiwa
berada di luar kemampuan yang terkena dampak untuk merespons secara efektif,
umumnya dari 2 jenis:
a. Bencana alami adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam. Contohnya : gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Buatan manusia: tidak disengaja atau disengaja akibat kelalaian yang diperbuat
oleh manusia. Contohnya : tumpahan bahan kimia, pelepasan radiasi, kebakaran
hutan, kegagalan teknis, konflik sipil.
Epidemiologi bencana adalah studi tentang dampak bencana pada populasi
manusia, terutama oleh penggunaan pengumpulan data dan analisis statistik dan
terutama dengan tujuan memprediksi dampak bencana di masa depan. Wawasan
tentang dampak suatu bencana dapat berdampak pada kesehatan dan populasi
sehingga secara cepat mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan tanggapan yang
tepat, mengumpulkan sumber daya yang diperlukan, dan memfasilitasi kegiatan
pemulihan terhadap kejadian bencana.
2. Peran epidemiologi saat bencana
Hampir setiap bencana berskala besar membawa risiko kesehatan masyarakat
yang besar dan membutuhkan respon yang mengatasi dampak langsung dari bencana
pada suatu populasi. Beberapa risiko kesehatan yang terjadi saat terjadi bencana

2
seperti luka parah, kurangnya tempat perlindungan dalam cuaca buruk, penyakit akut
dalam bencana biologis.
Pengambilan intervensi disesuaikan dengan risiko kesehatan yang muncul dengan
bencana yang terjadi. Untuk mengambil intervensi yang sesuai dengan kebutuhan saat
terjadi bencana epidemiologi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi yang
menghadapi kesiapsiagaan darurat dan pemangku kepentingan dan merumuskan 3
tujuan menyeluruh yaitu :
a. Perkuat kemampuan bangsa untuk merespons untuk keadaan darurat kesehatan
masyarakat dengan mengintegrasikan epidemiologi terapan ke dalam kesehatan
masyarakat kesiapan, tanggapan, dan upaya pemulihan.
b. Mendidik perencana respon, insiden komandan, dan lainnya dalam posisi
kepemimpinan untuk lebih memahami peran mendasar epidemiologi terapan
dalam rencana tanggapan, eksekusi, dan pemulihan.
c. Identifikasi satu set kemampuan umum diperlukan untuk mendukung
epidemiologi bencana kegiatan selama tanggap darurat situasi.
Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan maka
epidemiologi melakukan dua pendekatan dalam mengumpulkan informasi yaitu :
a. Studi tentang penyebab yang mendasari bencana. Fokus pada peristiwa itu sendiri
atau mortalitas dan morbiditas yang terkait dengan peristiwa
tersebut. Mempelajari sebanyak mungkin tentang alasan bencana adalah penting
untuk mengembangkan kegiatan pencegahan berbasis populasi di masa depan.
b. Menggunakan metode epidemiologi untuk menyelidiki mekanisme untuk
mengurangi beban bencana begitu hal itu terjadi. Aplikasi epidemiologi yang
paling langsung dalam situasi ini adalah pembentukan sistem pengawasan untuk
mengidentifikasi cedera dan kemungkinan munculnya penyakit kesehatan menular
dan mental, penyebaran penilaian kebutuhan cepat untuk mengidentifikasi dan
memprioritaskan solusi untuk masalah yang ada, dan studi analitik tentang faktor
risiko dan riwayat alami peristiwa kesehatan.
Melalui dua pendekatan tersebut maka akan terbentuk informasi informasi sebagai
berikut :

3
a. Identifikasi orang epidemiologi bencana pribadi, peran mereka, dan rentang
tanggung jawab ikatan dalam siklus manajemen bencana.
b. Identifikasi contoh-contoh epidemiologi bencana kegiatan yang saat ini sedang
dilaksanakan disebut di negara bagian, suku, lokal, teritorial, dan tingkat federal.
c. Identifikasi cara untuk mengaktifkan dan menerapkan kegiatan epidemiologi
bencana selama fase khusus dari manajemen bencana siklus.
d. Identifikasi cara-cara untuk memberi informasi lebih baik kepada mitra kesehatan
masyarakat (misalnya, lembaga tanggap darurat, penyedia layanan sosial, sektor
swasta termasuk industri konstruksi dan perumahan) dari manfaat kemampuan
epide miologi bencana di departemen kesehatan publik sehingga dapat digunakan
secara keseluruhan, respon, dan upaya pemulihan.
e. Identifikasi umum, berpotensi terstandardisasi, kebutuhan informasi tanggap
darurat sepanjang siklus manajemen bencana yang dapat dipenuhi oleh
keterampilan dan aktivitas epidemiologi bencana
f. Identifikasi dan standarisasi keterampilan epidemiologi, kemampuan umum, dan
alat yang berlaku untuk tanggap darurat
Epidemiologi memberikan informasi secara keaadaan wilayah saat terjadi bencana.
Sehingga para pemangku kepentingan dapat terpenuhi Standar Minimal Penanggulangan
Masalah Kesehatan akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Beberapa standar
minimal yang harus terpenuhi antara lain :
1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
reprodukse dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu
Pusat Kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang,
sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000 sasaran. Penyediaan pelayanan
kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit Swasta, Balai
Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun intemasional yang terkait dengan bidang
kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan
masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan
ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian
Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk

4
penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan
(10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter ( 1 orang), paramedis (4-5 orang),
asisten apoteker ( 1 orang), teknisi laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-
10 orang), pengawas sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10- 20
orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian,
surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan
secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi,
jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut
usia). Data tersebut penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan
bahan makanan pada tahap penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans
berikutnya. Selain itu, pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil
masyarakat korban bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan
kebutuhan kebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok
ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
 persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
 jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,
 satu kran air untuk 80-100 orang,
 satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah
tangga atau menurut jenis kelamin,
 jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat
pengungsian,
 bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan
lubang sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman
atau tempat pengungsian,
 bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
 tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman
atau tempat pengungsian.

5
3. Problem penerapan ilmu dan prinsip epidemiologi saat terjadi bencana
a. Lingkungan politik
Upaya pengendalian dan pengurangan terhadap dampak terjadinya bencana
merupakan kunci sukses untuk mengurangi perkembangan nasional. Upaya upaya
pengendalian dan pengurangan memerlukan kekompakan dan keseimbangan pada
setiap pemegang kepentingan yang seringkali bersifat sosio politik. Banyak
contoh mengenai penanggulangan penyakit gagal akibat lingkungan politik.
Penjelasan mengenai kegagalan tersebut bermula dari masalah manajerial dan
keuangan. Perlu adanya intervensi pada bidang politik untuk sehingga memiliki
konseptualisasi program, desain, dan manajemen
Keadaan politik menjadi faktor determinan sosial kesehatan. Keadaan politik
yang stabil maka pemerrintah akan fokus pada kesejahteraan penduduk,
kesehatan, dan pendidikannya. Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat
mendukung program-program kesehatan sehingga mampu meningkatkan status
kesehatan, khususnya pada rencana pengendalian dan pengurangan dampak
terhadap terjadinya bencana.
Langkah yang dapat dilakukaan untuk mengatasi lingkungan politik yang
tidak mendukung penerapan ilmu dan prinsip epidemiologi :
1. Melakukan advokasi kepada pemerintah bahwa kejadian bencana
memerlukan repon yang spesifik dalam bentuk koordinasi diantara pemegang
kepentingan
2. Sosialisasi terhadap pemangku kepentingan bahwa bencana merupakan
kedaruratan kesehatan masyarakat dan epidemiologi memberikan
rekomendasi langkah langkah untuk meminimalkan dampak, khususnya di
bidang kesehatan yang di dapatkan dari studi kasus bencana yang telah lalu.
Rekomendasi di ditujukan untuk menghindari dampak tambahan saat terjadi
bencana sekaligus menghindari upaya yang tidak diperlukan.
b. Kondisi sosial dan demografi yang berubah
Perubahan kondisi sosial dan demografi saat terjadi bencana sangat cepat.
Perubahan ini menyulitkan seorang ahli epidemiologi dalam memprediksi

6
kebutuhan saat terjadi bencana. Kesulitan itu juga terjadi pada saat tidak terjadi
bencana akibat adanya urbanisasi, industrialisasi, meningkatnya pendapatan,
tingkat pendidikan, teknologi kesehatan dan kedokteran di masyarakat. Hal ini
akan berdampak pada terjadinya transisi epidemiologi yaitu perubahan pola
kematian yaitu akibat infeksi,angka fertilitas total,umur harapan hidup penduduk
dan meningkatnya penyakit tidak menular atau penyakit kronik.
Langkah yang dapat dilakukaan untuk mengatasi kondisi sosial dan
demografi yang berubah-ubah antara lain :
1. Menerapkan survailens untuk menentukan kondisi saat ini melalui data
sumber data di berbagai instansi yang berhubungan
2. Melakukan survei, invetigasi dan pengamatan longitudinal untuk tentang
dampak kesehatan masyarakat dari suatu bencana
3. Studi mengenai komponen inti secara rinci yang perlu diperhatikan dari
keadaan bencana
c. Kesulitan dalam menerapkan teknik epidemiologi dalam konteks kehancuran
besar
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu
aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit,
hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan
lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.
Keadaan keadaan tersebut menyulitkan seorang ahli epidemiologi dalam
menerapkan Teknik epidemiologi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat ahli
epidemiologi dapat melakukan beberapa langkah antara lain :
1. Pengembangan protokol standar untuk mengumpulkan informasi
2. Standarisasi terminologi bencana, teknologi, metode dan prosedur
3. Menyelenggrakan studi evaluasi yang lebih luas
4. Membuat penggunaan yang lebih besar dari sistem informasi bencana yang
ada
d. Kurangnya waktu untuk mengatur penyelidikan epidemiologi dan populasi yang
tidak terdefenisi dengan baik

7
Bencana terjadi pada waktu tidak diperkirakan dan seringkali pada wilayah
yang luas. Pada penanggulangan bencana perlu upaya cepat dan kebutuhan
informasi mengenai keadaaan dan potensi yang ada merupakan kebutuhan
mendasar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa langkah antara
lain yaitu :
1. Teknik survei. Contohnya kebutuhan cepat sebagai penilaian
2. Sistem pengawasan dan pelacakan kesehatan masyarakat. Contohnya
menentukan ruang kesehatan masyarakat yang terkena dampak dan pekerja
tanggap selama fase tanggap darurat dan pemulihan
3. Investigasi epidemiologi. Contohnya penelitian observasional atau analitik
tentang dampak kesehatan masyarakat dari suatu insiden atau efek dari upaya
pencegahan atau pemulihan
4. Pengamatan longitudinal. Contohya observasi sentris orang untuk potensi
konsekuensi jangka panjang yang dihasilkan dari penyakit, cedera, atau
eksposur selama respon langsung
e. Kurangnya kolaborasi aktif antara bidang ilmu lain.
Saat kondisi bencana upaya dari berbagai pihak untuk mengatasi bencana.
Upaya dari masing masing pihak memberikan kontribusi penyelesaian sesuai
tugas dan fungsi masing dan saling mendukung. Seringkali dalam menghadapi
permasalahan terjadi tumpang tindih tugas, miskomunikasi sehinggga keadaan
tersebut merupakan faktor yang mempersulit dalam menanggulangi bencana.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa langkah antara lain yaitu :
1. Menyusun dan membuat perjaanjian dan mengatur keperluan yang di pimpin
oleh pemerintah pusat
2. Suara, dukungan dan bantuan teknis dari pemerintah
3. Bekerja sama dalam hal deteksi, penilaian, serta respon terhadap bencana
C. Penutup
Kegiatan yang berbasis epidemiologi dapat meningkatkan kesadaran situasional
selama keadaan darurat dan berkontribusi untuk pemahaman yang lebih baik, alokasi
sumber daya, dan pesan selama dan setelah acara. Kegiatan epidemiologi bencana
meliputi penilaian kebutuhan cepat, pengawasan, pendaftar, investigasi, dan penelitian

8
yang dapat diterapkan secara terus menerus di seluruh siklus manajemen bencana untuk
memberikan informasi yang dapat ditindaklanjuti tentang status kesehatan dan kebutuhan
sumber daya di antara masyarakat pemangku kepentingan lainnya. Informasi
epidemiologis yang tersedia secara real time selama peristiwa bencana pada akhirnya
memberikan kontribusi untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi morbiditas dan
mortalitas.
Dalam pelaksaanya ilmu dan prinsip epidemiologi memiliki banyak hambatan.
Namun, mengingatnya banyak mamfaat yang diporoleh dengan menerapkan prinsip
epidemiologi. Maka perlu upaya upaya khusus untuk menyelesaikan masalah masalah
tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Risiko, I. & Indonesia, B. Indeks Risiko Bencana Indonesia.

2. Malilay, J. et al. The role of applied epidemiology methods in the disaster management
cycle. Am. J. Public Health 104, 2092–2102 (2014).

3. RI, D. Pedoman penanggulangan masalah kesehatan akibat kedaruratan kompleks.


Penangulangan Kesehat. (2001).

4. Sitorus, R. J. APLIKASI EPIDEMIOLOGI DALAM PEMECAHAN MASALAH-


MASALAH APPLICATIONS OF EPIDEMIOLOGY IN SOLVING PROBLEMS Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat. J. Ilmu Kesehat. Masy. 3, 90–95 (2012).

5. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan. Manajemen


epidemiologi bencana.

6. Widayatun & Fatoni, Z. Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi Bencana:Peran Petugas


Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat (Health Problems in a Disaster Situation : the Role
of Health Personnels and Community Participation). J. Kependud. Indones. 8, 37–52
(2013).

7. Noji, E. K. Disaster epidemiology. Emerg. Med. Clin. North Am. 14, 289–300 (1996).

8. Adik Wibowo. Sistem Kesehatan Dalam Pengelolaan Zoonosis. (2014).

Anda mungkin juga menyukai