Oleh:
Atingul Marifah (109103000047)
Kharisma Indah (109103000049)
Maharani (109103000054)
M. Ibnu Imaduddin (109103000018)
Syukran (109103000044)
Pembimbing:
Dr. Marita, PhD
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah diagnosis
komunitas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Program Studi
Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Puskesmas Pagedangan.
Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah
membawa manusia menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Marita, PhD selaku pembimbing kami dan seluruh staf Puskesmas Cisauk yang telah
memberikan kesempatan dalam penyusunan makalah diagnosis komunitas ini.
Kami sadari betul bahwa makalah studi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah yang kami buat ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, November 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................................1
1.4. Manfaat Penelitian..........................................................................................................2
1.5. Ruang Lingkup................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
2.1. TB dan Riwayat Alamiahnya..........................................................................................3
2.2. Upaya Pengendalian TB..................................................................................................5
2.3. Penemuan Kasus Tuberkulosis........................................................................................6
2.4. Diagnosis Tuberkulosis...................................................................................................8
2.5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien............................................................................11
2.6. Pengobatan Tuberkulosis..............................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................30
3.1. Desain Penelitian...........................................................................................................30
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................30
3.3. Populasi.........................................................................................................................30
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.........................................................................................30
3.5. Cara Kerja.....................................................................................................................30
3.6. Definisi Operasional......................................................................................................30
3.7. Rencana Pengolahan dan Analisis Data........................................................................31
BAB IV....................................................................................................................................32
BAB V......................................................................................................................................33
5.1 Simpulan........................................................................................................................33
5.2 Saran...............................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................34
Lampiran..................................................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di
dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB
lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Gambar 1.1. Angka Insidens TB di dunia (WHO, 2009)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya
sekitar
15 tahun.
Selain
merugikan
secara
ekonomis,
TB
juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).
Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia (global emergency).
Di Puskesmas Cisauk tercatat adanya peningkatan suspek penderita TB dari 105 pada
tahun 2011 dan menjadi 244 pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa TB merupakan
sebuah penyakit menular yang memerlukan perhatian khusus dalam pemberantasannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TB dan Riwayat Alamiahnya
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB
meningkat pula.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar
berikut:
strategi
DOTS,
setiap
dolar
yang
digunakan
untuk
20
tahun. Fokus
utama
11
untuk
mempercepat
penemuan
dan
mengurangi
keterlambatan pengobatan.
b. Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak cost
effectif. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:
1) kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti
pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
2) kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan,
lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup
pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB,
terutama mereka yang dengan TB BTA positif.
3) pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB
harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan
pengobatan TB atau pegobatan pencegahan.
12
dengan
TB
Paru
pada
orang
dewasa
ditegakkan
dengan
15
dapat
dilakukan
bersamaan
dengan
foto
toraks
dan
Antibiotik non OAT : Antibiotik spektrum luas yang tidak memiliki efek
anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon)
16
terkena.
7. Diagnosis TB pada anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis
baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan
merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit,
maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem
skor.
IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis
Anak dengan
oleh
program nasional
pengendalian tuberkulosis
untuk
diagnosis TB anak.
Setelah
dokter
melakukan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
17
kepekaan
(undertreatment), menghindari
a. Tuberkulosis
paru.
Tuberkulosis
paru
adalah
tuberkulosis
yang
Klasifikasi
berdasarkan
hasil
pemeriksaan
dahak
mikroskopis,
(dipertimbangkan)
oleh
dokter
untuk
diberi
pengobatan.
Catatan:
Pasien
TB
paru
tanpa
hasil
pemeriksaan
dahak
tidak
dapat
14.
tuberkulosis
dan
telah
dinyatakan
sembuh
atau
22
b. Untuk
menjamin
kepatuhan
pasien
menelan
obat,
dilakukan
OAT
ini
disediakan
program
untuk
digunakan
dalam
Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
25
26
Catatan:
Cara
melarutkan
streptomisin
vial
gram
yaitu
dengan
27
baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan anak.
Tabel 3.10 Dosis OAT Kombipak pada anak
Keterangan:
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
b. Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak
erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan
pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan
sistem skoring didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan
Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila
anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
29
pemeriksaan
biakan
kali
berurutan
dengan
jarak
pemeriksaan 30 hari.
Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan menganut prinsip DOT = Directly/Daily Observed Treatment,
dengan PMO diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan.
Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini adalah
paduan standar (standardized treatment). yaitu :
Km - E - Eto - Lfx - Z - Cs / E - Eto - Lfx - Z - Cs
Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris dan dapat disesuaikan bila :
a. Etambutol tidak diberikan bila terbukti telah resisten atau riwayat
penggunaan
sebelumnya
menunjukkan
kemungkinan
besar
terjadinya
gangguan
pendengaran
dan
tidak
berinteraksi
dengan
kontrasepsi
hormonal
(pil
KB,
non-hormonal,
atau
kontrasepsi
yang
mengandung
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
Pada keadaan di mana pengobatan TB sangat diperlukan dapat
diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin
(R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
e. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal
hati sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih
dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan,
harus
dihentikan.
Kalau
peningkatannya
kurang
dari
kali,
hanya
digunakan
pada
keadaan
khusus
yang
kemudian
diturunkan
secara
bertahap.
Lama
pemberian
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
33
kesehatan,
guru,
anggota
(Perhimpunan
Pemberantasan
keluarga
pasien
TB
yang
mempunyai
gejala-gejala
35
36
Keterangan:
*)
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan
lama
pengobatan
sebelumnya
kurang
dari
bulan
lanjutkan
38
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi cross sectional.
3.3. Populasi
Populasi Target
Seluruh populasi tuberkulosis tahun 2013 menjadi sampel.
PopulasiTerjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah penderita tuberkulosis di Puskesmas
Cisauk pada bulan Januari 2013 sampai Desember 2013.
Data dicari dengan hasil rekapan rekam medis penderita tuberkulosis (TB 03).
40
Berkas yang berisi catatan di dokumen mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana
kesehatan pasien tuberkulosis tahun 2013.
3.6.2. Prevalensi
Angka kejadian kasus lama dan kasus baru.
3.6.3. Tuberkulosis
Seseorang yang memenuhi kriteria diagnosis tuberkulosis menurut standar diagnosis
TB nasional.
3.6.4. Umur
Umur yang tertera dalam rekam medis pasien berdasarkan tanggal kelahirannya atau
momen penting yang diingatnya berdasarkan informasi keluarga.
3.6.5. Jenis Kelamin
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Poli TB Puskesmas Cisauk pada bulan Oktober-November
2014. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah rekapan rekam medik (TB 03) pasien
tuberkulosis pada tahun 2013.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi penyakit tuberkulosis di Puskesmas
Cisauk pada tahun 2013. Berikut adalah tabel yang menggambarkan demografi pasien
tuberkulosis:
Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Kelompok Usia
0-10
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
70-79
Asal Desa
Cisauk
Cibogo
Sampora
Klasifikasi
Paru
Ekstra Paru
Tipe Penderita
Baru
Kambuh
Pndahan
Default
Lain-lain
BTA Sebelum Pengobatan
Positif
Negatif
Frekuensi
Persentase
40
27
59.7
40.3
5
6
15
18
6
7
7
3
7.5
9.0
22.4
26.9
9.0
10.4
10.4
4.5
31
21
15
46.3
31.3
22.4
64
3
95.5
4.5
62
3
1
1
0
92.5
4.5
1.5
1.5
0
32
35
47.8
52.2
42
Prevalensi kasus Tuberkulosis di Puskesmas pada tahun 2013 adalah sebesar 0.22 %
Rumus prevalensi TB di Puskesmas Cisauk
67/29973x100% = 0.2235% ~ 0.22 %
67/100.000x29973 = 20.08191~ 20 kasus dalam 100.000 jumlah penduduk
Target prevalensi nasional adalah 66.24 kasus dalam 100.000 jumlah penduduk,
artinya target prevalensi nasional di Puskesmas Cisauk sudah tercapai.
4.2.1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil yang didapat (tabel 1), penderita tuberkulosis pada tahun 2013 digambarkan
laki-laki 40 (59.7%), dan perempuan 27 (40.3%) penderita. Dengan demikian, jenis kelamin
laki-laki separuh lebih dari jumlah penderita secara keseluruhan. Jenis kelamin dapat juga
menyebabkan terjadinya penyakit TBC Paru. Hal ini di karenakan oleh faktor kebiasaan
merokok pada laki-laki yanghampir dua kali lipat dibandingkan wanita. Penyakit TB Paru
cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (menurut
WHO).
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum
alcohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB Paru.
4.2. Karakteristik Demografis
4.2.2. Berdasarkan Umur
Dari hasil penelitian didapatkan sebaran usia paling banyak adalah usia 30-39 tahun
sebanyak 18 orang (26.9%), selanjutnya sebaran usia 20-29 tahun yaitu sebanyak 15 orang
43
(22.4%). Karakteristik umur dapat mempengaruhi kejadian TBC Paru karena semakin tua
umur seseorang maka semakin rentan terkena penyakit TBC paru. Faktor umur dalam
kejadian penyakit tuberkulosis paru. Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat
dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena
diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik.
Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian ini, penderita TB justru paling banyak di
usia yang produktif.
4.2.3. Berdasarkan Asal Desa
Jumlah penderita TB pada tahun 2013 paling banyak di desa Cisauk, diikuti desa
Cibogo, dan terakhir desa Sampora. Perbedaan sebaran kasus TB pada ketiga desa ini masih
belum diketahui, secara teori perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia
dan perubahan struktur umur kependudukan mempengaruhi peningkatan jumlah penderita
TB. Pemetaan kasus TB berdasarkan wilayah sangat penting. Analisis spasial adalah salah
satu cara pendataan dalam upaya untuk manajemen lingkungan dan merupakan bagian dari
pengelolaan (manajemen) penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan uraian
tentang data penyakit secara geografis berkenaan dengan kependudukan, persebaran,
lingkungan, perilaku, sosial, ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan antar variabel
tersebut dimana masing-masing variabel dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit
tuberkulosis.
Berbagai faktor risiko dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok faktor risiko yaitu
faktor kependudukkan dan faktor lingkungan. Faktor kependudukan meliputi ; jenis kelamin,
umur, status gizi, status imunisasi, kondisi sosial ekonomi, adapun faktor risiko lingkungan
meliputi; kepadatan hunian, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu dan
ketinggian. Untuk mendeteksi lingkungan yang rentan penyakit dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi
4.2.4. Berdasarkan Klasifikasi Tuberkulosis
Kasus tuberkulosis paling banyak di Puskesmas Cisauk tahun 2013 adalah
tuberkulosis paru. Tujuan dari pada klasifikasi penyakit dan tipe penderita adalah untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum
pengobatan dimulai.
44
baik.
Di Indonesia tahun 2004 tercatat 627.000 insiden tuberkulosis paru dengan
282.000 diantaranya positif pemeriksaan dahak. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2004 menunjukkan bahwa estimasi prevalensi tuberkulosis paru berdasarkan
pemeriksaan mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA) positif sebesar 104 per 100.000
penduduk dengan batas bawah 66 dan batas atas 142 pada selang kepercayaan 95%. Badan
litbangkes (2003) estimasi incidence rate tuberkulosis paru di Indonesia berdasarkan
pemeriksaan (BTA) positif sebesar 128 per 100.000 penduduk. WHO (2005) estimasi
incidence rate tuberkulosis paru di Indonesia untuk semua kasus sebesar 675 per 100.000
penduduk
45
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa
prevalensi tuberkulosis di Puskesmas Cisauk tahun 2013 adalah sebesar 0,22% atau 20 kasus
per 100.000 jumlah penduduk. Secara distribusi tuberkulosis berdasarkan jenis kelamin lakilaki lebih banyak daripada perempuan. Sebaran usia terbanyak pada usia 20-39 tahun. Cisauk
merupakan desa yang paling banyak penderita tuberkulosis.
5.2 Saran
Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya pada pendataan pasien didata status gizi,
ekonomi, dan pendidikan pasien untuk mencari faktor resiko.
Untuk pemetaan desa, sebaiknya dicari penyebab kenapa desa Cisauk menjadi
desa terbanyak kasus tuberkulosis.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 20022006. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2001
2. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2010. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2010
3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta. 2006
4. Price, Sylvia A. Patofisiologi, volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC.2006
5. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. The Year of the lung. Deopartemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran FKUI-RS. Persahabatan. 2010
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2011
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit
Dan
Penyehatan
Lingkungan.
Pedoman
Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis. 2011
8. Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009. p.2230-9
47
Lampiran
48
49