Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hakasasi manusia dan salah satuunsur kesejahteraan yang
harusdiwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana di maksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pekerja yang sehat adalah factor penentu yang vital untukpertumbuhan social ekonomi
yang berkesinambungan sehingga di era globalisasi ini menuntut pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempatkerja termasuk sector kesehatandalam rangka
menekan serendah mungkinrisiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubugan kerja,
serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari
karyawan/pekerjadi sector kesehatan akan terpajan dengan risiko bahaya di tempat
kerja.risiko ini bervariasimulai dari yang paing ringan samai yang palingberat tergantung
jenis pekerjaannya.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah masalah dunia yangtelah diketahui
bahwa bekerja di manapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja (PAK). Baik
bekerja di darat,laut,udara,bawahtanah, maupun dirgantara: bekerja disektor jasa,
industry,pertanian, kehutanan,kesehatan,transpotasi,laboratorium,rumah sakitatau tempat
lainnya.PAK tidak hanya terjadi di Negara berkembang tetapi juga di Negara maju.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
1

penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alatalat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Profesi perawat, bidan dan dokter adalah salah satu penggolongan kerja formal. Tugas
perawat, bidan dan dokter adalah sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan untuk
menurunkan angka penyakit akibat kerja seperti Hepatitis dan HIV karena terkena percikan
darah, percikan cairan dan masih banyak lagi.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya di lingkungan kerja, dimana
cara terbaik adalah menghilangkan bahaya atau menutup sumberbahaya tersebut bila
memungkinkan. Tetapi sering bahaya tersebut tidak bias sempurna dikendalikan. Salah satu
cara upaya pencegahan penyakit akibat kerja adalah penggunaan alat pelindung diri. Alat
pelindung diri yang seharusnya dipakai oleh seorang petugas medis pada waktu bekerja
seperti sarung tangan, celemek, masker, kacamata pelindung dan sepatu boot yang digunakan
untuk menghalangi atau membatasi petugas dari percikan darah, air ketuban, percikan cairan
tubuh/secret atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik.
Sampai saat ini pihak Puskesmas Brondong belum melaksanakan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja khususnya peraturan atau standar oprasional pelayanan penggunaan APD
oleh karyawan IGD di waktu melakukan pertolongan pertama di IGD.
2

Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan karyawan IGD, alat pelindung diri yang
tersedia adalah : masker, sarung tangan, celemek, sepatu boot, sedangkan yang masih belum
tersedia adalah: kaca mata goggles. Selain itu

masih belom ada media info tentang

keselamatan dan kesehatan kerja, pengawasan rutin terhadap ketersediaan ataupun


penggunaan APD dengan lengkap dan kondisi baik serta tidak ada sangsi tegas bila tidak ada
ketersediaan ataupun tidak menggunakan APD pada waktu melakukan pertolongan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian tentang gambaran
penggunaan dan perlengkapan APD oleh karyawan IGD pada waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD Puskesmas Brondong.
12. Rumusan Masalah
Pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung Diri di IGD di Puskesmas Brondong pada
tahun 2015 belum sesuai standart.
1.3. Tujuan miniprject
Mengevaluasi pengetahuan dan penerapan Alat Pelindung Diri pada kayawan IGD di
Puskesmas Brondong .
1.4.. Manfaat Mini Project
1.4.1. Puskesmas dan Tenaga Kerja
1. Diharapkan dapat menjadi masukkan yang nantinya dapat di pakai sebagai bahan
pertimbangan bagi manajemen Puskesmas untuk menngkatkan keselamatan kerja.
2. Membeikan aspirasi kepada manajemen puskesmas brondong akan pentingnya
keselamatan kerja.
1.4.2. Dokter Internship
1. Memenuhi tugas sebagai syarat untuk menyelesaikan program internship.
2. Memperluas wawasan tentang pentingnya keselamatan kerja
3.Dapat di gunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi Sehat
Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental maupun
sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Definisi sehat menurut UU No 36
tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 1 ayat (1) adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Definisi kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995), kesehatan kerja adalah upaya
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial
semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan
kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan
dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan
kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya. Di Indonesia, dalam UU No 36
tahun 2009 tentang kesehatan pasal 164 disebutkan bahwa kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh pekerja.
Menurut Notoatmodjo (2007), Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungannya.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya memberikan jaminan kesehatan,
keselamatan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

2.1.2 Tujuan Kesehatan Kerja


Menurut WHO fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai tiga tujuan yaitu
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya, perbaikan
kondisi lingkungan kerja dan pekerja yang kondusif bagi kesehatan dan keselamatan pekerja,
pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang mendukung
keselamatan dan kesehatan pekerja.
Menurut Notoadmodjo (2007), Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan
kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau
lingkungan kerja .
2.1.3 Hazard dan Risiko Kesehatan di Tempat Kerja
Menurut Kurniawidjaja (2010), Hazard adalah sebagai segala sesuatu yang
berpotensi menyebabkan kerugian, baik dalam bentuk cedera atau gangguan kesehatan pada
pekerja maupun kerusakan harta benda antara lain berupa kerusakan mesin, alat, properti,
termasuk proses produksi dan lingkungan serta terganggunya citra perusahaan.
Hazard kesehatan adalah hazard yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.
Pada kondisi tertentu hazard kesehatan dapat menjadi nyata dan menimbulkan cedera atau
gangguan kesehatan. Besar risiko di nilai dengan metode penilaian risiko kesehatan, yaitu
suatu metode yang mengukur konsekuensi tersebut. Risiko semakin besar jika konsekuensi
gangguan kesehatan yang timbul berat, peluang atau frekuensi kejadian tersebut kerap terjadi.
Hazard dan risiko kesehatan di tempat kerja dapat berupa:
1. Hazard tubuh pekerja
Merupakan hazard yang berasal dari dalam tubuh pekerja yaitu kapasitas kerja dan status
kesehatan pekerja. Contohnya buta warna, penderita spinabipida.
2. Hazard prilaku kesehatan
Yaitu hazard yang terkait dengan prilaku pekerja, misalnya kebiasaan merokok di pabrik
tepung terigu menyebakan pekerjanya mengalami penurunan fungsi paru.

3. Hazard lingkungan kerja


Dapat berupa faktor fisik, kimia dan biologik yang berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan bila kadarnya atau intensitas pajanannya tinggi melampaui toleransi kemampuan
tubuh pekerja.
Hazard lingkungan kerja berupa :
1). Faktor atau bahaya fisik
Berpotensi menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK), dari penyakit yang ringan
seperti berdebar-debar akibat pajanan bising, sampai penyakit yang berat seperti
kanker akibat pajanan radiasi pengion.
2). Faktor atau bahaya kimia
Berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat luas spektrumnya, dari
yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal sampai yang berat seperti kelainan
organ hati dan saraf bahkan kanker.
3). Faktor atau bahaya biologik
Berpotensi menimbulkan Penyakit Infeksi Akibat Kerja (PAK), dari penyakit yang
ringan seperti flu biasa sampai Hepatitis Bahkan AIDS bagi pekerja kesehatan.
4). Hazard ergonomik
Hazard ergonomik adalah yang terkait dengan kondisi pekerjaan dan peralatan
pekerja yang digunakan oleh pekerja.
5). Hazard pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja
Dapat berupa beban kerja yang berlebihan atau pembagian kerja yang tidak
proporsional, budaya kerja sampai jauh malam dan mengabaikan kehidupan sosial
pekerja. Potensi bahaya atau risiko yang mungkin terjadi diruang IGD dapat
berupa bahaya:
1. Bahaya fisika : lantai licin, pecahan kaca, tertusuk jarum suntik.
2. Bahaya kimia : Berupa zat kimia korosif.

3. Bahaya biologic : percikan darah, cairan atau sekret tubuh


4. Bahaya ergonomic : Posisi tubuh waktu menolong pasien/postur yang janggal.
5. Psikososial : Situasi gawat darurat.
6. Budaya kerja : Beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan stress.
2.1.4 Manajemen Risiko dan Pencegahan Penyakit
Manajemen risiko kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen yang
terintegrasi dalam suatu organisasi, dan merupakan salah satu bagian dari penentu kebijakan.
Konsep manajemen risiko adalah mengelola risiko dengan segala upaya baik bersifat teknik
maupun administratif, agar risiko menjadi hilang atau minimal sampai ketingkat yang dapat
diabaikan karena tidak lagi membahayakan Manajemen risiko kesehatan kerja merupakan
suatu system yang mencakup penilaian, pemantauan dan pengendalian risiko, dilaksanakan
secara sistematis dan berkesinambungan berupa siklus dari serangkaian Kegiatan yaitu
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian.
2.1.5 Pengendalian Risiko
Hazard berpotensi menimbulkan risiko kerugian, bila peluangnya besar berarti risiko
yang ditimbulkan juga besar dan tidak dapat diterima.
Target dari pelaksanaan upaya pengendalian risiko adalah terciptanya tempat kerja yang layak
bagi perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Hirarki metode pengendalian risiko dari
yang paling ampuh sampai yang pada yang paling lemah keberhasilannya atau tidak ampuh.
ILO/WHO (2005) hirarki pengendalian adalah suatu cara menetapkan prioritas
strategi dan upaya untuk mengendalikan potensi bahaya kesehatan kerja yang disusun
sesuai dengan tingkat efektifitasnya yaitu eliminasi, subtitusi, pengendalian rekayasa dan
cara kerja serta alat pelindung diri (APD)
2.1.6 Alat Pelindung Diri
ILO/WHO (2005) Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan yan dirancang untuk
melindungi pekerja dari kecelakaan atau penyakit yang serius di tempat kerja, akibat kontak
dengan potensi bahaya kimia, radiologik, fisik, elektrik, mekanik atau potensi bahaya lainnya
di tempat kerja.

Selain penutup muka, kacamata pengaman, topi keras dan sepatu keselamatan, APD
mencakup berbagai peralatan dan pakaian seperti kaca mata, baju pelindung, sarung tangan,
rompi, tutup telinga dan respirator.
Ridley (2003) alat pelindung diri berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan pilihan terakhir
apabila keempat tahapan tidak dapat dilakukan, atau dapat dilakukan namun demikian masih
terdapat bahaya/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Sitorus,
2011, p.12).
Reamer (1980) APD harus mempunya persyaratan sebagai berikut:
1. Tidak mengganggu kerja dalam arti APD tersebut harus fix dengan besar tubuh
pemakainya dan tidak menyulitkan gerak
2. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya yang khusus sebagaimana APD
tersebut didesain
3. Enak dipakai pada kondisi pekerja yang sesuai dengan desain alat tersebut
4. APD harus mudah dibersihkan
5. Harus ada desain, kontruksi, penyajian terhadap penggunaan APD sesuai standar
6. Bentuknya cukup menarik
7. Seringan mungkin dan tidak menyebabkan ketidaknyamanan yang berlebihan
8. Mempunyai suku cadang yang mudah diperoleh untuk mempermudah pemeliharaan
BPP 2008, Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar
dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, yaitu :
a. Alat Pelindung Diri (APD) harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang

spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

b.Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

d. Bentuknya harus cukup menarik.


e. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
f. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang dikarenakan
bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.
g. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
h. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakainya.
i. Suku cadangnya mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya
Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD)
Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya,
bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan tanpa memakai APD. Oleh karena itu
agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya
potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan.
a. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) ada berbagai
macam yang berguna untuk melindungi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang
fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja.
Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga kerja, antara
lain (Tarwaka, 2008) :
1. Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Alat pelindung kepala ini digunakan untuk mencegah dan melindungi rambut
terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur
benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang,
melindungi jatuhnya mikroorganisme, percikan bahan kimia korosif, panas sinar
matahari dll. Jenis alat pelindung kepala antara lain:
a) Topi pelindung (Safety Helmets)
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh,
benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik bias terbuat dari plastik (Bakelite),
serat gelas (fiberglass) maupun metal.

b) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alatalat/ daerah steril dan percikan bahanbahan dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari kain katun.
c) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, dan
kondisi cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan
api/korosi, kulit dan kain tahan air.
2. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan
kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap
yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elegtromagnetik, panas
radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras, dll. Jenis alat pelindung
mata antara lain:
a) Kaca mata biasa (spectacle goggles)
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu dan radiasi
gelombang elegtromagnetik.
b) Goggles
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap, dan percikan larutan
bahan kimia. Goggles biasanya terbuat dari plastic transparan dengan lensa berlapis
kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elegtromagnetik mengion.
3. Alat Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)
Alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko
paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang
bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung
pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau
kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja.
Hal-hal yang perlu diketahui antara lain:
10

a) Bentuk kontaminan di udara, apakah gas, uap, kabut, fume, debu atau kombinasi
dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.
b) Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.
c) Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing kontaminan.
d) Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata dan
kulit.
e) Kadar oksigen di udara tempat kerja cukup tidak, dll.
Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
1) Masker
Alat ini digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikelpartikel yang lebih
besar masuk kedalam saluran pernafasan.
2) Respirator
Alat ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam,
asap, dan gas-gas berbahaya. Jenis-jenis respirator ini
antara lain:
a. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan tiksisitas
rendah. Catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel.
Sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat
organik.
b. Mechanical Filter Respirator
Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel-partikel zat padat, debu,
kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter
yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi
udara tidak terlalu tinggi atau partikel yang tidak terlalu kecil. Filter pada
respirator ini terbuat dari fiberglas atau wol dan serat sintetis yang dilapisi
dengan resin untuk memberi muatan pada partikel.
4. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
11

Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya
dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin,kontak dengan
arus listrik.
Jenis alat pelindung tangan antara lain:
1) Sarung tangan bersih : Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang di
disinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan
selaput lender misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka
terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak
ada sarung tangan steril.
2) Sarung tangan steril : Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan
dan harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril
baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
3) Sarung tangan rumah tangga (gloves) Sarung tangan jenis ini bergantung pada
bahan-bahan yang digunakan.
5. Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju pelindung
antara lain:
1) Pakaian kerja : Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi
seperti bahan dari wool, katun, asbes, yang tahan terhadap panas.
2) Celemek : Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat kedap
terhadap cairan dan bahan bahan kimia seperti bahan plastik atau karet.
3) Apron : Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat menyerap
radiasi pengion
6. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)
Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari
benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak
dengan arus listrik. Jenis alat pelindung kaki antara lain:
12

1) Sepatu steril : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang
bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
2) Sepatu kulit : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh benda-benda keras, panas dan berat, serta kemungkinan
tersandung, tergelincir, terjepit, panas, dingin.
3) Sepatu boot : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis, dan listrik.
7. Alat Pelindung Telinga (Ear Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang
masuk ke dalam telinga. Jenis alat pelindung telinga antara lain:
1) Sumbat telinga (Ear plug)
Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua
telinga dari orang yang sama adalah bebeda. Pada umumnya diameter saluran telinga
antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus.
sumbat telinga (Ear plug) dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan
sintetis. Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB.
2) Tutup telinga (Ear muff)
Alat pelindung tangan jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah
headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk
menyerap suara frekuensi tinggi. Alat ini dapat mengurang intensitas suara sampai 30
dB.
8. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan
terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat dan pada
pekerjaan konstruksi bangunan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam
pemakaiannya dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Menurut ILO (1989)
13

dari beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung,
maka hanya dua yang terpenting yaitu:
1) Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup
perlindungan terhadap bahaya tersebut.
2) Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat rasa kurang
nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan dan
sebagainya yang maksimum.
7. Peraturan Perundangan
Kewajiban dalam penggunaan APD di tempat kerja yang mempunyai resiko
terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diatur didalam
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang
mengatur tentang penggunaan APD antara lain:
Pasal 3 ayat 1 sub f, menyebutkan bahwa Dengan peraturan perundangan
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat pelindung diri
pada pekerja. Pasal 9 ayat 1 sub c, menyebutkan bahwa Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang, alatalat
pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 12 sub b, menyebutkan bahwa Dengan peraturan perundangan diatur
kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk, memakai alat-alat pelindung diri yang
diwajibkan.
Pasal 14 sub c, menyebutkan bahwa Pengurus diwajibkan menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 1/MEN/1981 tentang
Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.

14

Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pengurus wajib menyediakan secara cumacuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja
yang berada dibawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa tenaga kerja harus memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
2.1.7 Penyakit pada Pekerja dan Pengelolaannya
Penyakit pada pekerja dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu :
1. Penyakit umum pada pekerja yaitu dapat berupa penyakit infeksi seperti :
Hepatitis, AIDS dan TBC atau noninfeksi seperti kanker, stroke dan osteoporosis.
2. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja
Penyakit yang ada hubungannya dengan pekerjaan, seperti gangguan otot rangka
akibat ergonomik yang buruk, penurunan pendengaran , stress, penyakit infeksi.
2. Penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
Kecelakaan dapat menimbulkan cedera atau luka, dapat berakibat kematian atau cacat
dimana penderita adalah orang sakit yang memerlukan pengobatan dan perawatan.
ILO/WHO (2005) tenaga medis merupakan profesi yang berisiko terinfeksi
virus dari pasien. Angka kejadian tenaga kesehatan yang tertular Hepatitis B dan C
serta HIV yang ditularkan oleh pasien cenderung tinggi. Penularan ini dapat terjadi
karena paparan selaput lendir atau kulit yang tidak utuh (seperti kontak dengan kulit
yang merekah, tergores atau terkena dermatitis) dengan cairan tubuh, darah jaringan
atau cairan tubuh lain yang berpotensi infeksius, ataupun melalui kulit yang terluka
oleh pisau, jarum dan benda tajam lainnya
2.1.8 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur
manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga Kesadaran
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meningkat. Upaya kesadaran dan kepedulian
mengenai K3 dilakukan dengan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain
pembinaan, pelatihan program K3, kampanye K3, pengawasan dan inspeksi K3, audit
K3, komunikasi K3, dan pengembangan prosedur kerja aman.

15

2.2. Instalasi Gawat Darurat


2.2.1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat
Menurut Azrul (1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care) adalah
bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera
untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas,
diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat
kesehatannya belum jelas.
Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu negara
bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri.
Penyebab utama kesulitan untuk mengelola IGD adalah karena IGD merupakan salah
satu dari unit kesehatan yang paling padat modal, padat karya, serta padat teknologi.
2.2.2.

Kegiatan Instalasi Gawat Darurat


Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan kegawatdaruratan

memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD
secara umum dapat dibedakan sebagai berikut:
a.

Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.


Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan

pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas
seing disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk
memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat
jalan (ambulatory care)
b.

Menyelenggarakan

pelayanan

penyaringan

untuk

kasus-kasus

yang

membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.


Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif.
Pada dasarnya pelayanan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni
dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh
pelayanan rawat inap intensif.
c.

Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.


Kegiatan

ketiga

yang

menjadi

tanggung

jawab

UGD

adalah

menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta


16

menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan


keadaan medis darurat (emergency medical questions).
2.2.3.

Disiplin Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara memilih
anggota antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang biasa digunakan
adalah (Subagyo, 1993) :
1. FCFS

: First Come-First Served (pertama masuk, pertama dilayani)

2. LCFS

: Last Come-First Served (terakhir masuk, pertama dilayani)

3. SIRO

: Service In Random Order (pelayanan dengan urutan acak)

4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan.


Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke IRD akan dilayani sesuai
urutan prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna ,yaitu :
a.

Biru

: Gawat darurat,resusitasi segera yaitu Untuk penderita sangat gawat/ ancaman

nyawa.
b.

Merah : Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk penderita gawat darurat (kondisi stabil

/ tidak membahayakan nyawa )


c.

Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu Untuk penderita darurat, tetapi

tidak gawat
d.

Hijau : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk bukan

penderita gawat.
e.

Hitam : Meninggal dunia


Prioritas dari warna
1. Biru
a)

Henti jantung yang kritis

b) Henti nafas yang kritis


c)

Trauma kepala yang kritis

d) Perdarahan yang kritis


2.

Merah
a)

Sumbatan jalan nafas atau distress nafas

b) Luka tusuk
c)

Penurunan tekanan darah

d) Perdarahan pembuluh nadi


e)

Problem kejiwaan
17

f)

Luka bakar derajat II >25 % tidak mengenai dada dan muka

g) Diare dengan dehidrasi


h) Patah tulang
3.

Kuning
a)

Lecet luas

b) Diare non dehidrasi


c)
4.

Luka bakar derajat I dan derajat II > 20 %

Hijau
a)

Gegar otak ringan

b) Luka bakar derajat I


Gawat

: Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien

Darurat

: Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan

Saat tiba di IGD pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu


anamnesis untuk membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita
yang kena penyakit serius biasanya lebih sering mendapat visite lebih sering oleh
dokter daripada mereka yang penyakitnya tidak begitu parah . Setelah penaksiran dan
penanganan awal pasien bisa dirujuk ke Rumah sakit distabilkan dan dipindahkan ke
rumah sakit lain karena berbagai alasan atau dikeluarkan
Kebanyakan IGD buka 24 jam ,meski pada malam hari jumlah staf yang ada akan
lebih

sedikt.

2.2.4. Tujuan Instalasi Gawat Darurat


1.

Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat

2.

Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien

3.

Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang

terjadi dalam maupun diluar


4.

rumah sakit

Suatu IGD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada

masyarakat dengan problem medis akut


2.2.5. Kriteria Instalasi Gawat Darurat
1.

IGD harus buka 24 jam

2.

IGD juga harus memiliki penderita penderita false emergency (korban yang

memerlukan tindakan medis tetapi tidak segera),tetapi tidak boleh memggangu /


mengurangi mutu pelayanan penderita- penderita gawat darurat.
3.

IGD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive care

dilakukan ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik


18

4.

IGD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam

penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)


5.

IGD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas pelayanan

kesehatan masyarakat sekitarnya.


2.2.6. Kemampuan minimal petugas Instalasi Gawat Darurat
1.

Membuka dan membebaskan jalan nafas (Airway)

2.

Memberikan ventilasi pulmoner dan oksigenasi (Breathing)

3.

Memberikan sirkulasi artificial dengan jalan massage jantung luar (Circulation)

4.

Menghentikan perdarahan,balut bidai,transportasi,pengenalan dan

penanggulangan obat resusitas,membuat dan membaca rekaman EKG


2.2.7.

Kemampuan tenaga perawat Instalasi Gawat Darurat


1.

Mampu mengenal klasifikasi dan labelisasi pasien

2.

Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas,gagal

jantung,kejang,koma,perdarahan,kolik, status asthmatikus,nyeri hebat daerah panggul


dan kasus ortopedi.
3.

Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan Askep

4.

Mampu berkomunikasi :intern dan ekstern

2.2.8. Sarana dan prasarana fisik ruangan yang diperlukan di Instalasi Gawat Darurat
Ketentuan umum fisik bangunan :
1.

Harus mudah dijangkau oleh masyarakat

2.

Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda (Alur masuk

kendaraan /pasien tidak sama dengan alur keluar)


3.

Harus memiliki ruang dekontaminasi (dengan fasilitas shawer) yang terletak

antara ruang triage (ruang penerimaan pasien) dengan ruang tindakan


4. Ambulans / kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu
5.

Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 brankar

2.2.9. Prinsip penanggulangan penderita gawat darurat


Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah
satu sistem / organ seperti :
1.

Susunan saraf pusat

2.

Pernafasan

3.

Kardiovaskuler

4.

Hati

5.

Ginjal dan Pancreas


19

Kegagalan (kerusakan) sistem/ organ tersebut dapat disebabkan oleh :


1. Trauma / cedera
2.

Infeksi

3.

Keracunan (polsoning)

4.

Degenerasi (kailure)

5. Asfiksi
6.

Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and

electrolie)
Kegagalan sistem saraf pusat,kardiovaskuler,pernafasan dan kehilangan
hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit).
Sedangkan kegagaln sistem / organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang lebih lama. Drngan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1.

Kecacatan menemukan penderita gawat darurat

2.

Kecepatan meminta pertolongan

3.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :

a)

Ditempat kejadian

b) Dalam perjalanan kerumah sakit


c)

Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah Sakit

2.2.10. Triage
Mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk menempatkan
pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan

yang

tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Dan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan.
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang
dikenal, yaitu:
1. METTAG (Triage tagging system).
Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan.
Prioritas Nol (Hitam) :
1.

Mati atau jelas cedera fatal.

2.

Tidak mungkin diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) :


Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
20

1. gagal nafas,
2. cedera torako-abdominal,
3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4. shok atau perdarahan berat,
5. luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.
Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang sejenis, bisa
digunakan

sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Penuntun

Lapangan

START

memungkinkan

penolong

secara

cepat

mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera. Penuntun Lapangan START dimulai
dengan penilaian pasien 60 detik, meliputi pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan
status mental. Hal ini untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan,
c. mati.
A.

Sistem triase
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk sebanyak
mungkin pasien

B.

Objektif primer di igd


21

1. Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera


2. Menentukan area yang layak untuk tindakan
3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak perlu
4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu
5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga
6. Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.
C.

Aturan primer petugas


1. Skrining pasien secara cepat.
2. Penilaian terfokus.

D.

Sasaran primer dan sekunder triase


1. Primer : Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.
2. Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.

E.

Prinsip umum triase


1. Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2. Pertahankan rasa percaya diri pasien.
3. Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat mewawancara
pasien.
4. Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu & area tindakan.
Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu adakan penyuluhan.
5. Pahami sistem IRD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer aturan triase.
Gunakan sumber daya untuk mempertahankan standar pelayanan memadai.

F.

Pahami juga :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. Waspada atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial terancam hidup
atau anggota badannya harus didahulukan dalam penilaian hingga dapat segera
ditindak.
Prinsip dari triage :
a.

Triase harus cepat dan tepat


Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang menganca nyawa
merupakan suatu yang sangan penting pada bagian kegawatdaruratan

b.

Pemeriksaan harus adekuat dan akurat

22

Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element penting pada proses
pengkajian
c.

Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan


Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat direncanakan jika ada
informasi yang adekuat dan data yang akurat

d.

Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi


Tanggungjawab utama dari perawat triase adalah untuk mengkaji dan memeriksa
secara akurat pasien, dan memberikan perawatan yang sesuai pada pasien, termasuk
intervensi terapiutik, prosedur diagnostic, dan pemeriksaan pada tempat yang tepat
untuk perawatan

e.

Kepuasan pasien tercapai


Perawat triase harus melaksanakan prinsip diatas untuk mencapai kepuasan pasien
Perawat

triase

menghindari

penundaan

perawatan

yang

mungkin

akan

membahayakan kesehatan pasien atau pasien yang sedang kritis


Perawat triase menyampaikan support kepada pasien, keluarga pasien, atau teman
Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan yang di berikan oleh perawat di ruang
gawat darurat antara lain :
a)

Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus menerapkan
prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi dan memberikan asuhan
yang nyaman untuk klien

b)

Cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose keperawatan,


tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan

c)

Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi


masalah biologi dan psikologi klien

d)

Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat dan klien

e)

System monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan

f)

Sisten dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat

g)

Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.

23


Ada beberapa Tipe triage, yaitu :
a.

Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat
daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah bsakit berbeda-beda, tapi secara
umum ditujukan untuk mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki
tingkat keakutan dengan tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang
tepat. Perawatan yang paling intensif dberikan pada pasien dengan sakit yang serius
meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.

b.

Mass Casualty incident


Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan di suatu tempat
bencana menangani banyak pasien tapi belum mencapai tingat ke kelebihan
kapasitas. Perawatan yang lebih intensif diberikan pada korban bencana yang
kritis. Kasus minimal bisa di tunda terlebih dahulu.

c.

Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif
sesegera mungkin ketika korban bencana sangat membutuhkan. Pada disaster triage
dilakukan identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih
dahulun tanpa muncul resko dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat
bertahan. Prioritasnya

ditekankan

pada

transportasi

korban

dan

perawatan

berdasarkan level luka.


d.

Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan
aturan medis biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling
baik karena jika gagal untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk
pada kesehatan dan kesejahteraan populasi yang lebih besar.

e.

Special Condition triage


Digunakan ketika terdapat faktor lain pada populasi atau korban. Contohnya kejadian
yang berhubungan dengan senjara pemusnah masal dengan radiasi, kontaminasi
biologis dan kimia. Dekontaminasi dan perlengkapan pelindung sangat dibutuhkan
oleh tenaga medis.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam unit gawat darurat
berdasarkan Prioritas Perawatannya, antara lain :
24

a.

Gawat Darurat (P1)


Keadaaan yang mengancam nyawa/adanya gangguan ABC dan perlu tindakan
segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran , trauma mayor dengan
perdarahan hebat

b.

Gawat Tidak Darurat (P2)


Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter specialis.
Misalnya : pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainya.

c.

Darurat Tidak Gawat (P3)


Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi
definitif. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya: laserasi, fraktur
minor/tertutup,sistitis, otitis media dan lainya.

d.

Tidak Gawat Tidak Darurat


Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
gawat. Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,
batuk, flu, dan sebagainya.

25

BAB 3
METODE
3.1 Sasaran Kegiatan
Kegiatan diikuti oleh karyawan

Instalasi Gawat Darurat yang bekerja di IGD

Puskesmas Brondong.
3.2 Tempat dan Waktu Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan akan dilakukan di Puskesmas Brondong. kecamatan brondong
kabupaten lamongan dengan waktu pelaksanaan dan pengambilan data pada bulan Desember
2015 - Februari 2016.
3.3 Instrumen
Instrumen kegiatan yang digunakan adalah pengamatan dan quisioner tentang Alat
Pelindung Diri di IGD.
3.4 Bentuk Kegiatan
Untuk memperoleh data bentuk kegiatan yang di lakukan adalah wawancara kepada
karyawan IGD Puskesmas Brondong.
3.5 Langkah-langkah Kegiatan
1. Identifikasi masalah.
2. Penentuan judul mini project.
3. Pengerjaan mini project Bab I Bab III
4. Pengamatan dan wawancara tentang APD di IGD
5. Pemasangan Poster
6. Monitoring dan Evaluasi
7. Pengerjaan mini project Bab IV Bab VI.

3.6 Jadwal Kegiatan


No
1

Tanggal

Kegiatan

Pelaksana

Dana

15 Des
2015

Penentuan judul
mini project

18 Des
2015

Judul mini project

dr. Anton Sujarwo

UPT Puskesmas Swadana

disetujui dokter

dan
dr. Hj Khoiriyah

Brondong

pendamping

dr. Anton Sujarwo

Tempat

UPT Puskesmas Swadana


Brondong

26

Des

2015- Pengerjaan mini

Jan 2016

dr. Anton Sujarwo

project Bab I Bab

UPT Puskesmas Swadana


Brondong

III
4

27Des 2015 Pengamatan dan


- Jan 2016

dr. Anton Sujarwo

wawancara tentang

UPT Puskesmas Swadana


Brondong

APD di IGD
6

Jan Feb Pemasangan poster

dr. Anton Sujarwo

2016
7

UPT Puskesmas Swadana


Brondong

Jan Feb

Pengerjaan mini

2016

project Bab IV Bab

dr Anton Sujarwo

UPT Puskesmas Swadana


Brondong

VI

BAB 4
HASIL

4. 1 Profil Kecamatan Brondong


4.2 Kondisi Geografis
Kecamatan Brondong merupakan bagian wilayah Kabupaten Lamongan yang terletak
di belahan utara, kurang lebih 50 Km dari Ibu Kota kabupaten Lamongan, berada pada
27

koordinat antara 06 53 30,81 7 236 Lintang Selatan dan 112 17 01,22 112
3312 Bujur Timur, dengan batas:
Sebelah Utara

: Laut Jawa

Sebelah Timur

: Kecamatan Paciran

Sebelah Selatan

: Kecamatan Laren

Sebelah Barat

: Kecamatan Palang Kabupaten Tuban

Luas wilayah Kecamatan Brondong meliputi areal seluas 7.013,62 Ha atau 70.13 Km 2.
Wilayah Kecamatan Brondong terdiri atas 10 Desa , 23 Dusun, 57 RW 262 RT dan
15.743KK.
LUAS WILAYAH

NO. DESA / KELURAHAN

JUMLAH DUSUN KETERANGAN


( Km 2 )
1
Brondong
233,70
2
Desa
2
Sumberagung
416,00
2
Desa
3
Sedayulawas
1.064,00
3
Desa
4
Sendangharjo
744,80
3
Desa
5
Lembor
1.607,30
1
Desa
6
Tlogoretno
347,50
2
Desa
7
Brengkok
1.057,10
4
Desa
8
Labuhan
643,30
3
Desa
9
Sidomukti
609,20
3
Desa
10 Lohgung
290,70
2
Desa
Jumlah
7.013,60
25
Tabel 4.1Data Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Dusun Di Kecamatan Brondong

4.3 Data Demografik Kecamatan Brondong


Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Brondong pada tahun 2014 sebanyak 63.625
jiwa. Berikut ini adalah data

jumlah

penduduk

masing masing Desa/Kelurahan di

Kecamatan Brondong sebagai berikut :

No

Desa

Luas
Km2

Jumlah
Penduduk

Rumah
Tangga

Kepadatan
/Km2

Brondong

2,34

11.492

2.656

4.911

Sumberagung

4,16

2.754

602

662

Sedayulawas

10,64

13.323

2.749

1.252

28

Sendangharjo

7,44

5.980

1.147

803

Lembor

16,07

2.652

572

165

Tlogoretno

3,48

1.354

329

389

Brengkok

10,57

10.837

2.269

1.025

Labuhan

6,43

7.825

1.660

1.216

Sidomukti

6,09

4.414

918

724

10

Lohgung

2,91

2.994

674

1.028

Jumlah

70,13

63.625

13.576

12.175

Table 4.2 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Brondong tahun 2014
4.4 Tenaga kesehatan di Puskesmas brondong
Jumlah dan jenis sumber daya kesehatan di kecamatan brondong berdasarkan
pendidikan kesehatan sebanyak 41 orang yaitu dokter umum 2 orang, untuk dokter gigi 1
orang, perawat PNS sebanyak 7 orang, Perawat Honorer Pemda sebanyak 4 orang. Perawat
PTT sejumlah 5 orang, bidan induk sebanyak 3 orang, bidan pustu sejumlah 3 orang, bidan
desa sebanyak 13 orang, bidan honorer Pemda sebanyak 3 orang. Sedangkan untuk karyawan
TU 5 orang berpendidikan S1, dan sebanyak 5 orang yang berpendidikan SLTA. Untuk
petugas gizi sebanyak 1 orang. Untuk kontrak PEMDA 6 orang yang terdiri dari 1 analis, 1
perawat gigi, 1 kesling, 1 SLTA, 1 SD yaitu petugas kebersihan.13
4.5 Sarana kesehatan
Di Kecamatan Brondong terdapat 1 Puskesmas induk dan 3 Puskesmas Pembantu, 4
Ponkesdes dan 10 Poskesdes serta 6 polindes.
Jumlah BP swasta di Kecamatan Brondong

pada tahun 2014 sebanyak 2 buah

.Jumlah posyandu di Kecamatan Brondong tahun 2014, bahwa jumlah seluruh posyandu yang
ada sebanyak 48 buah. 13
4.6 Profil Desa Brondong
Desa

: Brondong

Kecamatan

: Brondong

Kabupaten

: Lamongan

Jumlah/Rw

:8

Jumlah Rt

: 43

1. Gambaran Wilayah
2. Batas Wilayah

: Luas : 233,64 KM2


29

3.

4.

Utara

: Laut Jawa

Selatan

: Desa Sumber Agung

Timur

: Kelurahan Blimbing kec.Paciran

Barat

: Desa Sedayu Lawas

Orbitasi :
- Jarak ke Kota Kecamatan

4 Km

- Jarak ke Kabupaten

57 Km

-Jarak ke Puskesmas Induk

10 Km

Sumber Daya Manusia


a. Jumlah Penduduk

No

Uraian

Keterangan

1
2
3
4

Jumlah Laki-Laki
Jumlah Perempuan
Jumlah Total
Jumlah Kepala Keluarga

6. 932 Orang
7.078 Orang
14.010 Orang
4.576 Kk

Tabel 4.3 Jumlah penduduk di desa Brondong tahun 2014

4.7 Hasil Data Kegiatan


1. Kelengkapan Alat Pelindung Diri di IGD Puskesmas Brondong
Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh APD di IGD Puskesmas Brondong.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari total 5 item kelengkapan alat pelindung
diri di IGD, diperoleh hasil 4 item alat pelindung diri yang sudah ada atau 80%,
sedangkan 1 item alat atau 20% tidak ditemukan di IGD Pusksemas Brondong.
Dari penelitian didapatkan hasil dimana sebanyak 4 alat atau 80% peralatan telah
memenuhi syarat, sedangkan terdapat 1 buah atau 20% peralatan yang masih tidak
lengkap Berikut ini diagram mengenai kelengkapan alat pelindung diri di IGD
Puskesmas Brondong :
Diagram Kelengkapan Alat Pelindung Diri di IGD Puskesmas Brondong

30

Tidak lengkap; 20%

Lengkap; 80%

Diagram Kelengkapan Alat Pelindung Diri di IGD Puskesmas Brondong


2. Penggunaan APD pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD
Berdasarkan tabel di bawah APD yang terbanyak yang selalu digunakan responden
pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD adalah APD sarung tangan yaitu sebesar
14 (100%), sedangkan yang tersedikit adalah menggunakan APD kacamata 0 (0%) dan sepatu
boot yaitu hanya sebesar 0 (0%).
Penggunaan APD
Sarung tangan
Tidak pernah
Kadang-kadang
Selalu
Celemek
Tidak pernah
Kadang-kadang
Selalu
Masker
Tidak pernah
Kadang-kadang
Selalu
Kacamata goggle
Tidak pernah
Kadang-kadang
Selalu
Sepatu boot
Tidak pernah
Kadang-kadang
Selalu

Jumlah

0
0
14

0
0
100

8
6
0

57.1
42.8

0
0
14

0
0
100

14
0
0

100
0
0

14
0
0

100
0
0

31

3. Pengetahuan tentang APD


Dari tabel dapat dilihat bahwa pengetahuan responden tentang yang di maksud
dengan APD pada saat melakukan pertolongan pertama di IGD adalah sudah baik, di mana
responden sudah dapat memberikan jawaban yang benar tentang pertanyaan yang berkaitan
dengan yang di maksud dengan APD sebesar 100%.
Pertanyaan
1. Menurut anda, apa yang dimaksud
dengan Alat Pelindung Diri (APD) pada
waktu melakukan Pertolongan Pertama
di IGD Puskesmas Brondong?
2. Menurut anda kapan harus memakai
APD pada waktu pertolongan pertama di
IGD?
3. Menurut anda yang terpenting terdiri dari
APD pada waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD?
4. Menurut anda apakah kegunaan masker
pada waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD?
5. Sarung tangan steril atau desinfiksi
tingkat tinggi digunakan untuk prosedur ?
6. Sepatu yang dipakai pada waktu
melakukan pertolongan pertama berguna
untuk?

Frekuensi
jawaban benar
14

%
100

14

100

14

100

14

100

14

100

14

100

4. Sikap Terhadap Alat Pelindung Diri


Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa jawaban responden untuk pertanyaan
sikap dengan nilai tertinggi adalah pertanyaan nomor 3 yaitu di mana sebanyak 11orang
(78,6%) responden sangat tidak setuju dengan pernyataan penggunaan APD dengan lengkap
dan benar pada saat melakukan pertolongan pertama di IGD, hanya pada pasien yang
menderita atau dicurigai menderita Hepatitis B, jadi cukup hanya menggunakan sarung
tangan dan celemek saja
Pertanyaan
1. Tidak memakai APD dengan lengkap dan benar pada waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD adalah hal yang biasa saja dan tidak perlu dipermasalahkan
SS: 0 (0%), S: 0(%), TS: 5(%), STS: 9(%)
2. Menggunakan APD yang lengkap dan benar pada waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD menyebabkan ribet, mengganggu gerak dan risih terhadap pasien dan
32

keluarganya padahal tidak memberiakan perlindungan yang berarti untuk kesehatan


karyawan
SS: 0 (0%), S: 0(%), TS: 3(%), STS: 11(%)
3. Kacamata google, masker dan sepatu boot boleh tidak digunakan pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD karena hanya membikin repot dan
mengganggu gerakan saja
SS: 0 (0%), S: 11(%), TS:3(%), STS: 0 (%)
4. Pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD cukup memakai sarung tangan
steril dan celemek saja karena sudah dapat memberikan perlindungan yang aman dari
tertularnya penyakit
SS: 0 (0%), S: 0(%), TS: 3(%), STS: 11(%)
5. Memakai masker pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD Tidak
memberikan perlindungan yang berarti tehadap kesehatan karyawan malah akan
membuat karyawan sulit untuk bernapas dan berbicara dengan Pasien
SS: 0 (0%), S: 0(%), TS: 0(%), STS: 14(%)
6. Memakai sepatu boot pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD akan
mencegah karyawan terhindar dari cedera saja
SS: 3 (0%), S: 11(%), TS: 0(%), STS: 0(%)
7. Memakai kacamata google dan masker pada waktu melakukan pertolongan pertama
di IGD akan memberikan perlindungan terhadap paparan pada selaput lendir
SS: 9 (0%), S: 5(%), TS: 0(%), STS: 0(%)
8. Adanya peraturan tentang penggunaan APD menyebabkan karyawan akan selalu
menggunakan APD pada waktu melakukan pertolongan pertama di IGD
SS: 14 (0%), S: 0(%), TS: 0(%), STS: 0(%)
9. Setujukah anda apabila di buat peraturan SOP yang mewajibkan karyawan untuk
memakai APD dengan lengkap dan benar pada waktu melakukan pertolongan pertama
di IGD karena berguna untuk kesehatan dan keselamatan karyawan
SS: 0 (0%), S: 11(%), TS: 3(%), STS: 0(%)
10. Setujukah anda apabila dilakukan pengawasan pada ketersediaan
penggunaan/memakai kelengkapan APD dan APD dengan lengkap dan benar pada
waktu melakukan pertolongan
pertama di IGD oleh manajemen dinapuskesmas
SS: 0 (0%), S: 14(%), TS: 0(%), STS: 0(%)

5. Persepsi Kenyamanan Alat Pelindung Diri


Berdasarkan tabel di bawah persepsi responden nyaman memakai APD pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD yang terbanyak adalah nyaman memakai APD
sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalahpersepsi nyaman memakai
APD kacamata dan sepatu boot di mana hanya ada 0 (0%) responden.
Jenis
Sarung tangan

Jumlah

33

Tidak
Ya
Celemek
Tidak
Ya
Masker
Tidak
Ya
Kacamata
Tidak
Ya
Sepatu boot
Tidak
Ya

0
14

0
100

9
5

64.3
35.7

0
11

0
78.6

14
0

100
0

14
0

100
0

6. Kesesuaian Desain APD


Berdasarkan tabel di bawah persepsi responden terhadap kesesuaian desain APD pada
waktu melakukan pertolongan pertama di IGD yang terbanyak adalah desain APD masker
yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalah desain APD kacamata yaitu hanya sebesar
0 (0%).

Jenis
Sarung tangan
Tidak
Ya
Celemek
Tidak
Ya
Masker
Tidak
Ya
Kacamata goggle
Tidak
Ya
Sepatu boot
Tidak
Ya

Jumlah

3
11

21.5
78.5

3
11

21.5
78.5

0
14

0
100

14
0

100
0

3
11

21.5
78.5

7.Ketersediaan Alat Pelindung Diri


Berdasarkan tabel di bawah ketersediaan APD yang terbanyak dalam kondisi baik
adalah APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%), clemek 14 (100%), dan masker 14
(100%), sedangkan yang tersedikit adalah APD kacamata yaitu 0 (0%).
34

Ketersediaan APD
Sarung tangan
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Celemek
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Masker
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Kacamata goggle
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Sepatu boot
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik

Jumlah

0
0
14

0
0
100

0
0
14

0
0
100

0
0
14

0
0
100

14
0
0

100
0
0

0
3
11

0
21.5
78.5

8.Penyediaan APD
Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa ketersediaan APD mayoritas
disediakan oleh Puskesmas, hanya celemek menurut 3 responden yang disediakan oleh Dinas
Kesehatan
Jenis APD
Sarung tangan
Clemek
Masker
Kacamata goggle
Sepatu boot

Diri Sendiri
0
0
0
0
0

Puskesmas
14
11
14
0
14

Dinas Kesehatan
0
3
0
0
0

9.Pengawasan APD
a) Pengawasan ketersediaan APD
Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa 14 (100%) responden
memberikan informasi/mengatakan bahwa ada pengawasan ketersediaan kelengkapan
APD oleh Puskesmas.
35

Ada pengawasan
Tidak
Ya

Jumlah
14
0

%
0
0

b) Pengawasan jadwal APD


Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa 14 (100%) responden
memberikan informasi/mengatakan bahwa pengawasan di lakukan dengan teratur
atau sesuai jadwal oleh Puskesmas.
Jadwal pengawasan
Tidak
Setiap bulan
Setiap 3 bulan
Setiap 6 bulan
Setiap 12 bulan

Jumlah
0
14
0
0
0

%
0
100
0
0
0

c) Teguran tentang kelengkapan APD


Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa semua responden 14 (100%)
yang mendapatkan pengawasan memberikan informasi bahwa ada saat dilakukan
pengawasan terhadap kesediaan APD jika APD tidak lengka maka akan diberikan
teguran oleh Puskesmas.
Ada teguran
Tidak
Ya

Jumlah
0
10

%
0
100

Dari tabel di atas sebelum di lakukan pengamatan dan wawancara tentang Alat
Pelindung Diri kepada karyawan di IGD, ada beberapa alat pelindung diri yang masih belum
di kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk mengenakan alat
pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga menyebabkan tidak
terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih adanya alat pelindung diri
yang belum tersedia. Setelah di lakukan pengamatan dan wawancara pada karyawan IGD,
karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat pelindung diri dan pentingnya mengenakan alat
pelindung diri ketika melakukan pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun
demekian di karenakan waktu dan belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat
36

karyawan IGD belum mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan
pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong.

BAB 5
PEMBAHASAN
Pada kegiatan mini proyek yang dilaksanakan pada bulan desember 2015
sampai bulan januari 2016 dengan melakukan pembagian kuesioner kepada karyawan
IGD di Pusekesmas Brondong Kabupaten Lamongan yang didapatkan sebanyak 14
orang, dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan karyawan IGD, alat
pelindung diri yang tersedia adalah : masker, sarung tangan, celemek, sepatu boot,
sedangkan yang masih belum tersedia adalah: kaca mata goggles . Di dapatkan hasil
tentang kelengkapan alat pelindung diri (APD) di IGD diperoleh hasil 4 item alat
pelindung diri yang sudah ada atau 80%, sedangkan 1 item alat atau 20% tidak
ditemukan di IGD Pusksemas Brondong.
Tentang penggunaan APD pada waktu melakukan pertolongan pertama yang
terbanyak adalah APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%), sedangkan yang
tersedikit adalah menggunakan APD kacamata 0 (0%) dan sepatu boot yaitu hanya
sebesar 0 (0%). Tentang pengetahuan APD sudah baik, di mana responden sudah

37

dapat memberikan jawaban yang benar tentang pertanyaan yang berkaitan dengan
yang di maksud dengan APD sebesar 100%.
Tentang Sikap terhadap APD sikap dengan nilai tertinggi adalah pertanyaan
nomor 3 yaitu di mana sebanyak 11orang (78,6%) responden sangat tidak setuju
dengan pernyataan penggunaan APD dengan lengkap dan benar pada saat melakukan
pertolongan pertama di IGD, hanya pada pasien yang menderita atau dicurigai
menderita Hepatitis B, jadi cukup hanya menggunakan sarung tangan dan celemek
saja. Tentang persepsi kenyamanan APD yang terbanyak adalah nyaman memakai
APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalahpersepsi
nyaman memakai APD kacamata dan

sepatu boot di mana hanya ada 0 (0%)

responden.
Tentang kesesuain desain APD yang terbanyak adalah desain APD masker
yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalah desain APD kacamata yaitu hanya
sebesar 0 (0%). Tentang ketersediaan APD yang terbanyak dalam kondisi baik adalah
APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%), clemek 14 (100%), dan masker 14
(100%), sedangkan yang tersedikit adalah APD kacamata yaitu 0 (0%).
Tentang penyediaan APD mayoritas disediakan oleh Puskesmas, hanya celemek
menurut 3 responden yang disediakan oleh Dinas Kesehatan.
Tentang pengawasan ketersediaan APD bahwa 14 (100%) responden memberikan
informasi/mengatakan bahwa ada pengawasan ketersediaan kelengkapan APD oleh
Puskesmas.
Tentang pengawasan jadwal APD bahwa 14 (100%) responden memberikan
informasi/mengatakan bahwa pengawasan di lakukan dengan teratur atau sesuai
jadwal oleh Puskesmas. Tentang teguran kelengkapan APD bahwa semua responden
14 (100%) yang mendapatkan pengawasan memberikan informasi bahwa ada saat
dilakukan pengawasan terhadap kesediaan APD jika APD tidak lengkap maka akan
diberikan teguran oleh Puskesmas.
Dari hasil yang di lakukan dengan pengamatan dan wawancara tentang Alat
Pelindung Diri kepada karyawan di IGD, ada beberapa alat pelindung diri yang masih
belum di kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk
mengenakan alat pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga
menyebabkan tidak terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih
adanya alat pelindung diri yang belum tersedia. Setelah di lakukan pengamatan dan
38

wawancara pada karyawan IGD, karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat pelindung
diri dan pentingnya mengenakan alat pelindung diri ketika melakukan pertolongan
pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun demekian di karenakan waktu dan
belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat karyawan IGD belum
mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan pertolongan pertama
di IGD Puskesmas Brondong.

BAB 6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pengumpulan data kuesioner kepada karyawan di IGD,
yang dilakukan di puskesmas brondong kabupaten lamongan pada bulan Desember
2015 - Januari 2016 didapatkan hasil ada beberapa APD yang masih belum di
kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk mengenakan alat
pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga menyebabkan tidak
terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih adanya alat
pelindung diri yang belum tersedia.
Setelah di lakukan pengamatan dan wawancara pada karyawan IGD, karyawan
IGD, terdapat perbedaan hasil yaitu karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat
pelindung diri dan pentingnya mengenakan alat pelindung diri ketika melakukan
pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun demekian di karenakan
waktu dan belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat karyawan IGD belum
39

mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan pertolongan pertama
di IGD Puskesmas Brondong.
Skor presentase kuesioner menunjukkan hasil yang cukup baik tentang
kelengkapan alat pelindung diri (APD),

penggunaan alat pelindung diri (APD),

pengetahuan alat pelindung diri (APD), sikap terhadap alat pelindung diri (APD),
persepsi kenyamanan alat pelindung diri (APD), kesesuaian desain alat pelindung diri
(APD),

ketersediaan alat pelindung diri (APD),

penyediaan alat pelindung diri

(APD), pengawasan ketersediaan alat pelindung diri (APD), pengawasan jadwal alat
pelindung diri (APD), teguran kelengkapan alat pelindung diri (APD).

B. Saran
a) Menyediakan buku, atau majalah kesehatan, mengenai APD pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD
b) Melengkapi ketersediaan fasilitas APD terutama ketersediaan APD, sepatu
boot,kacamata,masker dan celemekyang jumlahnyasesai denan kebutuhan
serta desain yang sesuai denggn tubuh sehingga nyaman saat di gunakan.
c) Mengganti setiap APD yang kondisinya tidak baik
d) Memberikan pembinaan terhadap karyawan apabila ditemukan ketersediaan
APD tidak lengkap maupun tidak mengunakan APD lengkap pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD.

40

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta,


Jakarta.
Azwar. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi ketiga. Binarupa Aksara.
Tangerang.
Azwar. 2010. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Yogjakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1999, Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Bidang Kesehatan1997-1998, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
828/Memkes/SK/IX/2008.
Direktorat pengawasan kesehatan kerja direktorat jenderal pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan departemen tenaga kerja dan transmigrasi RI.
2005. Pedoman bersama ILO / WHO. Jakarta
41

Hastono. 2011. Analisa Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia.
Kurniawidjaja, 2007. Promosi kesehatan di tempat kerja. Direktorat Bina
Kesehatan Kerja. Direktorat jendral bina kesehatan masyarakat.
Departemen Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Notoatmdjo Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta.
Jakarta.
Ramli. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Dian Rakyat. Jakarta

42

Anda mungkin juga menyukai