PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hakasasi manusia dan salah satuunsur kesejahteraan yang
harusdiwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana di maksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pekerja yang sehat adalah factor penentu yang vital untukpertumbuhan social ekonomi
yang berkesinambungan sehingga di era globalisasi ini menuntut pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempatkerja termasuk sector kesehatandalam rangka
menekan serendah mungkinrisiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubugan kerja,
serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari
karyawan/pekerjadi sector kesehatan akan terpajan dengan risiko bahaya di tempat
kerja.risiko ini bervariasimulai dari yang paing ringan samai yang palingberat tergantung
jenis pekerjaannya.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah masalah dunia yangtelah diketahui
bahwa bekerja di manapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja (PAK). Baik
bekerja di darat,laut,udara,bawahtanah, maupun dirgantara: bekerja disektor jasa,
industry,pertanian, kehutanan,kesehatan,transpotasi,laboratorium,rumah sakitatau tempat
lainnya.PAK tidak hanya terjadi di Negara berkembang tetapi juga di Negara maju.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
1
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alatalat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Profesi perawat, bidan dan dokter adalah salah satu penggolongan kerja formal. Tugas
perawat, bidan dan dokter adalah sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan untuk
menurunkan angka penyakit akibat kerja seperti Hepatitis dan HIV karena terkena percikan
darah, percikan cairan dan masih banyak lagi.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya di lingkungan kerja, dimana
cara terbaik adalah menghilangkan bahaya atau menutup sumberbahaya tersebut bila
memungkinkan. Tetapi sering bahaya tersebut tidak bias sempurna dikendalikan. Salah satu
cara upaya pencegahan penyakit akibat kerja adalah penggunaan alat pelindung diri. Alat
pelindung diri yang seharusnya dipakai oleh seorang petugas medis pada waktu bekerja
seperti sarung tangan, celemek, masker, kacamata pelindung dan sepatu boot yang digunakan
untuk menghalangi atau membatasi petugas dari percikan darah, air ketuban, percikan cairan
tubuh/secret atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik.
Sampai saat ini pihak Puskesmas Brondong belum melaksanakan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja khususnya peraturan atau standar oprasional pelayanan penggunaan APD
oleh karyawan IGD di waktu melakukan pertolongan pertama di IGD.
2
Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan karyawan IGD, alat pelindung diri yang
tersedia adalah : masker, sarung tangan, celemek, sepatu boot, sedangkan yang masih belum
tersedia adalah: kaca mata goggles. Selain itu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi Sehat
Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental maupun
sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Definisi sehat menurut UU No 36
tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 1 ayat (1) adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Definisi kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995), kesehatan kerja adalah upaya
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial
semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan
kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan
dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan
kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya. Di Indonesia, dalam UU No 36
tahun 2009 tentang kesehatan pasal 164 disebutkan bahwa kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh pekerja.
Menurut Notoatmodjo (2007), Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungannya.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya memberikan jaminan kesehatan,
keselamatan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Selain penutup muka, kacamata pengaman, topi keras dan sepatu keselamatan, APD
mencakup berbagai peralatan dan pakaian seperti kaca mata, baju pelindung, sarung tangan,
rompi, tutup telinga dan respirator.
Ridley (2003) alat pelindung diri berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan pilihan terakhir
apabila keempat tahapan tidak dapat dilakukan, atau dapat dilakukan namun demikian masih
terdapat bahaya/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Sitorus,
2011, p.12).
Reamer (1980) APD harus mempunya persyaratan sebagai berikut:
1. Tidak mengganggu kerja dalam arti APD tersebut harus fix dengan besar tubuh
pemakainya dan tidak menyulitkan gerak
2. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya yang khusus sebagaimana APD
tersebut didesain
3. Enak dipakai pada kondisi pekerja yang sesuai dengan desain alat tersebut
4. APD harus mudah dibersihkan
5. Harus ada desain, kontruksi, penyajian terhadap penggunaan APD sesuai standar
6. Bentuknya cukup menarik
7. Seringan mungkin dan tidak menyebabkan ketidaknyamanan yang berlebihan
8. Mempunyai suku cadang yang mudah diperoleh untuk mempermudah pemeliharaan
BPP 2008, Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar
dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, yaitu :
a. Alat Pelindung Diri (APD) harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang
b.Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
b) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alatalat/ daerah steril dan percikan bahanbahan dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari kain katun.
c) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, dan
kondisi cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan
api/korosi, kulit dan kain tahan air.
2. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan
kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap
yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elegtromagnetik, panas
radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras, dll. Jenis alat pelindung
mata antara lain:
a) Kaca mata biasa (spectacle goggles)
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu dan radiasi
gelombang elegtromagnetik.
b) Goggles
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap, dan percikan larutan
bahan kimia. Goggles biasanya terbuat dari plastic transparan dengan lensa berlapis
kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elegtromagnetik mengion.
3. Alat Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)
Alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko
paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang
bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung
pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau
kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja.
Hal-hal yang perlu diketahui antara lain:
10
a) Bentuk kontaminan di udara, apakah gas, uap, kabut, fume, debu atau kombinasi
dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.
b) Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.
c) Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing kontaminan.
d) Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata dan
kulit.
e) Kadar oksigen di udara tempat kerja cukup tidak, dll.
Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
1) Masker
Alat ini digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikelpartikel yang lebih
besar masuk kedalam saluran pernafasan.
2) Respirator
Alat ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam,
asap, dan gas-gas berbahaya. Jenis-jenis respirator ini
antara lain:
a. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan tiksisitas
rendah. Catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel.
Sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat
organik.
b. Mechanical Filter Respirator
Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel-partikel zat padat, debu,
kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter
yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi
udara tidak terlalu tinggi atau partikel yang tidak terlalu kecil. Filter pada
respirator ini terbuat dari fiberglas atau wol dan serat sintetis yang dilapisi
dengan resin untuk memberi muatan pada partikel.
4. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
11
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya
dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin,kontak dengan
arus listrik.
Jenis alat pelindung tangan antara lain:
1) Sarung tangan bersih : Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang di
disinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan
selaput lender misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka
terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak
ada sarung tangan steril.
2) Sarung tangan steril : Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan
dan harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril
baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
3) Sarung tangan rumah tangga (gloves) Sarung tangan jenis ini bergantung pada
bahan-bahan yang digunakan.
5. Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju pelindung
antara lain:
1) Pakaian kerja : Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi
seperti bahan dari wool, katun, asbes, yang tahan terhadap panas.
2) Celemek : Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat kedap
terhadap cairan dan bahan bahan kimia seperti bahan plastik atau karet.
3) Apron : Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat menyerap
radiasi pengion
6. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)
Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari
benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak
dengan arus listrik. Jenis alat pelindung kaki antara lain:
12
1) Sepatu steril : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang
bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
2) Sepatu kulit : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh benda-benda keras, panas dan berat, serta kemungkinan
tersandung, tergelincir, terjepit, panas, dingin.
3) Sepatu boot : Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis, dan listrik.
7. Alat Pelindung Telinga (Ear Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang
masuk ke dalam telinga. Jenis alat pelindung telinga antara lain:
1) Sumbat telinga (Ear plug)
Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua
telinga dari orang yang sama adalah bebeda. Pada umumnya diameter saluran telinga
antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus.
sumbat telinga (Ear plug) dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan
sintetis. Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB.
2) Tutup telinga (Ear muff)
Alat pelindung tangan jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah
headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk
menyerap suara frekuensi tinggi. Alat ini dapat mengurang intensitas suara sampai 30
dB.
8. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan
terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat dan pada
pekerjaan konstruksi bangunan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam
pemakaiannya dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Menurut ILO (1989)
13
dari beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung,
maka hanya dua yang terpenting yaitu:
1) Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup
perlindungan terhadap bahaya tersebut.
2) Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat rasa kurang
nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan dan
sebagainya yang maksimum.
7. Peraturan Perundangan
Kewajiban dalam penggunaan APD di tempat kerja yang mempunyai resiko
terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diatur didalam
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang
mengatur tentang penggunaan APD antara lain:
Pasal 3 ayat 1 sub f, menyebutkan bahwa Dengan peraturan perundangan
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat pelindung diri
pada pekerja. Pasal 9 ayat 1 sub c, menyebutkan bahwa Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang, alatalat
pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 12 sub b, menyebutkan bahwa Dengan peraturan perundangan diatur
kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk, memakai alat-alat pelindung diri yang
diwajibkan.
Pasal 14 sub c, menyebutkan bahwa Pengurus diwajibkan menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 1/MEN/1981 tentang
Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.
14
Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pengurus wajib menyediakan secara cumacuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja
yang berada dibawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa tenaga kerja harus memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
2.1.7 Penyakit pada Pekerja dan Pengelolaannya
Penyakit pada pekerja dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu :
1. Penyakit umum pada pekerja yaitu dapat berupa penyakit infeksi seperti :
Hepatitis, AIDS dan TBC atau noninfeksi seperti kanker, stroke dan osteoporosis.
2. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja
Penyakit yang ada hubungannya dengan pekerjaan, seperti gangguan otot rangka
akibat ergonomik yang buruk, penurunan pendengaran , stress, penyakit infeksi.
2. Penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
Kecelakaan dapat menimbulkan cedera atau luka, dapat berakibat kematian atau cacat
dimana penderita adalah orang sakit yang memerlukan pengobatan dan perawatan.
ILO/WHO (2005) tenaga medis merupakan profesi yang berisiko terinfeksi
virus dari pasien. Angka kejadian tenaga kesehatan yang tertular Hepatitis B dan C
serta HIV yang ditularkan oleh pasien cenderung tinggi. Penularan ini dapat terjadi
karena paparan selaput lendir atau kulit yang tidak utuh (seperti kontak dengan kulit
yang merekah, tergores atau terkena dermatitis) dengan cairan tubuh, darah jaringan
atau cairan tubuh lain yang berpotensi infeksius, ataupun melalui kulit yang terluka
oleh pisau, jarum dan benda tajam lainnya
2.1.8 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur
manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga Kesadaran
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meningkat. Upaya kesadaran dan kepedulian
mengenai K3 dilakukan dengan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain
pembinaan, pelatihan program K3, kampanye K3, pengawasan dan inspeksi K3, audit
K3, komunikasi K3, dan pengembangan prosedur kerja aman.
15
memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD
secara umum dapat dibedakan sebagai berikut:
a.
pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas
seing disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk
memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat
jalan (ambulatory care)
b.
Menyelenggarakan
pelayanan
penyaringan
untuk
kasus-kasus
yang
ketiga
yang
menjadi
tanggung
jawab
UGD
adalah
2. LCFS
3. SIRO
Biru
nyawa.
b.
Merah : Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk penderita gawat darurat (kondisi stabil
Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu Untuk penderita darurat, tetapi
tidak gawat
d.
Hijau : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk bukan
penderita gawat.
e.
Merah
a)
b) Luka tusuk
c)
Problem kejiwaan
17
f)
Kuning
a)
Lecet luas
Hijau
a)
Darurat
sedikt.
2.
3.
rumah sakit
Suatu IGD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada
2.
IGD juga harus memiliki penderita penderita false emergency (korban yang
4.
2.
3.
4.
2.
4.
2.2.8. Sarana dan prasarana fisik ruangan yang diperlukan di Instalasi Gawat Darurat
Ketentuan umum fisik bangunan :
1.
2.
Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda (Alur masuk
2.
Pernafasan
3.
Kardiovaskuler
4.
Hati
5.
Infeksi
3.
Keracunan (polsoning)
4.
Degenerasi (kailure)
5. Asfiksi
6.
Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and
electrolie)
Kegagalan sistem saraf pusat,kardiovaskuler,pernafasan dan kehilangan
hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit).
Sedangkan kegagaln sistem / organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang lebih lama. Drngan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1.
2.
3.
a)
Ditempat kejadian
2.2.10. Triage
Mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk menempatkan
pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan
yang
tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Dan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan.
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang
dikenal, yaitu:
1. METTAG (Triage tagging system).
Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan.
Prioritas Nol (Hitam) :
1.
2.
1. gagal nafas,
2. cedera torako-abdominal,
3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4. shok atau perdarahan berat,
5. luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.
Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang sejenis, bisa
digunakan
2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Penuntun
Lapangan
START
memungkinkan
penolong
secara
cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera. Penuntun Lapangan START dimulai
dengan penilaian pasien 60 detik, meliputi pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan
status mental. Hal ini untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan,
c. mati.
A.
Sistem triase
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk sebanyak
mungkin pasien
B.
D.
E.
F.
Pahami juga :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. Waspada atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial terancam hidup
atau anggota badannya harus didahulukan dalam penilaian hingga dapat segera
ditindak.
Prinsip dari triage :
a.
b.
22
Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element penting pada proses
pengkajian
c.
d.
e.
triase
menghindari
penundaan
perawatan
yang
mungkin
akan
Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus menerapkan
prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi dan memberikan asuhan
yang nyaman untuk klien
b)
c)
d)
Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat dan klien
e)
f)
Sisten dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat
g)
Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.
23
Ada beberapa Tipe triage, yaitu :
a.
Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat
daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah bsakit berbeda-beda, tapi secara
umum ditujukan untuk mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki
tingkat keakutan dengan tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang
tepat. Perawatan yang paling intensif dberikan pada pasien dengan sakit yang serius
meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.
b.
c.
Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif
sesegera mungkin ketika korban bencana sangat membutuhkan. Pada disaster triage
dilakukan identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih
dahulun tanpa muncul resko dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat
bertahan. Prioritasnya
ditekankan
pada
transportasi
korban
dan
perawatan
Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan
aturan medis biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling
baik karena jika gagal untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk
pada kesehatan dan kesejahteraan populasi yang lebih besar.
e.
a.
b.
c.
d.
25
BAB 3
METODE
3.1 Sasaran Kegiatan
Kegiatan diikuti oleh karyawan
Puskesmas Brondong.
3.2 Tempat dan Waktu Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan akan dilakukan di Puskesmas Brondong. kecamatan brondong
kabupaten lamongan dengan waktu pelaksanaan dan pengambilan data pada bulan Desember
2015 - Februari 2016.
3.3 Instrumen
Instrumen kegiatan yang digunakan adalah pengamatan dan quisioner tentang Alat
Pelindung Diri di IGD.
3.4 Bentuk Kegiatan
Untuk memperoleh data bentuk kegiatan yang di lakukan adalah wawancara kepada
karyawan IGD Puskesmas Brondong.
3.5 Langkah-langkah Kegiatan
1. Identifikasi masalah.
2. Penentuan judul mini project.
3. Pengerjaan mini project Bab I Bab III
4. Pengamatan dan wawancara tentang APD di IGD
5. Pemasangan Poster
6. Monitoring dan Evaluasi
7. Pengerjaan mini project Bab IV Bab VI.
Tanggal
Kegiatan
Pelaksana
Dana
15 Des
2015
Penentuan judul
mini project
18 Des
2015
disetujui dokter
dan
dr. Hj Khoiriyah
Brondong
pendamping
Tempat
26
Des
Jan 2016
III
4
wawancara tentang
APD di IGD
6
2016
7
Jan Feb
Pengerjaan mini
2016
dr Anton Sujarwo
VI
BAB 4
HASIL
koordinat antara 06 53 30,81 7 236 Lintang Selatan dan 112 17 01,22 112
3312 Bujur Timur, dengan batas:
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kecamatan Paciran
Sebelah Selatan
: Kecamatan Laren
Sebelah Barat
Luas wilayah Kecamatan Brondong meliputi areal seluas 7.013,62 Ha atau 70.13 Km 2.
Wilayah Kecamatan Brondong terdiri atas 10 Desa , 23 Dusun, 57 RW 262 RT dan
15.743KK.
LUAS WILAYAH
jumlah
penduduk
No
Desa
Luas
Km2
Jumlah
Penduduk
Rumah
Tangga
Kepadatan
/Km2
Brondong
2,34
11.492
2.656
4.911
Sumberagung
4,16
2.754
602
662
Sedayulawas
10,64
13.323
2.749
1.252
28
Sendangharjo
7,44
5.980
1.147
803
Lembor
16,07
2.652
572
165
Tlogoretno
3,48
1.354
329
389
Brengkok
10,57
10.837
2.269
1.025
Labuhan
6,43
7.825
1.660
1.216
Sidomukti
6,09
4.414
918
724
10
Lohgung
2,91
2.994
674
1.028
Jumlah
70,13
63.625
13.576
12.175
Table 4.2 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Brondong tahun 2014
4.4 Tenaga kesehatan di Puskesmas brondong
Jumlah dan jenis sumber daya kesehatan di kecamatan brondong berdasarkan
pendidikan kesehatan sebanyak 41 orang yaitu dokter umum 2 orang, untuk dokter gigi 1
orang, perawat PNS sebanyak 7 orang, Perawat Honorer Pemda sebanyak 4 orang. Perawat
PTT sejumlah 5 orang, bidan induk sebanyak 3 orang, bidan pustu sejumlah 3 orang, bidan
desa sebanyak 13 orang, bidan honorer Pemda sebanyak 3 orang. Sedangkan untuk karyawan
TU 5 orang berpendidikan S1, dan sebanyak 5 orang yang berpendidikan SLTA. Untuk
petugas gizi sebanyak 1 orang. Untuk kontrak PEMDA 6 orang yang terdiri dari 1 analis, 1
perawat gigi, 1 kesling, 1 SLTA, 1 SD yaitu petugas kebersihan.13
4.5 Sarana kesehatan
Di Kecamatan Brondong terdapat 1 Puskesmas induk dan 3 Puskesmas Pembantu, 4
Ponkesdes dan 10 Poskesdes serta 6 polindes.
Jumlah BP swasta di Kecamatan Brondong
.Jumlah posyandu di Kecamatan Brondong tahun 2014, bahwa jumlah seluruh posyandu yang
ada sebanyak 48 buah. 13
4.6 Profil Desa Brondong
Desa
: Brondong
Kecamatan
: Brondong
Kabupaten
: Lamongan
Jumlah/Rw
:8
Jumlah Rt
: 43
1. Gambaran Wilayah
2. Batas Wilayah
3.
4.
Utara
: Laut Jawa
Selatan
Timur
Barat
Orbitasi :
- Jarak ke Kota Kecamatan
4 Km
- Jarak ke Kabupaten
57 Km
10 Km
No
Uraian
Keterangan
1
2
3
4
Jumlah Laki-Laki
Jumlah Perempuan
Jumlah Total
Jumlah Kepala Keluarga
6. 932 Orang
7.078 Orang
14.010 Orang
4.576 Kk
30
Lengkap; 80%
Jumlah
0
0
14
0
0
100
8
6
0
57.1
42.8
0
0
14
0
0
100
14
0
0
100
0
0
14
0
0
100
0
0
31
Frekuensi
jawaban benar
14
%
100
14
100
14
100
14
100
14
100
14
100
Jumlah
33
Tidak
Ya
Celemek
Tidak
Ya
Masker
Tidak
Ya
Kacamata
Tidak
Ya
Sepatu boot
Tidak
Ya
0
14
0
100
9
5
64.3
35.7
0
11
0
78.6
14
0
100
0
14
0
100
0
Jenis
Sarung tangan
Tidak
Ya
Celemek
Tidak
Ya
Masker
Tidak
Ya
Kacamata goggle
Tidak
Ya
Sepatu boot
Tidak
Ya
Jumlah
3
11
21.5
78.5
3
11
21.5
78.5
0
14
0
100
14
0
100
0
3
11
21.5
78.5
Ketersediaan APD
Sarung tangan
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Celemek
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Masker
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Kacamata goggle
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Sepatu boot
Tidak ada
Ada kondisi tidak baik
Ada kondisi baik
Jumlah
0
0
14
0
0
100
0
0
14
0
0
100
0
0
14
0
0
100
14
0
0
100
0
0
0
3
11
0
21.5
78.5
8.Penyediaan APD
Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa ketersediaan APD mayoritas
disediakan oleh Puskesmas, hanya celemek menurut 3 responden yang disediakan oleh Dinas
Kesehatan
Jenis APD
Sarung tangan
Clemek
Masker
Kacamata goggle
Sepatu boot
Diri Sendiri
0
0
0
0
0
Puskesmas
14
11
14
0
14
Dinas Kesehatan
0
3
0
0
0
9.Pengawasan APD
a) Pengawasan ketersediaan APD
Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa 14 (100%) responden
memberikan informasi/mengatakan bahwa ada pengawasan ketersediaan kelengkapan
APD oleh Puskesmas.
35
Ada pengawasan
Tidak
Ya
Jumlah
14
0
%
0
0
Jumlah
0
14
0
0
0
%
0
100
0
0
0
Jumlah
0
10
%
0
100
Dari tabel di atas sebelum di lakukan pengamatan dan wawancara tentang Alat
Pelindung Diri kepada karyawan di IGD, ada beberapa alat pelindung diri yang masih belum
di kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk mengenakan alat
pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga menyebabkan tidak
terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih adanya alat pelindung diri
yang belum tersedia. Setelah di lakukan pengamatan dan wawancara pada karyawan IGD,
karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat pelindung diri dan pentingnya mengenakan alat
pelindung diri ketika melakukan pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun
demekian di karenakan waktu dan belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat
36
karyawan IGD belum mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan
pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong.
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada kegiatan mini proyek yang dilaksanakan pada bulan desember 2015
sampai bulan januari 2016 dengan melakukan pembagian kuesioner kepada karyawan
IGD di Pusekesmas Brondong Kabupaten Lamongan yang didapatkan sebanyak 14
orang, dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan karyawan IGD, alat
pelindung diri yang tersedia adalah : masker, sarung tangan, celemek, sepatu boot,
sedangkan yang masih belum tersedia adalah: kaca mata goggles . Di dapatkan hasil
tentang kelengkapan alat pelindung diri (APD) di IGD diperoleh hasil 4 item alat
pelindung diri yang sudah ada atau 80%, sedangkan 1 item alat atau 20% tidak
ditemukan di IGD Pusksemas Brondong.
Tentang penggunaan APD pada waktu melakukan pertolongan pertama yang
terbanyak adalah APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%), sedangkan yang
tersedikit adalah menggunakan APD kacamata 0 (0%) dan sepatu boot yaitu hanya
sebesar 0 (0%). Tentang pengetahuan APD sudah baik, di mana responden sudah
37
dapat memberikan jawaban yang benar tentang pertanyaan yang berkaitan dengan
yang di maksud dengan APD sebesar 100%.
Tentang Sikap terhadap APD sikap dengan nilai tertinggi adalah pertanyaan
nomor 3 yaitu di mana sebanyak 11orang (78,6%) responden sangat tidak setuju
dengan pernyataan penggunaan APD dengan lengkap dan benar pada saat melakukan
pertolongan pertama di IGD, hanya pada pasien yang menderita atau dicurigai
menderita Hepatitis B, jadi cukup hanya menggunakan sarung tangan dan celemek
saja. Tentang persepsi kenyamanan APD yang terbanyak adalah nyaman memakai
APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalahpersepsi
nyaman memakai APD kacamata dan
responden.
Tentang kesesuain desain APD yang terbanyak adalah desain APD masker
yaitu sebesar 14 (100%) dan yang tersedikit adalah desain APD kacamata yaitu hanya
sebesar 0 (0%). Tentang ketersediaan APD yang terbanyak dalam kondisi baik adalah
APD sarung tangan yaitu sebesar 14 (100%), clemek 14 (100%), dan masker 14
(100%), sedangkan yang tersedikit adalah APD kacamata yaitu 0 (0%).
Tentang penyediaan APD mayoritas disediakan oleh Puskesmas, hanya celemek
menurut 3 responden yang disediakan oleh Dinas Kesehatan.
Tentang pengawasan ketersediaan APD bahwa 14 (100%) responden memberikan
informasi/mengatakan bahwa ada pengawasan ketersediaan kelengkapan APD oleh
Puskesmas.
Tentang pengawasan jadwal APD bahwa 14 (100%) responden memberikan
informasi/mengatakan bahwa pengawasan di lakukan dengan teratur atau sesuai
jadwal oleh Puskesmas. Tentang teguran kelengkapan APD bahwa semua responden
14 (100%) yang mendapatkan pengawasan memberikan informasi bahwa ada saat
dilakukan pengawasan terhadap kesediaan APD jika APD tidak lengkap maka akan
diberikan teguran oleh Puskesmas.
Dari hasil yang di lakukan dengan pengamatan dan wawancara tentang Alat
Pelindung Diri kepada karyawan di IGD, ada beberapa alat pelindung diri yang masih
belum di kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk
mengenakan alat pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga
menyebabkan tidak terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih
adanya alat pelindung diri yang belum tersedia. Setelah di lakukan pengamatan dan
38
wawancara pada karyawan IGD, karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat pelindung
diri dan pentingnya mengenakan alat pelindung diri ketika melakukan pertolongan
pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun demekian di karenakan waktu dan
belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat karyawan IGD belum
mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan pertolongan pertama
di IGD Puskesmas Brondong.
BAB 6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pengumpulan data kuesioner kepada karyawan di IGD,
yang dilakukan di puskesmas brondong kabupaten lamongan pada bulan Desember
2015 - Januari 2016 didapatkan hasil ada beberapa APD yang masih belum di
kenakan, di karenakan kurangnya waktu yang di butuhkan untuk mengenakan alat
pelindung diri secara lengkap sewaktu pasien datang, sehingga menyebabkan tidak
terpakainya alat pelindung diri secara lengkap. Selainya itu masih adanya alat
pelindung diri yang belum tersedia.
Setelah di lakukan pengamatan dan wawancara pada karyawan IGD, karyawan
IGD, terdapat perbedaan hasil yaitu karyawan IGD jadi lebih tau tentang alat
pelindung diri dan pentingnya mengenakan alat pelindung diri ketika melakukan
pertolongan pertama di IGD Puskesmas Brondong. Namun demekian di karenakan
waktu dan belum tersedianya alat pelindung diri yang membuat karyawan IGD belum
39
mengenakan alat pelindung diri secara lengkap saat melakukan pertolongan pertama
di IGD Puskesmas Brondong.
Skor presentase kuesioner menunjukkan hasil yang cukup baik tentang
kelengkapan alat pelindung diri (APD),
pengetahuan alat pelindung diri (APD), sikap terhadap alat pelindung diri (APD),
persepsi kenyamanan alat pelindung diri (APD), kesesuaian desain alat pelindung diri
(APD),
(APD), pengawasan ketersediaan alat pelindung diri (APD), pengawasan jadwal alat
pelindung diri (APD), teguran kelengkapan alat pelindung diri (APD).
B. Saran
a) Menyediakan buku, atau majalah kesehatan, mengenai APD pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD
b) Melengkapi ketersediaan fasilitas APD terutama ketersediaan APD, sepatu
boot,kacamata,masker dan celemekyang jumlahnyasesai denan kebutuhan
serta desain yang sesuai denggn tubuh sehingga nyaman saat di gunakan.
c) Mengganti setiap APD yang kondisinya tidak baik
d) Memberikan pembinaan terhadap karyawan apabila ditemukan ketersediaan
APD tidak lengkap maupun tidak mengunakan APD lengkap pada waktu
melakukan pertolongan pertama di IGD.
40
DAFTAR PUSTAKA
42