Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

YANG DIJALANKAN DISUATU RUMAH SAKIT

DI SUSUN OLEH :
REGITA CAHYANI
2010070140026
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia


secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga
kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya
harus bersifat manusiawi atau bermartabat.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan


bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan
semakin meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja di rumah sakit.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan
salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota,
termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat
2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian


materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses
penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan


petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-
alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan


hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan
untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan


yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam menangani


korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja?
2. Bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah
sakit?
3. Bagaimana bentuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di instalasi
radiologi?
1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

1. untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dan peran dari sisi rumah sakit
tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui bentuk upaya keselamatan dan kesehatan kerja di suatu
rumah sakit.
3. Untuk mengetahui bentuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di
instalasi radiologi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Dalam Menangani Korban Dan
Mencegah Kecelakaan Kerja Guna Meningkatkan Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja.
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga
tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan


hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan
dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit
(RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya
K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi


bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua
potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan
RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada


bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang
dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik.
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha


pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan


bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri
lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah
kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures:
10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung


tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di
Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42%
dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera
punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $
per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-
bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya
yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang


diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu
penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan
lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah
kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot
dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya
untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh
karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS
lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3
di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan


sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut
diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek)
serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi


manajemen tesebut menjadi :

a. Planning /(perencanaan)
b. Organizing/ (organisasi)
c. Actuating /(pelaksanaan)
d. Controlling /(pengawasan)

1. Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang


akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah
sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi
standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik
pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam
perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan


b. Bagaiman cara mengerjakannya
c. Mengapa mengerjakan
d. Siapa yang mengerjakan
e. Kapan harus dikerjakan
f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak


lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di
bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin
banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi
dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-
usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani
secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan.

2. Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi


kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah
sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau
nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan
tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang
Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional)
perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan
wewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi


kesehatan .
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin
rumah sakit / instansi kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu
rumah sakit / instansi kesehatan.
6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia


Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan
kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam
kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan
kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota
komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu
organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk
badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

3. Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong


semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan
program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu
yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib
mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi
sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai
spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan
ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi
tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

4. Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar


pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau
hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu
diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada
bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi


tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja
bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus
menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan
sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara
lain :

1.4 Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit
/ instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
1.5 Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami
cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi
kesehatan.
1.6 Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
1.7 mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
1.8 Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.
1.9 Dan lain-lain.

2.2 Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit.

Sebagai sebuah lembaga publik, rumah sakit punya peran penting dalam
upaya pemberian layanan kesehatan masyarakat. Layanan kesehatan di sebuah
rumah sakit dilakukan secara paripurna, meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Pemberian layanan kesehatan tersebut harus memenuhi
standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) rumah sakit.

Standar K3 rumah sakit telah ditetapkan oleh pemerintah melalui


Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Di situ, terdapat standar pelaksanaan K3 dalam
lingkup rumah sakit, berkaitan dengan cakupan serta bagaimana pelaksanaannya.

Standar Penerapan K3 Rumah Sakit

Pelatihan K3 untuk para karyawan dalam setiap rumah sakit merupakan hal yang
wajib. Melalui keikutsertaannya dalam pelatihan tersebut, para pekerja rumah
sakit bisa mengetahui 8 standar K3 rumah sakit sesuai peraturan pemerintah.
Delapan standar K3 rumah sakit yang dimaksud adalah:

1. Manajemen Risiko K3 Rumah Sakit


Manajemen risiko dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan
risiko semua aspek yang berkaitan dengan keberadaan rumah sakit. Di
dalamnya, pengelolaan risiko tidak hanya mencakup pasien, tenaga medis, dan
tenaga nonmedis. Tetapi juga berkaitan risiko keuangan rumah sakit,
penggunaan sarana dan prasarana, ataupun lingkungan.

2. Keselamatan dan Keamanan Rumah Sakit


Selanjutnya, ada pula standar terkait keselamatan dan keamanan rumah
sakit. Penerapan ini dilakukan untuk meminimalkan adanya cedera serta
kecelakaan yang dapat menimpa pasien, pengunjung, pendamping pasien,
ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit.

3. Pelayanan Kesehatan Kerja


Standar pelayanan kesehatan kerja mencakup upaya pengelolaan
kesehatan bagi SDM yang bekerja di lingkup rumah sakit.

4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Rumah sakit juga perlu menyediakan metode pengelolaan secara
khusus untuk limbah B3. Apalagi, pengelolaan B3 yang tidak tepat bisa
menimbulkan gangguan kesehatan dan lingkungan.

5. Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran


Keikutsertaan dalam pelatihan K3 rumah sakit juga memberi
pengetahuan terkait pencegahan dan pengendalian kebakaran. Apalagi, bahaya
kebakaran bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, termasuk di lingkup rumah
sakit.

6. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit


Standar K3 rumah sakit yang selanjutnya adalah berkaitan dengan
upaya pengelolaan sarana dan prasarana. Tanpa adanya pengelolaan yang
baik, sarana dan prasarana milik rumah sakit bisa menimbulkan potensi
kekeliruan pemakaian, potensi kecelakaan tak diharapkan, ataupun
kemungkinan lainnya yang berkaitan dengan pemakaian oleh pasien,
pengunjung, karyawan serta masyarakat di lingkungan rumah sakit.
7. Pengelolaan Peralatan Medis
Memperhatikan pengelolaan medis dari aspek K3 juga memiliki peran
yang tidak kalah pentingnya dalam standar K3 rumah sakit. Pengelolaan ini
menjadi bagian untuk memastikan bahwa peralatan medis rumah sakit aman
untuk digunakan dan tidak menimbulkan dampak berbahaya bagi pasien,
pendamping pasien, pengunjung, dan masyarakat di lingkungan rumah sakit.

8. Kesiapan menghadapi situasi darurat dan bencana


Terakhir, standar K3 rumah sakit juga mempertimbangkan kesiapan
para karyawan dalam menghadapi kondisi darurat atau bencana. Dengan
begitu, para karyawan punya standar tindakan yang jelas ketika menghadapi
situasi darurat atau bencana.

Melalui penerapan K3 rumah sakit, pelayanan kesehatan yang


didapatkan oleh masyarakat bisa berjalan dengan baik. Para karyawan pun
harus memiliki pengetahuan secara menyeluruh terkait penerapan K3 tersebut.
Oleh karena itu, pengelola rumah sakit perlu mengikutsertakan karyawan pada
pelatihan K3 khusus rumah sakit.

Solusi pelatihan K3 rumah sakit bisa Anda temukan lewat layanan


Mutu Institute. Di sini, pelatihan dilakukan secara menyeluruh dengan biaya
terjangkau. Tidak hanya itu, materi pelatihan juga dipaparkan secara jelas oleh
tenaga instruktur yang profesional dan berpengalaman luas.

2.3 Contoh Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Instalasi


Radiologi
Persyaratan Manajemen Kepala Rumah Sakit yang bertugas sebagai
penanggung jawab keselamatan radiasi di instalasi radiologi serta Kepala Instalasi
Radiologi dimana memiliki tanggung jawab :

a. menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi


keselamatan radiasi.
b. Memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil yang sesuai
dengan kompetensi yang bekerja dalam penggunaan pesawat sinar-X/
c. Menyelenggarakan pelatihan Proteksi Radiasi.
d. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi Pekerja Radiasi.
e. Menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi.
f. Melaporkan kepada Kepala BAPETEN mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan.

Kewajiban dan tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi antara lain :

a. Memberi instruksi kepada pekerja radiasi.


b. Mengambil tindakan untuk menjamin tingkat penyinaran serendah
mungkin dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yang berlaku
serta pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan.
c. Mencegah perubahan yang dapat menimbulkan kecelakaan.
d. Mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke daerah radiasi.
e. Menyarankan pemeriksaan kesehatan.
f. Memberi penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi
kepada pengunjung atau tamu bila diperlukan

Sedangkan kewajiban dan tanggung jawab pekerja radiasi yaitu :

a. Mengetahui, memahami, melaksanakan ketentuan keselamatan radiasi.


b. Memanfaatkan peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak hati-
hati dan bekerja secara aman untuk melindungi dirinya maupun pekerja
lain.
c. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada
PPR.
d. Melapor gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat
penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuhnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Peran Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Dalam Menangani Korban
Dan Mencegah Kecelakaan Kerja Guna Meningkatkan Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja.

g. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

h. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi


Kesehatan

Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :

a) Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat– obatan).
b) Bahan beracun, korosif dan kaustik .
c) Bahaya radiasi .
d) Luka bakar .
e) Syok akibat aliran listrik.
f) Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
g) Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

i. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi


manajemen tesebut menjadi :
e. Planning /(perencanaan)
f. Organizing/ (organisasi)
g. Actuating /(pelaksanaan)
h. Controlling /(pengawasan)
2. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di suatu rumah sakit.

Delapan standar K3 rumah sakit yang dimaksud adalah:

1. Manajemen Risiko K3 Rumah Sakit


2. Keselamatan dan Keamanan Rumah Sakit
3. Pelayanan Kesehatan Kerja
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
5. Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran
6. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
7. Pengelolaan Peralatan Medis
8. Kesiapan menghadapi situasi darurat dan bencana
3. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di instalasi radiologi
a. Kewajiban kepala instalasi radiologi
b. Kewajiban dan tanggung jawab Petugas Proteksi Radiasi
c. kewajiban dan tanggung jawab pekerja radiasi
3.2 Saran
Sebaiknya disuatu rumah sakit lebih memperhatikan keselamatan
dan kesehatan kerja agar semua pelayan dan prosedur dapat berjalan dengan
baik tanpa resiko yaang diterima oleh semua masyarakat yang berada di
lingkungan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai