Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HAZARD DAN RISIKO KIMIA PADA PELAYANAN RUMAH SAKIT


diajukan untuk memenuhi Tugas matakuliah Kesehatan Kerja

Disusun oleh :
Kelompok 3

PROGRAM STUDI STRATA-1 ILMUKEPERAWATAN


STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
2017

1
PENYUSUN

Annisa Saraswati 4002140017


Anisa Sholihat 4002140025
Eka Yuliana 4002140059
Konita Hidayanti 4002140078
Nugraha Adi 4002140054
Setiawan R 4002140114
Siti Wulandari R 4002140006
Yudi Junaedi 4002140056

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah telaah jurnal yang berjudul “Hazard Dan Risiko Kimia Pada Pelayanan
Rumah Sakit”. untuk melengkapi satu tugas mata kuliah Kesehatan Kerja tahun
ajaran 2017 di Stikes Dharma Husada Bandung.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari segenap
pihak. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih kepadapihak yang
telah membantu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan penulis. Maka
dengan senang hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya karya tulis ini. Selanjutnya penulis mengharapkan
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandung, 15 Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUN TEORI ............................................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 7
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 9
A. Kesimpulan .................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau
aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan
masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi
masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui
usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja.
Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari “Occupational
Health” yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi
masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.
Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif,
hygiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan sebagainya
(Notoadmojo, 2012).
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung
oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja.
Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan
produktif antara lain; suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan
yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai
dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomik) dan sebagainya
(Notoadmojo, 2012).
Dasar hukum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) tercantum dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja. Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya

1
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit
sepuluh orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah rumah sakit
termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung rumah sakit sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit
menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit.
Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang
mempunyai risiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko
bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit (Depkes RI,
2009). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan dan meminimalisasikan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh
karena itu perlu diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar
penyelenggaraan K3 tersebut lebih efektif, efisien dan terpadu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit
2. Bagaimana langkah manajemen sistem K3 Rumah Sakit di Instalasi
Laundry
3. Bagaimanakah bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
4. Bagaimana pengendalian risiko bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit
C. Tujuan
1. Mengetahui sistem manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit
2. Mengetahui langkah manajemen sistem K3 Rumah Sakit di Instalasi
Laundry
3. Mengetahui apa saja bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
4. Mengetahui pengendalian risiko bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan sejahtera sempurna dari
fisik, mental dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit
atau kelemahan saja. Sedangkan menurut UU kesehatan no 23 tahun 1992,
sehat berarti suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan kerja menurut WHO/ILO tahun 1995 bertujuan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial
yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatanpekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologinya. Secara ringkas merupakan penyesuaian
pekerjaan kepada manusia dan setia manusia kepada pekerjaannya atau
jabatan yang dimilikinya.
Manajemen K3 di rumah sakit merupakan suatu proses kegiatan
yang dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS dalam rangka
mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Kondisi
lingkungan kerja di rumah sakit di masa mendatang akan berkembang serba
mekanik, otomatis, kimiawi dengan teknologi canggih yang dapat
berpengaruh langsung terhadap kesehatan.
Pekerja yang ada di rumah sakit sangat bervariasi baik jenis maupun
jumlahnya sesuai dengan tugas dan fungsi rumah sakit. Masyarakat pekerja
di rumah sakit dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan
berbagai bahaya potensial yang bila tidak dapat diantisipasi dengan baik dan

3
benar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keselamatan dan
kesehatannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas
kerjanya.
Lingkungan kegiatan rumah sakit dapat mempengaruhi kesehatan
dalam 2 bentuk yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
1. Kecelakaan kerja di rumah sakit
Ada beberapa bahaya potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja di
rumah sakit yaitu antara lain: ketel uap, kebakaran, bahan-bahan
radioaktif, cedera pada punggung karena mengangkat pasien, pekerjaan
menyuntik, terpeleset/terjatuh.
2. Penyakit akibat kerja di rumah sakit
Penyakit akibat kerja di rumah sakit umumnya berkaitan dengan
faktor biologik (kuman, patogen yang umumnya berasal dari pasien)
faktor kimia (antiseptik pada kulit, gas anastesi dan lain-lain) faktor
ergonomik (cara duduk yang salah, cara mengangkat pasien yang salah
dan lain-lain) faktor fisik dalam dosis kecil dan terus menerus (panas
pada kulit, radiasi pada sistem reproduksi/pemroduksian darah) faktor
psikososial (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat
darurat, bangsal penyakit jiwa dan lain-lain).

B. Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Faktor-faktor kesehatan lingkungan kerja yang mempunyai pengaruh
terhadap pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya ialah:
1. Faktor Fisik
a. Suhu
b. Tekanan
c. Pencahayaan
d. Radiasi
e. Getaran
2. Faktor Kimia
Debu, Dab logam, gas, larutan.

4
3. Faktor Biologis
a. Penyakit anthrax, sering terdapat di tempat penjagalan, penyamakan
kulit, pengeringan tulang, peternakan dan lain-lain.
b. Penyakit jamur, sering diderita oleh tukang cuci.
c. Penyakit parasit, sering diderita oleh pekerja di tambang perkebunan
dan pertanian.
4. Faktor Psikologis
Dapat menimbulkan kelelahan fisik bahkan lambat laun terjadi
perubahan fisiktubuh, hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan.

C. Gambaran Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Gambaran mengenai masalah kesehatan kerja yang mencakup angka
kesakitan dan kematian akibat kerja dan International Labour Organisation
(ILO) yaitu:
1. 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan atau karena
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK)
2. Dari 250 juta kecelakaan, 300.000 orang meninggal
3. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya
Sedangkan data mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK), PAHK dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Indonesia belum ada. Namun, dari hasil
penelitian diperoleh gambaran kondisi kesehatan masyarakat pekerja sebagai
berikut:
1. Lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta Jamsostek mengidap penyakit
kulit akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernapasan.
2. Gangguan keseimbangan dan fungsi pendengaran akibat kebisingan pada
pengemudi bajaj 72,28% dengan perincian gangguan pendengaran
17,4%, gangguan keseimbangan 27,71% dan hanya 27,72% yang
masih sehat.
3. Di kalangan petani, sering terjadi keracunan pestisida; beberapa peneliti
melaporkan angka keracunan pestisida berkisar antara 20%-50%

5
(Achmadi, 1985, 1990, 1992; Eman dan Sukarno, 1884; serta
Depkes, 1983).
4. Pada industri kecil didapatkan 60%-80% gangguan akibat faktor ergonomi
seperti sakit pinggang, kaku leher serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah.
5. Para perajin mebel mempunyai resiko penurunan kapasitas paru sebesar
38% (Nairn dan Kambey, 1992)
6. Beberapa penelitian (Husani dkk) melaporkan bahwa di kalangan tenaga
kerja wanita menderita anemia 30%-40%. Anemia pekerja wanita di Jawa
Barat hasil studi di Tanggerang tahun 1999 menunjukan bahwa
prevalensi anemia pada pekerja wanita 69% dan pada pria 32%.
7. Di salah satu pabrik kertas Banyuwangi dilaporkan kebocoran gas CI2
(chlorine) terjadi sebanyak 36 kali dalam kurun waktu 1970-1980 dan
telah menimbulkan keracunan terhadap 46 orang dan seorang
diantaranya meninggal.
8. Pemeriksaan orthoprdik pada 205 pekerja pabrik tekstil di Jawa Barat
dengan keluhan pada anggota gerak atas, ditemukan 64% (132
pekerja) didiagnosa positif menderita penyakit otot rangka akibat
kerja (Tresnaningsih, 2000).
9. Hasil penelitian Departemen Kesehatan di 6 provinsi (1989) menunjukan
bahwa:
a. Nelayan penyelam tradisional di pulau bungin, NTB menderita nyeri
persendian 57,5% dan gangguan pendengaran 11,3%.
b. Nelayan penyelam tradisional di Kepulauan Seribu menderita
barotrauma 41,37% dan penyakit dekompresi6, 91%
c. 25,5% penyelam tradisional menderita kelainan pernafasan berupa
sesak nafas.
d. Pandai besi menderita gangguan/pengurangan tajam pendengaran 30%-
54%.
10. Penelitian Departemen Kesehatan lainnya di berbagai jenis pekerjaan (tahun
1996-1997) menunjukan adanya kelainan atau gangguan kesehatan para

6
pekerja, antara lain berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin
gerabah, myalga dan nyeri pinggul pada pekerja perempuan di tempat sortir
tembakau dan lain-lainnya.

D. Peranan Rumah Sakit dalam Masalah K3


Rumah sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang padat modal,
padat teknologi dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan
sumberdaya manusia dengan berbagai jenis keahlian. Jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga
kerja di institusi pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi dan
bahan-bahan serta obat-obat berbahya bagi kesehatan untuk tindakan
diagnostik, terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat. Terpaparnya tenaga
kesehatan dan tenaga kerja di institusi pelayanan kesehatan oleh bibit penyakit
perlu mendapat perhatian khusus.
Penyelenggaraan kesehatan dan keselaatan kerja di rumah sakit sangatlah
perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh karena pelayanan kesehatan ini
bersifat continum. perhatian pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja
dirumah sakit tidak hanya untuk penggunaan rumah sakit yang meliputi pasien,
pengunjung rumah sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan tetapi juga
bagi para pelaksana dan pengelola rumah sakit. Bagunan dan lingkungan
rumah sakit juga perlu mendapatkan perhatian agar para pengelola rumah sakit,
penyelenggara pelayanan maupun pengguna rumah sakit dapat terllindungi
keselamatan kerjanya dan terhindar dari kecelakaan kerja.
Rumah sakit diharapkan dapat melayani rujukan pasien akibat
kecelakaan kerja dari institusi pelayanan rumah sakit dasar di wilayahnya.
Rumah sakit ini diharapkan pula agar dapat berperan sebagai gate keeper untuk
menapis pelayanan medik dasar akibat kecelakaan kerja dan menyalurkan
kepada pelayanan medik spesialis yang dilakukan oleh dokter spesialis sebagai
pelayanan rujukan medik. Pelayanan medik dasar di rumah sakit akan
melindungi kepentingan masyarakat dari pelayanan spesialis yang sebenarnya

7
tidak diperlukan sesuai kondisi penyakitnya. Pelayanan medik dasar akan
melindungi dokter spesialis dalam melaksanakan profesinya agar tetap dapat
mempertahankan dan meningkatkan profesionalitasnya karena tidak terjebak
pada pelayanan medik dasar. Peningkatan mutu sumberdaya manusia dan
profesionalisme dalam memelihara pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkausecara profesional sangatlah diperlukan demikian pula halnya
dalam pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja agar dapat
diselenggarakannya pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan terjangkau.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pendayagunaan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang disertai dengan penerapan
nilai-nilai moral dan etika. Pelayanan kesehatan yang profesinal tidak akan
terlaksana apabila tidak di dukung oleh sumberdaya yang berkualitas dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukkung dengan
penerapan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua tenaga
kesehatan dituntut agar selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi.
Kemitrasertaan (equalpartnership) antara profesi medik dengan manajemen
medik dalam memberikan pelayanan sangatlah diperlukan agar dapat
dihasilkan pelayanan medik yang bermutu, aman, tepat dan berhasilguna serta
berdayaguna, merata dan rasional serta dapat memberikan kepuasan bagi
pengguna jasa kesehatan.

E. Dasar Hukum K3
Kebijakan program kesehatan kerja disusun dengan berdasarkan
berbagai peraturan yang berlaku khususnya UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan pada pasal 23 menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan
salah satu dari 15 upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan
produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja.
Wajib dilakukan di setiap tempat kerja dan mencakup pelayanan kesehatan
kerja. Secara rinci peraturan perundangan yang terkait dapat dipelajari pada
materi perundangan

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sistem Manajemen K3 di Rumah Sakit


Standar pelayanan keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS).
Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut
(Ferdianto, 2010);
1. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja
2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan
kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam
penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.

3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan


pajanan di rumah sakit.

4. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan


fisik pekerja

5. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang


menderita sakit.

6. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang


akan pensiun atau pindah kerja

7. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian


infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien

8. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja

9. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan


dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik,
kimia, biologi, psikososial dan ergonomi)

9
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja
rumah sakit.

B. Langkah manajemen sistem K3 di rumah sakit


1. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis,
jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS.
Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya
esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam
struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3
RS, perlu disusun strategi antara lain :
a. Advokasi sosialisasi program K3 RS.
b. Menetapkan tujuan yang jelas.
c. Organisasi dan penugasan yang jelas.
d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja
di lingkungan RS.
e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f. Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g. Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan.
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko

10
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan
penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya
risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan
yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana
atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada
risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP)

a. Membuat peraturan
Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional
Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta
harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan
pihak yang terkait
b. Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
c. Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerj
K3 dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan
pencapaian SMK3 RS
d. Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan

3. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan
disiplin.

1. Tugas pokok unit pelaksana K3 RS

11
a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur.
c. Membuat program K3 RS.
2. Fungsi unit pelaksana K3 RS
a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
b. Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
f. Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya.

C. Resiko Bahaya Kimia


Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai,
desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan
mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan
lain-lain.
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.

12
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.Obat-obat
sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan pasien.
5. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen,
nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan
B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan
pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar
Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan
diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan,
tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk
menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan
Kerja akibat B3.
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja
yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan
sesuai prosedur yang berlaku
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3

13
padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS
B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang kompleks untuk
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan
kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek
peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan
rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi
pasien dan tenaga medis tetapi juga pengunjung rumah sakit.
Dalam kenyataannya pemahaman tentang lingkungan kerja yang sehat
dan aman sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan masih sangat minim
dan belum menjadi nilai tambah dan kontribusi terhadap daya saing rumah
sakit yang sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003
dimana dipersyaratkan bahwa lingkungan kerja harus bersifat sehat dan aman
termasuk terbebas dari bahayanya terkena paparan zat kimia.

B. Saran
Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen
tertulis dan kebijakan pihak direksi, oleh karena itu pihak direksi harus
paham tentang kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada
semua instalasi rumah sakit. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi
K3 terhadap petugas di instalasi laundry agar memperkecil risiko bahaya
yang mungkin terjadi.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Amarudin. 2006. Pengawasan Kesehatan dan Lingkungan Kerja. Jakarta.


http://tiarasalsabilatoniputri.files.wordpress.com/2012/03/kesehatan-kerja-
1.ppt

Depkes, RI. 2006. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (K3-IFRS). Jakarta

Depkes, RI. 2009. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3- IFRS). Jakarta

Ferdianto, Hengki. 2011. Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah
Sakit X (Study Kasus Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja).
Jakarta. http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-
kontak-iritan-pada-petugas-laundry-rumah-
sakit&user_login=hengkiferdianto.

Ishaq. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3)


(Permenaker NO.05/MEN/1996). Jakarta

http://bocahbancar.files.wordpress.com/2012/09/materi-training-smk3-by-mr-
ishaq-pd-21-sept-2012.pptx

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432/Menkes/SK/IV/2007. Pedoman


Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010. Standar


Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1024/Menkes/SK/X/2004 Tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan di Rumah Sakit

Occupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC. 2003. Guide
Ergonomic for Hospital Laundries. British Columbia

iii

Anda mungkin juga menyukai