Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

KELAS K3
DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

1. Ahmad Zaini Miftach J1A117008


2. Ilham Ibnu Ahmadi J1A117056
3. Nur Riska Anwar J1A117097
4. Nuraisyah Darwis J1A117098
5. Nurhadisa J1A117102
6. Try Saputra Habibie J1A117132
7. Karina Zenischa Stasia J1A117229
8. Emi Ayu Elsawati J1A117305

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
2018

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang analisis kebijakan dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuata makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang analisis kebijakan
kesehatan, dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Kendari , 9 Mei 2018

Penyusu
n

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Analisis Kebijakan Kesehatan ................................. 3
2.2. Peran Analisis Kebijakan............................................................ 5
2.3. Perumusan Masalah Kebijakan.................................................. 6
2.4. Pendekatan Analisis Kebijakan.................................................. 8
2.5. Argumen Kebijakan ................................................................... 11
2.6. Bentuk Analisis Kebijakan ........................................................ 12
2.7. Contoh Analisis Kebijakan Kesehatan ...................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21
.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat.

Kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping

sandang, pangan dan papan. Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan

dewasa ini, memahami etika kesehatan merupakan bagian penting dari

kesejahteraan masyarakat. Namun dalam kehidupan kita tentu tidak lepas dari

masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dihadapi tentunya harus memiliki

manajemen yang baik terkhusus kebijakan kesehatan. Dimana Kebijakan

kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan

program kesehatan. Kebijakan kesehatan juga berperan sebagai panduan bagi

semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap

pembangunan kesehatan.

Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang benar,

diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders guna

menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta

menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dan dalam

hal ini, pemerintah turut campur tangan di bawahi oleh Kementrian Kesehatan

(Kemenkes). Selaku pembuat kebijakan kesehatan Kementrian Kesehatan

perlu melakukan analisis terhadap setiap kebijakan kesehatan yang dibuat

1
2

supaya derajat kesehatan di Indonesia lebih terarah untuk mencapai

Indonesia Sehat. Dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai

“Analisis Kebijakan Kesehatan”.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan analisis kebijakan kesehatan?

2. Apa saja peran analisis kebijakan kesehatan?

3. Bagaimana perumusan masalah kebijakan?

4. Bagaimana pendekatan analisis?

5. Apa yang dimaksud dengan argumen kebijakan?

6. Apa saja bentuk Analisis Kebijakan?

1.2. TUJUAN

A. Tujuan umum

Untuk mengertahui secara umum analisis kebijakan kesehatan.

B. Tujuan Khusus

1. Untuk mengertahui pengertian analisis kebijakan kesehatan?

2. Untuk mengertahui peran dan fungsi analisis kebijakan kesehatan?

3. Untuk mengertahui perumusan masalah kebijakan?

4. Untuk mengertahui pendekatan analisis?

5. Untuk mengertahui argumen kebijakan?

6. Untuk mengertahui bentuk Analisis Kebijakan?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

Analisis kebijakan kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti

atau dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan.

Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti

karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan

yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (Balai Pustaka,

1991).

Menurut Pasolong Harbani (2010), kebijakan merupakan suatu

rangkaian alternative yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai

alternative yang bermuara kepada keputusan tentang alternative terbaik.

Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara

bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan,

prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha

mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian

konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara

untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan,

adalah konsep dan garis besar rencana

3
4

suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk

dan dinamika penduduk dalam negaranya (Balai Pustaka, 1991).

Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan adalah

kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan

pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.[11]

Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan

sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti

pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat dll. Kebijaksanaan selalu

mengandung makna melanggar segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena

alasan tertentu (Pasolong Harbani, 2010).

Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang kesehatan, kesehatan

adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

setiap orang hidup produktif secara soial dan ekonomi (RI, 1992). Pengertian

ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu:

kesehatan adalah suatu kaadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental,

kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan. [13]

Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara

fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk

hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pustaka Yustia, 2010)


5

Pada dasarnya pengertian analisis kebijakan kesehatan tidak berbeda

jauh dengan pengertian analisis kebijikan publik, hanya saja pada kebijakan
5

kesehatan dibutuhkan pendekatan dari berbagai aspek untuk memahami

masalah dan isu sacara utuh sehingga alternatif kebijakan yang komprehensif.

Sebagaimana yang dijelaskan Walt (2004) dan Buse Mays & Walt (2012),

bahwa analisis kebijakan kesehatan adalah suatupoendekatan multi-disiplin

dalam kebijakan publik yang bertujuan menjelaskan interaksi antara institusi,

kependtingan, dan ide dalam proses pengembangan kebijakan kesehatan.

Analasis kebijakan ini penting baik secara retrospektif untuk memahami

kegagalan atau kebarhasilan kebijakan yang pernah terjaddi serta rencana

implementasi kebjikan di masa mendatang ( Buse et al, 2012).

Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode

penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi

yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat

politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan kesehatan (Dunn WN,

2003)

2.2. PERAN DAN FUNGSI ANALISIS KEBIJAKAN

Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari

analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan

dan kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah

akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan muncul.

Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan

kesehatan memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan

fungsi itu adalah:


6

1. Adanya analisis kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang

fokus pada masalah yang akan diselesaikan.

2. Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu.

Satu disiplin kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini

analisis kebijakan kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian

menjadi sub kajian baru dalam khazanah keilmuan.

3. Adanya analisis kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan

jenis tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu

masalah.

4. Memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan yang

sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti.

5. Dan analisis kebijakan kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul

kemudian akibat dari produk kebijakan yang telah

diputuskan/diundangkan.

2.3. PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN

Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum

terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik.

Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang

dipandang paling panting.

Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya (gaji tidak memenuhi

kebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari puskesmas sebagai


7

masalah mandasar dari pada orang yang punya komitmen pada kualitas

pelayanan kesehatan.

Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari

masalah kebijakan, adalah:

1. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi)

seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan

kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem

masalah ini membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan yang

lain tidak dapat di piahkan dan diukur sendirian.

2. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah

diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh:

Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini menimbulkan

penafsiran yang beragam (gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dll).

Muncul situasi problematis, bukan problem itu sendiri.

3. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis,

sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.

4. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana

perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat

memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah

lanjutan.

5. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan

dan sistem masalah kebijakan (Siagian SP, 1985)


8

2.4. PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN

Upaya untuk menghasilkan informasi dan argumen, analisis kebijakan

dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan Empiris,

Evaluatif, dan Normatif (Dunn, 1988).

1. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu

apakah sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih

menekankan penjelasan sebab akibat dari kebijakan publik. Contoh,

Analisis dapat menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan negara untuk

kesehatan, pendidikan, transportasi. Jenis informasi yang dihasilkan adalah

Penandaan.

2. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu

berkaitan dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari

beberapa kebijakan. Jenis informasi yang dihasilkan bersifat Evaluatif.

Contoh: setelah menerima informasi berbagai macam kebijakan KIA – KB,

analis dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan biaya,

alat, atau obat-obatan menurut etika dan konsekuensinya.

3. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu

Tindakan apa yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang

dapat memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti

pendekatan normatif. Jenis informasi bersifat anjuran atau rekomendasi.

Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300 menjadi

Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas


9

pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini cenderung tidak memberatkan

masyarakat.

Ketiga pendekatan di atas menghendaki suatu kegiatan penelitian dan

dapat memanfaatkan berbagai pendekatan lintas disiplin ilmu yang relevan.

Adapun model panelitian yang lazim digunakan adalah penelitian

operasional, terapan atau praktis.

Pembuatan informasi yang selaras kebijakan (baik yang bersifat

penandaan, evaluatif, dan anjuran) harus dihasilkan dari penggunaan

prosedur analisis yang jelas (metode penelitian). Menurut Dunn (1988),

dalam Analisis Kebijakan, metode analisis umum yang dapat digunakan,

antara lain:

METODE ANALISIS UMUM METODE ANALISIS KEBIJAKAN


Deskripsi
Perumusan Masalah

Prediksi
Peliputan (monitoring)

Evaluasi
Peramalan (forecasting)

Preskripsi
Evaluasi (evaluation)

(petunjuk)
Rekomendasi (recommendation)

Penyimpulan Praktis

(Practical inference)
10

1) Metode peliputan (deskripsi), memungkinkan analis menghasilkan

informasi mengenai sebab akibat kebijakan di masa lalu.

2) Metode peramalan (prediksi), memungkinkan analis menghasilkan

informasi mengenai akibat kebijakan di masa depan.

3) Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga di masa

lalu dan masa datang.

Penyimpulan praktis, ditujukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih

dekat agar masalah kebijakan dapat dipecahkan. Kata Praktis, lebih

ditekankan pada dekatnya hubungan kesimpulan yang diambil dengan nilai

dan norma sosial. Pengertian ini lebih ditujukan untuk menjawab

kesalahpahaman mengenai makna Rekomendasi yang sering diartikan pada

informasi yang kurang operasional atau kurang praktis, masih jauh dari

fenomena yang sesungguhnya.

Bila metode analisis kebijakan dikaitkan dengan pendekatan empiris,

evaluatif, dan anjuran, maka metode analisis kebijakan dapat disusun menjadi

3 jenjang, yaitu:

1. Pendekatan modus operandi, dapat menghasilkan informasi dan argumen

dengan memanfaatkan 3 jenjang metode analisis, yaitu perumusan

masalah, peliputan, dan peramalan.


11

2. Pendekatan modus evaluatif, dapat menghasilkan informasi dan argumen

dengan memanfaatkan 4 jenjang metode analisis, yaitu perumusan

masalah, peliputan, peramalan, dan rekomendasi.

3. Pendekatan modus anjuran, dapat menghasilkan informasi dan argumen

dengan memanfaatkan seluruh (6) jenjang metode analisis, yaitu

perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi, dan

peyimpulan praktis. [5][6]

2.5. ARGUMEN KEBIJAKAN

Analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghimpun data dan

menghasilkan informasi. Analisis kebijakan juga harus memanfaatkan atau

memindahkan informasi sebagai bagian dari argumen yang bernalar mengenai

kebijakan publik untuk mencari solusi masalah kebijakan publik. Menurut

Dunn (1988) struktur argumen kebijakan menggambarkan bagaimana analis

kebijakan dapat menggunakan alasan dan bukti yang menuntun kepada

pemecahan masalah kebijakan.

Berdasarkan struktur argumen, dapat diketahui bahwa seorang analisis

kebijakan dapat menempuh langkah yang benar, dengan memanfaatkan

informasi dan berbagai metode menuju kepada pemecahan masalah

kebijakan; dan tidak sekedar membenarkan alternatif kebijakan yang disukai

(Dunn WN, 2003)

2.6. BENTUK ANALISIS KEBIJAKAN


12

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan

digunakan. Pilihan bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman

masalah secara mendalam, sebab kondisi masalah yang cenderung

menentukan bentuk analisis yang digunakan. Berdasarkan pendapat para ahli

(Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1991) dapat diuraikan beberapa bentuk

analisis kebijakan yang lazim digunakan.

1. Analisis Kebijakan Prospektif

Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum

tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam (1971), ciri

analisis ini adalah:

a. mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia, yang

dapat dipilih dan dibandingkan.

b. diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan

keputusan kebijakan.

c. secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.

2. Analisis Kebijakan Restrospektif (AKR)

Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan

tujuannya adalah penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan

kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan restropektif, adalah:


13

a. Analisis berorientasi Disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan

pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab

akibat kebijakan. Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep

kebutuhan serta kepuasan tenaga kesehatan di Indonesia, dapat

memberi kontribusi pada pengembangan manajemen SDM original

berciri Indonesia (kultural). Orientasi pada tujuan dan sasaran

kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan

untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih

operasional.

b. Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan

sebab akibat dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat

umum. Contoh: Pendidikan dapat meningkatkan cakupan layanan

kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum, namun dapat memberi

variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk

mencapai tujuan dan sasaran khusus, seperti meningkatnya kualitas

kesehatan gigi anak sekolah melalui peningkatan program UKS oleh

puskesmas.

c. Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas,

lebih tajam untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan

dan para pelakunya. Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk

mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan masalah kebijakan,

membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada

pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat memperhitungkan


14

berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan

pelayanan KIA di Puskesmas. Informasi yang diperoleh dapat

digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di

puskesmas.

3. Analisis Kebijakan Terpadu

Bentuk analisis ini bersifat konprehensif dan kontinyu, menghasilkan

dan memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah

tindakan kebijakan dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan

restropektif, serta secara ajeg menghasilkan informasi dari waktu ke waktu

dan bersifat multidispliner.

Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang

relatif berbeda yang, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan (teori

keputusan deksriptif dan normatif), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Keputusan Deskriptif, bagian dari analisis retrospektif,

mendeskripsikan tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal

tindakan kebijakan, setelah kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan

adalah memahami problem kebijakan, diarahkan pada pemecahan

masalah, namun kurang pada usaha pemecahan masalah.

b. Teori Keputusan Normatif, memberi dasar untuk memperbaiki akibat

tindakan, menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau


15

rekomendasi), lebih ditujukan pada usaha pemecahan masalah yang

bersifat praktis dan langsung. [5][6]

2.7. CONTOH ANALISIS KEBIJAKAN NASIONAL

Isu Kebijakan Pemberian ASI Eksklusif

Target MDGs (Millenium Deveploment Goals) ke-4 adalah menurunkan

angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurung waktu 1990-2015.

Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan

lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI

secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping

pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti

merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan angka kematian

bayi (AKB) .

Dalam pelaksanaannya tidak semua actor melaksanakan kebijakan

tersebut dengan bukti cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah

dibawah target nasional (80%).

A. Isi Kebijakan :

1. Kepmenkes RI 450/MENKES/SK/IV 2004 tentang pemberian asi secara

eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak lahir sampai usia 6 bulan dan di

anjurkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan

tambahan yang sesuai dan semua tenaga kesehatan yang bekerja di

sarana kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu melahirkan


16

agar memberikan ASI eksklusif dengan mengacu pada 10 langkah

keberhasilan menyusui.
2. Rekomendasi tentang pemberian makanan bayi pada situasi darurat :
a. Pernyataan bersama WHO, UNICEF, dan IDAI, 2005.
b. Pedoman pemberian makanan pada bayi dan anak pada situasi

darurat bagi petugas kesehatan, Depkes 2007.


c. Peraturan bersama menteri Negara pemberdayaan wanita, menteri

tenaga kerja, dan transmigrasi dan menteri kesehatan tentang

pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja, 2008.

B. Aktor :

1. Menteri kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Wanita, Menteri

Tenaga Kerja, da Transmigrasi.


2. Pemda dan Pemkot.
3. Petugas kesehatan.
4. Rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas.
5. Organisasi profesi (IDAI, IDI, IBI, POGI).
6. LSM : Unicef, WHO.
7. Produsen susu formula.

C. Konteks :

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan :

1. Pemda, Dimkes
Tidak semua pemda menindak lanjuti secara konkret peraturan

tentang pemberian ASI eksklusif melalui sepuluh langkah keberhasilan

menyusui, misalkan dalam perda (termaksud reward dan sanksi bagi

yang melaksanakannya), penganggaran dalam APBD, misalnya untuk

pelatihan-pelatihan untuk petugas kesehatan, dan promosi.


2. Petugas Kesehatan (Bidan,Perawat,Dokter)
17

Masih banyak petugas kesehatan yang belum menjalankan

kebijakan ini. Petugas kesehatan sangat berperan dalam keberhasilan

proses menyusui, dengan cara memberikan konseling tentang ASI sejak

kehamilan, melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD), pada saat

persalinan dan mendukung pemberian ASI dengan sepuluh langkah

keberhasilan menyusui. Beberapa hambatan kurang berperannya

petugas kesehatan dalam menjalankan kewajibannya dalam konteks ASI

eksklusif lebih banyak karena kurang termotivasinya petugas untuk

menjalankan peran mereka di samping pengetahuan konseling ASI yang

masih kurang.
3. Promosi Produsen Susu Formula
Meskipun sudah ada peraturan dan kode etik tentang pemasaran

susu formula, tetapi dalam pelaksanaannya masih ada produsen yang

tidak melaksanakan secara benar. Gencarnya promosi produsen susu

formula baik untuk public maupun untuk petugas kesehatan (dengan

memberikan bantuan untuk kegiatan ilmiah) menghambat pemberian

ASI eksklusif.
4. Ibu berkerja
Dengan semakin banyaknya presentase ibu menyusui yang berkerja

akan menghambat praktikpemberian ASI ekslusif. Meskipun sudah ada

SKB bersama tiga mentri tentang hak ibu berkerja yang menyusui,

dalam praktiknya tidak semua tempat kerja mendukung praktik

pemberian ASI.
5. Ibu dengan HIV positif
Pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif di dasarkan kalkulasi

antara kerugian dan manfaat menghentikan dan melanjutkan pemberian


18

ASI, yaitu kemungkinan anak tertular/terinfeksi virus HIV dari ASI dan

kerugian pada anak tidak mendapat ASI yang berakibat meningkatkan

ressiko terjadinya diare, pnemonia, kurang gizi dan infeksi lain.

Sebelumnya WHO merekomendasikan salah satu cara dalam preventive

mother to child transmission (PMCT) adalah menghentikan pemberian

ASI kecuali bila susu formula tidak memenuhi syarat Affordable,

Accessible,Safery, and Sustainble (AFASS). Penelitian terbaru

membuktikan bahwa pemberian ARV pada ibu hamil lebih awal dan di

lanjutkan selama menyusui terbukti dapat mencegah transmisi virus

HIV melalu ASI, sehingga WHO (2009) merekomendasikan pemberian

ASI pada ibu yang telah mendapat ARV profilaksi.


6. Kondisi darurat, misalnya bencana
Pada kondisi yang darurat pemberian ASI menjadi lebih penting

karena sangat terbatasnya untuk penyimpanan susu formla, seperti air

bersih, bahan bakar, dan kesinambungan ketersediaan susu formula

dalam jumlah yang memadai. Pemberian susu formula akan

meingkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.

Bila mendapat sumbangan susu formula, maka distribusi maupun

penggunannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih, dan hanya

boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu : telah dilakukan

penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak

memungkinkan, diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat

menyusu, misalnya: anak piatu, bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya

tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama
19

bayi membutuhkannya, dan harus diberikan konseling pada ibu tentang

penyiapan dan pemberian susu formula yang aman, dan tidak boleh

dengan menggunakan dot. Belajar dari pengalaman tsunami di aceh dan

gempa di DIY, bantuan susu formula menyebabkan turunnya pencapaian

ASI eksklusif. Sumber:(http://www.kebijakankesehatan.net).


BAB III

PENUTUP

3.1. SIMPULAN

1. Analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode penelitian

dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang

relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik

dalam rangka memecahkan masalah kebijakan kesehatan.

2. Analisis kebijakan kesehatan memiliki peran dan fungsi yaitu keputusan

yang fokus pada masalah yang akan diselesaikan, mampu menganalisis

multi disiplin ilmu pemerintah mampu memberikan jenis tindakan,

memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan.

3. Perumusan masalah kebijakan dilihat dari beberapa karakteristik masalah

pokok dari masalah kebijakan, adalah interdepensi, subjektif, srtifisial,

dinamis dan tidak terduga.

4. Pendekatan dalam analisis kebijakan yaitu pendekatan empiris,

pendekatan evaluatif, dan pendekatan normativ.

5. Argumen kebijakan menggambarkan bagaimana analisi dapat

menggunakan alasan dan bukti yang menuntun kepada pemecahan masalah

kebijakan.

20
6. Bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan, yaitu analisis kebijakan

prospektif, analisis kebijakan restropektif (AKR) dan analisis kebijakan

terpadu.

DAFTAR PUSTAKA
[1]
AnneAhira.com. Konsep dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan
(online) http://www.AnneAhira.com/artikel/analisis-kebijakan-
kesehatan.html.
[2]
Arif Kurniawan. Kebijakan Kesehatan (online)
http://images.albadroe.multiply.multiplycontent.com/attachment/0
/Rt5PkgoKCsAAABj74Sc1/kebijakan%20kesehatan.ppt?
nmid=56606948.
[3]
Ayun Sriatmi. Sejarah analisis kebijakan dan kerangka analisis kebijakan
(online)
http://eprints.undip.ac.id/6256/1/Kerangka_analisis_kebijakan_-
_ayun_sriatmi.pdf
[4]
Ayuningtyas, Dumilah. Kebijakan dan Kesehatan : Prinsip dan Praktik. Depok :
PT. Rajagrafindo Persada
[5]
Dunn WN. 1988. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta : PT. Hanindita
[6]
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
[7]
Juanita. Kesehatan dan Pembangunan Nasional (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3737/1/fkm-
juanita2.pdf
[8]
Pasolong Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
[9]
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 tahun 1992, tentang
Kesehatan. Penerbit Sinar Grafika 1992
[10]
Siagian SP. 1985. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan Dan Strategi
Organisasi. Jakarta : PT. Gunung Agung
[11]
Surya Utama. Dasar-Dasar Analisis Kebijakan Kesehatan (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3765/1/fkm-
surya4.pdf. Jumat,

21
[12]
Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2010. Undang-Undang Kesehatan dan Rumah
Sakit 2009. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia
[13]
Tulchinsky Ted., Varavikova Elena. The New Public Health (text book)

22

Anda mungkin juga menyukai