Anda di halaman 1dari 11

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk

melindungi pasien, petugas dan pengunjung. Program pencegahan dan pengendalian

infeksi dapat tercapai perlu dilakukan perencanaan secara rinci dalam membuat strategi

dan langkah yang memerlukan koordinasi dari banyak pihak, baik individu, bagian

maupun unit pelayanan di sarana kesehatan tersebut. Program harus dijabarkan secara

tertulis dan menjadi dasar perencanaan pencegahan dan pengendalian infeksi serta

memuat unsur standar akreditasi rumah sakit rumah sakit dan juga ketentuan

pemerintah yang berlaku (Depkes RI, 2001).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit menurut

Scheckler dkk, 1998; Palmer, 1984; Kemenkes RI, 2011; Depkes RI, 2004; Depkes,

2008; dan Perdalin, 2015 yaitu :

1. Jejaring surveilans infeksi di rumah sakit

Surveilans infeksi rumah sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-

menerus, dalam mengumpulkan, identifikasi, analisa dan interpretasi dari data

kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara

berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam


perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan

kesehatan.

Adapun tujuan surveilans infeksi rumah sakit terutama adalah :

a. Mendapatkan data dasar infeksi rumah sakit

Dengan demikian dapat diketahui berapa resiko yang dihadapi oleh setiap

psien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar (90-95%) dari infeksi

rumah sakit adalah endemik dan ini di luar dari KLB yang dikenal. Kegiatan

surveilan ditujukan untuk menurunkan laju angka endemik tersebut.

b. Menurunkan laju infeksi rumah sakit

Dengan surveilans ditemukan faktor resiko infeksi rumah sakit yang akan

diintervensi sehingga dapat menurunkan laju angka infeksi rumah sakit.

Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus didasarkan cara penggunaan data,

sumber daya manusia dan dana yang tersedia.

c. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi rumah sakit

Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila

terjadi suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang

mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak)

dari infeksi rumah sakit.

d. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan

penanggulangan

Data surveilans yang diolah dengan naik dan disajikan secara rutin dapat

menyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan Pencegahan dan


Penangglangan Infeksi (PPI). Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang

didapat karena lebih spesifik, nyata dan terpercaya. Umpan balik mengenai

informasi seperti itu biasanya sangat efektif dalam menggiring tenaga

kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.

e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS

Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans

serta upaya pencegahan dn pengendalian telah dijalankan, maka masih

diperlukan surveilans secara berkesinambungan guna menyakinkan bahwa

permasalahan yang ada benar-benar telah terkendali.

f. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan

Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan

mencegah penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap

antimikroba akan menurunkan angka infeksi rumah sakit. Surveilans yang

baik dapat menyediakan data dasar pendukung rumah sakit dalam upaya

memenuhi standar pelayanan rumah sakit.

g. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

Surveilans infeksi rumah sakit merupakan salah satu unsur untuk memenuhi

akreditasi RS yaitu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.


Jenis – jenis infeksi rumah sakit yang didata surveilans yaitu :

a. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat

masuknya mikroba melalui peralatan yang masuk langsung ke sistem

pembuluh darah yang biasa di sebut juga Blood Steam Infection (BSI)

Contohnya adalah pemasangan vena sentral, vena perifer, hemodialisa.

b. Infeksi Saluran Pernafasan/ Pnemonia/ Ventilator Associated Pneumonia


(VAP)

Infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru akibat pemasangan

alat dengan tirah baring lama. Contohnya adalah pemasangan enteral feeding,

prosedur suction, pemasangan ventilator.

c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluarn kemih murni (urethra dan

permukaan kandung kemih) atai melibatkan bagian yang lebih dalam dari

organ - organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, uretra, kandung

kemih). Populasi utama surveilans adalah pasien yang terpasang kateter

menetap.

d. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa

pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan

pemasangan implant dan diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi.


2. Membuat kebijakan dan prosedur

Kebijakan dan prosedur harus didasarkan kepada pengukuran pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial yang valid secara ilmiah serta memiliki pengaruh

positif untuk proses pencegahan infeksi nosokomial. Kebijakan dan prosedur yang

disediakan secara umum pada 2 (dua) tingkatan yaitu :

a. Hal – hal yang diketahui secara luas oleh organisasi dan dapat diaplikasikan

oleh seluruh pemberi pelayanan

b. Kebijakan dan prosedur dapat diaplikasikan pada sebuah tempat fasilitas

kesehatan. Kebijakan dan prosedur tersebut terdiri dari menjamin ketepatan

dan kelayakan kebijakan dan prosedur, memantau dan mengawasi kepatuhan

terhadap kebijakan, pedoman dan persyaratan akreditasi, dan mengutamakan

kesehatan petugas. Petugas yang bekerja pada pelayanan kesehatan sering

terpapar kepada penyakit infeksi. Mereka juga dapat menularkan atau

beresiko menularkan kepada pasien atau petugas kesehatan lainnya.

Depkes RI (2008) kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang perlu

disiapkan oleh rumah sakit adalah :

a. Kebijakan Manajemen

1. Ada kebijakan kewaspadaan isolasi

a. Kebersihan tangan (hand hygiene)

b. Alat Perlindungan Diri (APD) : sarung tangan, masker, google

(kacamata pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun

c. Peralatan perawatan pasien


d. Penangan linen

e. Manajemen limbah dan benda tajam

f. Pengendalian lingkungan

g. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

h. Kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan

i. Penempatan pasien

j. Hygiene respirasi/ Etika batuk

k. Praktek menyuntik yang aman

l. Praktek untuk lumbal punksi

2. Ada kebijakan tentang pengembangan SDM dalam PPI

3. Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotik yang rasional

4. Ada kebijakan tentang pelaksanaan surveilans

5. Ada kebijakan tentang pemeliharaan fisik dan sarana yang melibatkan tim

PPI

6. Ada kebijakan tentang kesehaatan karyawan

7. Ada kebijakan penanganan KLB

8. Ada kebijakan penempatan pasien

9. Ada kebijakan upaya pencegahan infeksi ILO, IADP, ISK, Pneumonia,

VAP

b. Kebijakan Teknis

- Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi


- Ada SPO kebersihan tangan

- Ada SPO pengunaan Alat Perlindungan Diri (APD)

- Ada SPO penggunaan peralatan perawatan pasien

- Ada SPO pengendalian lingkungan

- Ada SPO pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

- Ada SPO kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan

- Ada SPO penempatan pasien

- Ada SPO hygiene respirasi/ etika batuk

- Ada SPO praktek untuk lumbal punksi

- Upaya – upaya pencegahan infeksi dan rekomendasi yaitu kotak sampah

untuk benda tajam, tempat sampah untuk limbah medis infekksius dll.

3. Intervensi langsung untuk memutus transmisi penularan penyakit

Upaya pengendalian infeksi nosokomial ditujukan untuk menurunkan laju infeksi.

Untuk itu perlu dibuat pilar pedoman standar atau kebijakan pengendalian infeksi

yaitu penerapan standar precaution (cuci tangan dan APD) penerapan isolasi

precaution, penerapan antiseptik, aseptik, desinfeksi, serta sterilisasi

4. Pendidikan dan pelatihan

Pada dasarnya seluruh petugas kesehatan harus mengetahui mengapa pencegahan

infeksi penting. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan merupakan kegiatan

untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan petugas dalam mencegah


infeksi. Diharapkan setelah pelatihan setiap petugas mengalami perubahan

perilaku dan meningkatnya kesadaran petugas untuk terlibat dalam program

pencegahans infeksi. Topik – topik pendidikan dan pelatihan yang akan diajarkan

harus terdiri dari : siklus transmisi penyakit, rute penyakit, bagaimana memotong

siklus tersebut, penggunaan tindakan kewaspadaan isolasi dalam menangani

pasien, metode meminimalkan transmisi penyakit. Bentuk pendidikan dan

pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan video

melalui diskusi, tatap langsung serta demonstrasi. Setelah timbul perubahan

perilaku dan peningkatan kesadaran pendidikan dan pelatihan dilakukan secara

terus – menerus. Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan didalam rumah sakit

itu sendiri atau diluar rumah sakit.

Pengembangan pendidikan dan pelatihan dilakukan kepada :

a. Petugas rumah sakit : semua petugas rumah sakit harus mengetahui prinsip

pencegahan infeksi.Semua petugas yang berkaitan dengan pelayanan harus

mengikuti pelatihan pencegahan infeksi. PPIRS secara berkala melakukan

sosialisasi/ simulasi PPI kepada semua petugas, semua karyawan baru,

mahasiswa mendapat orientasi PPI

b. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi : wajib mengikuti pendidikan dan

pelatihan dasar dan lanjut Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Memiliki

sertifikat pencegahan dan pengendalian infeksi serta mengembangkan diri

dengan mengikuti seminar, lokakarya serta mendapat bimbingan teknis

secara berkesinambungan.
Pendidikan dan pelatihan PPI menurut Perdalin (2015) yaitu :

a. Diklat PPI kepada : seluruh staff (dokter, perawat, non medis) serta

mahasiswa, PPDS

b. Sosialisasi PPI kepada : pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan masyarakat

sekitar rumah sakit

5. Penggunaan antimikroba yang rasional

Menjadi pertimbangan khusus dalam pemberian antibiotik karena kesalahan

penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan mahal akan memberi kontribusi atas

masalah yang terus berkembang tentang resistensi antibiotik. Pemberian antibiotik

5 – 7 hari untuk mencegah infeksi setelah bedah tidak berfungsi baik dan ini bukan

termasuk penggunaan antibiotik profilaksis. Pengunaan antimikroba yang rasional

sebaiknya berdasarkan indikasi, profilaksis (teraupetik) dan empirik (definitif).Di

dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi memerlukan

koordinasi dari berbagai pihak oleh karena itu diperlukan jalur komunikasi dan

garis komando yang tergambar jelas di dalam struktur organisasi dan

dikomunikasikan kepada seluruh staf. Hal terpenting dalam melaksanakan semua

kegiatan dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi menurut Harley

(1985) yaitu pencegahan infeksi sesungguhnya adalah masalah pengawasan dan

peningkatan kemampuan manusia bukan membunuh kuman dengan lebih

sempurna atau membeli peralatan yang lebih baik.


Kewaspadaan Standar
KEWASPADAAN
ISOLASI
Kewaspadaan berdasarkan
transmisi
PENGGUNAAN
ANTIMIKROBA
RASIONAL SURVEILANS
PROGRAM
PPI
ProfilaksisTeraupetik
IADP ISK VAP ILO dll
PENCEGAHAN PENDIDIKAN
CVL
INFEKSI & PELATIHAN Setiap
UC
individu di
VM
Fan YanKes
OP

Gambar 2.4 Program PPI

Sumber : Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Perdalin, 2015)

Depkes RI (2004) pedoman dasar yang membantu pengelola melaksanakan

program agar berhasil mencakup : (a) kebijakan – kebijakan dan prosedur – prosedur

tertulis yang dibuat untuk menangani situasi dimana pasien atau staf terpapar dengan

resiko infeksi; (b) melakukan orientasi staf sebelum kebijakan, anjuran atau prosedur

baru dimulai dan memberikan tindak lanjut pelatihan serta ketika penguatan

pengelolaan dibutuhkan; (c) pastikan suplai, peralatan dan fasilitas yng memadai

tersedia sebelum dimulai agar dapat memastikan kepatuhan; (d) lakukan kajian ulang

secara regular untuk memastikan cukupnya perubahan atau praktik yang dianjurkan,

memecahkan masalah – masalah baru dan memberikan ruang atas perhatian staf.
Kemenkes RI (2013) program akan efektif apabila mempunyai : pimpinan

yang ditetapkan, pelatihan staf yang baik, metode untuk mengidentifikasi dan

proaktif pada tempat beresiko infeksi, kebijakan dan prosedur yang memadai,

pendidikan staf, melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit.

Sumber

Departemen Kesehatan RI, 2001, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik


Spesialistik: Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, edisi kedua,
Jakarta.

Perdalin bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI, 2015, Pedoman Pelatihan


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Bapelkes, Medan.

Scheckler, William E.; Brimhall, D.; Buck, Alfres S.;Farr, Barry M.; Friedman,
Candace, 1998, Requirements for Infrastructure and Essential Activities of
Infection Control and Epidemiology in Hospitals: A Consensus Panel
Report. Infection Control and Hospital Epidemiology. Volume 19

Anda mungkin juga menyukai