Anda di halaman 1dari 39

Tugas Kebijakan

Makalah

Comparing Nutrition Policy of Indonesia with Malaysia

Oleh:

Camelia Ijaya 145070300111027

Ade Salma Yunia R. 145070300111027

Indah Dwijayanti 145070301111009

Amanda Vaulita H. 145070301111017

Clararida Riawan 145070307111001

Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya
Malang
2017
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Permasalahan gizi di Indonesia masih cukup tinggi,. Global Nutrition
Report (2014) melaporkan sebanyak 8.906 balita mengalami stunting di
Indonesia pada tahun 2013. Dengan jumlah tersebut, stunting di Indonesia
masih dikategorikan tinggi (36%) sebagai indicator masalah gizi. Stunting
terjadi disebabkan oleh multifactor baik factor langsung maupun tidak
langsung. Tidak hanya stunting, permasalahan gizi lainnya yang terjadi yakni
hidden hunger.
Hidden hunger atau kelaparan tersembunyi yaitu defisiensi vitamin dan
mineral terutama vitamin A. Data Global Nutrition Report juga melaporkan
20% anak-anak pra-skolah mengalami defisiensi vitamin A. Defisiensi vitamin
A dapat menyebabkan berkurangnya kekebalan tubuh untuk melindungi
tubuh dari serangan infeksi, maka dari itu anak yang mengalami defisiensi
vitamin A lebih rentan terkena penyakit infeksi.
Berbeda dengan Indonesia jumlah prevalensi balita pendek di Malaysia
jauh lebih rendah yakni 17% pada tahun 2006, selain itu defisiensi vitamin A
pada anak pra-sekolah jauh lebih rendah dari Indonesia sebesar 4%.
Melihat permasalahan gizi di Indonesia yang lebih tinggi prevalensinya
dibandingkan Malaysia diperlukan upaya dari pemerintah dengan
menetapkan kebijakan gizi untuk memperbaiki gizi di Indonesia. Diperlukan
banyak sector bidang lain yang ikut terlibat tidak hanya pemerintah, termasuk
partisipasi dari masyarakat dalam mendukung kebijakan pemerintah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kita perlu melihat kebijakan apa saja
yang telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi berbagai
permasalahan gizi yang ada dan melihat bagaimana kebijakan gizi dari
Negara lain yaitu Malaysia serta membandingkan kebijakan gizi di antara
kedua Negara tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan masalah bagaimana
perbandingan kebijakan gizi di Indonesia dengan kebijakan di Malaysia?

1.3 Tujuan
a. Tujuan utama
Untuk mengetahui perbandingan kebijakan gizi yang diterapkan antara
Indonesia dan Malaysia.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui kebijakan gizi di Indonesia dalam mengatasi
permasalahan gizi di Indonesia.
Untuk mengetahui kebijakan gizi di Malaysia dalam mengatasi
permasalahan gizi di Malaysia.
Untuk mengetahui perbandingan kebijakan gizi yang diterapkan
antara Indonesia dengan Malaysia.
BAB II
Pembahasan
2.1 Profil negara
2.1.1 Indonesia
Negara Republik Indonesia adalah salah satu negara yang berada di Asia
Tenggara, yang di lintasi garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia
dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau.
Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah
negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.

Geografis

Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua


Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara
tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan
Kepulauan Andaman dan Nikobar di India. Indonesia adalah negara
kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil,
sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar di sekitar
khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada
koordinat 6LU-1108LS dan dari 95BB-14145BT serta terletak di antara
dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia


dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km dan luas
perairannya 3.257.483 km. Pulau terpadat penduduknya adalah Pulau Jawa,
tempat setengah populasi Indonesia bermukim. Indonesia terdiri atas 5 pulau
besar, yaitu Jawa dengan luas 132.107 km , Sumatra dengan luas 473.606
km , Kalimantan dengan luas 539.460 km , Sulawesi dengan luas 189.216
km , dan Papua dengan luas 421.981 km.

Negara Malaysia dengan perbatasan sepanjang 1.782


Utara
km, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan

Selatan Negara Australia, Timor Leste, dan Samudra Indonesia


Barat Samudra Indonesia

Negara Papua Nugini dengan perbatasan sepanjang 820


Timur
km, Timor Leste, dan Samudra Pasifik

Sistem Pemerintah
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik. Indonesia menjalankan
pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis.dengan
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden yang
dipilih langsung. Ibu kota negara adalah Jakarta.

Sumber daya alam


Sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel,
kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian
lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%,
padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan
lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km.

Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI) yang menjadi mata uang pertama Republik
Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah. Pada masa
pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem
ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme
ekonomi. Pemerintahaan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi
yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadualan ulang
hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing. Pada
era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan
melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata
yang tinggi sebesar 7%. Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun
1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai
rupiah yang terkendali,
selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada
industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997
Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an
akibatkrisis ekonomi yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu, yang
disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden
Soeharto tanggal 21 Mei 1998.

Selanjutnya perekonomian Indonesia selama tahun 2006-2009 mengalami


pertumbuhan masing-masing sebesar 5,5 persen (2006), 6,3 persen (2007),
6,0 persen (2008) dan 4,5 persen (2009). Mengkaji kondisi perekonomian
tentu saja tidak terlepas dari tingkat inflasi, inflasi dan pertumbuhan
perekonomian sangat saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah
dipastikan akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,5%, inflasi tercatat sebesar
2,78%. Rendahnya tingkat inflasi ini merupakan pencapaian terbaik dalam 10
tahun terakhir

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk
minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor
gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi
pengimpor bersih minyak mentah. Rekan perdagangan terbesar Indonesia
adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara jirannya yaitu Malaysia,
Singapura dan Australia.

Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah tertinggal karena beberapa faktor


penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia,
prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan
kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang
termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah
tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan social

Sosial Budaya.

Kebanyakan penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai


bahasa ibu, namun bahasa resmi negara, yaitu bahasa Indonesia. Indonesia
terdiri atas berbagai suku, bahasa, dan agama yang berbeda. Suku Jawa
adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan
nasional Indonesia Bhinneka tunggal ika (Berbeda-beda, tetapi tetap satu),
berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat
dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung
tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

Mengenai kondisi budaya di Indonesia, seperti yang kita ketahui bangsa


Indonesia merupakan bangsa yang heterogen dan terdiri dari ratusan suku
dengan keanekaragaman budaya, dari bidang seni, olahraga, bahasa, tempat
tinggal, busana, nyanyian dan lain-lain. Hal ini membuat Indonesia menjadi
Negara yang kaya akan budaya, namun kondisi budaya Indonesia saat ini
tengah memprihatinkan. Hal ini karena mulai banyaknya kebudayaan bangsa
Indonesia yang diklaim oleh Negara tetangga kita yaitu Malaysia. Seperti yang
baru-baru saja diperebutkan yaitu tari pendet, tari reog ponorogo, alat musik
angklung, batik dan juga lagu rasa sayange. Setelah banyaknya klaim dari
Malaysia, barulah pemerintah menyadari bahwa pentingnya hak paten. Hal ini
tentunya mengancam kebudayaan Indonesia. (anonymous, 2009)

Selain itu, akibat semakin berkembangnya modernisasi dan globalisasi,


system informasi semakin mudah untuk diperoleh. Hal ini akhirnya
menyebabkan semakin mudah masuknya budaya-budaya luar ke dalam
Indonesia dan terjadi proses akulturasi. Tidak jarang bahwa budaya-budaya
luar yang masuk itu akhirnya membawa dampak yang negative. Dampak
negatif ini tampak dari pola hidup masyarakat Indonesia yang konsumtif, sikap
individualistik yang mulai muncul (padahal masyarakat Indonesia dikenal
sebagai bangsa dengan rasa kekeluargaan yang tinggi), gaya hidup kebarat-
baratan (prilaku seks bebas, pakaian minim, dan tidak hormat lagi kepada
orang yang lebih tua) dan kesenjangan sosial ( adanya golongan kaya dan
miskin). Dalam hal budaya, masyarakat Indonesia juga masih sangat
mempercayai tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan akal sehat dan logika,
misalnya dukun, ritual-ritual dan sebagainya. ( anonymous, 2009)
2.1.2 Masalah Gizi di Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih mengalami masalah


nutrisi selain masalah infeksi yang masih banyak dideritanya. Masalah gizi
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah
tuntas ditanggulangi di dunia. Saat kurang gizi belum teratasi, malah timbul
masalah lain di daerah lain di Indonesia terutama kota kota besar, yaitu
masalah obesitas atau kelebihan gizi. Bila hal ini tidak cepat diatasi maka
masalah ini benar benar akan menjadi masalah yang dramatis dalam
sebuah negara, karena dalam satu negara terjadi dua masalah yang bertolak
belakang yaitu kurang gizi dan kelebihan gizi.

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi
pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi
pada periode siklus kehidupan berikutnya. Masa kehamilan merupakan
periode yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia di masa
depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat
masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan
kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu
pada saat remaja atau usia sekolah. United Nations (Januari, 2000)
memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus
kehidupan.

Masalah gizi, disebabkan oleh banyak faktor yang berkaitan dengan masalah
kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi
dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis
(bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi
muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu
kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya.

UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep sebagai salah satu


strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut
ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
Penyebab langsung

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.


Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang
kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi
sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian
pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.

Penyebab tidak langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :

1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga


diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizinya.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan
mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik
baik fisik, mental dan sosial.
3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim
pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin
penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan


ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan.

Gizi Kurang

Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5
% ( 1989 ) menjadi 24,6 % ( 2000 ). Berita munculnya kembali kasus gizi
buruk yang diawali di Propinsi NTT, NTB, Lampung yang diikuti oleh propinsi-
propinsi lainnya menunjukkan bahwa masalah gizi masyarakat kita masih
rawan. Secara nasional, pada tahun 2003 terdapat sekitar 27.5% balita
menderita gizi kurang, namun demikian terdapat 110 kabupaten/kota
mempunyai prevalensi gizi kurang (termasuk gizi buruk) diatas 30%, yang
menurut WHO dikelompokkan sangat tinggi. Kondisi ini sangat
memprihatinkan, karena mengancam kualitas sumber daya manusia kita
dimasa mendatang.

Menurut hasil UNICEF WHO the world bank joint child malnutrition estimates
2012, diperkirakan 165 juta anak usia dibawah lima tahun diseluruh dunia
mengalami stunted mengalami penurunan dibandingkan dengan sebanyak
253 juta tahun 1990. Tingkat prevalensi stunting tinggi dikalangan anak
dibawah usia lima tahun terdapat di afrika (36%) dan Asia (27%) dan sering
belum diakui sebagai masalah kesehatan Masyarakat, sementara
diperkirakan terdapat 101 juta anak dibawah usia lima tahun diseluruh dunia
mengalami masalah berat badan kurang, menurun dibandingkan dengan
perkiraan sebanyak 159 jutabpada tahun 1990. Di Indonesia salah satu
masalah adalah beban ganda masalah Gizi, pada tahun 2010 prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang terjadi penurunan menjadi 17,9 %, gizi lebih balita 14
%, dan yang paling mengkhawatirkan terjadi pada perempuan dewasa
mencapai 26, 9 % dan laki laki dewasa sebesar 16, 3 %.

Dilihat dari beratnya masalah gizi menurut WHO, maka masalah gizi kurus di
Indonesia masih tergolong tinggi, prevalensi gizi kurus di Propinsi Jawa Barat
pada tahun 2007 sebesar 9,0 % dan tahun 2010 sebesar 11,0 %, terjadi
peningkatan sebesar 2 %, angka prevalensi gizi kurus di Propinsi Jawa Barat
pada tahun 2010, sudah tergolong menjadi masalah kesehatan Masyarakat
dan tergolong tinggi ( 10 %).Kurang gizi pada ibu hamil

KEK pada Wanita Usia Subur

Berdasarkan kajian Susenas 1999-2003, penurunan proporsi risiko KEK


berkisar antara 5-8% dalam kurun waktu 4 tahun tergantung pada kelompok
umur. Kelompok wanita usia subur sampai dengan tahun 2003 belum menjadi
prioritas program perbaikan gizi. Untuk peningkatan status gizi penduduk,
kelompok umur ini terutama pada WUS usia 15 19 tahun harus menjadi
prioritas untuk masa yang akan datang. Seperti yang terlihat pada Figure 10,
35-40% WUS usia 15-19 tahun berisiko KEK.
Intervensi yang dilakukan untuk kelompok umur ini mungkin tidak terlalu
kompleks dibanding intervensi pada balita atau ibu hamil. Akan tetapi
intervensi yang dilakukan akan lebih banyak bermanfaat untuk membangun
sumber daya manusia generasi mendatang. Dengan menggunakan asumsi
penurunan yang terjadi dari tahun 1999 2003 untuk kelompok umur 15-19
tahun. Dengan posisi proporsi resiko KEK 35% pada tahun 2003, pada tahun
2015 asumsinya akan menjadi 20%. Asumsi penurunan proporsi KEK pada
kelompok WUS 15-19 tahun 2015 diharapkan dapat menekan terjadinya
BBLR, menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita dan juga mempercepat
kenaikan tinggi badan anak Indonesia.

Kurang gizi pada balita

Balita merupakan awal atau periode emas dalam pertumbuhan. Pada saat
balita inilah suplai nutrisi harus benar benar adekuat dan bergizi penting,
karena pada periode inilah kemampuan tumbuh kembang otak anak
mencapai titik yang maksimal. Gambaran keadaan gizi balita diawali dengan
cukup banyaknya bayi dengan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan ada 350 000
bayi dengan berat lahir rendah di bawah 2500 gram, sebagai salah satu
penyebab utama tingginya kurang gizi pada dan kematian balita. Tahun 2003
prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 27,5%, kondisi ini jauh lebih baik
dibandingkan dengan tahun 1989 yaitu sebesar 37,5%, atau terjadi penurunan
sebesar 10 % (Susenas 2003). Meskipun sampai tahun 2000 penurunan gizi
kurang cukup berarti, akan tetapi setelah tahun 2000 gizi kurang meningkat
kembali. Gambaran yang terjadi pada gizi buruk yaitu dari tahun 1989 sampai
tahun 1995 meningkat tajam, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun
2003.

Jika dilihat berdasarkan sebaran di propinsi (Susenas 2003), prevalensi yang


terendah masalah gizi buruk dan gizi kurang adalah propinsi Bali (16,18%)
dan yang tertinggi di propinsi Gorontalo (46,11%). Terdapat 14 propinsi
dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk masih di atas rata-rata nasional
dan 15 propinsi di bawah rata-rata nasional. Peta sebaran prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk di Indonesia. Dan hanya daerah daerah tertentu yang
mengalami gizi buruk sedangkan yang lain masih di dalam batas aman
terutama pulau jawa.
Kurang gizi pada usia sekolah

Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka BBLR dan kurang gizi pada
masa balita dan tidak adanya perbaikkan pada masa pertumbuhan yang
sempurna pada masa berikutnya, maka tidak heran bila pada usia sekolah
banyak ditemukan anak kurang gizi. Lebih dari sepertiga anak usia sekolah di
Indonesia tergolong pendek saat masuk sekolah sekitar 36,1 %. Hal ini
merupakan salah satu indicator adanya kurang gizi kronis. (Depkes, 2004).

Gizi Lebih

Bila gizi kurang identik dengan kurangnya atau ketikmampuan dari factor
ekonomi sedangkan pada masalah gizi lebih penyebabnya lebih cenderung
dari ketidakmampuan menahan nafsu makan yang berlebih sehingga pola
makan tidak terkendali. Yang menghawatirkan dari obesitas adalah penyakit
penyakit yang menyertai seperti hipertensi, diabetes mellitus, dyslipidemia,
dan penyakit jantung lainnya. Sehingga angka kematian dapat menghantui
penderita obesitas kapanpun.

Data tentang obesitas di Indonesia belum bias menggambarkan prevelensi


obesitas seluruh penduduk , tetapi data obesitas pada orang dewasa yang
tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian
kita. Survey nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibu kota
seluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1 % penduduk laki laki
dewasa ( 18 tahun) mengalami overweight (BMI 25 27) dan 6,8 %
mengalami obesitas, 10,5 % penduduk wanita dewasa mengalami overweight
dan 13,5 % mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40 49 tahun
overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing masing
24,4 % dan 23 % pada laki laki dan 43 % pada wanita (Depkes, 2003).
Sedangkan pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7 % di Yogyakarta
(Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar (Padmiari dan Hadi, 2002). Survei
obesitas yang dilakukan akhir akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP
di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8 % remaja di perkotaan dan 2 %
remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi,2004). Angka
prevalensi obesitas diatas baik pada anak anak maupun orang dewasa
sudah merupakan warning bagi pemeritah dan masyarakat luas bahwa
obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius
bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota kota besar.

Masalah Gizi Mikro

Masalah gizi mikro yang sudah terungkap sampai dengan tahun 2003 adalah
masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi. Masih banyak masalah gizi mikro lainnya
yang belum terungkap akan tetapi berperan sangat penting terhadap status gizi
penduduk, seperti masalah kurang kalsium, kurang asam folat, kurang vitamin
B1, kurang zink. Mayoritas intervensi yang telah dilakukan untuk mengurangi
masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi di Indonesia masih berkisar pada
suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A, kapsul yodium, maupun tablet
besi. Strategi lain yang jauh lebih efektif seperti fortifikasi, penyuluhan untuk
penganekaragaman makanan masih belum dilaksanakan.

Untuk proyeksi masalah gizi mikro sampai dengan tahun 2015 sesuai dengan
informasi yang tersedia sampai dengan tahun 2003 ini hanya dapat dilakukan
untuk masalah KVA, GAKY dan anemia gizi. Data dasar untuk keseluruhan
masalah gizi mikro untuk waktu mendatang perlu dilakukan, karena informasi
untuk kurang kalsium, zink, asam folat, vitamin B1 hanya tersedia dari hasil
informasi konsumsi makanan pada tingkat rumah tangga yang cenderung defrisit
dalam makanan sehari-hari.

Pada uraian sebelumnya diketahui masalah KVA pada balita diketahui hanya dari
hasil survei 1992. Pada survei tersebut dinyatakan masalah xeroftalmia sebagai
dampak dari KVA sudah dinyatakan bebas dari Indonesia, akan tetapi 50% balita
masih menderita serum retinal <20 mg, dimana dengan situasi ini akan dapat
mencetus kembali munculnya kasus xeroftalmia. Dari beberapa laporan, kasus
xeroftalmia ternyata sudah mulai muncul kembali, terutama di NTB.

Pemberian kapsul vitamin A pada balita diasumsikan belum mencapai seluruh


balita. Intervensi KVA dengan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi untuk 5
tahun kedepan masih dianggap perlu, selain strategi lain (fortifikasi, penyuluhan,
dan penganekaragaman makanan) mulai diintensifkan. Diharapkan dengan
multiple strategy 50% KVA pada balita dapat ditekan menjadi 25% pada tahun
2015, atau penurunan 50%.
Tahun 2003 ini sudah dilakukan evaluasi penanggulangan GAKY untuk
mengetahui prevalensi GAKY setelah informasi terakhir adalah 9,8% pada tahun
1996/1998. pada tahun 1996 diasumsikan prevalensi GAKY akan diturunkan
sekurang-kurangnya 50% pada tahun 2003 setelah intensifikasi proyek
penanggulangan GAKY (IP-GAKY) 1997-2003.

Akan tetapi, penurunan ini secara nasional tidak terjadi, masih banyak masalah
yang belum teratasi secara tuntas dalam penanggulangan ini, antara lain
konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga masih belum universal
(SUSENAS 2003 menunjukkan hanya 73% rumah tangga mengkonsumsi garam
beryodium).

Selain itu pemantauan pemberian kapsul yodium pada daerah endemik berat dan
sedang tidak diketahui sampai sejauh mana kapsul ini diberikan pada kelompok
sasaran. Mengingat masalah GAKY sangat erat kaitannya dengan kandungan
yodium dalam tanah, pada umumnya prevalensi GAKY pada penduduk yang
tinggal di daerah endemik berat dan sedang dapat menurun setelah intervensi
kapsul yodium dalam periode tertentu dan akan membaik jika konsumsi garam
beryodium dapat universal.

Akan tetapi jika pemberian kapsul tidak tepat sasaran dan garam beyodium tidak
bisa universal, prevalensi GAKY ada kemungkinan akan meningkat lagi. Dengan
kondisi ini, ada kemungkinan prevalensi GAKY tidak bisa seratus persen
ditanggulangi dalam kurun waktu 12 tahun kedepan (sampai dengan 2015).
Diharapkan TGR pada tahun 2015 dapat ditekan menjadi kurang dari 5%.

Penanggulangan anemia sampai dengan 2002 masih difokuskan pada ibu hamil.
Seperti yang diungkapkan pada uraian sebelumnya prevalensi anemia pada ibu
hamil menurun dari 50,9% (1995) menjadi 40% (2001). Penanggulangan anemia
untuk yang akan datang diharapkan tidak saja untuk ibu hamil, akan tetapi juga
untuk wanita usia subur dalam rangka menekan angka kematian ibu dan
meningkatkan produktivitas kerja.

Angka prevalensi anemia pada WUS menurut SKRT 2001 adalah 27,1%.
Diproyeksikan angka ini menjadi 20% pada tahun 2015. Asumsi penurunan
hanya sekitar 30% sampai dengan 2015, karena sampai dengan tahun 2002,
intervensi penanggulangan anemia pada WUS masih belum intensif.
Asumsi penurunan prevalensi masalah gizi ini perlu disempurnakan dengan
memperhatikan angka kecenderungan kematian, pola penyakit, tingkat
konsumsi, pendapatan dan pendidikan. Selain itu sampai dengan tahun 2003,
masih banyak masalah gizi yang belum terungkap terutama berkaitan dengan
masalah gizi mikro lainnya yang mempunyai peran penting dalam perbaikan gizi
secara menyeluruh.

2.1.3 Malaysia

Malaysia adalah negara yang memiliki keragaman budaya yang plural


dan heterogen. Sebelum dikenal sebagai Malaysia, Negara ini sering disebut
sebagai Langkasuka, adalah nama kerajaan yang terdapat di Semenanjung
Malaysia. Malaysia merupakan negara persemakmuran Inggris yang memiliki
keragaman etnis, agama, dan budaya. Malaysia dan Indonesia merupakan
saudara satu rumpun yang memiliki banyak persamaan. Keanekaragaman etnis,
agama, dan budaya merupakan sedikit bentuk persamaan antara Malaysia
dengan Indonesia.

Penduduk Malaysia mencapai 28,3 juta jiwa yang mana mayoritas penduduknya
adalah penduduk asli atau pribumi negeri itu, yang dalam bahasa Melayu biasa
dikenal dengan sebutan bumiputera. Penduduk asli Malaysia mencapai 67,4
persen dari populasi total, orang-orang Cina mencapai 24,6 persen dan India
mencapai 7,3 persen.

Geografis

Malaysia adalah negara berpenduduk terbanyak ke-43 dan negara dengan


daratan terluas ke-66di dunia, dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta dan luas
wilayah melebihi 320.000 km2. Jumlah penduduk sedemikian cukup sebanding
dengan jumlah penduduk Arab Saudi danVenezuela, dan luas wilayah
sedemikian sebanding dengan luas wilayah Norwegia dan Vietnam, atau New
Mexico, sebuah negara bagian di Amerika Serikat.

Malaysia terdiri atas dua kawasan utama yang terpisah oleh Laut Cina Selatan.
Keduanya memiliki bentuk muka bumi yang hampir sama, yaitu dari pinggir laut
yang landai hingga hutan lebat dan bukit tinggi. Puncak tertinggi di Malaysia (dan
juga di Kalimantan) yaitu Gunung Kinabalu setinggi 4.095,2 meter di Sabah. Iklim
lokal adalah khatulistiwa dan dicirikan oleh anginmuson barat daya (April hingga
Oktober) dan timur laut (Oktober hingga Februari).

Secara astronomis Malaysia terletak di antara : 1 derajat LU - 6 derajat LU dan


100 derajat BT - 119 derajat BT. Malaysia beriklim muson tropik.Wilayah
Malaysia terbagi atas 2 bagian, yaitu :

Malaysia bagian barat : terletak di daratan Asia Tenggara (Semenanjung


Malaysia), di sebelah utara berbatasan dengan Muangthai, di sebelah selatan
berbatasan dengan Selat Johor dan Selat Malaka, di sebelah timur berbatasan
dengan Laut Cina Selatan dan Laut Natuna, dan sebelah baratnya berbatasan
dengan Selat Malaka

Malaysia bagian timur : terletak di Pulau Kalimantan bagian utara dan berbatasan
dengan Laut Cina Selatan dan Brunai Darusallam. Di sebelah selatan
berbatasan dengan Indonesia, di sebelah timur berbatasan dengan Laut Sulu, di
sebelah barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Laut Natuna.

Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan di Malaysia bermodelkan sistem parlementer Westminster,


warisan Penguasa Kolonial Britania. Kinabalu, Miri, Alor Star, Kota Melaka, dan
Petaling Jaya. Federasi Malaysia adalah sebuah monarki konstitusional. Kepala
negara persekutuan Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agong, biasa disebut Raja
Malaysia. Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-
Negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat
pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam
pemilihan

Sistem perpolitikan di Malaysia juga masih didominasi oleh orang Melayu,


dimana semua partai politik yang sukses di Malaysia dibangun di sepanjang
garis-garis etnis. Sistem Malaysia itu merupakan semacam hegemonic
consociationalism, di mana orang Melayu menikmati keunggulan-keunggulan
yang secara konstitusional disakralkan untuk warga negara non-Melayu

Sumber Daya Alam

Malaysia dengan sumber daya alam semisal sektor pertanian, kehutanan, dan
pertambangan. Di sektor pertanian, Malaysia adalah salah satu pengekspor
terbesar karet alam dan minyak sawit, yang bersama-sama dengan damar dan
kayu gelondongan, kakao, lada, nenas, dan tembakau mendominasi
pertumbuhan sektor itu. Minyak sawit juga merupakan pembangkit utama
perdagangan internasional Malaysia.

Malaysia adalah negara agraris, yang menghasilkan padi, karet, kelapa sawit,
kelapa dan nenas. Karet dan kelapa sawit merupakan ekspor nonmigas yang
utama. Hasil hutan berupa kayu banyak dihasilkan di Sabah. Pelabuhan ekspor
kayu adalah Sandakan dan Lahad Datu, yang juga menjadi pusat industri kayu
lapis. Hasil tambang Malaysia adalah timah. bijih besi, bauksit dan minyak bumi.
Bagi Malaysia, timah merupakan penghasilan kedua setelah karet.

Ekonomi

Timah dan minyak bumi adalah dua sumber daya mineral utama yang menjadi
penyokong ekonomi utama Malaysia. Malaysia pernah menjadi penghasil timah
terbesar di dunia hingga runtuhnya pasar timah di permulaan tahun 1980-an.
Pada abad ke-19 dan ke-20, timah memainkan peran dominan di dalam ekonomi
Malaysia. Pada 1972 minyak bumi dan gas alam mengambil alih timah sebagai
komoditas utama sektor pemurnian mineral. Sementara itu, kontribusi timah
semakin menurun. Penemuan minyak bumi dan gas alam di ladang minyak lepas
pantai Sabah, Sarawak, dan Terengganu memiliki sumbangan penting bagi
ekonomi Malaysia. Mineral lain menurut tingkat kepentingan dan keberartiannya
adalah tembaga, bauksit, besi, dan batu bara bersama-sama dengan mineral
industri seperti tanah liat, kaolin, silika, batu gamping, barit, fosfat, dan bebatuan
dimensi seperti granit juga blok dan lempengan marmer.

Sosial Budaya

Malaysia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki tingkat
keberangaman etnis dan kebudayaan yang cukup tinggi. Adalah etnis melayu
yang menduduki prosentasi penduduk yang paling banyak di Malaysia yaitu
sebanyak 48,5%. Setelah melayu masih ada beberapa etnis pribumi yang
mempunyai presentase sebanyak 10,5%. Sebanyak 14,7% sisanya adalah
penduduk bukan pribumi yaitu etnis tionghoa dan india . Sementara itu dalam
agama, Islam adalah agama mayoritas etnis melayu yang juga mayoritas agama
di Malaysia mempunyai prosentase 53%. Sisanya adalah Budha 29%, Hindu 9%,
dan agama lain seperti Kristen, tao, konfusius sebanyak 9%.
Melalui etnisitas tersebut, Pemerintah Malaysia membagi etnis tersebut
berdasarkan etnis bumi putra atau pribumi dan etnis non-pribumi. Pembagian
tersebut memasukkan Melayu dan beberapa etnis kecil lain seperti Iban,
Kadazan, Melanou, Bidayuh dsb menjadi etnis pribumi. Sementara itu etnis
tionghoa dan india adalah etnis non-pribumi. Pembagian ini didasarkan pada
alasan historis dimana etnis melayu telah tinggal di Malaysia sejak zaman pra-
sejarah.

Persengketaan etnis pribumi dan etnis tionghoa telah terjadi pada saat Malaysia
belum mendapatkan kemerdekaannya hingga saat ini. Penduduk melayu
memandang penduduk tionghoa sebagai orang yang agresif, dan tidak
menggunakan moral dalam berbisnis dan berdagangan. Sementara itu etnis
tionghoa melihat etnis melayu sebagai sekumpulan orang yang pemalas, suka
berkhayal dan tidak memiliki motivasi dalam bekerja. Tidak hanya persengketaan
antar etnis yang terjadi di Malaysia, namun juga sulitnya bagi masing-masing
etnis untuk membaur satu sama lain.

Etnis di Malaysia mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok sesuai


dengan etnisitasnya. Pada akhirnya terciptalah pembagian daerah-daerah sesuai
dengan etnisitasnya. Sebagai contoh adalah Kampung Melayu, yang merupakan
tempat tinggal etnis melayu. Di sini etnis melayu tergabung dalam satu unit
politik, satu unit ekonomi, satu unit genealogi dan keagamaan . Kecender

2.1.4 Masalah Gizi di Malaysia


Studi terbaru menunjukan bahwa prevalensi malnutrisi di di Malaysia
masih tinggi khususnya di daerah perdesaan bagian yang terletak di pantai
timur laut dari semenanjung Malaysia. Dikalangan anak berusia 1-7 tahun di
masyarakat perdesaan Malaysia menunjukkan keseluruhan mengalami bobot
tubuh kurus, stunting. Menurut Kementrian Kesehatan Nasional Malaysia
Surveilans Nutrisi melaporkan prevalensi malnutrisi di kalangan anak dibawah
6 tahun menjadi 1,5% ditahun 2008. Sedangkan menurut NHMS II temuan
utama yang digambarkan dari studi nasional di Malaysia, bahwa ditemukan
sekitar 12,9% anak mengalami Underweght. Sementara itu prevalensi stunting
diidentifikasikan sekitar 17,2%. Menurut studi Unicef (2000) dari anak usia 0-
59,9 bulan, terlihat prevalensi underweight mengalami penurunan, namun
prevalensi stunting tetap meningkat. Menurut Unicef (2002) telah melaporkan
sekitar 19,2% gizi kurang dan sekitar 16,7% untuk prevalensi stunting. Dalam
pembandingan antar seluruh kelompok laki-laki dan perempuan, menunjukan
prevalensi bayi kurus meningkat setelah berumur 6-11,9 bulan. Faktor yang
menjadi pemicunya disebabkan karena masyarakat cenderung lebih kearah
kepercayaan tradisional. Faktor lain disebabkan karena bayi yang kekurangan
gizi tidak menerima makanan yang cukup karena kemiskinan dan faktor
asosiasinya, termasuk pengetahuan ibu yang rendah dan akses yang sulit
terhadap kesehatan. Menurut NHMS III perlu adanya usaha yang lebih besar
dalam mengenalkan makanan perlengkap.

2.2 Kebijakan Gizi

2.2.1 Indonesia

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019 oleh
Badan Perencana Pembangunan Nasional 2015, memuat 9 Agenda
Pembangunan Nasional yang salah satunya adalah Meningkatkan kualitas hidup
manusia dan masyarakat Indonesia dengan konsentrasi pembangunan
kesehatan. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat menjadi pokok bahasan,
dimana pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus
kehidupan baik pada tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Reformasi
terutama difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (primary health
care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan,
peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan
kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam
mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan
yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif . Pembahasan
tentang kebijakan gizi sendiri terdapat dalam poin :
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja,
dan Lanjut Usia yang Berkualitas melalui:
a. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan
anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan serta
penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit;
b. Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja;
c. Penguatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS);
d. Penguatan Pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga;
e. Peningkatan pelayanan kesehatan penduduk usia produktif dan
lanjut usia;
f. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita;
dan
g. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk
posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan
kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lansia.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat melalui:
a. Peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan;
b. Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi
dengan fokus utama pada 1.000 hari pertama kehidupan, remaja
calon pengantin, dan ibu hamil termasuk pemberian makanan
tambahan terutama untuk keluarga kelompok termiskin dan wilayah
Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK);
c. Peningkatan promosi perilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi,
sanitasi, hygiene, dan pengasuhan;
d. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan gizi terutama untuk
ibu hamil, wanita usia subur, anak, dan balita di daerah DTPK
termasuk melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat dan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Posyandu dan
Pos PAUD);
e. Penguatan pelaksanaan, dan pengawasan regulasi dan standar
gizi; serta
f. Penguatan peran lintas sektor dalam rangka intervensi sensitif dan
spesifik yang didukung oleh peningkatan kapasitas pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan rencana
aksi pangan dan gizi.
g.
2. Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) 2015 - 2019
Dalam Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) yang dirancang oleh
Dewan Ketahanan Pangan tahun 2015 memuat berbagai hal penting tentang
pangan dan Gizi di Indonesia. Salah satunya adalah perbaikan gizi masyarakat
terkait dengan tingginya prevalensi stunting, wasting, dan overweight yang
merupakan masalah gizi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah gizi, diperlukan
kerja sama seluruh stakeholders melalui gerakan bersama yang dilakukan
secara bersungguh-sungguh secara holistik. Pendekatan komprehensif
diperlukan untuk meningkatkan status gizi masyarakat terutama dengan
pencegahan dan peningkatan, yang didukung pengobatan serta pemulihan
kesehatan. Perbaikan status gizi masyarakat, dilaksanakan antara lain dengan
membangun pelayanan publik Therapeutic Feeding Centre yang dikelola secara
bersama oleh lintas kementerian/lembaga untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dalam menangani gizi buruk, sekaligus sebagai tempat belajar
mengolah bahan pangan yang tepat. Strategi penanganan masalah gizi
dijabarkan melalui:
1. Pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat melalui sosialisasi/gerakan
gizi seimbang (PUGS/B2SA).
2. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan pemantauan tumbuh kembang anak yang berkualitas.
3. Penguatan sistem surveilance, monitoring dan informasi kesehatan.
4. Penyediaan biaya kesehatan dan perbaikan gizi masyarakat.
5. Pengembangan dan penyediaan pangan yang diperkaya dengan zat gizi
mikro melalui biofortifikasi dan fortifikasi pangan terintegrasi dengan
pengembangan pangan lokal.
Advokasi kepada masyarakat mengenai diversifikasi konsumsi pangan
dan gizi dilakukan dengan hal hal sebagai berikut :
(a) diversifikasi penyediaan dan konsumsi pangan lokal;
(b) pendidikan gizi sejak dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal;
(c) peningkatan konsumsi protein, sayur dan buah;
(d) peningkatan ketersediaan pangan keluarga melalui pemanfaatan lahan
pekarangan.
Potensi lahan pekarangan seluas 10,3 juta ha di Indonesia dapat
dioptimalkan untuk penyediaan pangan keluarga yang beragam sepanjang tahun
untuk memenuhi kecukupan gizi keluarga. Dalam pelaksanaannya, seluruh
kabupaten/kota secara terus menerus aktif melaksanakan koordinasi lintas
instansi/dinas dan organisasi masyarakat serta memperkuat kemitraan antara
pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di berbagai tingkat. Dengan
demikian akan terbangun early warning system terhadap munculnya kasus-kasus
gizi dan kesehatan sehingga dapat ditangani secara cepat sekaligus
meningkatkan status gizi masyarakat.
3. Kebijakan Keamanan Pangan di Indonesia oleh BPOM RI
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dari Badan Pengwas Obat dan
Makanan Republik Indonesia menetapkan tujuan kebijakan sebagai berikut :
1. Meningkatnya jaminan produk Makanan aman, bermanfaat, dan
bermutu melalui pengawasan makanan sebelum beredar dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat.
2. Meningkatnya daya saing Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi melalui pengawasan makanan
sebelum beredar.
Sasaran strategis kebijakan mengacu kepada sasaran strategis Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yaitu Menguatnya
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan dengan Indikator Utama (IKU) adalah
Persentase makanan yang memenuhi syarat meningkat 0.5%, maka Direktorat
Penilaian Keamanan Pangan menetapkan Sasaran Strategis yaitu
Meningkatnya jumlah produk pangan olahan yang memiliki izin edar (memenuhi
persyaratan kemananan, mutu dan gizi).
Untuk strategi kebijakan ini mencakup strategi internal dan strategi
eksternal yaitu:
Eksternal:
1. Perkuatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan
pangan;
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku
usaha di bidang pangan;
Internal
1. Perkuatan regulatory system pengawasan pangan berbasis
risiko
2. Membangun manajemen kinerja dari kinerja lembaga hingga
kinerja individu/pegawai;
3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel
serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga
dan pegawai;
4. Meningkatkan kapasitas SDM di Deputi III secara lebih
proporsional dan akuntabel;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung
maupun utama dalam mendukung tugas pengawasan pangan,
termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan
dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan
kelompok masyarak sipil).
4. Kebijakan Strategis Rancangan Aksi Nasional Pangan dan Gizi
(KSRANPG) 2016 - 2019
Kekhawatiran terhadap rendahnya kualitas SDM secara global yang
bermuara pada masalah gizi pada usia dini, terutama pada 1000 HPK,
mendorong Ketua PBB untuk mendukung Scaling Up Nutrition(SUN) Movement.
Arah pembangunan terkait pangan dan gizi telah diamanatkan dalam Undang
Undang Nomor 18 Tahun 2012, dengan demikian disusunlah Kebijakan Strategis
Rancangan Aksi asional Pangan dan Gizi (RANPG) 2016 - 2019 dengan
pendekatan multisektor. Adapun tujuan pembuatan KSRANPG sebagai acuan
(common platform) bagi para pemangku kepentingan di bidang pangan dan gizi,
dalam peran dan upayanya untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam
pembangunan pangan dan gizi. Berikut adalah kerangka pikir KSRANPG :
2.2.2 Malaysia

1. National Plan of Action for Nutrition of Malaysia (NPANM) III 2016-2025

Komite koordinasi nasional makanan dan nutrisi (NCCFN) bertanggung


jawab dalam pengembangan dan pelaksanaan NPANM 2006-2015.
NPANM dikembangkan untuk memastikan tujuan dari National Nutrition
Policy (NNP). Pendekatan kolaboratif antar berbagai agensi merupakan
elemen kunci dalam pelaksanaan NPANM 2006-2015. Tujuan, strategi,
kegiatan dan target dari NPANM II berasal dari NPANM I 1996-2000.
Kebijakan ini berjalan selama 10 tahun. Kebijakan NPANM II disetujui
oleh kabinet pada 17 Desember 2003. Workshop nasional untuk
mengembangkan NPANM II dilaksanakan pada 26-29 April 2004 yang
dihadiri oleh pemerintah, akademia, NGOs, dan sektor pribadi.

Tujuan umum :

Untuk mencapai dan memelihara gizi masyarakat Malaysia

Tujuan Khusus :

1. Untuk memperbaiki status gizi


2. Untuk mencegah dan mengontrol diet terkait penyakit yang tidak
menular

Strategi yang memungkinkan :

1. Memperbaiki keamanan pangan rumah tangga khususnya yang


berpendapatan rendah
2. Mempromosikan secara optimal praktek pemberian makan pada
bayi dan balita
3. Mencegah dan mengontrol kekurangan nutrisi
4. Mempromosikan makanan sehat dan hidup aktif
5. Mendukung usaha untuk menjaga kualitas dan keamanan
makanan konsumen

Fasilitas strategi :

1. Memastikan semua mempunyai akses terhadap informasi gizi


2. Melanjutkan assesment dan monitoring situasi gizi
3. Mempromosikan secara kontinyu penelitian dan pengembangan
4. Memastikan gizi dan dietetic dipraktikkan dan dilatih oleh tenaga
profesional
5. Penguatan kapasitas kelembagaan pada kegiatan gizi

Fondasi strategi :

Memasukkan sasaran dan startegi gizi ke dalam kebijakan dan program


instasi terkait

2. Kebijakan Label Pangan Malaysia


Di Malaysia diet terkait masalah kesehatan telah meningkat secara
dramatis sejak beberapa tahun yang lalu. Kebijakan ini bertujuan untuk
memberikan makanan yang yang cukup, bergizi, aman dan berkualitas
untuk semua hal ini juga berdasarkan dari kebijakan NPANM II 2006-
2015. Kebijakan tersebut akan menintergrasikan dan mensinergiskan
upaya pemangku kepentingan terkait dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi program makanan dan gizi yang efektif
dan berkelanjutan.
3. Kebijakan Nasional Breastfeeding
Nutrisi yang memadai sangat penting untuk kesehatan dan
perkembangan anak. Ini penting untuk pertumbuhan optimal dan
kesejahteraan umum anak-anak. Depkes telah merumuskan sebuah
Kebijakan Nasional Menyusui pada tahun 1993 dan direvisi pada tahun
2005 merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada enam bulan
pertama kehidupan dan berlanjut sampai dua tahun. Selain itu makanan
pelengkap harusnya dikenalkan pada usia 6 bulan. Melalui kebijakan ini,
pemerintah berkomitmen untuk melindungi praktik menyusui saat ini di
masyarakat dari dampak agresif startegi pemasaran pengganti ASI.
Selain pemberlakuan kode etik soal menyusui. Kementrian kesehatan
juga telah menerapkan inisiatif Rumah Sakit Bayi sejak tahun 1992
sampaisekarang ada total 128 Rumah Sakit Ramah Bayi di negara ini
terutama di Depkes.
Terlepas dari semua inisiatif ini, prevalensi pemberian ASI eksklusif di
kalangan bayi
di bawah empat bulan mengalami penurunan dari 29,0% di tahun 1996
(NHMS II) menjadi 19,3% di tahun 2006.
4. Kebijakan Kebersihan dan keamanan pangan di Sekolah

Beberapa kebijakan dan kegiatan untuk sekolah dikembangkan melalui


usaha bersama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian
Pendidikan di bawah "Program Bersepadu Sekolah Sihat "(PBSS).
Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat sekolah agar
makanan aman untuk anak-anak sekolah dan pencegahan keracunan
makanan. Kementerian Kesehatan mengiimplementasikan 'Program
Pemeriksaan Sendiri' (KENDIRI) antar operator di kantin sekolah dan
Operator dapur memberdayakan mereka pada aspek kebersihan dan
keselamatan makanan sejak tahun 2008. Di 2009, sekitar 75% kantin
sekolah (5815 dari 7770) dan 54% (975 of 1821) sekolah dapur asrama di
Malaysia terlibat dalam program ini. "Program Pengredan Premis
Makanan" (PPPM) diperkenalkan pada tahun 2008 untuk memotivasi
mereka untuk mencapai nilai yang lebih baik yaitu grade A atau B. Hasil
pemeriksaan kantin sekolah dan dapur asrama sekolah menunjukkan
23,5% memperoleh nilai A, 45,5% dan grade B dan sisanya dari tempat
yang diperoleh kelas C atau D. Sebagai hasil dari program ini, kejadian
keracunan makanan di sekolah telah menurun menjadi 123 episode di
tahun 2009 dibandingkan dengan 230 orang pada episode periode yang
sama di tahun 2008.

2.3 Pencapaian Kebijakan

2.3.1 Indonesia

1. Upaya memperbaiki pelayanan kesehatan anak


Indikator Kerja Target Tahun 2013
Imunisasi anak usia 12 23 bulan
BCG 77,9% tahun 2010, jadi 87,6%
DPT-HB 61,9% tahun 2010, jadi 75.6%
Polio 66,7% tahun 2010, jadi 77%
Campak 74,4% tahun 2010, jadi 82,1%
Kunjungan Neonatus lengkap 31,8% tahun 2010, jadi 39,3%
Inisiasi Menyusui Dini 29,3% tahun 2010, jadi 34,5%

2. Upaya menurunkan kejadian malnutrisi KEK


Indikator Kerja Tahun 2013
BBLR Menurun dari 11,1% pada tahun
2010 menjadi 10,2%
Balita:
Gizi Kurang 18,4% tahun 2007, jadi 19,6%
Pendek 36,8% tahun 2007, jadi 37,2%
Kurus 12,1 % tahun 2007, jadi 13,6%
Obesitas usia >18 tahun
Perempuan 14,8% tahun 2007, jadi 32,9%
Laki laki 13,9% tahun 2007, jadi 19,7%
Obesitas Sentral 18,8% tahun 2007, jadi 26,6%
Defisiensi energi kronik
Antara 18-59 tahun 25% (1996) menurun menjadi 15%
Antara 60 tahun keatas 29,4% (1996) menurun menjadi
20%

3. Upaya menurunkan defisiensi mikronutrien


Indikator Kerja Target Tahun 2013
Konsumsi Fe ibu hamil 18% % tahun 2010, jadi 33,2%

Rumah tangga yang konsumsi 62,3% (2007) naik menjadi 77,1%


cukup Iodine
Pemberian Kapsul Vitamin A 71,5% (2007) naik menjadi 75,5%

2.3.2 Malaysia

1. Pencapaian Kebijakan Gizi

Target dan indikator :

4. Upaya memperbaiki praktek pemberian ASI dan MP-ASI


Indikator Kerja Target Tahun 2015
Prevalensi ASI eksklusif sampai 4 Meningkat dari 29% (1996) menjadi
bulan 40%
Prevalensi ASI eksklusif sampai 6 15%
bulan
Ketepatan waktu pemberian MP- 50%
ASI

5. Upaya menurunkan kejadian malnutrisi KEK


Indikator Kerja Target Tahun 2015
BBLR Menurun dari 8,9% pada tahun
2000 menjadi 6%
Balita:
Underweight 10,6% (2003) menjadi 5%
Stunting 19% (2000) menjadi 10%
Wasting 13% (2000) menjadi 6,5%
Underweight :
Anak 6-12 tahun Menurun menjadi 25%
Anak 13-18 tahun Menurun menjadi 25%
Defisiensi energi kronik
Antara 18-59 tahun 25% (1996) menurun menjadi 15%
Antara 60 tahun keatas 29,4% (1996) menurun menjadi
20%

6. Upaya menurunkan defisiensi mikronutrien


Indikator Kerja Target Tahun 2015
Anemia :
Anak dibawah 5 tahun 18% (2001) turun menjadi 9%
Ibu hamil 43,8% (2003) turun menjadi 30%
Defisiensi iodine
Anak usia 8-10 tahun Median urinary iodine excretion
level antara 100 mikrogram per liter
sampai 200 mikrogram per liter
Defisiensi vitamin A 19,8% (2000) turun menjadi 10%

7. Upaya menurunkan kejadian overweight dan obesitas


Indikator Kerja Target Tahun 2015
Anak sekolah :
Sampai dengan 12 tahun < 10%
13-18 tahun < 15%
Dewasa :
Overweight < 30%
Obesitas < 15%

2.4 Program Gizi Unggulan

2.4.1 Indonesia

1000 Hari Pertama Kehidupan


Periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari
pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif
karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat
permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada
pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya,
yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas
kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas
ekonomi. Untuk itu selama masa ini dapat dilakukan intervensi gizi sensitif
maupun spesifik untuk mencegah terjadinya masalah gizi lebih lanjut. Dokumen
Gerakan 1000 HPK ini merupakan bagian dari kebijakan pembangunan di bidang
pangan dan gizi nasional dan daerah. Oleh karena itu dalam implementasinya
dokumen ini tidak terpisahkan dari dokumen yang ada sebelumnya, seperti
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) dan Rencana Aksi Nasional
maupun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAN/RAD-PG), sehingga lebih
bersifat saling melengkapi.
Sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun 2025 disepakati sebagai berikut:
a. Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen.
b. Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang
dari 5 persen.
c. Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen.
d. Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih.
e. Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50
persen.
f. Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan
paling kurang 50 persen.
Hasil yang diharapkan dari 1000 HPK adalah :
1. Meningkatnya kerjasama multisektor dalam pelaksanaan program
gizi sensitif untuk mengatasi kekurangan gizi
2. Terlaksananya intervensi gizi spesifik yang cost effective, yang
merata dan cakupan tinggi, dengan cara:
Memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan dalam upaya perbaikan gizi meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring.
Memperkuat kerjasama pemangku kepentingan untuk
menjamin hak dan kesetaraan dalam perumusan strategi dan
pelaksanaan.
Meningkatkan tanggung jawab para politisi dan pengambil
keputusan dalam merumuskan peraturan perundang-
undangan untuk mengurangi kekurangan gizi.
Meningkatkan tanggung jawab bersama dari setiap pemangku
kepentingan untuk mengatasi penyebab dasar dari
kekurangan gizi.
Berbagai pengalaman berdasarkan bukti.
Mobilisasi sumber daya untuk perbaikan gizi baik yang
berasal dari pemerintah, dunia usaha, mitra pembangunan
dan masyarakat.

2.4.1 Malaysia

The Tenth Malaysia Health Plan (2010 - 2015) 1care For 1 Malaysia

Pendekatan Malaysia untuk mengembangkan bangsa ini adalah melalui


rencana 5 tahun. Awalnya disebut Malaya. Rencananya, yang dimulai pada
tahun 1956. Dengan Sabah dan Sarawak bergabung dengan Malaysia pada
tahun 1963. Rencananya dirumuskan dan kemudian diimplementasikan pada
tahun 1966. Proses perencanaan kesehatan Malaysia telah berkembang dari
pendekatan pragmatis murni dari atas ke bawah ke dalam proses top-down,
bottom-up campuran yang rasional dan berbasis bukti. Pada akhir 7 Rencana
Malaysia (7MP), pendekatan yang lebih sistematis untuk mengevaluasi
rencana dimulai. Kemudian, terjemahan pendekatan policy-to-practice
dikembangkan dan digunakan dalam Rencana Malaysia ke-8 (8MP) dengan
pemantauan dan evaluasi yang sistematis. Tujuan dan strategi dapat diukur
dan menciptakan peluang untuk integrasi yang lebih besar. Berbagai instansi
terkait kesehatan dan kesehatan. Hal ini semakin ditingkatkan selama
kesembilan Malaysia Plan (9MP) dimana pendekatan perencanaan strategis
diperkenalkan. Dalam Review Mid Term (MTR) dari 9MP, evaluasi berbasis
hasil dimulai.

Rencana Ninth Malaysia (9mp) Dan Evaluasi :

Tema 9MP adalah 'menuju kesehatan yang lebih baik melalui konsolidasi jasa
kesehatan. Hal ini sesuai dengan 5 Thrust Misi Nasional yaitu Thrust 4 yaitu
untuk memperbaiki Standar dan keberlanjutan kualitas hidup.

Tujuan 9MP untuk kesehatan dibagi menjadi dua tujuan utama dan empat
tujuan pendukung:

Tujuan Utama

Mencegah dan Mengurangi Beban Penyakit


Meningkatkan Sistem Pelayanan Kesehatan

Sasaran Pendukung

Optimalkan Sumber Daya (termasuk sumber daya manusia kesehatan)


Meningkatkan Penelitian dan Pengembangan
Mengelola Krisis dan Bencana secara Efektif
Memperkuat Sistem Manajemen Informasi Kesehatan

Sejalan dengan pernyataan Vision for Health bahwa kesehatan adalah


tanggung jawab setiap orang, di bawah 9MP, fokus diberikan untuk
mempromosikan kesehatan seumur hidup di mana individu dan keluarga
berada. Diberdayakan untuk memainkan peran lebih besar dalam mengelola
kesehatan mereka sendiri, dan karenanya meningkatkan kualitas kehidupan
keseluruhan populasi. Pendekatan Penilaian Berbasis Hasil diperkenalkan
pada MTR 9MP.
9MP sesuai dengan 5 Thijesi Misi Nasional seperti yang tercantum di bawah
ini:

Thrust 1: Untuk memindahkan ekonomi ke atas rantai nilai

Thrust 2: Untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan inovasi dan


memelihara 'mentalitas kelas satu'

Thrust 3: Menghadapi ketidaksetaraan sosio-ekonomi yang terus-menerus


secara konstruktif dan produktif

Thrust 4: Meningkatkan standar dan keberlanjutan kualitas hidup

Thrust 5: Untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dan implementasi

2.5 Program Gizi yang dilakukan

2.5.1 Indonesia

1. Inisiasi Menyusui Dini


Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan langkah yang sangat baik untuk
memudahkan bayi dan ibu dalam memulai proses menyusui. Berbagai macam
keuntungan didapatkan dari proses `baik untuk ibu maupun bayi. Manfaat
pentingnya pemberian IMD begitu besar bagi tahapan awal permulaan sang
bayi ketika baru dilahirkan di dunia ini. Karena dengan adanya pemberian
inisiasi menyusui dini bagi bayi adalah akan bisa dijadikan salah satu cara
dalam menekan dan menurunkan penyebab kematian bayi oleh karena
hipotermia (kedinginan). Hal ini karena dalam proses IMD ketika sang bayi
merangkak didada mencari payudara sang ibu untuk menyusui maka
kehangatan ibu akan memberikan kenyamanan pada sang bayi.
2. ASI Ekslusif
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pada Ayat 1
diterangkan Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif
adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain. Semula Pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu
menyusui bayinya hingga usia empat bulan. Namun, sejalan dengan kajian
WHO mengenai ASI eksklusif, Menkes lewat Kepmenles No 450/2004
menganjurkan perpanjangan pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan. ASI
eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
3. Makanan Pendamping ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman
yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI merupakan
makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan
pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun
jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi.
Makanan bayi umur 6-9 bulan
a. Pemberian ASI diteruskan
b. Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
keluarga secara bertahap, karena merupakan makanan peralihan ke
makanan keluarga
c. Berikan makanan selingan 1 kali sehari, seperti bubur kacang hijau,
buah dan lain-lain.
d. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan,
seperti lauk pauk dan sayuran secara berganti-gantian.
Makanan bayi umur 12-24 bulan
a. Pemberian ASI diteruskan. Pada periode umur ini jumlah ASI sudah
berkurang, tetapi merupakan sumber zat gizi yang berkualitas tinggi.
b. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kkali
sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan.
Disamping itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.
c. Variasi makanan diperhatikan dengan menggunakan padanan bahan
makanan. Misalnya nasi diganti dengan mie, bihun, roti, kentang dan lain-
lain. Hati ayam diganti dengan telur, tahu, tempe dan ikan. Bayam diganti
degan daun kangkung, wortel dan tomat. Bubur susu diganti dengan bubur
kacang ijo, bubur sum-sum, biskuit dan lainlain.
d. Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba.
Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.
2.5.2 Malaysia

1. Program Pusat Informasi Nutrisi dan Dapur Komunitas Sehat (Dapur


Sihat)

Pusat Informasi nutrisi didirikan di tingkat Nasional dan Negara Bagian untuk
mempromosikan konsep makan sehat Ini mempromosikan nutrisi anak, nutrisi
remaja, nutrisi pada institusi dan nutrisi orang dewasa, nutrisi untuk orang tua
dan mereka yang memiliki kebutuhan khusus melalui makanan sehat. Hal Ini
bertindak sebagai pusat referensi bagi masyarakat untuk memperoleh akses
terhadap informasi gizi. Saat ini, ada total 14 Informasi Pusat Nutrisi di seluruh
Malaysia. Dapur Masyarakat Sehat didirikan di pusat kesehatan di lingkungan
Kementerian Kesehatan. Saat ini di Malaysia, total 48 Dapur Komunitas Sehat
sedang beroperasi.Ini membantu memberdayakan masyarakat dengan
mengajarkan pilihan makanan dan metode memasak untuk memperbaiki status
gizi mereka. Sebanyak 17.602 orang telah memanfaatkan dapur kesehatan ini.

2. Baby Friendly Clinic Initiative (Klinik Rakan Bayi, KRB)

Klinik Inisiatif Ramah Bayi adalah sebuah inisiatif untuk melengkapi


pelaksanaan Baby-friendly Inisiatif di rumah sakit. Tujuan KRB adalah untuk
menyediakan layanan dan lingkungan yang mendukung praktik menyusui.
Salah satu yang utama alasan penerapannya adalah karena lebih dari 90%
layanan antenatal dan pasca kelahiran dibawa keluar ibu dan kesehatan anak
Klinik. KRB menerapkan "Sembilan Langkah untuk berhasil Menyusui "di
tingkat klinik. Ini Inisiatif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di antara
Ibu.

3. Nutrition Month Malaysia

Bulan Nutrisi Malaysia diamati setiap tahun di Malaysia pada bulan April. Untuk
Studi Obesitas (MASO) yang didukung oleh Depkes untuk mempromosikan
makan sehat dan hidup aktif. Berbagai aktivitas terkait nutrisi dilakukan selama
NMM baik tingkat nasional maupun negara bagian
4. Rehabilitation Programme for Malnourished Childern (Program
Pemilihan Kanak-Kanak Kekurangan Zat Makanan, PPKZM)

Program Rehabilitasi untuk Malnutrisi Anak - anak (PPKZM) telah


diimplementasikan sejak 1989 sebagai upaya untuk meningkatkan status
gizi anak berumur enam bulan sampai enam tahun dari keluarga miskin.
Anak-anak yang mempunyai kriteria diberikan pasokan makanan pokok
untuk dipastikan makanan dan nutrisi keamanan pangannya dalam rangka
mencapai pertumbuhan normal dan perkembangan fisik yang optimal.
Anak-anak juga diberikan imunisasi dan pengobatan. Fokus pada nutrisi
anak dan kebersihan diri yang ditekankan pada orang tua. Sebagai
perpanjangan PPKZM, Program Pemberian Makan Masyarakat
diimplementasikan untuk rehabilitasi secara khusus anak kurang gizi, anak
yang terpinggirkan orang asli dan pribumi dari Sarawak. Program ini
teridentifikasi di bawah Transformasi Pemerintah Program (GTP 2.0) Area
Hasil Kunci Nasional-Rumah Tangga Penghasilan Rendah untuk tahun
2013-2015. Program ini telah diimplementasikan di Perak, Pahang,
Kelantan dan Sarawak. Cakupan target> 95% itu dicapai pada tahun 2014.
BAB III

3.1KESIMPULAN

Permasalah gizi di Negara Indonesia terjadi karena ketahanan pangan


keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai,
pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sedangkan di Negara
Malaysia faktor yang menjadi pemicunya permasalahan gizi disebabkan karena
masyarakat cenderung lebih kearah kepercayaan tradisional. Faktor lain
disebabkan karena bayi yang kekurangan gizi tidak menerima makanan yang
cukup karena kemiskinan dan faktor asosiasinya, termasuk pengetahuan ibu
yang rendah dan akses yang sulit terhadap kesehatan. Masalah gizi yang di
alami dari kedua negara tersebut hampir sama yaitu gizi kurang, stunting, dan
gizi berlebih. Kebijakan gizi di Indonesia berfokus pada meningkatkan kualitas
hidup manusia dan masyarakat Indonesia dengan konsentrasi pembangunan
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi
masyarakat pada seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu, keluarga,
maupun masyarakat.

Kebijakan di Negara Malaysia juga hampir sama dengan Negara


Indonesia yaitu kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki status gizi serta
mencegah dan mengontrol diet terkait penyakit yang tidak menular.
Perbedaannya adalah kebijakan di Negara Malaysia terdapat kebijakan
mengenai breast feeding dan kebijakan kebersihan dan keamanan pangan di
Sekolah. Sedangkan di Indonesia kebijakan pemberian asi di jadikan program
salah satunya adalam pemeberian asi eksklusif dan pemberian makanan
pendamping ASI. Program gizi unggulan di Indonesia ada al Gerakan 1000 HPK,
yaitu sejak 270 selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama
bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif karena akibat yang
ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat
dikoreksi. Dan program unggulan Malaysia adalah The Tenth Malaysia Health
Plan yang teridir dari 9MP yang bertuan menuju kesehatan yang lebih baik
melalui konsolidasi jasa kesehatan.
Daftar Pustaka
Global Nutrition Report. 2014a. Nutrition Country Profile Malaysia. <http://www .
globalnutritionreport.org/files/2014/12/gnr14_cp_malaysia.pdf>. Tanggal
akses 4 Juni 2017.
2014b. Nutrition Country Profile Indonesia. <http://ww
w.globalnutritionreport.org/files/2014/12/gnr14_cp_ Indonesia.pdf>. Tanggal
akses 4 Juni 2017.
Achmad Chaldun, 1995. Atlas Pengetahuan Sosial Indonesia Wawasan
Nusantara dan Dunia, Surabaya : Karya Pembina Swajaya
Atmarita, Tatang S. Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII,
Jakarta 17-19 Mei 2004
Azwar. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi Dan Tantangan Di Masa Datang ;
Makalah pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju
Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 27 September 2004
Dahlan Thaib. 2000. Pemerintahan Malaysia Britania. Yogyakarta : Libety
Gaffer Jenedri. 2006. Pengantar Study Hukum Internasional. Jakarta: Ind-Hill
Hadi, Hamam (2005). Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional : Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 5 Februari
2005.
Khor GL & Tee ES. 2009. Nutritional Status of Children below Five Years in
Malaysia: Anthropometric Analyses from the Third National Health and
Morbidity Survey III (NHMS, 2006). Universiti Putra Malaysia, Serdang,
Selangor
Nofianti Susi. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku
Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Pukesmas Maek
Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2012. Jakarta: Universitas Indonesia
World Health Organization/ Centres for Disease Control and Prevention. 2000.
CDC 2000 Growth Charts for United States.
National Institute of Nutrition. 2006. Annual Report on Nutritional Status of
Children and Their Mothers in 2005. NIN General Statistics Office, Hanoi

Depkes Malaysia, 2011 ; Kemenkes Malaysia, 2011 ; Kemenkes Malaysia, 2006 ;


Kemenkes Malaysia, 2016)
Depkes Malaysia. 2011. National Nutrition Policy and Programmes Malaysia.
Departemen Kesehatan Malaysia.

Kemekes Malaysia. 2011. Country Healthy Plan 2011-2015. Putrajaya: Kementrian


Kesehatan Malaysia.

Kemenkes Malaysia. 2006. National Plan of Action for Nutrition of Malaysia 2006-
2016. Putrajaya. Kementrian Kesehatan Malaysia.

Kemenkes Malaysia. 2016. National Plan of Action for Nutrition of Malaysia III
2016-2025. Purajaya: Kementrian Kesehatan Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai