Anda di halaman 1dari 30

Investigasi Wabah Pada Penyakit Infeksi

Nosokomial Saluran Kemih (INSK) Di Rumah Sakit


Khusus Penyakit Menular, Jakarta

Putri Khrisna Sampoerna


P2.31.33.1.12.033
No Absen : 19
DIV-Epidemiologi

Politeknik Kesehatan Negeri Jakarta II


Jurusan Kesehatan Lingkungan

BAB I

Latar Belakang
Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya
pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan
yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas
kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal
ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup
setiap aspek penanganan pasien. Kebutuhan untuk pengendalian infeksi
nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial
ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia
saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam
keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama
yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih
banyak.
Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien
cenderung

untuk

mengalami

berbagai

tindakan

invasif

yang

akan

memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Saat


ini, masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian para ahli
karena disamping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga
menambah biaya perawatandan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada
akhirnya akan membebani pemerintah/rumahsakit, personil rumah sakit
maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan
kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan
peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial adalah semua
kasus infeksi yang terjadi sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam dirawat di
rumah sakit atau pada waktu masuk tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari
infeksi

tersebut.

Meskipun

kultur

tidak

mendukung

ke

arah

infeksi

nosokomial, tetap dicatat sebagai infeksi nosokomial.


Jenis infeksi nosokomial yang sering dijumpai pada pasien bedah berturutturut adalah infeksi saluran kemih, infeksi arena bedah, infeksi saluran napas

bawah, bakteriemia dan sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat


intravaskuler. Upaya identifikasi dan pengamatan pasien yang berisiko tinggi
harus dilakukan sehingga kemudian dapat dilakukan upaya pencegahan,
diagnosis dan penanggulangannya. Infeksi nosokomial pada pasien bedah
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, memperpanjang masa rawat,
menyebabkan hilangnya waktu kerja, dan meningkatkan biaya perawatan.
Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang
paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat
secara langsung karena tangan yang kurang bersih atau secara tidak
langsung melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan mencuci tangan
secara benar saja kejadian infeksi nosokomial dapat mencapai 50% apalagi
jika

tidak

mencuci

tangan.

Peralatan

yang

kurang

steril,

air

yang

terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering


meningkatkan risiko infeksi nosokomial.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh
pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi
baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak
ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted
RN, 1996, Ducel, G, 2002).
2.2 Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena
penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian
yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55
rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan
Asia

Tenggara

sebanyak10,0%

(Ducel,

G,

2002)

Walaupun

ilmu

pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3

dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi
semakin

meningkatnya

pasien-pasien

dengan

penyakit

immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus


dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial
menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun
( Light RW, 2001).
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi
nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung
9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi
Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM
5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini semuanya untuk kasus-kasus bersih dan
bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI Jakarta, 1995).

2.3 Etiologi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam
mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya
faktor

lain

yang

Kemungkinan

dapat

terjadinya

menyebabkan
infeksi

terjadinya

tergantung

infeksi
pada

nosokomial.
karakteristik

mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan


banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan

infeksi

nosokomial.

Infeksi

ini

dapat

disebabkan

oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau


disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection).
Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena
faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan
udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat
dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang

umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal (Ducel, G, 2002) .

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai


macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari
transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV),
rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut
atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian
jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius,
penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex
virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan (Wenzel, 2002)

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah


ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul
selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan,
contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus
neoformans, Cryptosporidium.
2.4 Cara Penularan
1. Langsung
Antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak langsung
Obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
Lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan

(sebagai contoh perawatan luka pasca operasi)


penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke udara

(air borne)
Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau serangga yang
membawa kuman

Selain itu penularan infeksi nosokomial bisa melalui :


1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung
dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus

hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan
membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi
peralatan medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenisjenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan
dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil
sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui
saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit
yang terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vector
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan
secara

eksternal

bila

hanya

terjadi

pemindahan

secara

mekanis dari

mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella dan


salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke
dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya
parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis,
misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).
2.5

Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Nosokomial pada Pasien


1. Infeksi secara langsung atau secara tidak langsung
Infeksi boleh terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung.
Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan, kulit dan baju, yang
disebabkan oleh golongan staphylococcus aureus. Cairan yang diberikan
secara

intravena

dan

jarum

suntik,

peralatan

serta

instrumen

kedokteran boleh menyebabkan infeksi nosokomial. Makanan yang tidak


steril,

tidak

dimasak

dan

diambil

menggunakan

tangan

yang

menyebabkan terjadinya cross infection (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995, Ducel,
G, 2002).
2. Resistensi Antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara
tahun 1950-1970, kebanyakan penyakit yang serius dan fatal ketika itu
dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimanapun, keberhasilan ini
menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan antibiotika.
Maka, banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten.
Peningkatan resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas
terutama pada pasien yang immunocompromised (Ducel, G, 2002).
Penggunaan

antibiotika

yang

terus-menerus

ini

meningkatkan

multiplikasi serta penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya


adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol,
dosis

antibiotika

yang

tidak

optimal,

terapi

dan

pengobatan

menggunakan antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnosa


(Ducel, G, 2002). Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka
morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,dan menjadi sangat penting
karena: i) Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat ii) Seringnya
imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur iii)
Mikroorganisme yang baru (mutasi) iv) Meningkatnya resistensi bakteri
terhadap antibiotika (Ducel, G, 2002)
3. Faktor alat
Suatu

penelitian

klinis

menujukkan

infeksi

nosokomial

terutama

disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi
saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Penggunaan peralatan non steril juga boleh menyebabkan infeksi
nosokomial (Ducel, G, 2002)

2.6

Tanda dan gejala Infeksi


Demam
Bernapas cepat,
Kebingungan mental,
Tekanan darah rendah,
Urine output menurun,
Pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika

kencing dan darah dalam air seni


Sel darah putih tinggi
Radang paru-paru mungkin termasuk

ketidakmampuan untuk batuk.


Infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau

kesulitan

bernapas

dan

luka di sekitar bedah atau luka


2.7

Dampak Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan

cacat

fungsional,

stress

emosional

dan

dapat

menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.


2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi
HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu
dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta
tuntutan hukum.
2.8

Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial


Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang

terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:


1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,
nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur


invasi
5. Pengawasan

infeksi,

identifikasi

penyakit

dan

mengontrol

penyebarannya.
a. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melaiui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan
dengan

benar,

Karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk


pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini,
clan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung
tangan

sangat

dianjurkan

bila

akan

melakukan

tindakan

atau

pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang


perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika akan mengambil
atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran
mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, clan segera
mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
b. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan
yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum,
tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya
suntikan

yang

tidak

penting

(misalnya

penyuntikan

antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit melalui


jarum suntik maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
Penggunaan alat suntik yang disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui
udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas,
mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.

Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,


cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti
untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang
kotor, sanrung tangan harus segera diganti. Baju khusus juga harus
dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu
tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
c. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah
sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan
kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkalikali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama
bagi pendenita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita
yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan
pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya

penularan

tuberkulosis.

Selain

itu,

rumah

sakit

harus

membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan


pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan
bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas
dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan
pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan
toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan
membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi
yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria mernbunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak
dan protein.

Tidak sulit digunakan


Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk
petugas maupun pasien
Efektif
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
d. Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada
pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses
fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad
renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad
renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di
dalam saluran cerna manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara
tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan
tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya
infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat
diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
e. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari

infeksi

nosokomial

juga

dapat

dicegah

dengan

membuat suatu permisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan


terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis,

dan

SARS,

yang

mengakibatkan

kontaminasi

berat.

Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya,


pasien

yang

mempunyai

resistensi

rendah

seperti

leukimia

dan

pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari


infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan
kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu
menuju keluar sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi,
tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi

kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa


selama mereka menderita penyakit yang sama.
2.9

Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RS


Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal

yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah


sakit, antara lain:
1.

Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap


Surveilan suatu penyakit adalah tindakan

pengamatan

yang

sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut


yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk
dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari
surveilan

adalah

nosokomial.

Perlu

pengendalian
canggihnya

untuk

menurunkan

ditegaskan

infeksi

di

nosokomial

per-alatan

yang

risiko
sini

bahwa

bukanlah

ada,

terjadinya

tetapi

infeksi

keberhasilan

ditentukan

oleh

ditentukan

oleh

kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan


penderita

secara

benar

(the

proper

nursing

care).

Dalam

pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di


garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan,
2.

Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan,


Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan,
merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan
ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti
semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi
kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan
pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar
sekali.

3.

Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua


Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental
Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan

perawatan

yang

sempurna

kepada

penderita.

Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan


mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya
tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja,
tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosokomial ini.
Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi
nosokomial, perawat mempunyai peran yang sangat menentukan.
Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga
yang

mahal)

ataupun

dengan

pemakaian

antibiotika

yang

berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan


oleh kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan
yang benar untuk penderitanya.
Hal yang Harus Diperhatikan Keluarga dan Pengunjung dalam
Pengendalian Infeksi Nosokomial
1.

2.

Mengerti dan memahami peraturan dari Rumah sakit


Taatilah waktu berkunjung
Jangan terlalu lama menjenguk cukup 15-20 menit saja
Penunggu pasien cukup 1 orang
Jangan berkunjung jika anda sedang sakit
Jangan membawa anak dibawah usia 12 tahun
Menjaga kebersihan diri
Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah bertemu pasien
Jangan menyentuh luka, perban, area tusukan infuse, atau alatalat lain
yang digunakan untuk merawata pasien

3.

Bantulah pasien untuk menjaga kebersihan dirinya


Menjaga kebersihan lingkungan
Jangan menyimpan barang terlalu banyak di ruangan pasien
Jangan tidur di bed pasien

Jangan merokok diarea RS

BAB III
Locus ( Contoh Kasus )

Kasus Infeksi Nosokomial Saluran Kencing (INSK) Di Rumah Sakit


Khusus Penyakit Menular, Jakarta.

Dari 2288 penderita yang dirawat di RSKPM, telah diperiksa 723 (31,6%)
penderita yang memenuhi kriteria survei, berumur antara 2 bulan sampai 70
tahun. Dari 723 penderita surveitelah ditemukan 115 kasus (15,9%) INSK,
dengan 123 episoda, hiigga angka INSK besarnya 15,9%.

Dari factor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap angka INSK disini,


tidak terdapat perbedaan berrnakna pada jenis kelamin meskipun kelompok
jenis kelamin perempuan (19,8%) lebih tinggi dari lelaki (12,4%).

Mengenai kelompok umur didapatkanbahwa pada kelompok umur kurang


dari 1 tahun (32,4%), paling tinggi disusul umur 1-4 tahun (22,4%), umur 511 tahun (20,5%) dan terendah pada kelompok umut >12 tahun (13,1%)

Pengamatan mengenai jenis penyakitny menunjukkan bahwa pada kelompok


penyakit dengan panas (28,4%) lebih tinggi dari kelompok penyakit dengan
diare (7,4%) dari perincian jenis penyakit dengan panas, maka angka INSK
tertinggi terdapat pada hepatitis (50%) disusul pada penyakit lain dengan
panas, (45,5%), meningitis / encephaliti (44,4%), demam berdarah (33,3%),
infeks komunitas (32,8%), pneumonia (28%), demam tifoid/salrnonellosis
(27,6%), gizi jelek dengan panas (21,4%), terendah pada tetanus yelitis dan
penyakit

keganasan,

masing

masing

0%.

Dari perincian jenis penyakit dengan diare, maka angka tertinggi terdapat
pada penderita-penderita diare dengan gizi jelek (33,3%) diikuti pada diare

dengan infeksi komunitas (11,6%), kolera (9,1%) dan terendah pada diare
dengan

penyakit

lainnya

(7,0%).

Bila dilihat dari adanya tindakan kateterisasi, maka pada kelompok yang
mendapat tindakan kateterisasi menetap/Foley (85,7%) menunjukkan angka
paling tinggi, diikuti pada tindakan kateterisasi sewaktu (64,7%) dan
terendah pada penderita-penderita tanpa kateter (12,3%)

Dari jenis kuman penyebabnya tampak bahwa dengan kuman penyebab


Enterobacter spp (15,8%) paling tinggi, diikuti dengan Proteus spp (13,3%),
dengan E.coli (10,5%), dengan Nebsiella spp (3,7%) dan terendah dengan
Coliform

bakteria,

Diphthemici,
Streptococcus

Mima
sp

Pseudomonas
polymorpha,
dan

sp,

Acinetobacter

Alkaligenes

Staphylococcus

sp

sp,

sp,

Moraxella

Citrobacter

masing-masing

0%.

sp,
sp,

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Etioligi Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi nosokomial disebabkan oleh agen-agen penyebab infeksi yang
umum seperti bakteri, virus, dan jamur. Agen penyebab infeksi pada infeksi
nosokomial berasal dari tubuh opasien sendiri. Dalam keadaan normal, agen
infeksi inti tidak membahayakan. Infeksi muncul saat pertahanan tubuh
menurun atau penggunaan obat atau prosedur medis tertentu. Selain dari
tubuh pasien, agen infeksi juga bisa berasal dari lingkungan rumah sakit atau
dari pasien lain dengan penyakit infeksi tersebut.
Pelayan

kesehatan

saat

ini

banyak

menggunakan

alat-alat

dan

tindakan invasive (memasuki tubuh pasien) untuk merwat dan membantu


penyembuhan pasien. Infeksi nosokomial dapat berkaitan dengan alat-alat
tersebut

seperti kateter dan ventilator (alat

bantu

pernafasan).

Infeksi

nosokomial yang terdjadi antara lain infeksi peredaran darah yang didapat
lewat kateter pembuluh darah sentral, infeksi saluran kemih melalui kateter
urin, dan infeksi jaringan paru-paru akibat penggunaan ventilator. Infeksi
nosokomial dapat juga terjadi pada luka operasi. Bakteri Clostridium
defficile dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan melalui tangan
yang terkontaminasi dan tidak dibersihkan. Penggunaan antibiotik secara
sembarangan dapat mematikan bakteri baik di dalam saluran pencernaan
dan menimbulkan infeksi Clostridium defficile.
Kateter pembuluh darah sentral merupaka selang dimasukan ke dalam
pembuluh darah besar, seperti di leher, dada, atau paha. Penggunaan selang
ini dapat bertahan jangka panjang hingga minggu dan bulan. Pemasanagn
kateter pembukluh darah sentral bertujuan untuk memberikan perngobtaan,
memberikan nuttrisi dan cairan, serta utnuk beberapa tes medis tertentu.
Kateter urin adalah selang yang dimasukan ke dalam kandung kemih
melalui uretra (saluran keluar air urin). Umumnya kateter urin digunakan
pada kasus kesulitan untuk berkemih. Infeksi terjadi akibat agen infeksi

(paling sering bakteri) masuk ke saluran kemih melalui kateter. Ventilator


meryupakan suatu mesin yang diperuntukan untuk membantu pasien dalam
bernafas dengan memberikan oksigen melalui selang yang dimasukan ke
dalam mulut atau hidung. Ventilator digunakan pada pasien dengan sakit
berat atau selama dan setelah operasi. Infeksi dapat terjadi apabila agen
infeksi masuk ke dalam paru-paru melalui selang.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi nosokomial antara lain:
Berhubungan dengan status kesehatan pasien

Usia lanjut

Malnutrisi (kekurangan gizi)

Alkoholisme (kecanduan alcohol)

Perokok

Penyakit kronis, seperti penyakit paru kronis, kanker

Diabetes mellitus (penyakit kencing manis)

Berhubungan dengan proses akut

Operasi

Trauma

Luka bakar

Berhubungan dengan tindakan invasive (tindakan yang memasuki


tubuh pasien)

Intubasi trakeal (memasukan selang ke dalam organ trakea utnuk


membantu pernafasan)

Pemasangan kateter pada pembuluh darah sentral


Pemasangan kateter urin (ke dalam kandung kemih untuk pasien dengan
gangguan berkemih)

Cuci darah

Tindakan invasif lainnya

Berhubungan dengan pengobatan

Transfuse darah

Pengobatan imunosupresi (penekanan sistem daya tahan tubuh)

Penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat mengakibatkan bakteri


menjadi ressten atau kebal terhadap antibiotik tersebut dan
menghilangkan bakteri baik di dalam tubuh

Posisi berbaring yang terlalu lama

Nutrisi parenteral (nutrisi yang diberikan melalui pembuluh darah)

Lamanya perawatan di rumah sakit atau pelayanan medis lain


4.2 Gejala Infeksi Nosokomial Saluran Kemih
Infeksi nosokomial dapat menyerang organ yang berbeda pada setiap

orang. Beberapa kasus infeksi nosokomial menyerang sistem tubuh tertentu,


seperti saluran kemih, infeksi seluruh tubuh melalui peredaran darah, paruparu, luka operasi, kulit, dan saluran pencernaan.
Gejala yang timbul pda infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter
urin beragam tergantung kuman penyebab infeksi tersebut. Gejala yang
umum terjadi adalah nyeri atau rasa terbakar saat berkemih dan frekuensi
berkemih yang meningkat, rasa nyeri atau terbakar pada perut bagian
bawah, dan demam.
Infeksi nosokomial yang menyerang paru-paaru banyak disebbakn
karena penggunaan ventilator atau alat-alat yang dimasukan melalui hidung,
atau mulut. Gejala yang timbul antara lain batuk, adanya dahak, dan sesak
nafas. Agen penyebab infeksi dapat juga menyerang luka operasi atau kulit.
Gejala yang timbul pada infeksi ini adalah kemerahan, bengkak, nyeri,
demam dan disertai adanya nanah pada luka tersebut. Infeksi nosokomial
pada saluran pencernaan akan nmenimbulkan gejala diare, mual, muntah,
dan nyeri perut.

Pemakaian alat-alat kesehatan yang melalui pembuluh darah dapat


menyebabkan infeksi yang menyebar melalui peredaran darah. Bila ada
agen infeksi yang menyebar di peredaran darah maka dinakan sepsis.
Gejala-gejela pada sepsis antara lain suhu tubuh yang tidak stabil (tinggi
atau rendah), denyut jantung yang cepat melebihi normal, laju pernafasan
yang meningkat, dan peningkatan sel darah putih pada pemeriksaan darah.
Sepsis dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengakibatkan
syok. Bila berlanjut, infeksi dapat menyebabkan kegagalan organ dalam
tubuh (baik hanya 1 organ atau beberapa organ) dan kematian. Sepsis tidak
hanya melalui alat-alat yang masuk ke pembuluh darah namun juga melalui
infeksi di bagia tubuh tertentu yang menyebar ke seluruh tubuh, missal
infeksi paru atau infeksi saluran kemih.

4.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial


Dengan pengobatan yang baik, sebagian besar pasien dengan infeksi
nosokomial dapat sembuh dari infeksi tersebut tanpa masalah. Namun,
infeksi nososkomial membuat pasien tinggal lebih lama di rumah sakit, dan
pada kasus yang berat dapat menyebabkan penyakit yang berkepanjangan,
kecacatan, dan bahkan kematian.
Beberapa infeksi nosokomial dapat dicegah. Penerapan kebersihan yang
baik, penggunaan antibiotik yang benar dan hati-hati, dan peningkatan
kualitas teknik dan alat-alat dapat menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial. Beberapa tindakan sederhana yang dapat dilakukan utnuk
mencegah infeksi nosokomial:

Memperhatikan kebersihan dengan membersihkan tangan


menggunakan air dan sabun

Menggunakan alat proteksi seperti sarung tangan dan celemek utnuk


mencegah kulit dan pakaian terkontaminasi

Tidak memaksakan meminta antibiotik setiap kali memeriksakan diri


atau berobat ke dokter. Karena beberapa penyakit disebabkan virus,
sehingga antibiotik (untuk penyakit bakteri) tidak berguna. Sebaliknya
antibiotik malah dapat membuat bakteri di dalam tubuh menjadi resisten
atau kebal.

Bila mendapatkan antibiotik, gunakan secara benar dan baik sesuai


petunjuk dokter dan jangn sampai ada dosis yang terlewat.

Tidak menyimpan antiobiotik untuk di kemudian hari

Tidak menggunakan antibiotik milik orang lain. Belum tentu penyakit


Anda cocok dengan antibiotik tersebut dan dapt membahayakn Anda.
Risiko infeksi saluran kemih dapat diturunkan bila kateter urin digunakan

hanya bila diperlukan dan dilepas sesegera mungkin. Pemasangan kateter


urin harus didahului dengan tindakan aseptik (mematikan kuman utnuk
mencegah infeksi) dan menjaga alat yang digunakan tetap steril (bebas dari
kuman). Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pasien utnuk mencegah
infeksi saluran kemih akibat kateter urin adalah:

Memahami fungsi kateter dan menanyakan apakah masih diperlukan

Mencuci tangan sebelum dan setelah menyentuh kateter

Mengatur posisi kantung urin agar selalu dibawah kandung kemih

Tidak menarik-narik selang kateter

Tidak memutar atau melipat selang kateter


Untuk infeksi pada luka operasi, beberapa tindakan yang dapat dilakukan

oleh petugas kesehatan untuk mencegah adalah:

Membersihkan tangan dan lengan sampai siku sebelum operasi

Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah


merawat pasien

Menggunakan alat pelindung sepeerti sarung tangan, penutup rambut,


dan masker saat operasi

Memberikan antibiotik pencegahan sebelum operasi dimulai

Membersihkan kulit lokasi yang dioperasi pada pasien.


Beberapa tindakan yang dilakukan oleh pasien dalam mencegah

terjadinya infeksi pada luka operasi adalah:


Sebelum operasi

Memberitahu dokter masalah kesehatan yang Anda miliki, seperti


alergi, diabetes, dan penyakit lain

Berhenti merokok

Tidak bercukur pada daerah yang akan dioperasi karena bercukur


dapat menyebabkan iritasi dan mempermudah terjadinya infeksi

Setelah operasi

Keluarga dan teman yang berkunjung tidak menyentuk luka operasi

Keluarga dan teman yang berkunjung mencuci tangan sebelum dan


setelah mengunjungi Anda

Memahami cara mejaga dan merawat luka operasi sebelum Anda


keluar dari rumah sakit

Membersihkan tangan sebelum dan sesudah mebersihkan luka operasi

Mengingatkan petugas kesehatan utnuk membersihkan tangan mereka


bila mereka tidak melakukannya saat merawat luka operasi

Bila timbul gejala kemerahan atau nyeri, segera berobat ke dokter

Untuk mencegah terjadinya infeksi paru akibat pemakaian ventilator,


petugas kesehatan dapat melakukan hal berikut:

Mempossisikan kepala pasien dinaikan 30 atau 45, kecuali ada


larangan tertentu terkait kondisi pasien

Bila pasien dapat bernafas sendiri, segera lepas ventilator

Membersihkan tangan sebelum dan sesudah menyentuk selang


ventilator

Membersihakna bagaian dalam mulut pasien secara teratur

Membersihkan atau mengganti alat-alat sebelum digunakan pada


pasien lain

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pasien dan keluarga pasien dalam
mencegah infeksi paru-paru, antara lain:

Berhenti merokok, karena merokok meniongkatkan risiko infeksi

Mengingatkan petugas kesehatan utnuk membersihkan tangan mereka


bila mereka tidak melakukannya.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit.


Infeksi ini dapat menular melalui alat medis dan menyerang pasien

maupun tenaga medis.


Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu
penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat

masuk, dan penjamu rentan.


Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah
kateter, jarum suntik, dan alat alat untuk mengambil atau

memberikan darah atau cairan.


Penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis
adalah infeksi saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi
nosokomial,

tuberkulosis,

diarrhea

dan

gastroenteritis,

infeksi

pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.


Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu
dengan cara mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.

5.2

Saran
Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.
Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
Tangani dengan benar limbah rumah sakit

REFRENSI
http://arisetiyani1994.blogspot.co.id/2012/11/makalah-nosokomial.html
http://www.academia.edu/6380424/MAKALAH_INFEKSI_NOSOKOMIAL

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CCwQ
FjADahUKEwjRlsm39q_IAhXHSo4KHXy-DaY&url=http%3A%2F
%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream
%2F123456789%2F21521%2F4%2FChapter
%2520II.pdf&usg=AFQjCNE3o7IfzGm5pJNs7EHTwg14PrTmA&sig2=UyvwiGdPh0HKtS9AfbahUw&bvm=bv.104615367,d.c2E

Anda mungkin juga menyukai